Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi mempengaruhi kegiatan ekonomi yang akhirnya juga berpengaruh
pada kebutuhan energi yang semakin terbatas, sehingga ketergantungan manusia akan
energi fosil harus dibatasi, mengingat kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi.
Biaya produksi dan transportasi yang tinggi dari kebutuhan pokok menunjukkan bahwa
kenaikan harga energi telah terjadi secara langsung saat ini. Sehingga perlu adanya
kebijakan energi yang harus segera dilakukan, antara lain dengan mendorong
termanfaatkannya energi-energi secara lebih efisien dan tepat sasaran, serta meningkatkan
teknologi dan ketersediaan informasi tentang energi alternatif secara lebih meluas, serta
menghemat pemakaian energi fosil dengan pemanfaatan energi terbarukan.
Indonesia memberi kontribusi 30 persen terhadap produksi beras ASEAN. Sehingga
berdasarkan data tersebut, limbah padi berupa sekam juga akan meningkat jumlahnya.
Sekam dihasilkan dari padi kering giling (PKG), sehingga dari sekitar 54 juta ton padi akan
dihasilkan sekitar 10,8 juta ton limbah penggilingan padi (Suprapto, 2009).
Pemanfaatan sekam di Indonesia saat ini masih sangat terbatas antara lain untuk media
tanaman hias, pembakaran bata merah, atau sebagai pelindung balok es. Selain itu, sekam
juga dimanfaatkan sebagai media pupuk, serta inkubasi ayam. Tetapi upaya tersebut belum
cukup signifikan untuk mereduksi timbunan sekam, yang seolah menjadi pemandangan
biasa di sekitar penggilingan padi. Sekam padi kebanyakan dibuang atau dibakar.
Kesadaran yang masih minim, pengetahuan, dan keterampilan untuk mengolah menjadi
penyebab pencemaran lingkungan.
Sekam padi memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia. Limbah
sekam padi terdapat dalam jumlah yang melimpah, murah, dan dapat diperbaharui.
Diantaranya menjadi briket bioarang. Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan
lunak yang dikeraskan sedangkan bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar
1

biomassa kering tanpa udara. Biomassa sebenarnya digunakan secara langsung sebagai
sumber energi panas untuk bahan bakar, tetapi kurang efisien. Nilai bakar biomassa hanya
sekitar 3000 kal, sedangkan bioarang mampu menghasilkan 5000 kal. Briket bioarang
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan arang biasa (konvensional), yaitu
panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
biasa; briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau sehingga bagi
masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya
kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket bioarang; setelah briket bioarang
terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara; teknologi
pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain kecuali yang
terdapat dalam bahan briket itu sendiri.
Pembuatan arang sekam dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik sekam agar lebih
mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu kelemahan sekam bila
digunakan langsung sebagai sumber energi panas dapat menimbulkan asap pada saat
dibakar dan cepat habis terbakar. Hal ini mengakibatkan sekam yang dikeringkan berbau
asap dan warna bahan berubah sehingga menurunkan kualitas bahan disamping itu juga
menimbulkan polusi udara.
Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika
dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari
bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah)
(Schuchart, 1996).
Binder atau pengikat merupakan bahan yang digunakan untuk memberikan daya rekat pada
briket bioarang sebagai bahan bakar padat. Penggunaan bahan pengikat harus diatur
sehingga bahan pengikat tersebut dapat aktif dalam penggunaanya. Perekat atau binder
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka (tepung kanji). Perekat tepung
tapioka dalam penggunaannya menimbulkan asap relatif sedikit dibandingkan bahan
perekat lainnya. Penggunaan perekat tepung tapioka memiliki keuntungan menghasilkan
kekuatan rekat kering yang tinggi.

Estela (2002) menggunakan dua cara dalam pembuatan briket yaitu kompaksi rendah
dengan menggunakan bahan pengikat clay, bentonit, serta yucca starch dan kompaksi
tinggi tanpa bahan pengikat. Penelitian menunjukkan nilai kalor briket tanpa pengikat dan
kompaksi tinggi memiliki nilai kalor (13800 MJ/Kg) lebih tinggi dibandingkan dengan
briket yang memakai bahan pengikat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan perekat
menurunkan nilai kalor briket. Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu
dengan perekat campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa semakin tinggi berat jenis
kayu, kerapatan briket arang akan semakin tinggi pula. Sitorus dan widardo (1997) meneliti
tentang pengaruh jenis perekat pada pembuatan briket serbuk sabut kelapa, dimana yang
menjadi perlakuan adalah jenis perekat yaitu perekat tapioka dan sagu, dengan masingmasing presentase perekat 8, 9, 10, 11, dan 12 persen. Hasilnya penggunaan perekat tapioka
10% dan sagu 12% merupakan perlakuan terbaik karena memberikan penampakan yang
baik dan tidak terdapat retak-retak.
Untuk mengetahui kualitas briket, maka harus dilakukan variasi jumlah perekat dalam
tepung tapioka terhadap karakteristik limbah sekam padi yang mencakup nilai kalor briket,
densitas kerapatan (massa jenis), ketahanan (durability), kadar air (moisture), kadar abu
(ash), kadar karbon (fixed carbon),dan zat terbang (volatile matter). Setiap karakteristik
briket saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Semakin banyak kandungan karbon suatu
briket, maka semakin banyak gas Carbon yang dihasilkan. Semakin banyak biomassa pada
briket, maka akan mengurangi emisi gas Hidro Carbon, Carbon, Nitrogen Oksida
(Sulistyanto, 2006).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas penelitian yang akan dilakukan adalah bagaimana
pengaruh variasi jumlah perekat tepung tapioka (tepung kanji) terhadap karakteristik sekam
padi untuk mendapatkan komposisi briket bioarang yang terbaik.
1.3 Tujuan Penelitian
3

1. Mengetahui pengaruh variasi jumlah perekat yang tepat untuk mendapatkan sifat fisik
briket bioarang yang baik.
2. Mengetahui komposisi biobriket yang terbaik (ditinjau dari besarnya nilai kalor
pembakaran briket dan lamanya waktu pembakaran)
3. Mengetahui gas buang terendah yang dihasilkan oleh briket bioarang sekam padi.
1.4 Batasan Masalah
Pada penelitian ini dibatasi beberapa hal yang meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.

Bahan dasar yang digunakan untuk proses briket bioarang adalah limbah sekam padi.
Bahan perekat atau binder yang digunakan adalah tepung tapioka (tepung kanji).
Pembakaran biomassa limbah sekam padi dilakukan tanpa adanya udara.
Proses yang dilakukan secara karbonisasi (pemanasan secara langsung dalam tugku).
Tekanan saat proses pengepresan sama untuk semua briket bioarang, serta kecepatan
udara pembakaran konstan.

Anda mungkin juga menyukai