BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup
mitral. Kelainan struktural ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.1
Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik
dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya
katup mitral secara sempurna. Dengan demikian aliran darah saat sistol akan
terbagi menjadi dua, di samping ke aorta yang seterusnya ke aliran sistemik,
sebagai fungsi utama, juga masuk ke atrium kiri.2
Penyebab stenosis mitral yang paling sering adalah penyakit jantung rematik,
yakni sekitar 40% penderita jantung penyakit jantung rematik berlanjut menjadi
mitral stenosis. Biasanya penyakit jantung rematik ini juga menyebabkan mitral
regurgitasi, yang bersamaan dengan mitral stenosis. Jarang sekali terjadi mitral
regurgitasi sendiri akibat jantung rematik. Penyakit jantung rematik ini
disebabkan oleh bakteri Streptococcus haemoliticus Group A sehingga penyakit
ini menggambarkan sosial ekonomi yang rendah oleh karena itu angka kejadian
stenosis mitral di luar negeri sudah jarang ditemukan, sedangkan di negara-negara
sedang berkembang angka kejadiannya masih tinggi.2,3,4
Di Amerika angka kejadian stenosis mitral adalah 1 : 100.000 sedangkan di
Afrika angka kejadian stenosis mitral adalah 150 : 100.000, di India angka ini
mencapai 300-400 : 100.000. Untuk regurgitasi mitral akut dan kronik mengenai
hampir 5 dari 10.000 orang. Dengan pewarnaan Doppler dideteksi ada sekitar
20% orang dewasa dan usia menengah. Menurut Profil Kesehatan Indonesia, di
Indonesia sendiri tidak ada yang benar-benar mencantumkan angka pasti kejadian
stenosis maupun regurgitasi mitral. Namun dari pola etiologi penyakit jantung di
poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (19941999) didapatkan angka 13.94 % dengan penyakit jantung katup.1,2,4,5
Penyakit katup, baik stenosis mitral maupun regurgitasi mitral, ini dapat
berlanjut menjadi gagal jantung kongestif. Hal ini dikarenakan pada stenosis
mitral terjadi aliran darah dari atrium kiri (LA) yang tidak secara keseluruhan
pindah ke ventrikel kiri (LV) akibat penyempitan katup mitral. Ini akan
menyebabkan
peningkatan
tekanan
pada
vena
pulmonalis
kemudian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stenosis Mitral
2.1.1. Defenisi
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur
amiloid,
rheumatoid
arthritis
(RA),
Wipples,
akibat
obat
jarang. Penyakit jantung rematik akut adalah manifestasi dari demam rematik dan
berkaitan dengan inflamasi katup, miokardium atau perikardium7.
Deformitas katup kronik adalah konsekuensi penyakit jantung rematik yang
paling penting, ditandai dengan jaringan parut yang padat dan difus pada katup
secara permanen (kasus yang paling sering terjadi adalah stenosis mitral).
Sehingga terjadi penebalan dan kalsifikasi katup dan penebalan serta
memendeknya korda tendinae 3.
Demam rematik akut adalah reaksi hipersensitivitas yang diinduksi oleh
antibodi si penderita yang disebabkan oleh Streptococcus pharyngitis
hemolyticus group A. Teori patogenesis mengenai penyakit katup akibat demam
rematik ini masih dalam penelitian. Ini mungkin terjadi akibat protein M dari
strain streptokokus menginduksi antibody host sehingga terjadi cross-react
dengan glikoprotein antigen di jantung, persendian, dan jaringan lain. Sekitar 2-3
minggu muncul delay symptom setelah mula infeksi dan menghilangnya
streptokokus pada lesi. Sejak adanya, meski sangat kecil, pengalaman demam
rematik, genetik bertanggung jawab terhadap perkembangan patogenitas antibodi.
Sekuele kronik berasal dari progresivitas fibrosis akibat penyemuhan lesi
inflamasi kronik.7
2.1.5. Patofisiologi
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area
orifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri
berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat
terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga
menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25
mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan
atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler
sehingga
bermanifestasi
sebagai
exertional
perkembangan
penyakit,
peningkatan
tekanan
menyebabkan
terjadinya
hipertensi
pulmonal,
dyspneu.
atrium
yang
Seiring
dengan
akan
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm 2). Dengan bertambah
sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan
dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm 2 yang berupa stenosis mitral
berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas 1.
2.1.6. Gejala Klinis
Gejala bergantung besarnya derajat penyempitan area katup. Gejala paling
awal ditemui adalah dispnu dan berkurangnya kapasitas istirahat. Pada stenosis
mitral derajat ringan mungkin tidak dijumpai saat istirahat. Gejala makin
memberat seiring peningkatan tekanan di atrium kiri. Beberapa keadaan yang
memperberat gejala stenosis mitral yakni demam, anemia, hipertiroid, hamil,
exercise, stress dan sexual intercourse 3.
