Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Proses Belajar-Mengajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam menyelenggarakan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad dan Haris,
2012:1). Hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada
keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Untuk menambah khasanah pengetahuan tentang belajar, akan diuraikan beberapa
pengertian belajar dari ahli pendidikan. Sudjana berpendapat, Belajar adalah suatu suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan
aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar (Jihad dan Haris, 2012:2).
Selanjutnya Slameto (dalam Jihad dan Haris, 2012:2) merumuskan belajar sebagai
proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Lebih jauh Slameto memberikan ciri-ciri tentang perubahan tingkah laku
yang terjadi dalam belajar sebagai berikut:
a. Terjadi secara sadar;
b. Bersifat kontinu dan fungsisional;
c. Bersifat positif dan aktif;
d. Bukan bersifat sementara;
e. Bertujuan dan terarah; dan
f. Mencakup seluruh aspek tingkah laku
Dari uraian beberapa pendapat diatas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu
suatu kegiatan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih
baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap
dan tingkah laku yang bersifat menetap.
2. Pengertian Mengajar.
Mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada
anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan
8

bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini
menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya
membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan
untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa (Slameto, 1995:29).
Sementara itu Hamalik mendefenisikan mengajar adalah usaha mengorganisir
lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Pendapat yang sama
disampaikan oleh Howard yang menyatakan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas
membimbing

atau

menolong

seseorang

untuk

mendapatkan,

mengubah,

atau

mengembangkan keterampilan, sikap (attitide), cita-cita (ideals), pengetahuaan (knowledge),


dan penghargaan (appreciation) (Jihad dan Haris, 2012:8-9). Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan
lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang
memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.
3. Proses Belajar-Mengajar Matematika
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan
belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan
sedangkan belajar merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar
mengajar untuk mata pelajaran matematika harus memperhatikan karakteristik matematika.
Sumarmo (2002: 2) mengemukakan beberapa karakteristik matematika yaitu : materi
matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi matematika bersifat hirarkis
dan terstruktur dan dalam mempelajari matematika dibutuhkan ketekunan, keuletan, serta
rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur
maka dalam belajar matematika, tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus
diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan belajar tentang konsep matematika yang
mempunyai daya bantu terhadap konsep matematika yang lain.
B. Hasil Belajar Matematika

10

Hasil belajar adalah suatu unsur atau aspek yang tidak terlepas dari kegiatan belajarmengajar karena hasil belajar adalah tujuan utama dari proses belajar dan mengajar baik di
sekolah atau di sekitar lingkungan pembelajar. Tujuan belajar yang dikemukakan Hamalik
adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan
belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang
diharapkan dapat dicapai oleh siswa (Jihad dan Haris, 2012:15).
Abdurrahman mengemukakan hasil belajar ialah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut Juliah (2004), hasil belajar ialah segala
sesuatu yang menjadi milik siswa

sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya

(Jihad dan Haris, 2012:14-15).


Dalam beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun
waktu tertentu. Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat
diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu
alat evaluasi. Jad ihasil belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa
setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan
menggunakan alat evaluasi (tes).

C. Pengertian Model Pembelajaran


Model

desain

pembelajaran

pada

dasarnya

merupakan

pengelolaan

dan

pengembangan yang dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran. Joyce & Weil


berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman,
2011:133).

11

Selanjutnya Kemp (1977:10) mengartikan model pembelajaran merupakan suatu


perencanaan pembelajaran (desain instrucsional) yang digunakan dalam menentukan maksud
dan tujuan setiap topik/pokok bahasan (goals topics, and purposes), menganalisis
karakteristik warga belajar (leaner characteristics), menyusun tujuan instruksional khusus
(learning objectives), memilih isi pembelajaran (subject content), melakukan prates (pre
assesment), melaksanakan kegiatan belajar mengajar/sumber pembelajaran (teaching
learning

activities/resources),

mengadakan

dukungan

pelayanan

(suport

services),

melaksanakan evaluasi (evaluation), dan membuat revisi (revise).


