Anda di halaman 1dari 6

APENDISEKTOMI LAPAROSKOPIK ADALAH ALTERNATIVE

YANG BAIK DALAM PENANGANAN APENDISITIS


KOMPLIKATA PADA ANAK
Abstrak
AIM:

mengevaluasi

peran

laparoskopi

dalam

apendisitis

komplikata pada anak-anak. Materials and Methods: di antara October


2005-mei2008 ada 119 pasien anak yang dioperasi karena apendisitis.
41 pasien mengalami Open Appendicectomy (OA), dan 71 Laparoscopic
Appendicectomy (LA). 26 kasus grup LA dan 16 kasus di grup OA
mengidap apendisitis komplikata. 26 kasus dapat diselesaikan dengan
apendisektomi laparoskopik, 2 diantaranya perlu di lanjutkan dengan
OA.
RESULT: dari 26 pasien grup LA, 23 sembuh tanpa komplikasi, 1
mengalami infeksi minor, 2 mengalami berak cair. Pada 16 pasien grup
OA, 7 mengalami komplikasi. 3 infeksi luka, 2 berak encer, 1 fistula
fekal, dan 1 memerlukan operasi tambahan. Durasi operasi pada LA
86.7 menit (range:75-120min) dan pada OA 90.3 menit (range: 70150min). makanan oral pada LA diberikan rata-rata 3.6hari setelah
operasi LA, dan 4.8 hari setelah operasi OA. Antibiotic iv diberikan
rata2 2.7 hari pada LA dan 4.2 hari pada OA. Lama opname 5.4 hari
pada LA dan 7.3 hari pada OA.
KESIMPULAN: LA merupakan pilihan yang lebih baik pada penanganan
apendisitis komplikata pada anak-anak berdasarkan kurangnya rasa
sakit setelah operasi, lebih sedikitnya komplikasi post-op dan lebih
cepatnya kembali ke aktivitas sehari-hari.
Apendisitis komplikata (CA) merupakan salah satu kegawatdaruratan
bedah pada anak-anak, terutama di Negara berkembang yang
penduduknya kurang terdidik dan sulitnya akses ke rumah sakit
dengan fasilitas yang lengkap. Di zaman pembedahan akses minimal,
masih ditemukan kontroversi dalam penanganan CA, apakah harus

dilakukan OA atau LA. Di berbagai centre di dunia, LA merupakan


tindakan rutin terhadap anpendisitis simpleks. Bagaimanapun, peran
LA dalam CA masih dipertanyakan. Kami telah membuat studi rumah
sakit untuk membandingkan peranan LA dan OA pada CA anak di
institusi kami dan menganalisa kemungkinan dilakukan, keselamatan
juga keuntungan dari LA.
MATERIALS AND METHOD
Diantara

oktober2005-mei2008,

ditemukan

119

pasien

dengan

diagnosis apendisitis akut atau rekuren yang menjalani operasi. 78


anak menjalani LA, 41 OA. 26 pasien LA dan 16 OA menderita CA. pada
studi ini, kami menganalisa hasil dari 42 kasus CA tersebut. CA
didefinsikan sebagai apendisitis akut atau rekuren yang berkaitan
dengan

gangrene,

massa

apendikular,

perforasi

apendiks

atau

terbentuknya abses dengan peritonitis fokal atau general. Diagnosis ini


dikonfirmasi saat operasi dan pada pex histopatologi. Pemisahan
pasien berdasarkan yang menjalani OA dan LA, dan dilakukan oleh ahli
bedah anak yang berbeda dengan pemilihan prosedur berdasarkan
kemauan

operator.

Demografi pasien, penemuan

operatif, lama

pembedahan, dan teknik operasi dicatat. Kami menganalisis detail


post-op seperti kembalinya konsumsi oral, durasi kebutuhan analgesic,
durasi pemberian antibiotic oral, lama opname dan komplikasi postop .
LA dilakukan melalui 3 pintu masuk. Pintu masuk sebesar 10 mm untuk
kamera di regio infraumbilikus dibuat dengan open technique. Dibuat
pneumoperitoneum pada tekanan 10-14 mmHg dengan insuflasi CO 2.
Pintu masuk untuk pengerjaan sebesar 5 mm dibuat di fossa iliaka kiri
dan regio suprapubik. Apendiks didiseksi keluar dan mesoapendiks di
cauter menggunakan monopolar diatermi yang dilekatkan ke pinset
anatomis atau sirurgis. Dasar apendiks diligasi memakai benang
kromik catgut atau proglaktin dan dibelah dua. Apendiks dikeluarkan
melalui lubang 10 mm. usus halus kemudian ditelusuri dari ileocaecal
junction menuju proksimal ke fleksura duodenojejunal menggunakan