Pada stenosis mitral yang sudah memberat dijumpai sesak meskipun pada
saat istirahat. Peningkatan rasa sesak dan tanda kongestif paru yang lebih berat
seperti ortopnu dan paroxysmal nocturnal dyspnea dapat juga dijumpai pada
keadaan stenosis mitral yang lebih berat 3.
Pada akhirnya akan dijumpai tanda-tanda gagal jantung kanan akibat
peningkatan tekanan di atrium dan ventrikel kanan akibat peningkatan
berkelanjutan dari atrium kiri karena darah terbendung di atrium kiri. Tanda-tanda
gagal jantung kanan tersebut adalah peningkatan tekanan vena jugular,
hepatomegali, asites dan edema perifer 3.
2.1.7. Diagnosa
Anamnesis 9
Keluhan dapat berupa berdebar-debar karena takikardi/fibrilasi atrium
Dispnu
Takipnu
Ortopnu
Batuk darah
Atau karena tromboemboli
2.
Pemeriksaan fisik 9
Facies mitral
1.
3.
4.
Thrill diastolic
Bunyi jantung mengeras
Opening snap
Bising mid diastolic
Bising presistolik
EKG 9
P mitral
Deviasi aksis kanan
Hipertrofi ventrikel kanan
Ekokardiografi 9
E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral,
Berkurangnya permukaan katup mitral,
Berubahnya pergerakan katup posterior,
Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi.
Tabel 2.1. Rekomendasi Ekokardiografi 1
INDIKASI
Diagnosis stenosis mitral, evaluasi berat ringannya serta
ukuran dan fungsi ventrikel kanan
Evaluasi morfologi katup, guna menentukan kelayakan
tindakan balon katup
Diagnosis dan evaluasi kelainan katup yang menyertai
Re-evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan
tanda
Evaluasi respon hemodinamik dari gradient rata-rata pada
latihan
Re-evaluasi pasien stenosis sedang-berat asimtomatik untuk
menentukan tekanan arteri pulmonalis
Evaluasi stenosis ringan dan klinis stabil
5.
KLAS
I
I
I
I
II A
IIB
III
Foto Thoraks 9
Didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis,
Penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan
paru.
Gambar 2.2. Foto Toraks Kalsifikasi Mitral 10
10
adanya Kerley B lines dan tidak ada fixed splitting dari S2)
Left atrial myxoma (ditandai dengan adanya penyakit sistemik)
2.1.9. Penatalaksanaan 9
1. Pengelolaan Medikamentosa
a. Obat-obatan untuk mengatasi gangguan akibat adanya obstruksi mekanik
Digitalis: digoksin
11
Klas
I
I
II B
III
Antiaritmi : Kordaron.
b. Obat-obatan pencegahan sekunder demam rematik
Penisillin V-oral
Sulfadiasin
c. Pengobatan untuk pencegahan endokarditis infektif
Ampisilin
Eritromisin
2. Intervensi9
Indikasi tindakan intervensi: stenosis mitral simtomatik (area katup <1.5cm2
atau 1.7-1.8 cm2 pada kasus khusus),
Jenis intervensi: Intervensi nonbedah/komisurotomi mitral perkutan,
intervensi bedah dan konversi elektrik pada atrial fibrilasi 9
Tabel 2.2. Indikasi komisurotomi mitral perkutan (KMP)11.
12
13
14
2.2.3 Patofisiologi
15
16
17
2.3.2 Klasifikasi13
Gagal jantung secara umum dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal
jantung kronis.
a. Gagal jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya
sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau
disfungsi
diastolik,
keadaan
irama
jantung
yang
abnormal
atau
18
19
patologis
dalam
struktur
jantung,
misal
kardiomiopati.
2.3.5. Patofisiologi8
A. Gagal Jantung Kanan8
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang
cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan
ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh
karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di
dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut
meninggi. Makin tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang
(dilatasi).
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena
jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan
pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir
bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya
keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung
kanan.
Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan
menyebabkan terjadinya udem. Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki
(pada anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya
tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya udem. Mula-mula,
udem timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya udem menghilang.
Pada stadium yang lebih lanjut, udem tetap ada pada waktu siang hari, dan udem
tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat juga terjadi pada punggung kaki,
paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka. Akibat selanjutnya dari
timbunan darah ini adalah asites . Selain itu dapat juga terjadi hidrotoraks, bila
hidrotoraks terlalu banyak akan memperberat keadaan dispnea penderita.
20
21
22
23
dengan tekanan nadi sempit dapat ditemukan sebagai manifestasi dari curah
jantung rendah. Ekstrimitas berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler lambat
merupakan tanda-tanda gangguan vaskular yang lebih berat.
Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing) ringan
yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat diperburuk
dari penekanan jalan nafas oleh pembuluh darah paru yang mengembang. Ronki
tidak sering kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan yang tidak jarang.
