Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak pada wanita di negara
maju dan negara berkembang. Insidensi kanker payudara meningkat di negara
berkembang karena meningkatnya harapan hidup, meningkatnya urbanisasi
dan adopsi gaya hidup barat. Kebanyakan kasus kanker payudara di negara
berkembang terdiagnosis pada stadium lanjut. Menurut WHO, jumlah kasus
kematian pada wanita di dunia lebih dari 508.000 kasus selama tahun 2011
disebabkan oleh kanker payudara. Walaupun kanker payudara merupakan
penyakit di negara maju, namun sekitar 50% kasus kanker payudara dan 58%
kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang.1
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden
tertinggi kedua dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya
meningkat seperti halnya di negara barat. Berdasarkan "Pathological Based
Registration", insidens kanker payudara di Indonesia sebesar 11,5%.
Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru
pertahun dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam
stadium lanjut.2 Prevalensi kanker payudara di Provinsi Riau belum diketahui
secara pasti tetapi menurut data rekam medik di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau yang merupakan Rumah Sakit rujukan Provinsi Riau, selama
tahun 2010 jumlah penderita kanker yang berobat sebanyak 301 orang.
Rentang usia penderita kanker payudara yang berobat ke RSUD Arifin
Achmad tahun 2010 adalah 24 sampai 64 tahun.3
Angka kelangsungan hidup penderita kanker payudara yang hidup di
negara maju memiliki insidensi yang tinggi dan prognosis yang baik.
Sedangkan di negara berkembang, insidensi kanker payudara lebih rendah
tetapi memiliki prognosis yang buruk. Angka kelangsungan hidup berkaitan
dengan deteksi dan diagnosis dini sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih
baik dalam menurunkan mortalitas.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Embriologi, Anatomi dan Fisiologi


Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu ke enam

masa embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut
garis susu yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal. Pada manusia,
golongan primata gajah, dan ikan duyung, dua pertiga kaudal dari garis tersebut
segera menghilang dan tinggal bagian dada saja yang berkembang menjadi cikalbakal payudara. Beberapa hari setelah lahir, pada bayi dapat terjadi pembesaran
payudara unilateral atau bilateral diikuti dengan sekresi cairan keruh. Keadaan
yang disebut mastitis neonatorum ini disebabkan oleh karena berkembangnya
sistem duktus dan tumbuhnya asinus serta vaskularisasi pada stoma yang
dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya kadar estrogen ibu di dalam
sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, kadar hormon ini menurun, dan ini merangsang
hipofisis untuk memproduksi prolaktin yang akhirnya merangsang perubahan
payudara.4
Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada bagian lateral
atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila, disebut
penonjolan Spence atau ekor payudara. Setiap payudara terdiri atas 12-20 lobulus
kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papila mammae, yang
disebut duktus laktiferus. Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di
antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang ligamentum Cooper yang memberi
rangka untuk payudara.4
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang dari a. Aksilaris, dan
beberapa a. Interkostalis. Persarafan kulit payudara dipersarafi oleh cabang
pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri
dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat
sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati rasa pascabedah, yaitu n.
Interkostobrakialis dan n. Kutaneus brakius medialis yang mempersarafi
sensibilitas daerah aksiladan bagian medial lengan atas, pada diseksi aksila, saraf
ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah

tersebut. Nervus Pektoralis yang mempersarafi m. Pektoralis mayor dan minor, n.


Torakodorsalis yang mempersarafi m. Latissimus dorsal dan n. Torakalis longus
yang mempersarafi m. Serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada
mestektomi dengan diseksi aksila.4
Aliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, lalu sebagian lagi
ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50 buah
kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakialis. Saluran
limfe dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok
sentral v. Aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal
di dalam fosa supraklavikuler. Jalur lainnya berasal dari daerah sentral dan medial
yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga
menuju ke aksila kontralateral, ke m. Rektus abdominis lewat ligamentum
falsiparum hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.4
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas, pengaruh
estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise,
telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua
adalah perubahan sesuai daur haid. Sekitar hari ke 8 haid, payudara jadi lebih
besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal.
Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari
menjelang haid, payudara menjadi tegang sehingga pada saat pemeriksaan fisik,
terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu, pemeriksaan
mammografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid
dimulai, semuanya berkurang. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior
memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus,
kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.4

Gambar 2. Anatomi payudara wanita5


2.2

Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan

mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,


cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara berasal dari jaringan payudara yang
terdiri dari glandula untuk produksi susu, yang disebut lobulus dan duktus yang
menghubungkan lobulus dengan puting susu. Sisanya, payudara terdiri atas lemak,
jaringan pengikat, dan jaringan limfatik.6
2.3