grasper atraumatik. Jika ditemukan, adhesi interloop dibebaskan dan


pus didrainasi. Pada kasus peritonitis, irigasi abdominal dengan normal
saline dilakukan hingga cairan aspirasi menjadi jernih. Drainase dengan
selang tertutup dipasang bila diperlukan.
Setelah operasi, pasien diberikan cefotaxim atau ceftriaxone, amikacin
dan metronidazole intra vena sampai hasil kultur didapat dan pasien
bias makan secara oral. Kemudian, cefixime oral diberikan selama 5
hari

setelah

lepas

dari

antibiotik

intravena.

Paracetamol

atau

diklofenak rectal diberikan sebagai analgesic pada semua pasien.


Pemberian makanan oral diberikan bila usus sudah aktiv kembali.
Pemasangan NGT umum dilakukan pada semua pasien. Semua
apendiks diperiksa secara histopatoogis. Pus dikultur dan dites
sensitivitas antibiotiknya. Pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit
setelah dapat mentoleransi diet reguler dan bisa berjalan sendiri.
Pasien diobservasi paling sedikit satu kali di klinik setelah keluar dari
rumah sakit. Hasilnya dianalisis memakai T-Test dan Chi-Square Test.
RESULTS
42 anak (23 laki 19 perempuan) dengan rata2 umur 10.7 tahun (range:
1 bln-17 thn) didapati dengan CA. 26 menjalani LA (15 laki 11
perempuan), dan 16 (8 laki 8 perempuan) OA. Kedua grup dapat
dibandingkan dalam demografi pasien, lama gejala dan penemuan
operatif. (tabel1)
Peningkatan hitung leuko (>14.000/mmkubik) ditemukan pada 35.7%
pasien. Bagaimanaun, persentasi polimorfik ditemukan meningkat
lebih dari 70% pada ke-42 pasien. Perbandingan durasi operasi LA
rata2 86.7 menit dan OA rata2: 90.3 menit. Penemuan operatif pada 26
pasien LA meliputi perforasi apendiks 15 pasien 57.7% massa
apendikular 8 pasien 31.8%, abses apendikular 1 pasien (3.8%), dan
apendiks gangrenosa 2 pasien (7.7%). Dari 16 pasien OA, 7 (43.8%)
perforasi apendiks, 6 (37.5%) massa apendikular, 1 abses apendikular,
apendis gangrenosa dan apendisitis dengan pita fibrnosa berakibat

obstruksi akut intestinal. Ditemukan fecolith pada 7 kasus LA (26.9%)


dan 4 kasus OA (25%).
Drainase intraperitoneal dipasang pada 19 pasien LA (73.1%) dan 9
pasien OA (56.2%). Rata2 lama pemasangan drain post-op adalah 3.4
hari untuk LA dan 5.9 hari untuk OA. Durasi antibiotic iv post-op 3.5
hari untuk LA dan 4.8 hari untuk OA. Kembalinya nutrisi oral pada LA
2.7 hari, pada OA 4.3 hari. Rata2 durasi opname LA lebih singkat (5.4
hari) disbanding OA (7.3 hari). Data terlampir pada table 2.
Komplikasi post-op berupa infeksi superficial luka, berak cair, fistula
fekal, dan kebutuhan operasi tambahan (table 3). Insidens komplikasi
ini 11.5% pada grup LA dan 43.8% pada grup OA. Pada grup LA 1
pasien (3.8%) mengalami infeksi superficial pada port umbilicus,
sedangkan pada OA 3 pasien (18.7%) mengalami infeksi superficial
pada luka operasi. Berak cair post-operasi ditemukan lebih dari dua
hari pada 2 pasien LA (7.7%) dan 2 pasien OA (12.5%). Satu kasus
yang harus dilanjutkan dengan OA karena pus yang ekstensif dan
peritonitis fecal yang telah membuat dasar appendiks menjadi sangat
rapuh, membentuk fistula fekal dalam waktu 8 hari, dan dapat
ditangani kemudian dengan perawatan konservatif. Pasien lain di grup
OA mengalami abses apendikular dengan serositis usus halus dan
kolon sigmoidnya tidak viable, sehingga dilakukan kolostomi 3 hr postop lalu kemudian ditutup 6 minggu kemudian. Tidak ada kematian
pada kedua grup. Rata2 durasi follow-up adalah 12.8 bulan (range:1-30
bulan). 2 kasus LA yang harus dilanjutkan dengan OA dimasukkan
dalam grup OA pada studi ini. Pasien pertama adalah perempuan 13
tahun yang pus-nya keluar saat dibuat port umbilicus sehingga kami
putuskan untuk melakukan OA oleh sebab pus yang sangat banyak.
Pasien kedua adalah perempuan 8 tahun yang mengalami massa
apendikular dengan adhesi interloop.
DISCUSSION
LA telah menjadi prosedur umum pada apendisitis simpleks anak di
seluruh dunia. Bagaimanapun, peran LA pada CA anak masih