Sinar-x dada hampir selalu menunjukkan kardiomegali; bila tidak ada harus
merupakan tantangan diagnosis yang cukup serius. Pengecualian utama termasuk
lesi obstruksi atrium kiri seperti kor triatriatum dan anomali total muara vena
pulmonalis dengan obstruksi. Aliran darah pulmonal yang berlebihan ada pada
mereka dengan gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan
difus karena kongesti vena paru ditemukan pada kebanyakan lainnya. Distribusi
kembali aliran darah paru-paru ke lobus bagian atas tidak sering terjadi pada
diafragma yang hiperekspansi dan datar, dan pembesaran atrium kiri
dapatmenyebabkan kolaps lobus bawah kiri.
Elektrokardiogram jarang berguna dalam diagnosis, tetapi hampir selalu
abnormal, dengan kelainan spesifik tergantung pada lesi penyebab gagal jantung.
Ekokardiogram jarang berguna dalam penilaian fungsi ventrikel kiri. Fraksi
pemendekan ventrikel kiri, interval waktu sistolik sisi kiri, dan angka pemendekan
serabut melingkar sebagai fungsi stres dinding akhir sistolik telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi otot. Ekhokardiogram dapat juga mengesampingkan
efusi perikardial. Dengan lesi beban volume berlebih kinerja miokardium
mungkin normal; tanda-tanda dan gejala gagal jantung pada kasus ini
disebabkanoleh beban volume jantung yang sangat besar bersama dengan fungsi
miokardium normal atau bahkan meningkat.
2.3.7. Diagnosis15
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi,
ekhografi, analisis gas darah, dan melihat petanda biologis gagal jantung.
24
A. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya :
Sesak napas,
Kesulitan minum/ makan,
Bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
Penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.
B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain :
takikardia,
irama galop,
peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
kardiomegali serta
gagal tumbuh.
takipnea,
ortopnea,
wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
batuk.
Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.
C. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi :
Foto toraks
EKG
Ekokardiografi
Analisis gas darah
Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan
selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya
25
dipertanggungjawabkan
untuk tindakan
pembedahan
paliatif
atau
Penatalaksanaan Umum:
26
aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya
menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat
dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak
terkendali). Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam
selama 1-2 hari.2.
2. Penggunaan oksigen
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung
dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang
mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan
kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan
gagal jantung kronik.
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80%
(2/3) dari kebutuhan. Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium
memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan
rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet
adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak
menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang
parah.
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori
karena kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang.
Oleh karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan
berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena anak ini
ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair
untuk membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan
yang cukup.
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat.
27
panas
meningkatkan
permeabilitas
membran
otot
ion
yang
membuat
generalisasi
mengenai
penatalaksanaan
medikamentosa.
pertama
adalah
memperbaiki
kinerja
pompa
dengan
menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan
28
diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang
berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan
beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika
pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa
jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif
lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan
transplantasi jantung. Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan
berulangkali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan,
hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan
kesadaran.
bayi dan anak. Prinsip efek farmakologik digitalis ialah meningkatkan kontraksi
otot jantung (inotropik positif) dan memperlambat frekuensi denyut jantung
(kronotopik negatif). Efek ini menyebabkan curah jantung meningkat, desakan
vena sentralis menurun dan ruangan jantung mengecil. Dengan membaiknya
sirkulasi terjadi diuresis (pra beban menurun) sehingga curah sekuncup
meningkat.
Dianjurkan supaya selalu memakai satu macam preparat saja yang dapat
diberikan peroral maupun parenteral supaya memperoleh pengalaman dan mudah
mengenal tanda-tanda intoksikasinya. Preparat yang dianjurkan untuk bayi dan
anak ialah digoksin, karena preparat ini dapat digunakan secara oral maupun
parenteral. Secara oral, digoksin dapat diserap antara 60-85%. Juga dapat
digunakan pada keadaan gawat darurat maupun dalam keadaan kronis. Efek
maksimal terjadi pada sekitar 2-6 jam sesudah pemberian per oral, efek awaldapat
dilihat sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan secara intravena,efek
awal terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak terjadi pada sekitar 25 1-4
jam. Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan melalui ginjal dalam
waktu 24 jam dan menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72 jam.
29
30
31
4. Obati segala aritmia yang timbul, bradikardia bila ada dapat diatasi dengan
atropin 0,01 mg/kg/dosis im. Jika tidak ada perbaikan, dapat diberikan dilantin 1
mg/kg iv perlahan-lahan dalam 12 menit yang dapat diulangi tiap 5 menit
sampai ada perbaikan atau telah mencapai 10 dosis.
5. Periksa kadar elektrolit dan beri kalium seperlunya sampai kadar kalium
mencapai harga normal, kalium diberikan per os 12 gr/hari. Pada keracunan
berat dapat diberikan infus yang mengandung kalium, jangan melebihi 80
mEq/kg/jam.
