Anda di halaman 1dari 23

Referat

TORCH

Pembimbing:
Dr. Freddy Dinata, Sp. OG

Penyusun:
Andrea Riva (406161016)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSUD CIAWI
PERIODE 22 AGUSTUS 29 OKTOBER 2016

REFERAT TORCH

LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM

: Andrea Riva / 406161016

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Tarumanagara

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Periode Kepaniteraan Klinik : 22 Agustus 29 Oktober 2016


Judul

: TORCH

Diajukan

: Oktober 2016

Pembimbing

: dr. Freddy Dinata, Sp. OG

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: .


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Ciawi
Mengetahui,

Kepala Instalasi Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Pembimbing

RSUD Ciawi

dr. Freddy Dinata, Sp. OG

dr. Freddy Dinata, Sp. OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul TORCHini dapat diselesaikan. Adapun maksud
penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kebidanan dan Kandungan di RSUD Ciawi periode 22 Agustus 29 Oktober 2016.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Freddy Dinata, Sp. OG, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSUD Ciawi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di
tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua
pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 10 Oktober 2016

Penyusun

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Toxoplasmosis................................................................................................6
2.2 Rubella..........................................................................................................11
2.3 Cytomegalovirus...........................................................................................14
2.4 Herpes Simpleks...........................................................................................16
2.5 Lainnya.........................................................................................................18
BAB 3 KESIMPULAN .......................................................................................23

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

TORCH adalah singakatan dari beberapa mikroorganisme yang terdiri dari


Toksoplasma gondii, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes simplex virus
(HSV).
Infeksi maternal oleh mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kelainan
kongenital, persalinan preterm, IUFD, infeksi neonatal. Selain itu infeksi maternal juga
dapat menyebabkan pneumonia, kelainan mata, infeksi SSP pada neonatal, kelainan
jantung, serta tuli.
Umumnya, infeksi ini paling berbahaya bila terjadi pada trimester pertama
kehamilan, yaitu saat pembentukan organ-organ tubuh janin. Permasalahannya,
infeksi TORCH pada ibu hamil sering tidak menimbulkan gejala apapun. Infeksi ini
hanya bisa diketahui dengan mendeteksi zat kekebalan tubuh (antibodi) yang
terbentuk setelah terjadinya infeksi. Walaupun telah terdeteksi, pengobatan terhadap
infeksi TORCH kadang-kadang tidak memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini
karena organ-organ tubuh janin terlanjur dirusak kuman TORCH. Oleh karena itu,
jauh lebih baik dilakukan pencegahan terhadap infeksi TORCH daripada
mengobatinya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Toxoplasmosis
2.1.1 Pendahuluan
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan parasit Toxoplasma gondii. Parasit
ini merupakan suatu protozoa intraseluler yang temasuk kedalam filum Apicomplexa
dan subklas Coccidian.
Toxoplasmosis telah lama diketahui sebagai penyebab utama kelainan
kongenital pada bayi seperti, toxoplasmosis kongenital, abortus, lahir mati dan
prematuritas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

2.1.2 Patogenesis
Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii sebagai penyakit zoonosis yaitu
infeksi pada manusia dan binatang. Toxoplasma gondii dapat timbul di seluruh dunia
dan merupakan salah satu infeksi parasitik paling utama pada manusia.
Protozoa ini memiliki siklus hidup seksual dan aseksual. Hospes primer dari
protozoa ini adalah felidae atau kucing, siklus seksual hanya dapat berlangusng pada
hospes primer. Sementara siklus aseksual dapat berlangsung pada hospes sekunder
seperti hewan pengerat, mammalia, serta manusia.
Setelah ookista dikeluarkan dari tubuh kucing melalui tinja, ookista dapat
bertahan hingga 5 hari berada di lingkungan luar sampai akhirnya menjadi tidak
infektif. Bila ookista ini termakan oleh hospes sekunder, ookista segera berubah
menjadi bentuk takizoit, lalu takizoit ini bermigrasi menuju sel-sel otot serta saraf,
dan berubah menjadi bentuk bradizoit atau kista jaringan dan dapat bertahan seumur
hidup.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

Pada hospes imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun

yang

dbutuhkan untuk mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah. Akibatnya


takizoit menetap dan penghancuran progresif berlangsung dan dapat terjadi
kegagalan organ.
2.1.3