Epidemiologi
Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker pada

wanita setelah kanker mulut rahim pada wanita. Berdasarkan American Cancer
Society, sekitar 1,3 juta wanita terdiagnosis menderita kanker payudara, dan
kurang lebih 465.000 wanita meninggal tiap tahunnya di seluruh dunia oleh
karena penyakit ini. Insiden kanker payudara umumnya lebih rendah pada negaranegara yang sedang berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju. 7
Peningkatan insiden tidak diikuti oleh angka kematian. Angka kematian
mengalami penurunan akibat peningkatan efektivitas skrining dan terapinya.4,7

2.4

Etiologi dan Faktor risiko


Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa

faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara,
yaitu :
1. Usia
Seperti halnya jenis kanker lainnya, insiden naik sejalan dengan
bertambahnya usia. Kanker payudara 78 % terjadi pada usia lebih 50 tahun
dan 6 % terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Sedangkan rata-rata kanker
payudara ditemukan pada usia 64 tahun.8
2. Genetik
Dua tumor suppressor gen, BRCA1 dan BRCA2 berperan dalam risiko
munculnya

kanker

payudara

pada

wanita.

Mutasi pada

BRCA1

berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara mencapai 50%85% pada wanita. Laki-laki dengan mutasi BRCA1 tidak mengalami
peningkatan risiko kanker payudara, tetapi terjadi peningkatan risiko
kanker prostat dan kanker kolon. Wanita yang mengalami mutasi pada
BRCA2

memiliki

risiko

yang

sama

dengan

mutasi

BRCA1

untuk terjadinya kanker payudara.15


3. Reproduksi dan hormonal
Menarke yang cepat dan menopause yang lambat ternyata disertai dengan
peninggian risiko. Usia menarke yang lebih yakni di bawah 12 tahun
meningkatkan resiko kanker payudara sebanyak 3 kali, sedangkan usia
menopause yang lambat yaitu diatas usia 55 tahun meningkatkan resiko
sebanyak

kali

lipat.

Risiko

terhadap karsinoma mammae lebih

rendah pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih muda.
Laktasi mempengaruhi risiko. Kemungkinan risiko meninggi terhadap
adanya kanker payudara pada wanita yang menelan pil KB berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan.15
4. Diet tinggi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun
tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko
kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.14
5. Sinar ionisasi

Radiasi pengion ke dada meningkatkan risiko kanker payudara. Risiko


tersebut tergantung pada dosis radiasi, waktu sejak pajanan, dan usia.
Wanita yang diradiasi sebelum usia 30 tahun yang tampaknya terkena
kanker payudara.13 Perubahan organ payudara sangat cepat dan rentan
terhadap radiasi pengion pada masa pertumbuhan. Risiko untuk wanita
yang diradiasi pada usia setelahnya tidak meningkat.13
6. Riwayat pernah menderita kanker payudara atau ovarium
Riwayat pernah menderita kanker payudara kontralateral meningkatkan
resiko 3-9 kali lipat, sedangkan riwayat pernah menderita kanker ovarium
meningkatkan resiko 3-4 kali lipat.13
2.5

Klasifikasi
Klasifikasi World health Organization (WHO) untuk tumor payudara

membagi baik jinak ataupun ganas berdasarkan gambaran histopatologi. Tumor


epitelial merupakan grup terbanyak, diantaranya papilloma intraduktal, adenoma,
Ductal carcinoma in situ (DCIS) dan Lobular carcinoma in situ (LCSI), invasive
carsinoma (duktal dan lobular) dan penyakit Paget. Invasive ductal carsinoma
merupakan tipe tersering. Tumor phylloides, jinak dan ganas, dan karsinosarkoma
merupakan lesi yang jarang ditemukan yang merupakan tumor campuran antara
jaringan ikat dan epitel. Lesi non-adenokarsinoma lainnya yang sering dijumpai
antara lain angiosarkoma dan limfoma primer.5,9
Derajat invasi merupakan kunci untuk menentukan prognosis dan
penatalaksanaan dari kanker payudara. Lesi non invasif secara definisi dibatasi
oleh membran pada dasar dan dapat diklasifikasikan sebagai DCIS atau LCIS.5,9
DCIS merupakan lesi yang lebih sering dijumpai dibanding LCIS, dan
perlu diketahui, keduanya perlu dibedakan sebagai lesi ganas. Sel epitelial
duktal berubah menjadi ganas dan berproliferasi dalam intraluminal. Pada
akhirnya, sel kehilangan suplai darah dan menjadi nekrosis secara sentral.
Debris ini dapat mengalami kalsifikasi dan dapat dideteksi dengan
pemeriksaan mammografi. Selain itu, lesi dapat juga teraba pada
pemeriksaaan klinis. Ada 5 subtipe secara patologis yang telah
teridentifikasi, yaitu: komedo, papillari, mikropapillari, solid dan
kribiform. Kebanyakan lesi yang ditemui merupakan kombinasi setidaknya
dua atau lebih dari subtipe ini. Keberadaan nekrosis dari komedo

merupakan suatu faktor risiko independen terhadap terjadinya kanker

payudara ipsilateral berikutnya.