6. Pikirkan untuk melakukan transfusi tukar
Sampai kapan digitalis harus diberikan, belum ada persesuaian pendapat. Pada
bayi setelah gagal jantung teratasi, digitalis dilanjutkan kadang -kadang sampai 2
tahun. Keadaan klinik dan penyakit primer sangat penting sebagai patokan
pemberhentian pengobatan.
Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya dengan
secara oral, dan pada kebanyakan digitalisasi diselesaikan dalam 24 jam. Bila
diinginkan digitalisasi lambat, misalnya pada masa segera pasca bedah, skema
memulai rumat digoksin tanpa dosis inisial sebelumnya, akan mencapai
digitalisasi dalam 7-10 hari. Hal ini sering dapat dilakukan pada penderita rawat
jalan.
Jika bayi membaik dengan memuaskan dengan digitalis selama beberapa
bulan dan kebutuhan obat tampak mengurang (misal, VSD yang menjadi semakin
kecil), dosis tidak ditambah meskipun berat anak bertambah. Jika keadaan klinis
menguatkan, obat akhirnya dihentikan.
Pengukuran kadar digoksin serum berguna pada beberapa keadaan:
1. Bila dosis baku digoksin tidak mempunyai pengaruh terapeutik yang
bermanfaat
2. Bila jumlah digoksin yang diberikan tidak diketahui atau tertelan secara tidak
sengaja
3. Bila fungsi ginjal terganggu atau jika ada kemungkinan interaksi obat (missal
quinidin)
4. Bila ada masalah berkenaan dengan kepatuhan
5. Bila dicurigai ada keracunan
32
Darah biasanya diambil segera sebelum satu dosis tetapi minimum 4 jam
sesudah dosis terakhir sehingga telah terjadi keseimbangan jaringan/ plasma.
Kadar darah normal pada bayi sekitar 2-4 ng/ml dan pada anak yang lebih tua
1-2 ng/ml. melebihi kadar ini biasanya tidak akan ada tambahan yang berarti
pada manjemen gagal jantung dan hanya akan menambah risiko keracunan.
Pada kecurigaan adanya keracunan, kadar digoksin serum yang tinggi tidak
dengan sendirinya didiagnosis keracunan tetapi harus diartikan sebagai
pelengkap terhadap tandatanda klinis dan EKG lain (gambaran irama dan
hantaran). Nausea dan muntah agak kurang sering pada penderita pediatri.
Hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, radang jantung karena miokarditis,
dan prematuritas semuanya dapat memperkuat keracunan digitalis. Aritmia
jantung yang terjadi pada anak yang minum digitalis juga dapat akibat penyakit
primernya bukannya akibat obat. Namun setiap bentuk aritmia pasca
pemberian terapi digitalis harus dianggap obat sampai terbukti lain. Dosis
berikutnya harus dihentikan sampai masalahnya teratasi.
sehingga bendungan yang terjadi akan berkurang. Vasodilator bekerja dengan cara
mengurangi prabeban (golongan venodilator) karena dapat menurunkan tonus
vena sistemik,dan atau beban pasca (golongan arteriodilator) dengan cara
mengurangi tahanan vaskuler perifer, sehingga dapat memperbaiki kinerja
miokardium. Pemberian vasodilator memerlukan pengamatan yang ketat terhadap
pengisian jantung dan tekanan darah arteri. Pengurang beban pasca terutama
berguna pada anak dengan gagal jantung akibat kardiomiopati dan pada beberapa
penderita dengan insufisiensi mitral dan aorta berat. Mereka dapat juga efektif
pada penderita dengan gagal jantung akibat pirau dari kiri ke kanan. Obat ini
biasanya tidak digunakan bila ada lesi stenosis saluran aliran keluar ventrikel kiri.
Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan bersama dengan obat-obat
anti kongestif lainnya, seperti digoksin dan diuretik.
Vasodilator terdiri dari:
33
34
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai
dosis target. Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE,
dianjurkan prosedur berikut:
1.
selama 24 jam
2.
Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari
terjadinya hipotensi
3.
Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target,
biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya
Jika fungsi ginjal mempburuk bermakna hentikan pengobatan
Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi
Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu
4.
5.
6.
setelah pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis. Pada 3 bulan dan
selanjutnya tiap 6 bulan.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan angioedema. Yang termasuk golongan penghambat ACE antara
lain, kaptopril, enalapril, kuinapril, fosinopril, lisinopril, perindropril, ramipril.