Manifestasi Klinis

Infeksi dari Toxoplasma gondii biasanya tidak atau hanya menimbulkan sedikit gejala
pada orang sehat. Gejala paling umum adalah limfadenopati, sedangkan gejala
lainnya seperti flu-like syndrome, lemas, dan nyeri otot. Bila Ibu yang sedang
mengandung sudah pernah menderita toxoplasmosis, bayi yang akan dilahirkan akan
terlindungi oleh antibody yang sudah terbentuk pada tubuh Ibu.
Namun bila Ibu yang mengandung belum pernah menderita toxoplasmosis
sebelumnya, dan terserang infeksi akut saat sedang mengandung atau maksimal 3
bulan sebelum konsepsi, infeksi dapat ditularkan ke bayi yang sedang dikandung.
Dampak yang dapat ditimbulkan kepada janin itupun beragam, tergantung dari
waktu terjadinya infeksi. Mulai dari hidrosefalus, mikrosefali, kalsifikasi intracranial,
kebutaan, anemia, hingga abortus.
2.1.4

Diagnosis Prenatal

Toxoplasmosis dapat didiagnosis dengan tes serologi. Kadar IgG dapat diukur dengan
Sabin-Feldman dye test, immunofluorescent antibody test, ELISA, IgG avidity test,
and agglutination and differential agglutination test. Hasil IgG yang negatif pada saat
sebelum atau awal kehamilan berarti Ibu tersebut berisiko terhadap infeksi. Tes
aviditas sendiri sudah menjadi standard untuk membedakan infeksi akut atau kronik.
Keberadaan antibody dengan aviditas tinggi dapat menyingkirkan kemungkinan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

infeksi akut, sedangkan antibody dengan aviditas rendah dapat bertahan hingga 3
bulan setelah infeksi.
Tes double-sandwich IgM ELISA dan IgM immunosorbent agglutination
assay (ISAGA) dapat digunakan untuk mendeteksi IgM. Antibody ini sendiri
meningkat dengan cepat dalam minggu pertama infeksi, dan juga dapat menurun
dengan cepat setelahnya. Keuntungan dari pemeriksaan IgM adalah hasil yang negatif
berarti menyingkirkan kemungkinan infeksi akut.
Bila hasil IgG dan IgM negatif memiliki arti sedang tidak mengalami infeksi
akut dan tidak pernah terinfeksi toxoplasma sebelumnya. Bila hasil IgG positif dan
IgM negatif, menandakan infeksi yang pernah terjadi dahulu. Jika kedua antibody
positif, memiliki arti infeksi akut atau false positif. Jika dicurigai adanya infeksi akut,
ulangi tes dalam 2 3 minggu. Peningkatan IgG hingga 4 kali lipat dalam jenjang
antar tes menunjukkan infeksi akut
Parasit juga dapat diisolasi dari darah atau cairan tubuh lain. Sehingga dapat
dilakukan kordosentesis yaitu pengambilan darah dari tali pusat atau amniosentesis
yaitu pengambilan cairan amnion dengan panduan USG. Namun pemeriksaan ini sulit
dan juga membutuhkan waktu yang lama. Pemeriksaan amniosentesis digunakan
ketika Ibu didiagnosa dengan infeksi akut atau bila tes serologi tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan infeksi akut, atau bila didapatkan hasil USG abnormal,
seperti kalsifikasi intrakranial, mikrosefal, atau hidrosefal.

2.1.5 Tatalaksana
Pengobatan pada Ibu hamil yang terinfeksi beragam, tergantung dari sudah terjadinya
infeksi janin atau belum. Bila Ibu positif terinfeksi, namun janin tidak, diberikan
spiramisin sebagai profilaksis dengan dosis 3g per hari yang dibagi dalam 3 dosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

REFERAT TORCH

setiap 8 jam, dan diberikan selama kehamilan berlangsung. Spiramisin bertujuan


untuk mencegah transmisi vertical dari Ibu ke janin.
Jika janin sudah terinfeksi, obat yang digunakan adalah pirimetamin dan
sulfadiazine. Pirimetamin adalah antagonis asam folat dan bekerja sinergis dengan
sulfadiazine. Pengobatan dapat ditambahkan dengan folinic acid atau leucovorin.
Namun obat ini tidak digunakan dalam trimester pertama, karena berpotensi
teratogenic. Kombinasi dari pirimetamin dan sulfadiazine memiliki dampak
signifikan terhadap penurunan tingkat keparahan penyakit.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