LCIS juga berasal dari sel epitelial. Namun demikian, pertumbuhannya
berlangsung pada pola lobular. Kebalikan dari DCIS, lesi ini jarang
menimbulkan nekrosis sentral, terkalsifikasi ataupun dapat teraba pada
saat pemeriksaan. Untuk alasan ini, LCIS jarang terdeteksi pada saat
pemeriksaan fisik ataupun mammografi dan biasanya baru diketahui saat
pemeriksaan histopatologis. Secara klinis, LCIS lebih dipertimbangkan
sebagai penanda timbulnya kanker invasif dibandingkan sebagai suatu lesi
ganas. Lebih daripada itu, kebanyakan kanker invasif yang terjadi
merupakan suatu infiltrasi duktal, dan hal ini didukung konsep bahwa

LCIS bukanlah suatu lesi ganas.


Kanker invasif biasanya berasal dari epitel duktal ataupun lobular.
Gambaran seperti ukuran, status batasan pembedahan, estrogen reseptor
(ER) dan progesteron reseptor (PR), grade histologis, DNA, fraksi Sphase, invasi vaskuler, nekrosis tumor dan jumlah dari intraduktal
merupakan komponen penting untuk penentuan rencana penatalaksanaan

untuk setiap tumor payudara.


Infiltrating ductal carcinoma merupakan keganasan tersering yang
ditemukan. Lesi ini, dimana mengambil bagian sebesar 75% dari semua
keganasan payudara, tidak mempunyai karakteristik histologis yang lain
selain invasi melalui dasar membran. DCIS sering dihubungkan trhadap
terjadinya lesi ini. Lesi ini juga memiliki tendensi untuk bermaetastasis
melalui aliran limfatik.

Gambar 4. Karsinoma invasif duktal10


Infiltrating lobular carsinoma memiliki insiden lebih rendah dibanding
Infiltrating ductal carcinoma dimana hanya mengambil bagian sebesar
15% dari kanker invasif. Lesi ini ditandai secara histologis oleh barisan
indian file dari sel-sel tumor kecil. Seperti karsinoma duktal, lesi ini sering
bermetastasis menuju nodus limfatik aksila untuk pertama kali. Namun

demikian, lesi ini juga memiliki tendensi menjadi lebih multifokal. Tetapi
prognosis tetap sebanding dengan karsinoma duktal.

Gambar 5. Karsinoma invasif lobular dengan gambaran indian file10


Subtipe histologis dari adenokarsinoma yang lebih jarang ditemui secara total
mengambil porsi sebesar 25% dari keseluruhan kanker invasif:5,9
Diagnosis karsinoma tubular membutuhkan keberadaan formasi tubular
setidaknya 75% dari spesimen yang diperiksa. Gambaran patologis ini

dihubungkan dengan peningkatan prognosis.


Karsinoma musinus (koloid) memiliki prognosis lebih baik dibanding
karsinoma duktal. Lesi yang berkembang lambat iini memiliki
karekteristik memproduksi musin dalam jumlah besar. Seperti karsinoma

tubular, lesi ini jarang bermetastasis.


Karsinoma medular, walaupun merupakan tumor berdiferensiasi buruk,
merupakan tumor dengan prognosis lebih baik dibanding karsinoma
duktal.

Gambar 6. Karsinoma tubular7


ER dan PR bernilai sebagai prediktor dari disease-free survival dan respon
terhadap terapi hormonal. Penelitian pada pasien dengan tumor ER(+) yang tidak
mendapatkan kemoterapi menunjukkan tingkat lebih tinggi dari disease-free
survival dinbanding tumor ER (-). Keberadaan dari reseptor steroid inti pada
tumor harus dipertimbangkan, sejalan dengan gambaran histologis, dalam hal
penentuan kebutuhan akan terapi hormonal dan kemoterapi adjuvan.5
Ekspresi protein dari gen Human epidermal growth factor receptor (Her)2/neu dihubungkan dengan peningkatan insiden dari rekuren dan penyingkatan
dari keseluruhan ketahanan hidup. Her-2/neu diekspersikan berlebih pada 20-30%
kanker payudara. Lesi postif Her-2/neu juga memiliki hubungan terhadap DCIS

