AIK
( KONSEP IBADAH )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul Konsep Ibadah ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah AIK di Universitas
Muhammadiyah Metro dengan dosen Pengampu Ibu Nurmawati, M.Pd.I dan Ibu
Kulyatun, M.Pd.I
Dengan Harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
sekali kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dengan segala kerendahan hati
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1
1
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
Pengertian Ibadah
Macam macam Ibadah
Tujuan Ibadah
Hikmah Ibadah
Fungsi Ibadah
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
4
4
5
6
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara garis besar kita akan membahas tentang masalah Ibadah, apa sebenarnya
Ibadah itu sendiri ? Dalam hal ini Ibadah menjadi sangat penting untuk dibahas atau
dipelajari lebih lanjut, karena hal ini menyangkut dengan akhlak dan nilai-nilai moral
keislaman. Demi menciptakan generasi penerus yang memiliki keyakinan dengan
kebenaran yang terkandung dalam hati. Dengan demikian nantinya kita diharapkan
dapat mengerti atau memahami arti dari Ibadah, dan kita mampu menerapkannaya
dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Ibadah?
b. Sebutkan macam-macam Ibadah?
c. Apa tujuan, hikmah dan fungsi Ibadah?
d. Apa saja yang menjadi syarat diterimanya Ibadah?
1.3 Pembahasan
a. Pengertian Ibadah
b. Macam-macam Ibadah
c. Tujuan Hikmah dan Fungsi ibadah
d. Syarat diterimanya Ibadah
1.4 Tujuan
a. Mengetahui apa itu Ibadah
b. Mengetahui macam-macam Ibadah
c. Mengetahui tujuan, hikmah dan fungsi Ibadah
d. Mengetahui syarat di terimanya suatu Ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IBADAH
Menurut bahasa kata ibadah berarti patuh , tunduk. Ubudyah artinya tunduk dan
merendahkan diri. Menurut Alazhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk
kepatuhan kepada Allah.
Dalam istilah syara pengertian ibadah dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:
1. Jurjani mengatakan :
Ibadah ialah perbuatan yang dilakukan oleh mukallaf , tidak menurut hawa
nafsunya, untuk memuliakan Tuhanmu.
2. Menurut ibn katsir :
Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa takut yang sempurna.
3. Menurut ibn taimiyah :
Didalam kitabnya al-ubudiyah , memberikan penjelasan yang cukup luas
tentang pengertian ibadah. Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri (aldzull). Akan tetapi , ibadah yang diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar
ketaatan atau perendahan diri kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian aldzull dan hubb, dalam tingkatannya yang paling sempurna patuh kepada
seseorang tetapi tidak mencintainya, tidak disebut ibadah, cinta tanpa
kepatuhanpun bukan ibadah. Jadi cinta atau patuh saja belum cukup untuk
mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang belum dapat dikatakan beribadah
kepada Allah kecuali apabila ia mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada
apapundan memuliakan-Nya lebih dari segala yang lain-Nya bahkan ia harus
meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan kepatuhan yang sempurna kecuali
Allah.
Ibadah
secara
etimologi
berarti
merendahkan
diri
serta
tunduk.
Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para rasulNya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan)
yang paling tinggi.
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Subhannahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun
yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
B. JENIS-JENIS IBADAH
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah, (ibadah Khas) artinya penghambaan yang murni hanya
merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk ini
memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari alQuran maupun al- Sunnah al-Maqbulah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak
boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan
diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin
Allah(QS.4:64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tata caranya , Nabi bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tata
cara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan Muhdatsatul umur perkara meng-adaada, yang populer disebut bidah: Sabda Nabi saw.:
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu,
akal hanya berfungsi memahami rahasia dibaliknya yang disebut hikmah.
Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya
bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan
rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Maka wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan, bukan untuk
Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi: Jenis
e. ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats,
Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca al-Quran, Itikaf, Puasa, Haji dan Umrah,
Mengurus Janazah
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (ibadah Am) (tidak murni semata hubungan dengan
Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsipprinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng
garakan.
C. Tujuan Ibadah
Para ulama kita, para pakar agama yang kompeten dibidangnya merumuskan, minimal
ada 2 tujuan yaitu :
1. Takhliyyah / tazkiyatul qolbi yakni kebersihan hati, maksudnya adalah, Ibadah yang
kita lakukan, shalat, puasa, Haji, dan lain sebagainya. Hendaknya itu semua mampu
membersihkan diri kita dari berbagai macam penyakit hati, mampu mensucikan diri
kita dari kotoran jiwa, dari virus virus qolbu yang sangat berbahaya dalam
kehidupan. diharapkan dengan rajinnya kita shalat maka bersihlah hati kita dari sifat
sombong, dengan seringnya kita puasa maka hilanglah penyakit serakahnya, dengan
banyaknya berzakat / shadaqoh berkuranglah bakhil, kikir dan pelit dalam hati kita.
2. Tahliyyah. tujuan dari pelaksanaan ibadah kita adalah, hiasan Akhlaq dan budi
pekerti. pesan moralnya adalah, Ibadah yang kita lakukan harus mampu menumbuh
kembangkan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan. semestinya, dengan
sering dan rajinnya kita shalat, maka muncullah ketawadhuan dalam pergaulan,
dengan seringnya kita puasa, maka tumbuhlah sifat pemaaf kita, tambah sayang
kepada fakir miskin, dst.
D. Hikmah Ibadah
1.
Tidak Syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa
beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik.
Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala
2.
yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang
dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah
manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah
kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia
menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika
manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak
ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak
3.
menjalankan kewajiban.
Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga
dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa
dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus
4.
5.
akan
melupakan
kewajibannya
untuk
beribadah,
bertaubat,
serta
Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia,
harta benda dan hawa nafsu.
2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota
masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi
nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi
ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
Contohnya:
Ketika
Al-Qur'an
berbicara
tentang
shalat,
ia
menjelaskan
fungsinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. QS. Al-ankabut 45
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi shalat adalah mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan
merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan shalat diharapakan manusia
dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan tersebut.
Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan
fungsinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan
dan
mensucikan
mereka
dan
mendoalah
untuk
mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.QS. Attaubah 103)
Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan
kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk
yang anti kemanusiaan. Orang kikir tidak akan disukai masyarakat zakat juga akan
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan memperkembangkan
harta benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena
ia akan dicintai masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya
tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik
bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah,
kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal
ini Nabi SAW bersabda:
Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji
dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah (HR. Thabrani)
3. Melatih diri untuk berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat,
mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan
lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama
muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau
membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya
kepada yang berhak. Tidak mau melakukan amar ma'ruf nahi munkar, maka
ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah
SWT.
F. Hambatan Pelaksanaan Ibadah
Jika kita menelisik setiap amalan ibadah yang disyariatkan oleh agama islam selalu
saja dijelaskan mengenai input (orang yang berkewajiban melaksanakan perintah dan
syarat-syarat lain) dan out put dari setiap prilakunya. Tujuan ideal sholat adalah dapat
mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, zakat dapat membara perubahan
ekonomi dan membersihkan diri, puasa menjadikan orang bertakwa dan Haji dapat
membawa pelakunya pada kenikmatan surga jika ia mampu menggapai predikat
mabrur. Sungguhpun demikianpanggang terkadang jauh dari api, maka mana bisa
seseorang mendapatkan masakan yang matang.
Kendala-kendala
1.
yang
mungkin
kita
hadapi
adalah
seseorang harus memahami tata cara ibadah tersebut agar memperoleh hasil yang
maksimal. Terkadang kita hanya mengikuti tradisi yang telah ada, walau terkadang
tidak sesuai dgn apa yang diajarkan oleh Rasulullah kita hanya menyangka
2.
Ibadah yang kita lakukan terkadang hanya untuk menggugurkan kewajiban kita
tidak melakukannya untuk taqorub dan cinta kepada Allah atau bahkan mungkin
kita berbuat aniaya dengan ibadah itu sendiri dan tidak berlomba-lomba untuk
memperoleh kebaikan dalam ibadah tersebut. Ibadah yang lakukan hanya
sekedarnya karena malas, ia melakukannya karena riya dan hanya sedikit sekali ia
mengingat
Allah
sebagaimana
yang
dilakukan
oleh
orang
munafik.
Mereka adalah orang-orang yang lalai dalam sholat sholat tetapi sesungguhnya ia
tidak
3.
sholat
sama
sekali
kualitas ibadah kita artinya jumlah yang banyak menjadi orientasi kita walau
jumlah yang banyak tersebut dipenuhi dengan kelalaian dan riya. Rasulullah
mengingatkan yang sedikit itu lebih baik kalau kontinue dari pada yang banyak
tapi hanya sekali. Yang dinginkan oleh Allah dengan ibadah adalah frekwensi
dalam melakukannya dan bukan jumlah Allah lebih suka kepada orang sholat
malam (tahajud) yang dilakukan terus menerus tiap malam walaupun rakaatnya
tidak banyak dari pada 100 rakaat satu malam dan dilakukan sekali sepanjang tahun
(Qs. Al Mujammil : 1-6). Allah menginginkan rutinitas pertemuan untuk
bermesraan rasa batin dan rohani kita dengan Allah. Semakin sering kita bertemu
Allah,
4.
maka
semakin
ada
dan
dekat
Allah
dalam
diri
kita.
Hindarkan diri dan keluarga dari barang atau harta yang haram yang
diperoleh dengan jalan bathil, karena ia akan menjadi beban dan penghalang
spiritualitas. Mulailah sekarang untuk memohon keikhlasan kepada siapa saja yang
barang-barangnya kita ambil dengan jalan bathil dan aniaya. Ingat barang atau harta
yang diperoleh dengan jalan bathil dan dengan jalan aniaya misalnya mengambil
harta anak yatim, akan dikembalikan kepada kita oleh Allah dalam bentuk api
neraka
G. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyariatkan
kecuali berdasarkan al-Quran dan as Sunnah. Apa yang tidak disyariatkan berarti bidah
marddah (bidah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut
tertolak.
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang
menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua
macam yaitu:
1. Ikhlas
Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku
diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri. Katakanlah:
Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada
Tuhanku. Katakanlah: Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku. (QS az-Zumar/39 : 11-14).
2. Ittiba Rasul. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat l ilha illallh, karena
ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepadaNya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah s.a.w., karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti
syariatnya dan meninggalkan bidah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
BAB III
KESIMPULAN