10

REFERAT TORCH

2.2 Rubella
2.2.1 Pendahuluan
Rubella atau Campak Jerman, adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh virus,
yang angka kejadiannya sudah menurun dengan vaksinasi. Pada orang sehat, penyakit
ini merupakan penyakit self-limiting. Namun jika penyakit ini menyerang Ibu yang
sedang mengandung, dapat memiliki dampak pada perkembangan janin.
Vaksin rubella dikenalkan pada tahun 1969, dan sudah sangat efektif. Tetapi
virus rubella sendiri masih belum sepenuhnya di eliminasi, sehingga rubella dan CRS
(Congenital Rubella Syndrome) masih menjadi suatu masalah yang harus
diperhatikan.
2.2.2

Manifestasi Klinis dan Patogenesis

Pada Ibu yang tidak mengandung, penyakit rubella biasanya ringan, self-limiting yang
ditandai dengan bercak merah yang khas. Kebanyakan rubella asimptomatik pada 25
50% kasus, selebihnya memiliki gejala prodromal seperti demam, konjungtivitis,
nyeri tenggorokan, pusing, dan malaise. Gejala ini dapat bertahan hingga 5 hari
sebelum akhirnya timbul bercak merah. Bercak biasanya timbul dari wajah lalu
menyebar ke badan dan ekstremitas, lalu menghilang sesuai dengan urutan timbulnya,
yaitu dari wajah ke ekstremitas.
CRS (Congenital Rubella Syndrome) memiliki arti bermanifestasinya infeksi
rubella pada janin. Infeksi ini memiliki dampak pada berbagai system, derajat
keparahannya tergantung pada waktu terjadinya infeksi. Infeksi vertical transplasental
dapat mengakitbakan gangguan perkembangan janin sehingga terjadinya abortus
spontan, IUGR, ataupun IUFD. Anak yang lahir dengan CRS dapat mengalami
berbagai gangguan pada berbagai system, seperti gangguan pendengaran pada 60
75% kasus, gangguan saraf dan atau gangguan penglihatan pada 10 25% kasus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

11

REFERAT TORCH

Penyebaran ke janin adalah dengan cara hematogen. Setelah melewati


plasenta, virus memasuki pembuluh darah janin dan menyebabkan kerusakan
cytopathic pada pembuluh darah dan iskemi pada organ-organ.
2.2.3

Diagnosis
Diagnosis infeksi Ibu dapat dilakukan dengan tes serologi. Hasil dianggap positif bila
terdapat peningkatan IgG hingga 4 kali lipat diantara tiap pemeriksaan, hasil IgM
yang positif, dan hasil kultur yang positif. Tes serologi paling baik dilakukan dalam 7
hari timbulnya bercak merah. Sedangkan kultur dari hidung, darah, tenggorokan, urin,
atau CSF dapat dilakukan 1 minggu sebelum atau 2 minggu sesudah timbulnya
bercak merah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

12

REFERAT TORCH

Sedangkan infeksi pada janin dapat dilakukan dengan metode PCR.


Pengambilan sampel dapat berupa cairan amnion atau darah janin. Cairan amnion
dapat diambil pada usia kehamilan 14 16 minggu, sedangkan darah janin dapat
diambil pada usia kehamilan 18 20 minggu.
2.2.4

Tatalaksana

Pengobatan pada rubella hanya bersifat simptomatis. Hal paling baik yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan vaksinasi. Ibu harus diberikan informasi tentang
kemungkinan penyebaran infeksi vertical dan kemungkinan pemberhentian
kehamilan, terutama jika infeksi primer terjadi pada usia kehamilan dibawah 16
minggu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

13

REFERAT TORCH

.3 Cytomegalovirus
2.31 Pendahuluan
Infeksi oleh Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi yang umum terjadi pada Ibu
hamil, dengan angka kejadian dari 0,2% hingga 2,2% atau berkisar setiap satu dari
150 bayi lahir dengan CMV kongenital, namun hanya satu dari lima bayi lahir dengan
CMV kongenital yang mengalami gangguan jangka panjang.
2.32

Manifestasi Klinis

Infeksi kongenital merupakan dampak dari penyebaran infeksi melalui transplasenta.