subtipe komedo, juga dijadikan sebagai indikator buruknya prognosis. Pasien


dengan tumor positif Her-2/neu dijadikan kandidat untuk menjalani kemoterapi
kombinasi dan terapi antibodi monoklonal. Faktor histologis lainnya, seperti
invasi limfatik, komponen DCIS yang luas (>25% dari tumor), dan keberadaan
Ki-67 masih diteloto sebaai faktor prognostik potensial untuk kanker payudara.5
2.6
Faktor prognostik pada kanker payudara
Faktor prognostik berhubungan dengan derajat penyebaran tumor dan sifat
biologis yang teridentifikasi. Faktor-faktor ini menentukan hasil akhir dan
ketahanan hidup bagi pasien yang di antaranya sebagai berikut:10
a. Ukuran tumor
Ukuran tumor merupakan indikator prognostik yang penting. Secara
umum, semakin besar ukuran tumor maka semakin buruk prognosisnya, di
mana tumor dengan ukuran kurang dari 0,5 cm memiliki prognosis baik
sedangkan tumor dengan ukuran lebih 4 cm memiliki prognosis yang
buruk. Tumor dengan ukuran kurang dari 1 cm mempunyai prognosis
cukup baik tedapi 15% pasien mempunyai bukti histologis bahwa sudah
adanya keterlibatan limfo nodus dengan tumor.
b. Tipe tumor
Karsinoma invasif duktal mempunyai prognosis lebih buruk dibanding
tumor tertentu yang merupakan tipe khusus seperti karsinoma tubular,
karsinoma lobular, karsinoma musinus dan karsinoma medullar.
c. Tingkatan tumor
Tumor dapat dikelompokkan (1-3) menggunakan klasifikasi Bloom dan
Richardson (formasi tubula, mitotic rate, pleomorfisme inti). Tumor
tingkat 3 memiliki prognosis paling buruk.
d. Perpindahan sel
Proliferasi sel telah menunjukkan sebagai indikator prognostik. Tumor
dengan tingkat mitosis lanjut, meningkatkan persentase sel pada S-phase
dari siklus sel dan sel tumor yang yang menunjukkan ekspresi gen Ki67
paling banyak merupakan tumor dengan prognosis peling buruk.
e. Status nodus limfatik
Merupakan salah satu indikator prognostik penting. Bila tidak ada
keterlibatan nodus limfatik pada tumor, pasien memiliki angka 5-year
survival sebesar 85%. Namun jika terdapat keterlibatan nodus limfatik,
maka 5-year survival berkurang menjadi 65%. Lebih lanjut, pengurangan

10

angka survival ini brhubungan dengan jumlah nodus limfatik yang terlibat.
Semakin banyak keterlibatan maka semakin buruk prognosisnya.
f. Invasi limfatik atau vaskuler
Bila telah terjadi invasi melalui sistem limfatik ataupun pembuluh darah
merupakan indikator buruknya prognosis.
g. Status reseptor hormon
Status OR telah menjadi salah satu indikator prognostik, dimana
diperkirakan 60% tumor positif OR. Pasien dengan tumor yang
mengekpresikan reseptor OR mempunyai ketahanan hidup lebih baik
dibanding pasien yang tidak memiliki ekspresi reseptor OR. Ada beberapa
bukti yang menunjukkan bahwa keberadaan ekspresi OR dan PR memiliki
prognosis lebih baik jika dibanding keberadaan hanya ekspresi OR saja.
h. Indikator prognostik lainnya
Beberapa indikator prognostik lainnya saat ini sedang diteliti. Diantaranya
ekspresi reseptor growth factor, ekspresi molekul adeshi sel, ekspresi
onkogen dan produknya dan mutasi gen wild-type-supressor.
Kombinasi indikator-indikator ini telah disusun menggunakan teknik model
statistik untuk meningkatkan informasi prognostik. Sebagai contoh adalah
Nottingham Prognostic Index (NPI) yang menghitung ukuran tumor, tingkatan
tumor dan stading nodus limfatik.10
Tabel 2. The Nottingham Prognostic Index (NPI).10
NPI = 0.2 x tumour size (cm) + lymph node status (13 according to stage AC) + tumour
grade (IIII).
An NPI of less than or equal to 3.4 is good prognosis, 3.415.4 is moderate prognosis, and
greater than 5.4 is a poor prognosis. Patients in the good prognostic group have a 15- year
survival of 85%, but patients with an NPI of equal to or less than 2.4 have a 15-year survival
of 94%.
2.7

Stadium Tumor
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem TNM dari

UICC/AJCC tahun 2002 adalah sebagai berkut:11


T= Ukuran Tumor Primer Kanker Payudara
Tx
: Tumor primer tidak dapat dinilai
To
: Tumor primer tidak ditemukan
Tis
: Karsinoma insitu
Tis (DCIS): Ductal carcinoma insitu
Tis (LCIS): Lobular carcinoma insitu