Kaptopril merupakan penghambat enzim pengubah angiotensin yang aktif secara
oral (angiotensin-converting-enzyme= ACE) yang menyebabkan dilatasi arteria
yang mencolok. Dengan memblokade angiotensin II, berakibat pengurangan
beban pasca yang bermakna. Venodilatasi dan akibatnya pengurangan prabeban
telah dilaporkan juga. Obat ini juga mengganggu produksi aldosteron dan
karenanya juga membantu mengendalikan retensi garam dan air. Dosis oral adalah
0,5-6 mg/kg/ 24 jam dierikan pada dosis terbagi 2-3 kali. Obat ini biasanya
diberikan pada gagal jantung akibat beban volume, kardiomiopati, insufisiensi
mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar. Obat ini menyebabkan
retensi kalium sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan
diuretik yang bersifat penahan kalium (spironolakton). Reaksi kaptopril yang
merugikan adalah hipotensi dan sekuelenya (misalnya sinkop, lemah dan pusing).
Ruam pruritis makulopapuler ditemukan pada 5-8% penderita, tetapi obat dapat
dilanjutkan karena ruam seringkali menghilang secara spontan dikemudian.
Neutropenia dan keracunan ginjal juga terjadi.
35
penyerapan kembali air dan natrium oleh ginjal, yang berakibat penurunan
volume darah yang bersirkulasi dan karenanya mengurangi kelebihan cairan
dalam paru-paru dan tekanan pengisian ventrikel. Obat ini sering harus digunakan
bersama dengan terapi digitalis pada penderita dengan gagal jantung berat. Obat
yang dapat digunakan diantaranya:
1. Furosemid
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita gagal
jantung. Obat ini menghambat penyerapan kembali natrium dan klorida pada
tubulus distal dan lengkung henle. Penderita yang memerlukan dieresis akut
harus diberikan furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2
mg/kg. Hal ini biasanya menyebabkan dieresis cepat dan perbaikan segera
status klinis, terutama jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama
diresepkan pada dosis 1-4 mg/kg/ 24 jam diberikan antara 1 dan 4 kali sehari.
Pemantauan elektrolit yang teliti perlu pada terapi furosemid jangka lama
karena mungkin ada kehilangan kalium yang berarti. Penambahan kalium
klorida biasanya diperlukan, kecuali kalau diuretik penghemat kalium
spironolakton diberikan bersama-sama. Bila furosemid diberikan setiap selang
sehari, penambahan kalium dalam diet mungkin cukup untuk mempertahankan
kadar kalium serum normal. Pemberian furosemid lama dapat menyebabkan
kontraksi ruangan cairan ekstraseluler, menimbulkan alkalosis kontraksi.
Pada keadaan ini asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase mungkin berguna.
2. Spironolakton
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi
kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kgBB/24 jam dalam 2-3 dosis
terbagi, merupakan diuretik hemat kalium. Kombinasi spirnolakton dan
klorotiazid
biasanya
digunakan
untuk
kenyamanan
karena
mereka
36
37
dijumpai dengan curah jantung rendah. Pada dosis 2-10 Kg/kg/menit, dopamine
menyebabkan kenaikan kontraktilitas dengan sedikit vasokonstriksi perifer.
Namun jika dosis ditambah diatas 15 Kg/kg/menit, pengaruh adrenergik-
perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi. Pada dopamin dosis tinggi dapat
juga menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal. Pemberian dopamine
tersebut biasanya dilakukan di ruang intensif dengan menggunakan infusion
pump.
Dobutamin, derivat dopamin, juga digunakan untuk mengobati curah jantung
rendah. Obat ini menimbulkan pengaruh inotropik langsung dengan pengurangan
sedang pada tahanan vaskuler perifer. Dobutamin dapat diberikan sebagai
tambahan pada terapi dopamin agar menghindari vasokonstriksi dopamine dosis
tinggi. Dobutamin juga agaknya kurang menyebabkan gangguan irama jantung.
Dosis biasanya 2-20 Kg/kg/menit.
Epinefrin mempunyai aktivitas alfa perifer maupun beta-1 jantung. Kadangkadang obat ini digunakan pasca bedah jantung, dimana rangsangan inotropiknya
yang sangat kuat membuat ia berguna pada keadaan curah jantung rendah dengan
vasokonstriksi yang kadang-kadang menyertai pembedahan. Kekurangan utama
berupa seringnya terjadi kenaikan frekuensi jantung yang mencolok, membatasi
penggunaanya.
2. Penghambat Fosfodiesterase
Amrinon adalah obat kelas baru pertama, tidak sama dengan katekolamin
maupun digitalis, berguna dalam mengobati penderita dengan curah jantung
rendah yang refrakter terhadap terapi standar. Obat ini bekerja dengan
menghambat fosfodiesterase, mencegah penghancuran cAMP intraseluler.