Joyce & Weil (1980:45) maupun Kemp (1977:160-165) sependapat bahwa model
pembelajaran merupakan suatu pola perencanaan pembelajaran yang digunakan dalam proses
belajar-mengajar. Model pembelajaran ada empat macam, yaitu:
1. Model pemrosesan informasi (the information processing family) yaitu model
pembelajaran yang menjelaskan cara individu memberi respons rangsangan dari
lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah,
membangun konsep dan merencanakan pemecahan masalah, serta menggunakan simbolsimbol verbal dan nonverbal.
2. Model pribadi (the personal family) yaitu model pembelajaran yang berorientasi pada
perkembangan diri individu.
3. Model interaksi sosial (the social family) yaitu model pembelajaran yang mengutamakan
hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya
pada proses realitas yang ada dan dipandang sebagai negosiasi sosial.
4. Model prilaku (the behavioral models) yaitu model pembelajaran yang dibangun atas
dasar teori yang umum, yakni teori perilaku.

D. Model Pembelajaran Terpadu

12

Model pembelajaran terpadu pada dasarnya merupakan suatu sistem pembelajaran


yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip - prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.
Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh
terhadap kebermaknaan pengalaman bagi siswa. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan
kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembalajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang studi yang relevan akan membentuk skema,
sehingga anak akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan kebutuhan
belajar, pengetahuan, serta kebutuhan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya
dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan yang menginput beberapa mata
pelajaran yang terkait secara harmonis untuk memperbaiki pengalaman belajar yang
bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami. Keterpaduan dalam
pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek materi belajar dan aspek
kegiatan belajar mengajar. Ditinjau dari cara memadukan konsep, ketrampilan, topik, dan unit
tematiknya menurut seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) dalam Trianto (2012)
terdapat 10 model merencanakan pembelajaran terpadu yang salah satunya adalah Model
pembelajaran berbentuk sarang/ kumpulan (Nested).
Menurut Departemen Pendidikan dan kebudayaan (Trianto, 2012:63), pembelajaran
terpadu memiliki kelebihan yaitu:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.


Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak,
kegiatan belajar bermakna bagi anak,
keterampilan anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu,
kegiatan belajar mengajar siswa bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak,
keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

13

Keterampilan sosial ini antara lain: kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan
pendapat orang lain (Trianto 2007: 12-13).
Pembelajaran terpadu memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu:
kesesuaian dunia anak yang merupakan dunia nyata, proses pemahaman anak terhadap suatu
konsep dalam suatu peristiwa atau objek lebih terorganisir, pembelajaran akan lebih
bermakna, memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri, memperkuat
kemampuat yang diperoleh, dan efisiensi waktu. Adapun beberapa landasan yang menjadikan
pembelajaran terpadu menjadi sangat penting.

E. Landasan Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Tipe Nested


Pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) dikembangkan dengan landasan sebagai
berikut (Depdikbud, 1996:5).
1) Progresivisme
Aliran progresivisme menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya berlangsung
secara alami, tidak artificial. Pembelajaran di sekolah tidak seperti dalam keadaan dunia
nyata sehingga tidak memberikan makna kepada kebanyakan siswa.
2) Konstruktivisme
Pada dasarnya aliran konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk
sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar
bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku
tentang pengalaman orang lain. Belajar menurut pandangan konstruktivisme merupakan hasil
konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini member penekanan bahwa
pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (Suparno, 1997:18).
3) Developmentally Appropriate Practice

14

Prinsip dalam developmentally appropriate practice ini menyatakan bahwa


pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia, dan individu yang meliputi
perkembangan kognisi, emosi, minat dan bakat siswa.
Teori Piaget merupakan teori perkembangan kognitif yang sangat terkenal. Piaget
membagi perkembangan kognitif anak dan remaja ke dalam empat tahap: sensorimotor, pra
operasional, operasi kongkrit dan operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu
melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari
tahap tersebut.

TABEL 2.1 Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget


Tahap
Sensorimotor

Perkiraan Usia
Kemampuan-kemampuan Utama
Lahir sampai 2 Terbentuknya konsep kepermatahun

nenan obyek dan kemajuan gradual


dari prilaku refleksif ke perilaku

Praoperasional

2 sampai 7 tahun

yang mengarah kepada tujuan.


Perkembangan kemampuan menggunakan

simbol-simbol

menyatakan

obyek-obyek

untuk
dunia.

Pemikiran masih egosentris dan


Operasi
Kongkrit

7 sampai 11 tahun

sentrasi.
Perbaikan
untuk

didalam

berpikir

kemampuan

secara

logis.

Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi


yang dapat balik. Pemikiran tidak
lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan

15

pemecahan masalah tidak begitu


Operasi Formal

11

tahun

dibatasi oleh keegosentrisan.


sampai Pemikiran abstrrak dan murni

dewasa

simbolis

mungkin

dilakukan.

Masalah-masalah dapat dipecahkan


melalui penggunaan eksperimentasi
sistematis.
(Sumber: Trianto, 2012:71)

Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting


bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas
pemikiran, yang pada akhirnya, membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Trianto,
2012:72-73)
Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan
pembelajaran yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan
suatu bahan ajar kepada siswa, tetapi guru dapat membangun siswa atau pelajar yang mampu
belajar dan terlibat aktif dalam belajar.
F. Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested (Tersarang)
Pembelajaran

terpadu

model

Nested

adalah

model

pembelajaran

yang

mengintegrasikan kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus
pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh seorang guru
kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran
(content). Keterampilan-keterampilan belajar itu meliputi keterampilan bepikir (thingking
skill), keterampilan sosial (social skill), dan keterampilan mengorganisasi (organizing skill)
Fogarty (1991: 23).

16

Model pembelajaran terpadu tipe Nested atau tersarang adalah integrasi desain guna
memperkaya segala hal yang digunakan oleh guru supaya terlihat lebih terampil. Mereka tahu
bagaimana untuk mendapatkan jarak tempuh yang paling efektif dari pelajaran apapun. Tapi,
dalam pendekatan Nested untuk instruksi perencanaan diperlukan beberapa sasaran yang
tepat untuk belajar siswa. Namun, integrasi Nested mengambil keuntungan dari kombinasi
alam sehingga tugas tersebut tampaknya cukup mudah.
Model Sarang (Nested) adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya
adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengorganisasi. Artinya memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta
memadukan keterampilan proses, sikap dan komunikasi.
Model ini masih memfokuskan keterpaduan beberapa aspek kemudian dilengkapi
dengan aspek keterampilan lain. Model ini dapat digunakan bila guru mempunyai tujuan
selain menanamkan konsep suatu materi tetapi juga aspek keterampilan lainnya menjadi
suatu kesatuan.
Dengan menggabungkan atau merangkaikan kemampuan tertentu pada ketiga cakupan
tersebut akan lebih mudah mengintegrasikan konsep dan sikap melalui aktivitas yang telah
terstruktur.

G. Karakteristik Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested (Tersarang)


Menurut Depdikbud (Trianto, 2012:61-63) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses
mempunyai beberapa karakteristik atau ciri - ciri, yaitu :
1) Holistik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari
segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan
bijaksana di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka.

17

2) Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan di atas,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang
disebut skemata. Hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang
muncul di dalam kehidupannya.
3) Otentik
Pembelajaran terpadu juga memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip
dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka
memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan
pengetauhuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan
cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Guru lebih banyak bersifat sebagai
fasilitator dan katalisator, sedang siswa bertindak sebagai actor pencari informasi dan
pengetahuan. Guru memberikan bimbingan kearah mana yang dilalui dan memberikan
fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4) Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara
fisik, mental, intelektual, maupun emosianal guna tercapainya hasil belajar yang optimal
dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka
termotivasi untuk terus menerus belajar.
Disamping itu pembelajaran terpadu menyajikan beberapa keterampilan dalam suatu
proses pembelajaran. Selain mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu memberikan hasil
yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk sebuah kegiatan awal. Seperti
yang dicontohkan Fogarty dalam (Trianto, 2012:22) untuk jenis mata pelajaran sosial dan

18

bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir (thingking skill) dengan keterampilan sosial
(social skill). Sedangkan untuk pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan
berfikir (thingking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill)
Sub-sub keterampilan yang dapat dilakukan melalui model nested yang dikutip oleh Irianto
dalam Model Pembelajaran Terpadu dari Forgaty dapat dilihatkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Unsur - Unsur Keterampilan Berpikir, Keterampilan Sosial dan Keterampilan
Mengorganisasi

Kemampuan
Kemampuan Berpikir

Kemampuan Sosial
Mengorganisasi
Jaringan (jaring laba-

Memprediksi

Memperhatikan

pendapat
laba)

orang
Menyimpulkan

Diagram venn
Mengklarifikasi
Diagram alir

Membuat hipotesis

Menjelaskan

Membandingkan

Memberanikan diri

Mengklasifikasi

Menerima pendapat orang

Menggeneralisasi

Menolak pendapat orang

Lingkaran sebab-akibat
Diagram
akur

Membuat skala prioritas Menyepakati


Mengevaluasi

akur/tidak

Kisi-kisi/matrik
Peta konsep

Meringkaskan
Diagram rangka ikan

(Sumber: Trianto, 2012:65)

H. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested


Dengan mengumpulkan (nesting) dan mengelompokkan (clustering) sejumlah tujuan
dalam pengalaman belajar, belajar siswa diperkaya dan ditingkatkan. Biasanya, pemusatan

19

pada isi, strategi berpikir, keterampilan sosial, dan ide - ide yang secara tidak sengaja juga
ditemukan. Pada hari-hari yang terlalu padat, kurikulum yang menumpuk, serta jadwal yang
ketat, guru yang berpengalaman dapat mencari latihan - latihan yang tepat yang dapat
menjadi kegiatan belajar dalam bidang yang beragam.
Model nested memberikan perhatian yang dibutuhkan untuk beberapa bidang pada
waktu yang bersamaan, dan tidak membutuhkan beban waktu tambahan untuk bekerja dan
merencanakan dengan guru yang lain. Dengan model ini, seorang guru secara mandiri dapat
memberikan integrasi kurikulum yang luas.

1) Kelebihan Model pembelajaran terpadu Tipe Nested yaitu :


a) Guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam pembelajaran satu
mata pelajaran.
b) Pembelajaran semakin berkembang dan diperkaya dengan menjaring dan
mengumpulkan sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar siswa.
c) Pembelajaran dapat mencakup banyak dimensi dengan memfokuskan pada isi
pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide lain yang ditemukan.
d) Memberikan perhatian pada berbagai bidang penting dalam satu saat sehingga tidak
memerlukan penambahan waktu sehingga guru dapat memadukan kurikulum secara
luas.
2) Kekurangan Model pembelajaran terpadu Tipe Nested
a) Model nested ini muncul dari kealamiahannya. Dengan mengumpulkan dua, tiga,
atau empat target belajar dalam satu latihan mungkin membingungkan siswa jika
pengumpulan ini tidak dilakukan secara hati-hati.
b) Prioritas konseptual dari latihan mungkin menjadi tidak jelas karena siswa diarahkan
untuk melakukan banyak tugas belajar pada waktu yang bersamaan. Model nested ini
sangat cocok digunakan guru yang mencoba menanamkan keterampilan berpikir dan
keterampilan kooperatif dalam latihan-latihan mereka. Menjaga tujuan isi tetap pada
tempatnya, sementara menambahkan fokus berpikir dan keterampilan sosial, akan
meningkatkan pengalaman belajar secara keseluruhan.

20

I. Kegunaan Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested


Model nested sangat tepat digunakan oleh guru yang sedang mecoba memasukkan
keterampilan berpikir dan keterampilan bekerja sama kedalam isi pelajaran dalam kontenkonten tertentu. Sehingga guru akan terus berusaha agar tataran belajar tepat, pemikiran dan
tindakan pembelajaran akan tetap fokus dalam keterampilan berpikir dan keterampilan sosial
serta akan meningkatkan pula pengalaman belajar secara keseluruhan. Sekarang keahlian
khusus dalam wilayah konsep dan sikap berintegrasi akan mudah dilalui dalam kegiatan
terstruktur.
Model pembelajaran terpadu tipe Nested telah diujicobakan oleh beberapa guru untuk
menanamkan kecakapan berpikir dan kecakapan bekerja sama dalam suatu mata
pelajarannya. Dengan menjaga agar tujuan utama tetap tercapai, sementara dengan
menambahkan kecakapan hidup yang lain dengan tujuan supaya tercapai juga kecakapan
sosialnya, maka akan memperkaya isi dan makna pelajaran tersebut. Mengintegrasikan
kecakapan berbicara misalnya pada 3 bidang konsep yang terpadu, maka siswa akan dengan
mudah menguasai mata pelajarannya sebagai suatu kegiatan yang terstruktur.
J. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested
Model nested di sekolah dasar dapat diterapkan khususnya di kelas tinggi, yang sudah
pasti semuanya disesuaikan dengan tingkat perkembangan pemahaman siswa. Dalam
implementasinya, diawali dengan menentukan konten yang ingin dicapai dalam satu mata
pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan. Dengan menggunakan pokok bahasan / sub
pokok bahasan sebagai bingkai untuk menyarang keterampilan, konsep dan perilaku yang
diharapkan tercapai.
Kemudian menentukan keterampilan-keterampilan lain yang akan dikembangkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setelah hal ini dilakukan maka ditentukan langkahlangkah

pembelajaran

yang

diperlukan

sebagai

strategi

pembelajaran

dengan

mengintegrasikan setiap keterampilan yang akan dikembangkan. Oleh karena itu, guru harus

21

menyusun langkah-langkah pembelajaran secara sistematis sehingga pembelajaran terpadu


yang diterapkan tidak membingungkan peserta didik ketika belajar di sekolah.

K. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Terpadu Tipe Nested


Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang)
mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi tiga
tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
1) Tahap Perencanaan
a. Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan.
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal. Seperti contoh
yang diberikan Fogary (1991) untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat
dipadukan keterampilan berpikir dengan keterampilan sosial. Sedangkan untuk mata
pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir dan
keterampilan mengorganisir (Trianto, 2012:64).
b. Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Langkah
ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing
keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.
c. Menentukan sub keterampilan yang dipadukan. Secara umum katerampilanketerampilan yang harus dikuasai ada tiga, yaitu: (1) keterampilan berpikir, (2)
keterampilan sosial, dan (3) keterampilan mengorganisasi.
d. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (indikator). Berdasarkan kompetensi dasar
dan sub kterampilan yang telah dipilih dirumuskan tujuan pembelajaran khusus
(indikator). Setiap indikator dirumuskan berdasarkan kaidah penulisan tujuan
pembelajaran khusus (indicator) yang meliputi; audience, baehaviour, condition dan
degree.
e. Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap sub
keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.

22

2) Tahap Pelaksanaan
Dalam Depdiknas (1996:6), prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu,
meliputi :
a) Guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan
pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran memungkinkan
siswa menjadi pelajar mandiri
b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas
yang menuntut adanya kerja sama kelompok
c) Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan
dalam proses perencanaan.
Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran, menurut
Muchlas (2002:7), tidak ada model pembelajaran tunggal yang cocok untuk suatu topik
dalam pembelajaran terpadu. Artinya dalam satu tatap muka dipadukan beberapa model
pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memahami model-model pebelajaran terpadu
dengan baik.
3) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil
pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Depdiknas (1996:6) hendaknya memperhatikan
prinsip evaluasi pembelajaran terpadu.
a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk
evaluasi lainnya
b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Anda mungkin juga menyukai