11

Tis (paget): penyakit paget pada puting susu tanpa ada masa tumor
(penyakit paget dengan masa tumor dikelompokan berdasarkan ukuran tumor)
T1
: Tumor dengan ukuran terpanjang 2 cm atau kurang
T1mic : Ada microinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm
T2
: Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 2 sampai 5 cm
T3
: Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 5 cm
T4
: Ukuran tumor berapapun dengan infiltrasi/ekstensi pada dinding dada
T4a
T4b

atau kulit
: Infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)
: Infiltrasi ke kulit termasuk peau d'orange), ulserasi, nodul satelit pada

T4c
T4d

kulit terbatas pada satu payudara yang terkena


: Infiltrasi baik pada dinding dada maupun ke kulit
: Mastitis karsinomatosa

N= Kelenjer Getah Bening Regional


Nx
: KGB tidak dapat dinilai
N0
: Tidak terdapat metastasis pada KGB
N1
: Metastasis ke KGB aksila ipsilateral, masih mobil
N2
: Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksasi dan konglomerasi, atau
klinis adanya metastasis pada KGB mamaria interna meskipun tanpa
N2a

metastasis ke KGB aksila.


: Metastasis ke KGB aksila terfiksasi atau konglomerasi ataupun melekat

N2b

pada struktur lain/jaringan sekitar


: Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara klinis dan

N3

tidak terdapat metastasis pada KGB aksila.


: Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis KGB aksila atau klinis terdapat metastasis pada KGB mamaria
interna ipsilateral klinis dan metastasis pada KGB aksila; atau metastasis
pada KGB supra klavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada
KGB aksila/ mamaria interna
N3a : Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b : Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila
N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula

M= Metastasis Jauh
Mx
: Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0
: Tidak terdapat metastasis jauh
M1
: Terdapat metastasis jauh

12

Tabel 3 Stadium tumor11


Stage
Stage 0
Stage I
Stage IIA

Stage IIB
Stage IIIA

Stage
IIIB

Stage
IIIC
Stage IV

2.8

Primary
Tumor
Tis
T1
T0
T1
T2
T2
T3
T0
T1
T2
T3
T3
T4

Regional Lymph
Nodes
N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N2
N1
N2
N0

Distant
Metastasis
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0

T4
T4
Tiap T

N1
N2
N3

M0
M0
M0

Tiap T

Tiap N

M1

Diagnosis
Diagnosis kanker payudara ditegakkan berdasarkan tripple diagnostic

prosedures yaitu klinis, imaging dan pathologi/sitologi atau histopatologi.


Ketiganya dijabarkan dalam pemeriksaan-pemeriksaan berikut:11
A. pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
1. Anamnesis
a. Keluhan di payudara dan aksila: adanya benjolan padat, ada tidaknya
nyeri, kecepatan tumbuh, nipple discharge, ada atau tidaknya retraksi
papilla mamae, krusta atau eksim yang tidak sembuh pada areola atau
papila mamae dengan atau tanpa massa tumor, kelainan kulit diatas
tumor (peau dorange), perubahan warna kulit, adanya pembesaran
KGB di aksila atau supraklavikula, Edema lengan disertai adanya
benjolan di payudara atau aksila ipsilateral.

13

b. Keluhan ditempat lain: nyeri tulang terus menerus dan semakin berat,
rasa sakit atau rasa penuh di ulu hati, batuk dan sesak napas, sakit
kepala hebat dan muntah.
c. Faktor resiko: Usia yang semakin tua, usia pertama melahirkan anak
>35 tahun, riwayat paritas, laktasi dan menstruasi, pemakaian obatobat hormonal jangka panjang, riwayat operasi tumor payudara jinak,
riwayat operasi kanker ovarium pada usia muda, dan riwayat radiasi
daerah dada di usia muda.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis dihubungkan dengan performance status: skor
Karnofsky, WHO/ECOG score.
b. Status lokalis: pemeriksaan payudara kanan dan kiri, masa tumor
(lokasi, ukuran, konsistensi, permukaan tumor, bentuk dan batas
tumor, jumlah tumor, fiksasi tumor (pada kulit, muskulus pektoralis,
dinding toraks)), perubahan warna kulit (kemerahan, seperti kulit
jeruk), papila mama (retraksi, erosi, krusta, eksim, discharge), KGB
aksila, infra klavikula, supra klavikula meliputi jumlah, ukuran,
konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar dan
pemeriksaan tempat lain yang dicurigai terdapat metastasis.
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik (imaging)
1. Rekomendasi: mamografi dan USG payudara dan mamografi untuk tumor
> 3 cm, foto toraks dan USG abdomen.
2. Optional atas indikasi: bone scanning, bone survey, CT scan, MRI
C Pemeriksaan fine needle aspiration biopsy (FNAB/FNA) dilakukan pada lesi
yang secara klinis dan radiologi dicurigai ganas. FNAB merupakan biopsi
yang memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar baku untuk
diagnosis definitif. Jika tersedia, dianjurkan triple diagnosis (klinis,
mammografi, FNAB). Akurasi FNAB di negara maju sangat baik sehingga
dapat dijadikan standar diagnosis pasti kanker payudara. Akurasi FNAB di
Indonesia