Penyebaran dapat terjadi karena infeksi primer ataupun sekunder. Sebanyak 10 15%
janin yang terinfeksi semasa kandungan mengalami gangguan perkembangan atau
IUGR, lahir prematur, mikrosefal, hepatosplenomegaly, petechiae, jaundice, anemia,
dan 20 30% dari mereka akan meninggal karena disseminated intravascular
coagulation, gangguan fungsi hati, atau terjadinya superinfeksi. Kebanyakan janin
tidak memiliki gejala saat masa kelahiran tiba, namun dampak jangka panjang yang
dapat timbul berupa tuli sensorineural, gangguan penglihatan, dan keterlambatan
perkembangan psikomotor.
2.33

Diagnosis

Langkah pertama dalam diagnosis CMV adalah dengan menentukan apakah infeksi
yang terjadi berupa infeksi primer atau sekunder, dengan cara tes serologi. Langkah
selanjutnya adalah melihat infeksi pada janin dengan cara non-invasive berupa USG,
atau dengan cara invasi berupa amniocentesis.
Untuk menentukan apakah infeksi yang terjadi berupa primer atau sekunder
dapat dilakukan dengan mengecek aviditas IgG. Ibu yang hamil dan memiliki IgG
dengan aviditas rendah bermakna bahwa Ibu mengalami infeksi primer, dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

14

REFERAT TORCH

sebaliknya Ibu yang hamil dan memiliki IgG dengan aviditas tinggi bermakna bahwa
Ibu mengalami infeksi sekunder atau infeksi rekuren.
Penularan infeksi ke janin terjadi pada 30 40% kasus infeksi primer.
Diagnosis CMV pada janin harus didasari dengan hasil kultur atau PCR. Pemeriksaan
dengan USG dapat membantu diagnosis, tapi hasilnya tidak spesifik. Isolasi virus
CMV dari cairan amnion merupakan gold standard untuk diagnosis penyakit ini,
karena memiliki sensivitas dan spesifitas yang tinggi. Kultur dapat dilakukan dengan
cara konvensional pada sel fibroblast. Pemeriksaan amniosentesis ini sebaiknya
dilakukan setelah 7 minggu sejak infeksi terjadi pada Ibu.
2.34

Tatalaksana

Walaupun kemampuan diagnosis untuk infeksi CMV sudah baik, namun masih tidak
ada pengobatan yang efektif, dan pilihan untuk terminasi kehamilan masih sering
diajukan ketika infeksi janin sudah terdiagnosis.
Study terkait penggunaan ganciclovir postnatal pada bayi dengan gejala CMV
kongenital menunjukkan adanya manfaat, terutama perbaikan pada fungsi
pendengaran.
Setiap janin yang terdiagnosis dengan CMV kongenital harus menjalani tes
pendengaran dan penglihatan secara rutin.
Pencegahan dari infeksi adalah hal yang utama, dan dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Karena CMV umum pada anak dengan rentang usia satu sampai tiga
tahun, jadi lakukan cuci tangan setelah kontak dengan mereka. Sementara untuk
vaksin, masih dalam perkembangan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

15

REFERAT TORCH

2.4 Herpes Simpleks


2.4.1 Pendahuluan
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi genitalia.
Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.
Pada janin, infeksi HSV memiliki 2 definisi, yaitu kongenital HSV, dimana
infeksi terjadi in utero atau melalui transplasenta; dan neonatal HSV, dimana infeksi
terjadi disaat mendekati proses pelahiran atau intrapartum atau postpartum dimana
transmisi melalui genital exposure ataupun kontak langsung.
2.4.2

Manifestasi Klinis

Gejala pada janin atau bayi dibagi menjadi 3 kelas utama, yaitu :
1. Infeksi pada kulit, mata, atau mulut
2. Infeksi pada system saraf pusat (ensefalitis, dengan atau tanpa gejala pada
kulit, mata atau mulut)
3. Disseminated disease
Diagnosis dari neonatal HSV dapat dilakukan dengan timbulnya gejala atau
hasil kultur yang positif setelah 48 jam postpartum.
Sedangkan HSV pada Ibu dapat dideskripsikan dalam beberapa cara, yaitu
infeksi primer, infeksi episode pertama non-primer, rekuren. Gejala umumnya berupa
tampak lesi vesikel unilateral atau bilateral dengan dasar eritema.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

16

REFERAT TORCH

Risiko untuk penyebaran infeksi ke janin lebih besar bila Ibu terinfeksi pada
kehamilan trimester ketiga karena Ibu belum dapat menyelesaikan serokonversi IgG
saat masa pelahiran tiba, sehingga bayi lahir tanpa perlindungan IgG dari Ibu. Dalam
kasus ini, risiko penularan sebesar 30 50%. Dalam kasus langka, penularan terjadi
in utero, dan dampak yang ditimbulkan sangat berat, berupa mikrosefal,
hepatosplenomegaly, IUGR dan IUFD.
2.4.3

Tatalaksana

Bila Ibu memiliki gejala klinis yang berat dari infeksi HSV, maka dapat diberikan
acyclovir, karena aman digunakan selama masa kehamilan. Bayi harus dilahirkan
dengan metode sectio caesarea bila Ibu memiliki lesi pada daerah genital yang
diduga karena HSV. Lesi pada daerah lain tidak perlu dilakukan section caesarea,
namun proses persalinan tetap harus dilakukan hati-hati.
Kultur dari bayi pun harus dilakukan setelah proses persalinan, dan juga
pengawasan terhadap bayi akan tanda-tanda klinis dari infeksi HSV. Bayi yang
terdiagnosis terinfeksi HSV dapat diberikan acyclovir dengan dosis 60mg/kgBB yang
dibagi dalam tiga dosis per hari secara intraveous dan diberikan selama 2 3 minggu
tergantung gejala yang dialami.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

17

REFERAT TORCH

2.5 Lainnya / Other


2.5.1 Sifilis
2.5.1.1 Definisi
Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan infeksi bakteri oleh Treponema
pallidum. Kongenital sifilis disebabkan perpindahan spirochete melalui jalur
transplasenta. Pada Ibu, sifilis dibagi menjadi 3 stadium, yaitu primer yang ditandai
dengan timbulnya lesi chancre sifilis yang khas, stadium sekunder yang ditandai
timbulnya bercak 2 10 minggu setelah sembuhnya chancre, stadium tersier yang
ditandai dengan gejala neurologis, kardiovaskular, dan lesi gumma.
2.5.1.2 Manifestasi Klinis
Pada bayi dengan kongenital sifilis dianggap pada stadium sekunder, yang diikuti
oleh fase laten atau tersier. Kongenital sifilis dibagi menjadi 2 klasifikasi, fase awal
(sebelum dua tahun) dan fase akhir (setelah dua tahun). Tanpa pengobatan, 40% bayi
meninggal, dan sisa 60% hidup tanpa gejala saat lahir dan akan menunjukkan
gejalanya kemudian.
Gejala awal pada infeksi kongenital meliputi beragam alat system tubuh. Bayi
dapat menunjukkan hemorrhagic nasal discharge, hepatosplenomegaly, jaundice,
limfadenopati, anemia hemolysis, trombositopeni, failure to thrive, dan lain-lain.
Sedangkan gejala akhirnya berupa inflamasi kronis dari tulang, gigi, dan system saraf
pusat.
2.5.1.3 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan ketika Treponema pallidum dilihat menggunakan mikroskop,
atau dideteksi dengan imunofluoresensi direk dengan specimen dari plasenta,
umbilicus, atau lesi kulit. Namun, tes serologi masih merupakan cara diagnosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

18

REFERAT TORCH

utama. VDRL dan RPR tes mendeteksi antibody terhadap cardiolipin. Walau tidak
spesifik terhadap sifilis, hasil kuantitatif tes ini berkorelasi terhadap aktifitas infeksi.
2.5.1.4 Tatalaksana
Secara umum, terapi yang efektif untuk kongenital sifilis adalah pemberian penisilin
10 hari (penicillin G 100.000 hingga 150.000 unit/kg/24jam yang dibagi setiap 12
jam untuk minggu pertama, dan setiap 8 jam untuk minggu berikutnya, atau procaine
penicillin G 50.000 unit/kg IM setiap hari selama 10 hari).
Bayi yang asimptomatis tetap di evaluasi dan diobati. Bayi asimptomatis
dianggap berisiko jika serologi dari Ibu positif, dan bila riwayat pengobatan Ibu tidak
diketahui atau belum adekuat, jika pengobatan selesai 30 hari sebelum proses
persalinan, jika Ibu diobati dengan antibiotic selain penisilin, atua jika titer
nontreponemal Ibu tidak menurun hingga kadar yang dapat dikatakan sembuh. Jika
pengobatan Ibu selesai lebih dari 30 hari sebelum proses persalinan, titer yang positif
pada bayi menunjukkan antibody pasif dan bayi tidak membutuhkan pengobatan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

19

REFERAT TORCH

2.5.2 Varicella Zooster


2.5.2.1 Definisi
Varicella-zoster adalah virus yang berhubungan erat dengan herpes simplex virus.
Infeksi primer menyebabkan chickenpox, dan virus dapat memasuki fase laten di
ganglia saraf dan dapat aktif kembali menyebabkan herpes zoster atau shingles.
Infeksi varicella pada Ibu hamil dapat berakibat fatal untuk Ibu ataupun janin. Namun
penularan ke janin hanya terjadi pada infeksi primer dan tidak untuk reinfeksi dari
fase laten.
2.5.2.2 Manifestasi Klinis
Sebanyak 25% janin terinfeksi ketika Ibu memiliki varicella saat mengandung, tapi
tidak semua janin mengalami gangguan, hanya sekitar 2% janin yang terinfeksi yang
mengalami gejala. Pada usia kehamilan 6 sampai 12 minggu, pertumbuhan
ekstremitas dapat terganggu, dan pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu,
pertumbuhan mata dan otak terganggu.
Anomali terkait sindrom varicella kongenital meliputi berbagai organ.
Terdapat gangguan kulit dengan lesi sikatriks, atrofi dari ekstremitas, dan kerusakan
yang signifikan pada system saraf autonom, yang berupa neurogenic bladder,
hydroureter, hydronephrosis, atau GERD dengan pneumonia aspirasi. Gangguan
system saraf pusat berupa mikrosefal, kejang, retardasi mental. Gangguan mata
berupa chorioretinitis, microphthalmia, dan katarak.
2.5.2.3 Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada riwayat chickenpox selama kehamilan Ibu. Virus tidak
dapat dikultur dari bayi, tetapi DNA nya dapat di deteksi oleh PCR. Bayi yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

20

REFERAT TORCH

terinfeksi memiliki VZV-specific IgM dan IgG yang dapat di deteksi dari darah tali
pusat.
2.5.2.4 Tatalaksana
Antivirus acyclovir dapat diberikan pada Ibu hamil dengan gejal varicella yang berat.
Tidak seperti rubella atau CMV, varicella tidak aktif bereplikasi setelah proses
persalinan, sehingga pemberian antivirus pada bayi dengan infeksi kongenital tidak
memiliki manfaat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

21

REFERAT TORCH

2.5.3 Parvovirus B19


2.5.3.1 Definisi
Virus ini menyebabkan exanthema virus atau slapped cheek disease yang
dikemukakan pada tahun 1983. Pada usia 15 tahun, 50% remaja sudah memiliki
antibody IgG terhadap virus ini. Transmisi melalui udara atau droplet. Pada dewasa,
infeksi biasanya bersifat asimptomatis atau memiliki gejala ringan berupa bercak
merah dan arthralgia.
2.5.3.2 Manifestasi Klinis
Infeksi pada Ibu hamil dapat menyebabkan miscarriage dan hydrops fetalis. Edema
masif pada pericardial, pleural, dan rongga peritoneal merupakan karakteristik dari
hydrops fetalis. Patogenesisnya berupa gagal jantung akibat anemia berat yang
disebabkan terganggunya pembentukkan sel darah merah karena aktifitas virus.
2.5.3.3 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan DNA virus dari cairan amnion, darah
atau jaringan janin, dan juga dapat digunakan metode PCR.
2.5.3.4 Tatalaksana
Tatalaksana pada infeksi virus ini masih belum jelas, karena Ibu yang terinfeksi
mentransmisikan penyakitnya saat masa prodromal, yaitu sebelum timbulnya bercak
merah. Transfusi intrauterine telah sukses pada beberapa janin dengan hydrops
fetalis, namun belum ada study yang mengatakan tentang meningkatnya
kemungkinan untuk hidup dengan tindakan ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

22

REFERAT TORCH

BAB 3
KESIMPULAN
TORCH

adalah

singkatan

dari

Toxoplasma

gondii

(Toxo), Other (Sifilis,

Parvovirus B19), Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus.


Infeksi maternal oleh mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kelainan
kongenital, persalinan preterm, IUFD, infeksi neonatal. Bayi yang lahir dengan infeksi
kongenital TORCH juga dapat memiliki kelainan dampak panjang seperti gangguan
penglihatan, gangguan pandengaran, infeksi SSP, serta kegagalan fungsi beberapa
organ. Karena buruknya dampak yang dapat ditimbulkan oleh infeksi TORCH,
dianjurkan kepada semua Ibu hamil untuk rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau komplikasi yang lebih buruk.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

23

Anda mungkin juga menyukai