Referat TORCH RSUD Ciawi
Referat TORCH RSUD Ciawi
TORCH
Pembimbing:
Dr. Freddy Dinata, Sp. OG
Penyusun:
Andrea Riva (406161016)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSUD CIAWI
PERIODE 22 AGUSTUS 29 OKTOBER 2016
REFERAT TORCH
LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Tarumanagara
Tingkat
Bidang Pendidikan
: TORCH
Diajukan
: Oktober 2016
Pembimbing
Pembimbing
RSUD Ciawi
REFERAT TORCH
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul TORCHini dapat diselesaikan. Adapun maksud
penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kebidanan dan Kandungan di RSUD Ciawi periode 22 Agustus 29 Oktober 2016.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Freddy Dinata, Sp. OG, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSUD Ciawi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di
tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua
pihak yang membutuhkan.
Penyusun
REFERAT TORCH
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Toxoplasmosis................................................................................................6
2.2 Rubella..........................................................................................................11
2.3 Cytomegalovirus...........................................................................................14
2.4 Herpes Simpleks...........................................................................................16
2.5 Lainnya.........................................................................................................18
BAB 3 KESIMPULAN .......................................................................................23
REFERAT TORCH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
REFERAT TORCH
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Toxoplasmosis
2.1.1 Pendahuluan
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan parasit Toxoplasma gondii. Parasit
ini merupakan suatu protozoa intraseluler yang temasuk kedalam filum Apicomplexa
dan subklas Coccidian.
Toxoplasmosis telah lama diketahui sebagai penyebab utama kelainan
kongenital pada bayi seperti, toxoplasmosis kongenital, abortus, lahir mati dan
prematuritas.
REFERAT TORCH
2.1.2 Patogenesis
Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii sebagai penyakit zoonosis yaitu
infeksi pada manusia dan binatang. Toxoplasma gondii dapat timbul di seluruh dunia
dan merupakan salah satu infeksi parasitik paling utama pada manusia.
Protozoa ini memiliki siklus hidup seksual dan aseksual. Hospes primer dari
protozoa ini adalah felidae atau kucing, siklus seksual hanya dapat berlangusng pada
hospes primer. Sementara siklus aseksual dapat berlangsung pada hospes sekunder
seperti hewan pengerat, mammalia, serta manusia.
Setelah ookista dikeluarkan dari tubuh kucing melalui tinja, ookista dapat
bertahan hingga 5 hari berada di lingkungan luar sampai akhirnya menjadi tidak
infektif. Bila ookista ini termakan oleh hospes sekunder, ookista segera berubah
menjadi bentuk takizoit, lalu takizoit ini bermigrasi menuju sel-sel otot serta saraf,
dan berubah menjadi bentuk bradizoit atau kista jaringan dan dapat bertahan seumur
hidup.
REFERAT TORCH
yang
Manifestasi Klinis
Infeksi dari Toxoplasma gondii biasanya tidak atau hanya menimbulkan sedikit gejala
pada orang sehat. Gejala paling umum adalah limfadenopati, sedangkan gejala
lainnya seperti flu-like syndrome, lemas, dan nyeri otot. Bila Ibu yang sedang
mengandung sudah pernah menderita toxoplasmosis, bayi yang akan dilahirkan akan
terlindungi oleh antibody yang sudah terbentuk pada tubuh Ibu.
Namun bila Ibu yang mengandung belum pernah menderita toxoplasmosis
sebelumnya, dan terserang infeksi akut saat sedang mengandung atau maksimal 3
bulan sebelum konsepsi, infeksi dapat ditularkan ke bayi yang sedang dikandung.
Dampak yang dapat ditimbulkan kepada janin itupun beragam, tergantung dari
waktu terjadinya infeksi. Mulai dari hidrosefalus, mikrosefali, kalsifikasi intracranial,
kebutaan, anemia, hingga abortus.
2.1.4
Diagnosis Prenatal
Toxoplasmosis dapat didiagnosis dengan tes serologi. Kadar IgG dapat diukur dengan
Sabin-Feldman dye test, immunofluorescent antibody test, ELISA, IgG avidity test,
and agglutination and differential agglutination test. Hasil IgG yang negatif pada saat
sebelum atau awal kehamilan berarti Ibu tersebut berisiko terhadap infeksi. Tes
aviditas sendiri sudah menjadi standard untuk membedakan infeksi akut atau kronik.