semakin

baik

(>90%)

sehingga

beberapa

senter

dapat

merekomendasikan penggunaan FNAB.


D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard)
Pemeriksaan ini merupakan gold standar diagnostik pada kanker payudara.
Dapat dilakukan dengan metode stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau

14

mamogram pada lesi nonpalpabel, core neddle biopsy, vacuum assisted


biopsy, biopsi insisional dan eksisional, spesimen mastekstomi disertai KGB
regional, pemeriksaan Imunnohistokimia terhadap ER, PR, Her-2/Neu,
cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan sebagainya.
E. Pemeriksaan Laboratorium (untuk membantu menegakkan diagnosis, stadium
tumor, persiapan pengobatan, dan kemungkinan metastasis)
Pemeriksaan enzim transaminase untuk memperkirakan adanya metastasis
pada hati, alkali fosfatase dan kalsium untuk memprediksi metastasis pada
tulang. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA 15-3 dan CEA dalam
kombinasi penting untuk menentukan rekurensi dari kanker payudara dan
belum merupakan penanda diagnostik.
2.9

Terapi
Modalitas terapi11
1. Pembedahan
Pembedahan dilakukan terutama pada stadium awal. dapat dilakukan
dengan mastektomi radikal, modifikasi mastektomi radikal, mastektomi
simpel, BCS (Breast Conserving Surgery)
2. Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi loko regional dan umumnya eksternal
dengan Co60 ataupun terapi dengan sinar X. Radioterapi dengan
brachyterapy hanya dilakukan pada kasus selektif dan hanya pada sentar
yang

mempunyai

fasilitas.

Radioterapi

dapat

dilakukan

sebagai

neoadjuvant, adjuvant, dan paliatif baik pada tumor primer maupun pada
metastasis.
3. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang
telah menjadi standar adalah:
- CMF (Cyclophosphamide-Methotrexate-5Fluoro Uracil)
- CAF/CEF(Cyclophosphamide-Adriamycin/Epirubicin-5Fluoro Uracil)
- T-A (Taxanes/Paclitaxel/Doxetacel-Adriamycin)
- Gapecitabine (Xeloda oral)
- Dan beberapa kemoterapi lain seperti navelbine, gemcitabine
digunakan sebagai kemoterapi lapis ketiga
Pemberian kemoterapi dapaat sebagai neoadjuvant, adjuvant, therapeutic
chemotherapy, paliatif, dan sebagai metronomic chemotherapy.

15

4. Obat-obat target (molecular targeting therapy)


Diberikan terutama jika ada indikasi yaitu adanya ekspresi protein tertentu
pada jaringan kanker. Pada umumnya molecular targeting therapy
diberikan bersama kemoterapi.
5. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan terutama pada penderita kanker payudara
dengan reseptor hormonal yang positif terutama ER (Estrogen reseptor)
dan PR (progesteron reseptor). Idealnya terapi hormonal diberikan pada
ER+ dan PR+ namun pada kombinasi dengan salah satu negatif juga dapat
dilakukan. Adanya reseptor ER/PR positif pada wanita premenopause dan
postmenopause juga berbeda dan memerlukan pertimbangan tersendiri.

BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. N
Umur
: 44 tahun
Tgl lahir
: 14 November 1970
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: D-3
Suku
: Minang
Alamat
: Perumahan BTN Perawang
Status
: Menikah
Asal
: Perawang
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama

16

Benjolan di payudara kanan sejak 1 tahun yang lalu


Anamnesis Khusus
- Sekitar 1 tahun SMRS pasien mengeluh ada benjolan padat sebesar
telur ayam di payudara sebelah kanan. Benjolan tidak terasa nyeri, dari
puting susu tidak mengeluarkan nanah, dan tidak ada penarikan puting
susu kedalam. Karena tidak merasakan nyeri pasien pun lalu
-

membiarkan benjolan tersebut.