dipertanyakan. LA pada CA dilaporkan meningkatkan keselamatan,


memperpendek opname, mengurangi rasa sakit, dan mempercepat
kembali ke aktivitas normal dengan komplikasi yang kurang. Namun,
LA

juga

dilaporkan

memiiki

risiko

yang

lebih

tinggi

terhadap

pembentukan abses intra-abdomeinal post-op, perdarahan dan cedera


usus. Peningkatan komplikasi post-operative oleh karena konversi LA
menjadi OA juga dilaporkan terjadi.
Hasil

kami

melaporkan

tentang

keselamatan,

efficacy

dan

kemungkinan dilakukannya LA pada CA. keuntungan LA pada CA lebih


terlihat

pada

pemulihan

post-op.

durasi

antibiotic

intravena,

kembalinya pasien mengkonsumsi makanan oral, dan kebutuhan


analgesic

parenteral

ditemukan

lebih

pendek

pada

grup

LA

dibandingkan dengan OA. Durasi operasi juga diperbandingkan. Lama


opname pada LA lebih pendek, yang dikaitkan dengan kurangnya rasa
sakit, cepatnya pasien dapat berjalan sendiri dan makan makanan oral,
serta sedikitnya komplikasi. Ini disebabkan oleh sedikitnya akses
terhadap trauma: pda OA lebih banyak otot yang dicederai sehingga
lebih terasa sakit dan lama sembuhnya. Komplikasi pada LA sedikit dan
minor. Fistula fecal post-op yang terjadi pada salah satu pasien
merupakan kondisi patologis individu pasien dan tidak bisa dihindari.
Berak cair post-op ditangani dengan pemberian antibiotic oral dan
probiotik selama 5-7 hari. Pada studi ini, tidak ditemukan adanya kasus
abses intra-abdominal post-op atau abstruksi intestinal pada kedua
grup ini. Infeksi superficial luka, yang ditemukan pada 2 pasien tiap
grup ditangani dengan rawat luka biasa dan antibiotic oral.
Di tangan ahli bedah laparoskopik, LA memberikan keuntungan berupa
lapangan pandang yang terlihat lebih besar, dengan kemampuan
melihat sudut-sudut yang tersembunyi dan drainase pus yang lebih
baik dibandingkan dengan OA. Pada studi kami, kedua konversi operasi
merupakan 2 kasus pertama LA, sedangkan 24 kasus berikutnya dapat
dilakukan tanpa konversi maupun komplikasi mayor. Pada OA, localisasi
paendiks yang atipikal dapat menyebabkan dibutuhkannya insisi yang
diperluas atau insisi tambahan. Pada laparoskopi hal ini dapat

dihindari, dan meninggalkan luka yang dapat diterima secara estetik


juga kurangnya trauma akibat operasi.
Studi

kami

memiliki

kekurangan

yaitu:

kurangnya

randomisasi,

pendeknya waktu follow up, dan kemungkinan terjadinya bias pada


observasi. Bagaimanapun, hasil kami menunjukkan bahwa LA aman
dan efektif serta menguntungkan pada penanganan CA anak. Kami
menyarankan LA sebagai alternative yang baik pada penanganan CA
anak.

Anda mungkin juga menyukai