Amrinon mempunyai pengaruh inotropik positif pada jantung maupun pengaruh
vasodilator perifer yang berarti dan biasanya digunakan sebagai tambahan terapi
dopamin dan dobutamin dalam unit perawatan intensif.1,3 Obat ini diberikan
dengan dosis pembebanan awal (loading dose) 0,75 mg/kg/menit. Efek samping
utama adalah hipotensi akibat vasodilatasi perifer. Hipotensi biasanya dapat
ditatalaksana dengan pemberian cairan intravena untuk mencukupi volume
intravaskuler. Efek samping kedua adalah trombositopenia, keparahannya tampak
38
terkait dengan kecepatan infus dan lama terapi. Efek samping ini reversibel bila
obat dihentikan atau kecepatan infus dikurangi.
Terapi Bedah
Terapi bedah pada gagal jantung oleh karena defek intrakardiak dapatbersifat
paliatif atau koreksi (penutupan defek). Terapi paliatif berupa penjeratan
(banding) arteri pulmonalis ditujukan pada bayi kecil dengan keadaan kritis yang
tidak memungkinkan menggunakan mesin pintas jantung paru. Kerugian banding
arteri pulmonalis ini meliputi mortalitas dini post operasi, gagal jantung kongestif
persisten, tehnik debanding yang sulit pada saat operasi koreksi, dan
kemungkinan terjadi stenosis subaortik. Terapi koreksi pada bayi dilakukan
dengan tujuan untuk menanggulangi gagal jantung yang tidak dapat diatasi
dengan medikamentosa, termasuk didalamnya saluran nafas bagian bawah
berulang dan gagal tumbuh.
2.3.9. Komplikasi12
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:
1. Gangguan pertumbuhan; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung
yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih
terhambat daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel
kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
ventrikel
kanan
berkompensasi
dengan
mengalami
hipertrofi
dan
39
40
menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan pada fase kompensata. Pada
saat ventrikel kanan tidak mampu melakukan kompensasi maka terjadi gagal
jantung kanan, dengan manifestasi klinik: edema perifer, hepatomegali, asites dan
peningkatan tekanan di vena jugular (Edwards, 2007).
2.5. Hubungan Gagal Jantung Kongestif dengan Mitral Regurgitasi
Pada MR primer akut, atrium kiri dan ventrikel kiri yang sebelumnya
normal-normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan. Pada saat sistol
atrium kiri akan mengalai pengisian yang berlebihan, disamping aliran darah yang
biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari
ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diastole, volume darah
yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal dari
atrium kiri yang overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak akan
sempat berdilatasi namun akan mengakibatkan mekanisme Frank-Starling akan
berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya akan masuk ke dalam
dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang
berlebihan diteruskan ke atrium kiri selanjutnya vena pulmonalis dan timbul
edema paru yang akut. Pada saat yang sama pada fase sistol dimana ventrikel kiri
mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan
afterload berkurang akibat regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari
strok volume ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta akan berkurang karena berbagi
ke atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun fungsi
ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahakan diatas normal.2
Pada MR kronik, tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral
pada fase sistol, menimbulkan ada pintu/celah terbuka untuk aliran darah balik ke
atrium kiri. Adanya systolic pressure gradient antara ventrikel kiri dan atrium kiri,
akan mendorong darah balik ke atrium kiri. Volume darah yang balik ke atrium
kiri disebut volume regurgitant dan pressure regurgitan volume dibanding dari
total ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fase regurgitan. Dengan demikian
pada fase systole, akan terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan
41
pada fase diastole, beban pengisian ventrikel kiri juga akan meningkat yang lama
kelamaan akan memperburuk performance ventrikel kiri (remodeling).2
Pada MR kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih ringan
ketimbang pada aorta regurgitasi, pada tingkat regurgitasi yang sama. Tekanan
volume akhir diastole dan regangan dinding ventrikel akan meningkat. Volume
akhir sistol akan meningkat pada MR kronik, meskipun demikian, regangan akhr
sistol dinding ventrikel biasanya masih normal. Selanjutnya massa ventrikel kiri
pada MR akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.2
BAB 3
(CHF)
CATATAN MEDIK PASIEN
No. Reg. RS : 536367
Nama lengkap : Sulaiman Simanjuntak
Tanggal lahir : 30 September 1975
42
No. Telepon : -
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Pendidikan :
Agama :Kristen
Dokter Muda:
Dokter
ANAMNESIS
Alloanamnesis
Autoanamnesis
Deskripsi
RPT
RPO
: tidak jelas
: Tidak jelas
Bahan / obat
Gejala
Hobi ________________________:
____________________________
tidak ada yang khusus
Olah Raga____________________:
43
: (+)
Minum Alkohol
: (+)
DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
Compos Mentis
Deskripsi:
Komunikasi baik, rasa awas
44
Nadi (HR)
Tekanan darah
150x/i
Berbaring:
Lengan kanan : 110/70 mmHg
Lengan kiri : 110/70 mmHg
Temperatur
Pernafasan
Aksila: 37 C
Frekuensi: 24x/menit
KULIT: ikterus (-), petekie (-), purpura (-), hematoma (-), edema (+), turgor kulit
baik.
KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran
KGB(-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-).
MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (+), RC +/+, pupil
isokor, ka=ki, 3mm
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal
TORAKS
Depan
Belakang
Inspeksi
Simetris .
Simetris
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
SP: Vesikuler
SP:Vesikular
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas
45
: Simetris
Palpasi
: soepel
-
Hati: ttb
Limpa : ttb
Schuffner : -, Haecket : -
Ginjal : ttb
Perkusi
: timpani
Auskultasi
PINGGANG
Tapping pain (-), ballotement (-)
EKSTREMITAS:
Superior : oedema (-/-)
Inferior : edema (-/-)
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Rectal Toucher (RT):
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : (+) normal
Refleks Patologis : (-)
BICARA
Dalam batas normal
46
RENCANA AWAL
Nama : Sulaiman Simanjuntak
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk
diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi)
No
.
Masalah
Rencana
diagnosa
Rencana terapi
Rencana
monitoring
Rencana edukasi
1.
-sakit
pada
perut atas
-Darah
rutin
- Tirah baring
-Klinis
-Diet MB
-Laboratorium
Menerangkan
dan
menjelaskan kepada
pasien dan keluarga
tentang
keadaan,
penatalaksanaan dan
komplikasi penyakit
pada
pasien
dan
keluarga.
-LFT
lengkap
-USG
abdomen
-Konsul
Cardio
-IVFD D5% 20
gtt/i
-inj.Cefotaxime
12/8jam
-Inj Ketarolac
1amp/8jam
-inj Ranitidine
1amp/12jam
-Paracetamol
3/500mg
-Bisoprolol
1x1,25mg
Kimia Klinik
Kemih
Hb: 16,2 g%
Metabolisme karbohidrat
Warna :
Reduksi:
LED: -
Ginjal
Bilirubin :
Ht: 48,2 %
Urobilinogen :
Hitung jenis:
Neutrofil: 61,3%
Elektrolit
Natrium : 148 mEq/l
Protein :
Sedimen
47
Limfosit: 26,1%
Eritrosit:
Monosiit:8.10%
Klorida : 95 mEq/l
Leukosit:
Eosinofil: 4%
Silinder:
Basofil: 0.500%
Epitel:
Neutrofil
Absolut:4.01x103/ l
Limfosit
Absolut:1,71x103/l
Monosit absolut:
0,53x103/l
Eosinofil absolut: 0,26 x
103/l
Basofil absolut: 0,03 x
103/l
48
kadang.Sesak
Nafas(+)
sewaktu
melakukan
aktivitas,Keringat malam(+),BAK(+) N,BAB (+) N
3. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala: Anemia(-),sclera ikterus(+)
Leher: dalam batas normal
Toraks:
Inspeksi: simetris,
Palpasi: stem fremitus ka=ki kesan mengeras di lap paru atas dan tengah
Perkusi: sonor memendek di kedua lap.paru atas dan tengah
Auskultasi: SP: vesikular
.
ST: Ronkhi kering(+) di kedua lap,paru atas dan tengah
Abdomen:
Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel
Perkusi: timpani
Aukultasi: peristaltik (+)
Pinggang, inguinal, dan genitalia dalam batas normal
Ekstremitas superior : dbn
Ekstremitas inferior: dbn
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah lengkap:
Hb: 16,2 g%
Leukosit: 6,54 x103/mm3
LED: Eritrosit: 5,31 x106/mm3
Ht: 48,2 %
Hitung jenis:
Neutrofil: 61,3%
Limfosit: 26,1%
Monosiit:8.10%
Eosinofil: 4%
Basofil: 0.500%
Neutrofil Absolut:4.01x103/ l
Limfosit Absolut:1,71x103/l
Monosit absolut: 0,53x103/l
Eosinofil absolut: 0,26 x 103/l
Basofil absolut: 0,03 x 103/l
49
RENCANA AWAL
Nama Penderita: Sulaiman
No. RM: 536367
Simanjuntak
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah
(meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan
edukasi)
No Masalah
Rencana
Rencana
Rencana
Diagnosa
Terapi
Edukasi
50
Cholitiasis
+ AF NVR
- Darah
Rutin
- LFT
-USG
abdomen
-Konsul
cardio
- Tirah baring
-Diet MB
- IVFD D5% 20 gtt/i
- inj.Cefotaxime 12/8jam
- Inj ketorolac 1 amp/8 j
- Inj ranitidine 1 amp/8j
-Paracetamol 3x500mg
-Bisoprolol 1x1,25mg
Menerangkan dan
menjelaskan
keadaan,
penatalaksanaan
dan komplikasi
penyakit pada
pasien dan keluarga
06
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas
Sens: cm
TD : 110/70 mmHg
HR : 60 x/i
RR : 20x/i
T : 36,5 oC
07
Novem
ber
2012
Nyeri
Perut
Kanan
Atas
Sens: cm
TD : 110/60 mmHg
HR : 60 x/i
RR : 20x/i
T : 36,0 oC
Terapi
Cholilitis + - Tirah baring
AF NVR
-Diet MB
- IVFD D5% 20
gtt/i
-inj
Cefotaxime(H2
) 12/8jam
- Inj ketorolac 1
amp/8j
-Inj Ranitidin 1
amp/12jam
-Paracetamol
3x500mg
-Bisoprolol
1x1,25mg
-metronidazole
drips
500mg/8jam
Anjuran
-EKG ulang
-Menunggu
hasil USG
abdomen
51
08
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas
Sens: cm
TD : 100/60 mmHg
HR : 62 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,0 oC
Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Patologi Klinik :
Hati
Bilirubin total:1,81
mg/dL
Bilirubin Direk: 1,23
mg/dL
Fosfatase alkali(ALP)
: 127U/L
AST/SGOT :27 U/L
ALT/SGPT :11U/L
3x500mg
-Metronidazol
drips
500mg/8jam
Liver abses - Tirah baring
+ AF NVR - Diet MB
- IVFD D5% 20
gtt/i
- inj.Cefotaxime
1g/8jam (H4)
- Inj ketorolac 1
amp/8j
-Inj ranitidine
1amp/12jam
-Paracetamol
3x500mg
-metronidazole
drips
500mg/8jam
: 124U/L
Albumin :3,7g/dL
IMUNOSEROLOGI
HEPATITYIS
HbsAg : Negatif
PENANDA TUMOR
AFP(alfa Feto
Protein): 3,25ng/mL
09
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas
HEPATITIS C
Anti HCV : Negatif
Sens: cm
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,8 oC
CHF fc
II/III
MI/MS +
AF NVR
- Tirah baring
- O2 2-4 L/i
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
- Captropil
-Balance
cairan -500
52
10
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
benga
kak
Sens: cm
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37.1 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
11
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
benga
kak
Sens: cm
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 24 x/i
T : 37,3 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
12
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
bengk
ak
Sens: cm
TD : 130/90 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,7 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
13
Novem
ber
Nyeri
perut
kanan
Sens: cm
TD : 110/80 mmHg
HR : 78 x/i
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
2x6,25
. Tirah baring
- O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-inj.ketorolac
1amp/8jam
-Tirah baring
- O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Tirah baring
- O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Aspilet 1x80mg
-Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-Balance
cairan -500
-USG
abdomen
-balance
cairan -500
-USG
Abdomen
Ekokardiogr
afi
-balance
cairan -500
53
2012
atas,
kaki
bengk
ak
RR : 20 x/i
T : 36,8 oC
AF NVR
dd-liver
congesti
14
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
bengk
ak
Sens: cm
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,7 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
15
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
bengk
ak
Sens: cm
TD : 100/80 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 24 x/i
T : 36,57 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Aspilet 1x80mg
-inj ketorolac
1amp/8jam
-simarc 1x2mg
-Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Aspilet 1x80mg
-inj ketorolac
1amp/8jam
-simarc 1x2mg
Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Aspilet 1x80mg
-Balance
cairan -500
-balance
cairan -500
54
-inj ketorolac
1amp/8jam
-simarc 1x2mg
16
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
kaki
bengk
ak
Sens: cm
TD : 110/80 mmHg
HR : 92 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,8 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
- Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-Aspilet 1x80mg
-inj ketorolac
1amp/8jam
-simarc 1x2mg
-balance
cairan -500
(UOP:3200)
17
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
Sens: cm
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,7 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
- Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-simarc 1x2mg
-Balance
cairan ,-500
18
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas,
Sens: cm
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,7 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
- Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
55
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-simarc 1x2mg
19
Novem
ber
2012
Nyeri
perut
kanan
atas
Sens: cm
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,7 oC
CHF fc
II/III ec
MI/MS +
AF NVR
dd-liver
congesti
- Tirah baring
-O2 2-4 L/i
-Diet jantung III
-three way
-Inj Furasemid
1amp/8jam
-Spironalacton
1x25mg
-Digoxin
1x0,25mg
-simarc 1x2mg
- Captropil
2x6,25
-simarc 1x2mg
-PBJ
Kesimpulan :
Bapak S, 37 tahun didiagnosa dengan chf FC II/III MI/MS +liver congesti +AF
NVR
- Ad Vitam
: bonam
- Ad Functionam
: dubia ad bonam
- Ad Sanactionam
: dubia ad malam
VERIFIKASI
Dokter Ruangan
Chief of Ward
Sie. Pendidikan
Tanda tangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Indrajaya, Taufik; Ghanie, Ali. 2006. Stenosis Mitral. Dalam: Sudoyo, Aru;
Setiyohadi, Bambang; dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III Jilid IV.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta: 1566-1571.
56
Claudia.
2010.
Mitral
Stenosis.
Available
from
57