6 bulan SMRS pada saat sehabis mandi pasien melihat puting susunya
masuk kedalam. Lalu pasien merasakan bahwa benjolan di payudara
bagian kanannya agak sedikit membesar. Pasien tidak berani untuk
membawanya segera berobat ke rumah sakit melainkan berobat ke

pengobatan alternatif.
3 bulan SMRS pasien mengaku karena merasa tidak ada perubahan
dengan pengobatan alternatif, maka pasien memutuskan untuk segera

berobat ke RSUD AA. Di RSUD AA pasien lalu dilakukan biopsi.


Tidak terdapat pembesaran kelenjar Getah Bening aksila atau

supraklavikula, tidak ada edema lengan.


Demam disangkal pasien, tidak ada benjolan ditempat lain, tidak ada

keluhan sesak napas dan tidak ada nyeri tulang


Pasien memiliki 3 orang anak, melahirkan anak pertama usia 27 tahun,
pasien menyusui ketiga anaknya dengan memberikan ASI. Riwayat
menstruasi pertama pada usia 12 tahun, pasien pernah menggunakan

obat-obat hormonal (KB) selama 8 tahun


Riwayat tumor payudara, kanker ovarium, dan radiasi di dada tidak
ada.

Riwayat Pengobatan
Pasien hanya berobat ke pengobatan alternatif
Riwayat Penyakit dahulu
-

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tumor payudara sebelumnya.


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, penyakit jantung
dan diabetes melitus

Riwayat Penyakit Keluarga

17

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS:
Keadaan Umum

: Pasien tampak sakit ringan

Skala Karnofsky

: 80%

Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan Gizi

: Baik

Vital sign
-

TD
Nadi
F. Napas
Suhu

: 120/70 mmHg
: 80x/menit
: 20x/menit
: 36,6oC

Pemeriksaan Kepala dan Leher


Inspeksi

: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), mukosa bibir kering (-),
pembesaran KGB (-)

Palpasi

: Pembesaran KGB leher (-), masa di leher (-)

Pemeriksaan Toraks (status lokalis)


Inspeksi

: Tampak tidak simetris pada payudara kiri dan kanan, terdapat


benjolan di payudara kanan, peau d orange (+), retraksi puting (+),
cairan puting (-).

Palpasi

: Benjolan soliter, ukuran 8x7x5 cm, konsistensi padat, permukaan


bernodul, berbatas tidak tegas dan tidak nyeri.

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru, batas jantung dalam batas


normal.

Auskultasi

: Suara paru vesikuler (+/+), rhonkhi (-/-), wheezing (-/-), suara


jantung 1 dan 2 (+), tidak ada murmur dan gallop.

18

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Dinding abdomen tampak datar, tidak tampak jejas, scar atau lesi.

Auskultasi

: Bising usus (+) 12 kali per menit.

Palpasi

: Dinding abdomen teraba supel, nyeri tekan pada seluruh regio


abdomen (-), tidak teraba massa.

Perkusi

: Timpani pada seluruh regio abdomen

Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi

: Tidak tampak adanya edema, pucat (-)

Palpasi

: Ekstremitas teraba hangat, CRT < 2 detik.

Status lokalis: Payudara kanan


-

Terdapat benjolan soliter pada payudara kanan dengan ukuran 8x7x5


cm, konsistensi padat, permukaan bernodul, batas tidak tegas, peau d
orange dan adanya retraksi pada puting.

RESUME:
Ny. N, 44 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan benjolan padat
sebesar telur ayam di payudara sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu.
Benjolan tidak terasa nyeri berdenyut, dari puting susu tidak ada
mengeluarkan cairan. 6 bulan SMRS puting susu terlihat masuk kedalam dan
benjolan dirasakan semakin membesar.

19

Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan soliter pada payudara kanan,


ukuran 8x7x5 cm, konsistensi padat, permukaan bernodul, batas tidak tegas,
peau d orange, dan adanya retraksi pada puting susu.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan :
Foto toraks : Cor

= dalam batas normal

Pulmo = tidak tampak metastasis


USG Abdomen : tidak tampak metastasis pada hepar
Pemeriksaan histopatologi : Karsinoma mamae duktal invasif
Diagnosis Klinis Onkologi
- Tumor mamae dekstra suspect maligna
Rencana pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan mamografi
Foto toraks
USG Abdomen
Pemeriksaan histopatologi

Hasil pemeriksaan penunjang


Foto toraks

: Kesan

: Cor

= dalam batas normal

Pulmo = tidak tampak metastasis


USG Abdomen

: Kesan

Pemeriksaan histopatologi : Kesan

: tidak tampak metastasis pada hepar


: Gambaran histopatologi sesuai dengan

Karsinoma mamae duktal invasif


Diagnosis akhir onkologi
- Karsinoma mamae dekstra duktal invasif (T4b N0 M0) stadium III B
Rencana penatalaksanaan
- Mastektomi radikal
Prognosis

20

- Dubia

BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. N, 44 tahun, datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan
benjolan padat di payudara sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
didiagnosis Tumor mamae dekstra suspect maligna. Pada pasien ini diagnosis
akhir onkologinya adalah Karsinoma mamae dekstra duktal invasif (T4b N0 M0)
stadium IIIB.