Keberadaan antibody dengan aviditas tinggi dapat menyingkirkan kemungkinan
REFERAT TORCH
infeksi akut, sedangkan antibody dengan aviditas rendah dapat bertahan hingga 3
bulan setelah infeksi.
Tes double-sandwich IgM ELISA dan IgM immunosorbent agglutination
assay (ISAGA) dapat digunakan untuk mendeteksi IgM. Antibody ini sendiri
meningkat dengan cepat dalam minggu pertama infeksi, dan juga dapat menurun
dengan cepat setelahnya. Keuntungan dari pemeriksaan IgM adalah hasil yang negatif
berarti menyingkirkan kemungkinan infeksi akut.
Bila hasil IgG dan IgM negatif memiliki arti sedang tidak mengalami infeksi
akut dan tidak pernah terinfeksi toxoplasma sebelumnya. Bila hasil IgG positif dan
IgM negatif, menandakan infeksi yang pernah terjadi dahulu. Jika kedua antibody
positif, memiliki arti infeksi akut atau false positif. Jika dicurigai adanya infeksi akut,
ulangi tes dalam 2 3 minggu. Peningkatan IgG hingga 4 kali lipat dalam jenjang
antar tes menunjukkan infeksi akut
Parasit juga dapat diisolasi dari darah atau cairan tubuh lain. Sehingga dapat
dilakukan kordosentesis yaitu pengambilan darah dari tali pusat atau amniosentesis
yaitu pengambilan cairan amnion dengan panduan USG. Namun pemeriksaan ini sulit
dan juga membutuhkan waktu yang lama. Pemeriksaan amniosentesis digunakan
ketika Ibu didiagnosa dengan infeksi akut atau bila tes serologi tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan infeksi akut, atau bila didapatkan hasil USG abnormal,
seperti kalsifikasi intrakranial, mikrosefal, atau hidrosefal.
2.1.5 Tatalaksana
Pengobatan pada Ibu hamil yang terinfeksi beragam, tergantung dari sudah terjadinya
infeksi janin atau belum. Bila Ibu positif terinfeksi, namun janin tidak, diberikan
spiramisin sebagai profilaksis dengan dosis 3g per hari yang dibagi dalam 3 dosis
REFERAT TORCH
10
REFERAT TORCH
2.2 Rubella
2.2.1 Pendahuluan
Rubella atau Campak Jerman, adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh virus,
yang angka kejadiannya sudah menurun dengan vaksinasi. Pada orang sehat, penyakit
ini merupakan penyakit self-limiting. Namun jika penyakit ini menyerang Ibu yang
sedang mengandung, dapat memiliki dampak pada perkembangan janin.
Vaksin rubella dikenalkan pada tahun 1969, dan sudah sangat efektif. Tetapi
virus rubella sendiri masih belum sepenuhnya di eliminasi, sehingga rubella dan CRS
(Congenital Rubella Syndrome) masih menjadi suatu masalah yang harus
diperhatikan.
2.2.2
Pada Ibu yang tidak mengandung, penyakit rubella biasanya ringan, self-limiting yang
ditandai dengan bercak merah yang khas. Kebanyakan rubella asimptomatik pada 25
50% kasus, selebihnya memiliki gejala prodromal seperti demam, konjungtivitis,
nyeri tenggorokan, pusing, dan malaise. Gejala ini dapat bertahan hingga 5 hari
sebelum akhirnya timbul bercak merah. Bercak biasanya timbul dari wajah lalu
menyebar ke badan dan ekstremitas, lalu menghilang sesuai dengan urutan timbulnya,
yaitu dari wajah ke ekstremitas.
CRS (Congenital Rubella Syndrome) memiliki arti bermanifestasinya infeksi
rubella pada janin. Infeksi ini memiliki dampak pada berbagai system, derajat
keparahannya tergantung pada waktu terjadinya infeksi. Infeksi vertical transplasental
dapat mengakitbakan gangguan perkembangan janin sehingga terjadinya abortus
spontan, IUGR, ataupun IUFD. Anak yang lahir dengan CRS dapat mengalami
berbagai gangguan pada berbagai system, seperti gangguan pendengaran pada 60
75% kasus, gangguan saraf dan atau gangguan penglihatan pada 10 25% kasus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
11
REFERAT TORCH
Diagnosis
Diagnosis infeksi Ibu dapat dilakukan dengan tes serologi. Hasil dianggap positif bila
terdapat peningkatan IgG hingga 4 kali lipat diantara tiap pemeriksaan, hasil IgM
yang positif, dan hasil kultur yang positif. Tes serologi paling baik dilakukan dalam 7
hari timbulnya bercak merah. Sedangkan kultur dari hidung, darah, tenggorokan, urin,
atau CSF dapat dilakukan 1 minggu sebelum atau 2 minggu sesudah timbulnya
bercak merah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
12
REFERAT TORCH
Tatalaksana
Pengobatan pada rubella hanya bersifat simptomatis. Hal paling baik yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan vaksinasi. Ibu harus diberikan informasi tentang
kemungkinan penyebaran infeksi vertical dan kemungkinan pemberhentian
kehamilan, terutama jika infeksi primer terjadi pada usia kehamilan dibawah 16
minggu.
13
REFERAT TORCH
.3 Cytomegalovirus
2.31 Pendahuluan
Infeksi oleh Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi yang umum terjadi pada Ibu
hamil, dengan angka kejadian dari 0,2% hingga 2,2% atau berkisar setiap satu dari
150 bayi lahir dengan CMV kongenital, namun hanya satu dari lima bayi lahir dengan
CMV kongenital yang mengalami gangguan jangka panjang.
2.32
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Langkah pertama dalam diagnosis CMV adalah dengan menentukan apakah infeksi
yang terjadi berupa infeksi primer atau sekunder, dengan cara tes serologi. Langkah
selanjutnya adalah melihat infeksi pada janin dengan cara non-invasive berupa USG,
atau dengan cara invasi berupa amniocentesis.
Untuk menentukan apakah infeksi yang terjadi berupa primer atau sekunder
dapat dilakukan dengan mengecek aviditas IgG. Ibu yang hamil dan memiliki IgG
dengan aviditas rendah bermakna bahwa Ibu mengalami infeksi primer, dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
14
REFERAT TORCH
sebaliknya Ibu yang hamil dan memiliki IgG dengan aviditas tinggi bermakna bahwa
Ibu mengalami infeksi sekunder atau infeksi rekuren.
Penularan infeksi ke janin terjadi pada 30 40% kasus infeksi primer.
Diagnosis CMV pada janin harus didasari dengan hasil kultur atau PCR. Pemeriksaan
dengan USG dapat membantu diagnosis, tapi hasilnya tidak spesifik. Isolasi virus
CMV dari cairan amnion merupakan gold standard untuk diagnosis penyakit ini,
karena memiliki sensivitas dan spesifitas yang tinggi. Kultur dapat dilakukan dengan
cara konvensional pada sel fibroblast. Pemeriksaan amniosentesis ini sebaiknya
dilakukan setelah 7 minggu sejak infeksi terjadi pada Ibu.
2.34
Tatalaksana
Walaupun kemampuan diagnosis untuk infeksi CMV sudah baik, namun masih tidak
ada pengobatan yang efektif, dan pilihan untuk terminasi kehamilan masih sering
diajukan ketika infeksi janin sudah terdiagnosis.
Study terkait penggunaan ganciclovir postnatal pada bayi dengan gejala CMV
kongenital menunjukkan adanya manfaat, terutama perbaikan pada fungsi
pendengaran.
Setiap janin yang terdiagnosis dengan CMV kongenital harus menjalani tes
pendengaran dan penglihatan secara rutin.
Pencegahan dari infeksi adalah hal yang utama, dan dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Karena CMV umum pada anak dengan rentang usia satu sampai tiga
tahun, jadi lakukan cuci tangan setelah kontak dengan mereka. Sementara untuk
vaksin, masih dalam perkembangan.
15
REFERAT TORCH
Manifestasi Klinis
Gejala pada janin atau bayi dibagi menjadi 3 kelas utama, yaitu :
1. Infeksi pada kulit, mata, atau mulut
2. Infeksi pada system saraf pusat (ensefalitis, dengan atau tanpa gejala pada
kulit, mata atau mulut)
3. Disseminated disease
Diagnosis dari neonatal HSV dapat dilakukan dengan timbulnya gejala atau
hasil kultur yang positif setelah 48 jam postpartum.
Sedangkan HSV pada Ibu dapat dideskripsikan dalam beberapa cara, yaitu
infeksi primer, infeksi episode pertama non-primer, rekuren. Gejala umumnya berupa
tampak lesi vesikel unilateral atau bilateral dengan dasar eritema.
16
REFERAT TORCH
Risiko untuk penyebaran infeksi ke janin lebih besar bila Ibu terinfeksi pada
kehamilan trimester ketiga karena Ibu belum dapat menyelesaikan serokonversi IgG
saat masa pelahiran tiba, sehingga bayi lahir tanpa perlindungan IgG dari Ibu. Dalam
kasus ini, risiko penularan sebesar 30 50%. Dalam kasus langka, penularan terjadi
in utero, dan dampak yang ditimbulkan sangat berat, berupa mikrosefal,
hepatosplenomegaly, IUGR dan IUFD.
2.4.3
Tatalaksana
Bila Ibu memiliki gejala klinis yang berat dari infeksi HSV, maka dapat diberikan
acyclovir, karena aman digunakan selama masa kehamilan. Bayi harus dilahirkan
dengan metode sectio caesarea bila Ibu memiliki lesi pada daerah genital yang
diduga karena HSV. Lesi pada daerah lain tidak perlu dilakukan section caesarea,
namun proses persalinan tetap harus dilakukan hati-hati.
Kultur dari bayi pun harus dilakukan setelah proses persalinan, dan juga
pengawasan terhadap bayi akan tanda-tanda klinis dari infeksi HSV. Bayi yang
terdiagnosis terinfeksi HSV dapat diberikan acyclovir dengan dosis 60mg/kgBB yang
dibagi dalam tiga dosis per hari secara intraveous dan diberikan selama 2 3 minggu
tergantung gejala yang dialami.
17
REFERAT TORCH
18
REFERAT TORCH
utama. VDRL dan RPR tes mendeteksi antibody terhadap cardiolipin. Walau tidak
spesifik terhadap sifilis, hasil kuantitatif tes ini berkorelasi terhadap aktifitas infeksi.
2.5.1.4 Tatalaksana
Secara umum, terapi yang efektif untuk kongenital sifilis adalah pemberian penisilin
10 hari (penicillin G 100.000 hingga 150.000 unit/kg/24jam yang dibagi setiap 12
jam untuk minggu pertama, dan setiap 8 jam untuk minggu berikutnya, atau procaine
penicillin G 50.000 unit/kg IM setiap hari selama 10 hari).
Bayi yang asimptomatis tetap di evaluasi dan diobati. Bayi asimptomatis
dianggap berisiko jika serologi dari Ibu positif, dan bila riwayat pengobatan Ibu tidak
diketahui atau belum adekuat, jika pengobatan selesai 30 hari sebelum proses
persalinan, jika Ibu diobati dengan antibiotic selain penisilin, atua jika titer
nontreponemal Ibu tidak menurun hingga kadar yang dapat dikatakan sembuh. Jika
pengobatan Ibu selesai lebih dari 30 hari sebelum proses persalinan, titer yang positif
pada bayi menunjukkan antibody pasif dan bayi tidak membutuhkan pengobatan.
19
REFERAT TORCH
20
REFERAT TORCH
terinfeksi memiliki VZV-specific IgM dan IgG yang dapat di deteksi dari darah tali
pusat.
2.5.2.4 Tatalaksana
Antivirus acyclovir dapat diberikan pada Ibu hamil dengan gejal varicella yang berat.
Tidak seperti rubella atau CMV, varicella tidak aktif bereplikasi setelah proses
persalinan, sehingga pemberian antivirus pada bayi dengan infeksi kongenital tidak
memiliki manfaat.
21
REFERAT TORCH
22
REFERAT TORCH
BAB 3
KESIMPULAN
TORCH
adalah
singkatan
dari
Toxoplasma
gondii
23