Diagnosis tumor mamae dekstra suspect maligna ditegakkan dari


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan ada benjolan padat
sebesar telur ayam, tidak terasa nyeri berdenyut, dari puting susu tidak keluar
nanah, adanya retraksi pada puting susu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
benjolan soliter pada payudara kanan, ukuran 8x7x5 cm, konsistensi padat,
permukaan bernodul, batas tidak tegas, peau d orange, dan adanya retraksi pada
puting susu.
Hal ini mengarah pada gejala dan tanda keganasan. Klasifikasi stadium
TNM pada pasien ini yaitu T4b N0 MX didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik.
Ukuran tumor T4b karena dari pemeriksaan fisik didapatkan ukuran terpanjang
tumor yaitu 8 cm dan juga ada infiltrasi ke kulit seperti tampak adanya peau d
orange. Pada pasien ini tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening,
sehingga klasifikasi kelenjar getah bening atau Nodes adalah N 0. Pada pasien ini
setelah dilakukan pemeriksaan penunjang hasilnya adalah tidak terdapat adanya
metastasis yang jauh sehingga klasifikasinya adalah M0. Kemungkinan stadium
pada pasien ini adalah minimal stadium IIIB karena ukuran tumor termasuk
kedalam T4b.11
Diagnosis akhir onkologi ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi. Pada pasien ini, diagnosis akhir onkologinya adalah Karsinoma
mamae dekstra duktal invasif (T4b N0 M0) stadium IIIB ditegakkan setelah dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi pada pasien

21

karsinoma mammae dapat berupa non invasive carcinoma dan invasive


carcinoma.11 menurut epidemiologi, diagnosis onkologi terbanyak pada kasus
karsinoma mammae adalah invasif ductal carsinoma yaitu 8 dari 10 invasif
carsinoma mammae.12
Diagnosis akhir onkologi mempengaruhi rencana penatalaksanaan yang
akan diberikan. Jika diagnosis akhir onkologinya adalah kanker payudara non
invasive, maka modalitas terapi yang dapat digunakan yaitu pembedahan
(mastektomi simpel atau breast conserving surgery), radioterapi sebagai terapi
adjuvan pada BSC, dan adjuvan terapi hormonal pada pasien dengan ER dan atau
PR positif tanpa riwayat gangguan thromboembolism. Jika diagnosis akhir
onkologinya adalah kanker payudara invasif, maka modalitas terapi yang
digunakan

adalah

pembedahan

(BCS,

Mastektomi

radikal

modifikasi,

rekonstruksi bedah) dan terapi adjuvan radioterapi, terapi hormon, atau


kemoterapi.11
Prognosis pada pasien ini tergantung pada ukuran tumor, tipe tumor,
tingkatan tumor, perpindahan sel, status nodus limfatikus, Invasi limfatik atau
vaskuler, status reseptor hormone, dan indikator prognostik lainnya.10

22

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Breast cancer: prevention and control.
http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/ (accessed 03 April
2015).
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Press Release Hari Kanker
Sedunia tahun 2014. http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1295 (accessed 14
Januari 2015).
3. Medical Record RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Prevalensi Kanker
Payudara. Pekanbaru. RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau; 2011.
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. 387-402
5. Swart R, Downey L, Lang J, Thompson PA, Livingston RB, Stopeck AT.
Breast Cancer. Desember 2014 (cited April 03, 2015). Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/283561-overview
6. American Cancer Society. Breast cancer facts & figures 2009-2010.
Atlanta: American Cancer Society; 2009.
7. Rasjidi I. Deteksi dini dan pencegahan kanker pada wanita. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2009.
8. Pass HA. Disease of the Breast. In : Norton JA (Editor). Essential practice
of Surgery : basic science and clinical evidence. New York : Springer,
2002. P655-68
9. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Bagian 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994. 365-414
10. Heys SD. The Breast. In: Kingsnorth AN, Majid AA. Fundamental of
Surgery Practice. 2nd Ed. New York : Cambridge University Press; 2006.
322-50
11. Manuaba TW. Panduan penatalaksanaan kanker solid PERABOI 2010.
Jakarta. CV Sagung seto; 2010.
12. American Cancer Society. Breast cancer. (cited April 03, 2015).
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-pdf.

23

13. Hortobagyi GN. Ross JS. Molecular Oncology of Breast Cancer.


Sanfransisco: Jones and Bartlett Publishers. 2005.
14. Syamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC. 2005. 388-402
15. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai