Anda di halaman 1dari 23

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalamkeadaan anaero

bik (tanpa oksigen)Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor
elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa
komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam
butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam
fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol
lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang
tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk
fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya.
Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan
pada otot.
A. Adapun tipe-tipe fermentasi dan reaksinya adalah sebagai berikut:
1. Fermentasi Alkohol
Beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol
dan CO2 dalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses
ini sama dengan glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi
enzim berikutnya adalah reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan
reaksi reduksi asetaldehida menjadi alkohol. Dalam reaksi pertama piruvat
didekarboksilasi diubah menjadi asetaldehida dan CO2 oleh piruvat
dekarboksilase, suatu enzim yang tidak terdapat dalam hewan. Reaksi
dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak reversible, membutuhkan ion Mg2+
dan koenzim tiamin pirofosfat. Reksi berlangsung melalui beberapa senyawa
antara yang terikat secara kovalen pada koenzim. Dalam reaksi terakhir,
asetaldehida direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase,
menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO2 merupakan hasil akhir
fermentasi alkohol, dan jumlah energi yang dihasilkan sama dengan glikolisis
anaerob, yaitu 2 ATP.

2. Fermentasi Asam Laktat


Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu
digunakan dalam industri susu untuk membuat keju dan yoghurt. Aseton dan
methanol merupakan beberapa produk samping fermentasi mikroba jenis lain
yang penting secara komersil. Dalam fermentasi asam laktat, piruvat direduksi
langsung oleh NADH untuk membentuk laktat sebagai produk limbahnya, tanpa
melepaskan CO2. Pada sel otot manusia, fermentasi asam laktat dilakukan apabila
suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah
dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh
darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
Bakteri asam laktat mampu mengebah glukosa menjadi asam laktat. Bakeri
tersebut adalah Laktobbacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan
Bifidobacterium. Ada 2 kelompok fermentasi asam laktat, yaitu homofermentatif
dan heterofermentatif. Homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur
EMP dan heterofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur HMP.
a. Fermentasi Asam Laktat Homofermentatif
Bakteri asam laktat homofermentatif menghasilkan mayoritas asam laktat
dengan sedikit produk samping, yaitu gliserol, etanol, asetat, format dan CO2.
Bakteri asam laktat homofermentatif mengoksidasi glukosa menjadi 2 asam
piruvat melalui jalur EMP. Pada jalur itu menghasilkan 2 ATP. NADH yang
dihasilkan pada jalur itu dipakai untuk mereduksi piruvat menjadi asam laktat.
Reaksi keseluruhan sebagai berikut.
Adanya produk samping, karena bakteri asam laktat homofermentatif
mempunyai berbagai enzim yang dapat mengubah piruvat menjadi etanol dan
CO2, asetat, format, serta laktat. Jika piruvat tidak segera diubah menjadi produk
di atas, NADH dipakai untuk mereduksi dihidroksi aseton fosfat menjadi gliserol.
b. Fermentasi asam laktat Heterofermentatif
Pada fermentasi asam laktat heterofermentatif bakteri yang dikibatkan
adalah bakteri gram positif yang tidak membentuk spora dan dapat

memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat, yakni umumnya


menggunakan bakteri Leuconostoc dan Streptococcus. Bakteri asam laktat
heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga menghasilakn CO2, etanol
(umumnya), dan asam asetat. Hal tersebut disebabkan karena mereka
mengoksidasi glukosa menjadi asam piruvat dan asetil fosfat melalui HMP.
Piruvat kemudian direduksi menjadi asam laktat, sedangkan asetil fosfat
kemudian direduksi menjadi etanol. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan
heksosa isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan
CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa (golongan
karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa
monofosfat atau pentosa fosfat Pada jalur berikut menghasilkan 1 ATP. Reaksi
keseluruhannya sebagai berikut. (Anonim, 2011)
Urutan reaksi pada jalur tersebut yaitu pertama-tama glukosa akan
difosforilasi menjadi Glukosa 6-fosfat dengan bantuan heksokinase. Glukosa 6fosfat menjadi 6-Fosfoglukonolakton dengan bantuan 6-fosfat dehidrogenase
(terjadi pembentukan NADPH). 6-Fosfoglukonolakton direduksi (didehidrasi)
menjadi 6-fosfoglukonat dengan bantuan laktanase. 6-Fosfoglukonat
didekarboksilasi menjadi Ribulosa 5-fosfat yang dibantu oleh 6-Fosfoglukonat
dehidrogenase (terjadi pembentukan NADPH). Kemudian, Ribulosa 5-fosfat
diisomerasi menjadi Xilulosa 5-fosfat dengan bantuan Ribulosa 5-fosfat
epimerase. Xilulosa 5-fosfat dipecah menjadi Gliseraldehid 3-fosfat dan Asetil
fosfat yang dibantu oleh fosfoketolase. Pada Gliseraldehid 3-fosfat akan diubah
menjadi piruvat kemudian akan menjadi asam laktat yang dibantu oleh laktat
dehidrogenase, sedangkan pada Asetil fosfat akan dipecah menjadi Asetaldehid
dan Asetat (jarang terjadi). Pada Asetaldehid fosfat akan kembali dipecah menjadi
Etanol.
Bakteri Streptococcus mutans mempunyai kemampuan dalam
memfermentasi glukosa menjadi asam laktat (heterofermentatif) dalam suasana
aerob. Pada kondisi aerob NADH dioksidasi menjadi NAD+ dengan bantuan
oksigen dan NADH oksidase. Oleh karena itu, terdapat perubahan produk, etanol
diubah menjadi asetil KoA dan kemudian menjadi asetat. Perubahan asetil KoA

menjadi asam asetat menghasilkan ATP. Jamur Rhizopus oryzae juga mempunyai
kemampuan memfermentasi karbohidrat (pati dan glukosa) menjadi etanol dan
asam laktat secara aerob. (Purwoko, 2007)
3. Fermentasi Propionat
Propionat merupakan produk akhir fermentasi gula dan pati. Sebagian
besar energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi laktosa diperoleh
dari propionat. Bahan dengan kandungan karbohidrat mudah terfermentasi
sehingga menghasilkan propionat dan butirat relatif lebih tinggi daripada asetat.
Propionat dianggap lebih efisien sebagai sumber energi karena fermentasi dalam
produksi propionat menghasilkan lebih sedikit gas metan dan karbondioksida.
Propionat, asetat, dan karbon dioksida merupakan produk utama dari fermentasi
laktat, glukosa dan gliserol oleh Propionibacterium, Veillonella, Bacteroides, dan
beberapa Clostridium spp. Hipotesis awal menyatakan bahwa langkah awal
fermentasi propionat adalah dehidrasi laktat menjadi akrilat. Akrilat kemudian
diredukasi menjadi propionat. Rute tersebut teramati pada Clostridium
propionicum, Bacteroides rumocola, dan Peptostreptococcus. Pada
Propionibacterium dan Veillonella pembentukan propionat melalui rute yang lebih
kompleks. (Purwoko, 2007)
a. Pada Clostridium propionicum
Clostridium propionicum mampu memfermentasi asam laktat menjasi
asetat (melalui jalur asetil KoA) dan propionat (memlalui jalur akrilil KoA) dan
menghasilkan 1 ATP. Satu molekul laktat didehidrogenasi menjasi piruvat oleh
laktat dehidrogenase. Piruvat didehidrogesi dan dekarboksilasi menjadi asetil KoA
oleh piruvatferedoksin oksidoreduktaase. Gugus fosfat menggantikan gugus KoA
oleh fosfotransasetilase, sehingga Asetil KoA diubah menjadi asetil fosfat. Asetil
fosfat didefosforilasi (dikopling dengan sintesis ATP) menjadi asetat oleh
asetatkinase. Pada jalur tersebut menghasilkan 1 ATP, 1 CO2, dan 4 elektron.
Empat elektron dipakai untuk mereduksi 2 molekul laktat menjadi 2 molekul
propionat. Gugus KoA (berasal dari propionil KoA) ditransfer ke laktat oleh KoA

transferase, sehingga menjadi laktil KoA. Laktil KoA terdehidrasi menjadi akrilil
KoA. Reaksi itu dikatalis oleh akrililase. Akrilil KoA direduksi menjadi propionil
KoA oleh pripionil KoA dehidrogenase. Propionil KoA diubah menjadi propionat.
b. Pada Propionibacterium
Propionibacterium memfermentasi laktat, triosa, dan heksana menjadi
propionat (jalur suksinat propionat), asetat (jalur asetil KoA), dan karbon
dioksida. Tiga molekul laktat diubah menjadi tiga molekul piruvat oleh laktat
dehidrogenase. Satu molekul piruvat diubah menjadi satu molekul asetat sama
seperti C. propionicum. Fermentasi laktat menjadi asetat menghasilkan 2 elektron
dan perubahan 2 molekul laktat menjadi 2 molekul piruvat menghasilkan 6
elektron. Delapan electron tersebut dipakai untuk mereduksi piruvat menjadi
propionat. Piruvat dikarboksilasi (berasal dari dekarboksilasi metilmalonil KoA)
menjadi oksaloasetat oleh transkarboksilase. Reduksi oksaloasetat menjadi malat
oleh malat dehidrogenase. Malat dihidrasi menjadi fumarat oleh fumarase.
Fumarat direduksi menjadi suksinat oleh fumarat reduktase. Transfer gugus KoA
(berasal dari propionil KoA) ke suksinat, sehingga menjadi suksinil KoA. Reaksi
itu dikatalis oleh suksinil KoA transferase. Rearansemen suksinil KoA menjadi
metal malonil KoA oleh transkarboksilase, sehingga menjadi propionil KoA.
Propionil KoA diubah menjadi propionat. Secara teoritis rasio
Tampak bahwa reduksi piruvat menjadi suksinil KoA merupakan rute
pada jalur reduktif-asam sitrat. Jadi, boleh dikatakan bahwa fermentasi propionat
pada Propionibacterium melalui jalur reduktif-asam sitrat. Produksi propionat dan
asetat dapat ditingkatkan, jika gas CO2 diturunkan.
4. Fermentasi Butirat
Fermentasi butirat dilakukan oleh Clostridium sp. yang merupakan
bakteri penghasil spora heterogenus sebagai sakarolitik dan proteolitik. Tergolong
bakteri anaerob. Berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ujung bulat,
herukuran 0,7 mikron x 5,0 terpisah-pisah, berpasangan dalam rantai pendek;
kadang-kadang membentuk filamen pajang, dapat bergerak secara aktif. Spora

berbentuk bulat telur, eksentrik atau sub-terminal membentuk clostridium.


Bersifat gram positif yang dapat berubah menjadi gram negatif. Mengubah susu
lakmus menjadi asam, cepat menggumpal dan kehilangan warna. Tumbuh baik
pada suhu antara 30 dan 37 C. Dapat dikucilkan dan keju, susu yang asam,
bahan-bahan nabati berpati yang mengalami fermentasi Asam butirat dan dan
tanah. Dalam fermentasi menghasilkan asam butirat, asam cukak, butanol dan
isopropanol.
Clostridium proteolitik sangat penting untuk mendekomposisi anaerob
yang disebut putrefaction. Clostridium butyricum mampu memfermentasi
karbohidrat menjadi butirat dengan produk lain seperti gas hidrogen, karbon
dioksida, dan sedikit asetat.
Glukosa dipecah menjadi piruvat melalui EMP (menghasilkan 4 elektron
dan 2 ATP). Piruvat didekarboksilasi oleh piruvatferedoksi eksidoreduktase
menjadi asetil KoA dan CO2 . H2 diperoleh dari aktivitas oksidasi hidrogenase
terhadap feredoksin. Dua molekul asetil KoA dan CO2 berkondensasi
menghasilkan asetoasetil KoA dengan bantuan asetil KoA asetiltransferase.
Asetoasetil KoA direduksi menjadi Beta-hidroksibutiril KoA oleh dehidrogenase.
Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi menjadi krotonil KoA oleh krotonase.
Krotonil KoA direduksi menjaadi butiril KoA oleh butiril KoA dehidrogenase.
Penggantiaan gugus KoA oleh fosfat mengakibatkan butiril KoA menjadi butiril
fosfat.Reaksi tersebut dikatalisis oleh fosfotransbutirilase. Butiril fosfat
didefosforilasi menjadi butirat oleh butirat kinase.
Clostridium tyrobutyricum mampu memproduksi butirat dan asetat dari
glukosa. Untuk menurunkan produksi asetat, gen pta yang mengkode aseta kinase
dapat dihilangkan. Meskipun gen pta dihilangkan tetapi Clostridium
tyrobutyricummasih mampu menghasilkan asetat.
Bakteri rumen Butyrivibrio fibrisolvens mampu memfermentasi glukosa
menjadi butirat. Fermentasi glukosa menjadi butirat oleh Butyrivibrio
fibrisolvensmelalui jalur yang sama dengan Clostridium. Pada fase pertumbuhan
tinggi (fase eksponensial) glukosa difermentasi menjadi butirat, asetat, H2, dan
CO2 . Asetat merupakan produk samping dan diperoleh dari fosforilasi asetil KoA

menjadi asetil fosfat oleh fosfotransasetilase. Asetil fosfat kemudian


didefosforilasi menjadi asetat oleh asetat kinase.
Ketika sel masuk ke fase statis dan kandungan butirat tinggi, terjadi
fermentasi glukosa dan pentosa menjadi aseton. Selain itu, terjadi konsumsi
butirat asetaat menjadi butanol dan etanol.
Glukosa dan pentosa diglikolisis menjadi piruvat yang kemudian
didekarboksilasi menjadi asetil KoA oleh piruvatferedoksin oksidoreduktase.
Kondensasi 2 molekul asetil KoA menjadi asetoasetil KoA oleh transasetilase.
Asetoasetat dipecah menjadi aseton dan CO2 oleh asetoasetat dekarboksilase.
Gugus KoA dari asetoasetil KoA ditransfer ke butirat atau asetat, sehingga
menjadi butiril KoA atau asetil KoA. Reaksi tersebut dikatalisis oleh asetoasetil
KoA-butirat atau asetat-KoA transferase. Butiril KoA direduksi menjadi
butiraldehid oleh butiraldehid dehidrogenase, kemuadian direduksi menjadi
butanol oleh butanol dehidrogenase. Sedangkan asetil KoA direduksi menjadi
asetildehid oleh asetildehid dehidrogenase, kemudian direduksi menjadi etanol.
Peran Fermentasi Butirat untuk menghambat pertumbuhan kanker
kolorektal. Kolon (usus besar) merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan
yang terletak setelah usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden),
kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon
desenden). Rektum merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang
berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang
berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid. Kolon berbentuk sebuah
tabung (lumen) yang dilapisi oleh sel-sel khusus yang disebut sel-sel epitel
kolonik. Sel-sel ini selalu membelah diri secara teratur, dan kanker kolon mungkin
terjadi jika proses pembelahan sel-sel epithelial mengalami penyimpangan.
Kanker yang menyerang kolon disebut kanker kolon dan kanker yang menyerang
rectum disebut kanker rectum (rectal). Kanker yang menyerang kedua bagian ini
disebut kanker kolorektal. Seperti kanker lainnya, kanker kolorektal tumbuh
relatif cepat, dapat menyusup (infiltrasi) dan merusak jaringan disekitarnya serta
menyebar (metastasis) ke organ yang lebih jauh dari tempat asal tumbuhnya
melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah. Penanganan yang tidak

tepat pada akhirnya akan menyebabkan kematian. Di Amerika Serikat, kanker


kolorektal menempati urutan ke-4 dari kanker yang paling sering menyerang pria
setelah kanker kulit, prostat dan paru-paru. Pada wanita, kanker kolorektal juga
menempati urutan ke-4 setelah kanker kulit, payudara dan kanker paru-paru
(National Cancer Institute NCI, 2006). Fermentasi prebiotik oleh mikroflora di
dalam saluran pencernaan akan menghasilkan berbagai komponen yang
bermanfaat terhadap kesehatan inangnya. Salah satu dari komponen tersebut
adalah asam butirat, yang masuk dalam kelompok asam lemak rantai pendek
(short chain fatty acid SCFA).
Butirat menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker
kolorektal. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker kolorektal dengan cara menghambat proliferasi sel,
serta meningkatkan kemampuan diferensiasi dan apoptosis sel. Jenis karbohidrat
akan mempengaruhi jumlah produksi SCFA. Secara in vitro diketahui bahwa
peningkatan konsumsi pangan kaya serat seperti fraksi kulit atau sekam (bran)
dari gandum, oat, barley, jagung dan beras, serat kedelai ekstrak sayuran, dan serat
pea akan meningkatkan produksi SCFA pada fekal manusia. Kemampuan
fermentasi (tingkat dan kecepatan fermentasi karbohidrat sangat beragam).
Sebagai contoh, pektin dilaporkan tingkat fermentasi pektin mencapai 97%
sementara tingkat fermentasi selulosa dan kulit (sekam, bran) maizena hanya 67%. Komponen wheat bran yang terfermentasi kurang dari 50%, sementara
psyllium berkisar antara 20 50% dan oat bran mencapai 96%. Makin besar
(sempurna) tingkat fermentasi dari suatu polisakarida, maka jumlah SCFA yang
dihasilkan akan semakin besar. Inkubasi fluida yang mengandung 30 mg glukosa,
pectin dan selulosa/ml akan menghasilkan total SCFA berturut-turut sebesar 220,
172, dan 23 mmol/l. Selain itu, tingkat fermentasi yang tinggi biasanya memiliki
waktu fermentasi yang lebih cepat.
5. Fermentasi Asam Campuran
Enterobacteriaceae (Escherichia, Enterobacter, Salmonella, Klebsiella,
dan Shigella) memfermentasikan glukosa menjadi campuran asam asetat, format,

suksinat, etanol, CO2, dan H2. Semua produk diperoleh dari fosfoenol piruvat
(PEP) atau lebih tepatnya suksinat dari PEP, sedang yang lainnya dari piruvat
(piruvat diperoleh dari PEP).Suksinat diperoleh dari karboksilasi PEP melalui
jalur reduktif-asam sitrat (jalur suksinat). PEP diubah menjadi oksaloasetat oleh
PEP karboksilase. Perubahan oksaloasetat menjadi suksinat melalui rute dan
melibatkan enzim yang sama seperti pada perubahan oksaloasetat menjadi pada
fermentasi propionat untuk bakteri Propionibacterium. Laktat diperoleh langsung
dari reduksi piruvat oleh laktat dehidrogenase. Format diperoleh dari pemecahan
piruvat (hasil lain adalah asetil KoA), kemudian dapat diubah menjadi CO2 dan
H2. Asetil KoA dapat diubah menjadi etanol maupun asetat.
Lactobacillus helveticus memfermentasi sitrat dan laktosa menjadi laktat.
Akan tetapi, jika laktosa ditiadakan, terjadi perubahan produk fermentasi, yaitu
menghasilkan asetat dan suksinat, bukan laktat. Asetoin dan diasetil tidak
terdektesi pada produk fermentasi Lactobacillus helveticus. Produksi asetat dari
piruvat (hasil konversi sitrat) diperantai oleh NADH oksidase, bukan asetat
kinase.
6. Fermentasi Anaerob
Dalam keadaan normal, respirasi seluler organisme dilakukan melalui
proses fosforilasi oksidatif yang memerlukan oksigen bebas. Sehingga hasil ATP
respirasi sangat tergantung pada pasokan oksigen yang cukup bagi selnya. Tanpa
oksigen elektronegatif untuk menarik elektron pada rantai transport elektron,
fosforilasi oksidatif akan terhenti. Akan tetapi, fermentasi memberikan suatu
mekanisme sehingga sebagian sel dapat mengoksidasi makanan dan menghasilkan
ATP tanpa bantuan oksigen. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya
tergenang air sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar
oksigen dalam rongga tanah sangat rendah.
Secara prosedural, fermentasi merupakan suatu perluasan glikolisis yang
dapat menghasilkan ATP hanya dengan fosforilasi tingkat substrat sepanjang
terdapat pasokan NAD+ yang cukup untuk menerima elektron selama langkah
oksidasi dalam glikolisis. Mekanisme fermentasi tidak dapat mendaur ulang

NAD+ dari NADH karena tidak mempunyai agen pengoksidasi (kondisi


anaerob). Sehingga yang terjadi adalah NADH melakukan transfer elektron ke
piruvat atau turunan piruvat. Berikut bahasan terhadap dua macam fermentasi
yang umum yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
a. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol biasanya dilakukan oleh ragi dan bakteri yang banyak
digunakan dalam pembuatan bir dan anggur. Pada Fermentasi alkohol, piruvat
diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah pertama menghidrolisis
piruvat dengan molekul air sehingga melepaskan karbondioksida dari piruvat dan
mengubahnya menjadi asetaldehida berkarbon dua. Dalam langkah kedua,
asetaldehida direduksi oleh NADH menjadi etanol sehingga meregenerasi
pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis.
b. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu
digunakan dalam industri susu untuk membuat keju dan yogurt. Aseton dan
methanol merupakan beberapa produk samping fermentasi mikroba jenis lain
yang penting secara komersil. Dalam fermentasi asam laktat, piruvat direduksi
langsung oleh NADH untuk membentuk laktat sebagai produk limbahnya, tanpa
melepaskan CO2. Pada sel otot manusia, fermentasi asam laktat dilakukan apabila
suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah
dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh
darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
B. Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Bioteknologi
Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Pangan
Fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu
substrat organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimiawi yaitu enzim
yang dihasilkan oleh mikroba-mikroba hidup tertentu (Tjokroadikoesoemo, 1993).

10

Fermentasi sering diganti dengan peragian. Ragi-ragi tersebut mempunyai


persamaan yaitu manghasilkan fermen atau enzim yang dapat mengubah substrat
menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Proses
fermentasi dapat dimanfaatkan dalam bidang industri pangan, baik yang dibuat
melalui proses produksi yang sangat sederhana (tradisional/konvensional) maupun
yang modern. Pemanfaatan mikroba dalam bidang bioteknologi telah
memberikan dapak yang positif bagi kelangsungan hidup manusia, salah satunya
untuk pengolahan makanan. Namun, tidak semua mikroba tersebut dapat
digunakan untuk pengolahan makanan. Adapun beberapa jenis mikroba yang
bermanfaat untuk pengolahan makanan, yaitu: jenis bakteri dan jenis jamur.
Mikroba jenis bakteri yang digunakan dalam pemanfaatan berbagai macam
produk adalah: Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus cerevisiae, Acetobacter.
Pada mikroba jenis fungi yang digunakan dalam pemanfaatan berbagai macam
produk adalah jamur Rhyzopus oryzae, Neurospora sitophila, Aspergillus
wentii dan Aspergillus oryzae, Saccharomyces cerevisiae.
Adapun contoh yang konvensional misalnya bisa dilihat dalam proses
pembuatan tape, tempe, dan tuak. Contoh yang modern misalnya pembuatan
yougurt, keju, wine. Semua proses pembuatan pangan ini memerlukan bantuan
mikroorganisme. Berikut merupakan beberapa produk olahan yang menggunakan
bantuan mikroba tersebut.

a) Fermentasi Konvensional/Tradisional
1. Tape
Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional
Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan

11

berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi
kayu) dan hasilnya dinamakan tapai singkong. Bila dibuat dari ketan hitam
maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan". Dalam
proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti
Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,
Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain. Namun yang lebih
sering digunakan oleh masyarakat adalah Saccharomyces cerevisiae. Tapai hasil
fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis
keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai
diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau hidangan
pencuci mulut.
Pembuatan tape termasuk dalam bioteknologi konvensional (tradisional)
karena masih menggunakan cara-cara yang terbatas. Ragi adalah bibit jamur yang
digunakan untuk membuat tape. Pada proses pembuatan tape, jamur ragi akan
memakan glukosa yang ada di dalam singkong sebagai makanan untuk
pertumbuhannya, sehingga singkong akan menjadi lunak, jamur tersebut akan
merubah glukosa menjadi alkohol. Dalam pembuatan tape, ragi (Saccharomyces
cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada singkong
menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu, tape terasa manis apabila
sudah matang walaupun tanpa diberi gula sebelumnya. Kegagalan dalam
pembuatan tape biasanya dikarenakan enzim pada ragi Saccharomyces
cereviceae tidak pecah apabila terdapat udara yang mengganggu proses
pemecahan enzim tersebut. oleh karena itu pembuatan tapai memerlukan
kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi
lunak sehingga proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik. Agar pembuatan
tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih,
terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk
mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air yang
digunakan juga harus bersih menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tapai
tidak berhasil dibuat.

12

2. Tuak
Tuak telah dikenal di Indonesia sejak zaman dahulu. Tuak mengandung
alkohol (etil alkohol), sehingga kalau diminum terlalu banyak dapat menyebabkan
mabuk. Tuak di Bali selain sebagai minuman, tuak juga tidak lepas dari upacara
keagamaan. Tuak sering/biasanya digunakan sebagai sajian yaitu sebuah
persembahan tabuhan bersama dengan minuman lain seperti arak dan berem.
Proses pembuatannya melibatkan mikroorganisme yaitu Saccaromyces tuac.
Adapun klasifikasi ilmiahnya adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Fungi

Phylum

: Ascomycota

Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies

: Saccharomyces tuac
Didaerah Bali minuman tuak ini di produksi hampir diseluruh kabupaten

yang memiliki pohon enau atau pohon kelapa. Salah satu produsen tuak di
kabupaten Karangasem adalah di Desa Tenganan. Tuak dari Desa Tenganan dibuat
dari nira enau yang dibiarkan secara alami. Pohon enau yang menghasilkan air,
lazimnya telah berumur dua tahun. Cabang yang produktif, dapat menghasilkan
air selama enam bulan terus menerus. Ketika mencapai umur tiga tahun, biasanya
pohon enau tidak lagi produktif. Pada saat penampungan dipohon enaunya, wadah
tempat menampung nira diisi dengan lau yaitu suatu bahan yang dibuat dari sabut
kelapa kering dan kulit kayu kutat. Dengan pemberian lau ini warna tuak menjadi
kemerahan. Lau juga berperanan sebagai zat pengawet terutama dapat mencegah
terjadinya proses fermentasi pada tuak, sehingga tuak tidak cepat menjadi masam,
karena tuak yang lama diperam akan terus mengalami fermentasi dan
menghasilkan asam tuak yang dikenal dengan nama cuka. Tuak di Bali
digunakan sebagai sajian yaitu sebagai tabuhan bersama-sama dengan minuman
lainnya yaitu arak dan brem pada upacara keagamaan. Disamping itu tuak

13

digunakan sebagai minuman terutama setelah makan nasi dengan lauk pauk
seperti lawar, pada saat upacara keagaman dan upacara adat. Tuak ini biasanya
diminum oleh orang dewasa dan wisatawan ditambah dengan es batu.
Cara Pembuatan tuak :
Nira enau yang dihasilkan dari penyadapan tangkai bunga enau, tidak
banyak mengalami proses sampai menjadi minuman tuak, nira yang ada pada
wadah penampung yang sudah diisi dengan lau, dikumpulkan dengan cara
menuangkannya kedalam wadah tertentu misalnya ember plastik atau jerigen.
Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
ada pada nira. Nira yang bersih ini selanjutnya dibotolkan dan didiamkan sekitar
5-6 jam, selanjutnya baru siap dikonsumsi sebagai minuman tuak.
Pembuatan tuak tidak terlepas dari proses fermentasi. Dalam keadaan
anaerob asam piruvat tidak dirubah menjadi Asetil-KoA tetapi dirubah menjadi
etanol (etil alkohol) dalam dua langkah. Langkah pertama dengan melepas CO2
dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa asetal dehida berkarbon 2. Dalam
langkah kedua asetal dehida di reduksi oleh NADH menjadi etanol. Hal ini
bertujuan untuk meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan dalam glikolisis.
Enzim yang mengkatalisis adalah karboksilase dan dehidrogenase. Proses
fermentasi glukosa menjadi etanol hanya menghasilkan 2 ATP.
Reaksi Fermentasi proses pembuatan tuak :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
(Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Rasa manis pada tuak disebabkan karena adanya gula-gula reduksi seperti
dextrose, fructose, dan sucrose. Rasa manis dari tuak lama kelamaan akan hilang
atau berkurang bahkan rasa tak menjadi keras karena gula reduksi yang terdapat
pada tuak ini akan mengalami fermentasi oleh mikroorganisme menjadi asam
cuka dan air, organisme yang berperan adalah Acetobacter.
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

14

C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O


b) Fermentasi Modern
1. Wine
Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus
anggur yang difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah
anggur, menyebabkan buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula,
asam, enzyme, ataupun nutrisi lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus
buah anggur menggunakan khamir dari tipe tertentu. Yeast tersebut akan
mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur dan mengubahnya
menjadi alkohol. Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan,
tergantung pada tipe dari wine yang akan diproduksi.

Jenis Mikroba
Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah

adalah dari golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula


pichia. Dari genus Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan
anggur buah antara lain Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes,
dan Saccharomyces fermentati.
Yeast/khamir yang biasanya dan banyak digunakan untuk fermentasi buah
anggur adalah Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces
cerevisiae varietas ellipsoideus. Yeast akan mengkonsumsi kandungan gula yang
ada pada buah dan mengubahnya menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces
cereviceae biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi
yaitu 30C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 20 %.
Khamir jenis ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya
sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa.
Fermentasi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 5

15

dengan temperatur 27 35C, proses ini dapat berlangsung 35 60 jam. Berikut


merupakan gambar dan taksonomi Saccharomyces cerevisiae.
Kingdom

: Planta

Divisio

: Eumycophyta

Class

: Ascomycetes

Ordo

: Sacharomycetales

Family

: Sacharomycetaceae

Genus

: Sacharomyces

Species

: Sacharomyces cerevisiae

Proses Pembuatan Wine


Secara umum, proses pembuatan wine melalui beberapa tahapan. Adapun

tahapan tersebut adalah sebagai berikut :


a) Penghilangan batang (Destemming)
Destemming adalah proses pemisahan batang dari buah anggur yang
digunakan dalam pembuatan wine. Berdasarkan proses pembuatan wine,
penghilangan batang dilakukan sebelum penghancuran (crushing) dan fermentasi,
misalnya pada pembuatan red wine. Namun ada juga yang dilakukan bersamaan
dengan penghancuran. Bahkan ada destemming yang tidak dilakukan seperti pada
pembuatan white wine. Tujuan dilakukan penghilangan batang untuk menurunkan
tanin dan flavor vegetal pada produk wine yang dihasilkan.
b) Penghancuran buah (Crushing)
Penghancuran merupakan proses perusakan kulit, pembebasan isi yang
berada di dalam buah. Untuk white wine kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan
red wine dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada
suhu 5 10C dalam waktu 24 48 jam. Pada penghancuran buah, terdapat enzim
pektinase untuk menghancurkan material anggur. Secara alami, pektin terkandung
dalam daging buah yang ditemukan di antara dinding sel. Enzim lain yang
berperan dalam crushing adalah selulose dan hemiselulose.
c) Fermentasi

16

Fermentasi wine adalah proses dimana mash anggur bersama-sama dengan


diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk
proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol
dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol
akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi
alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai
atau dihentikan. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 10
hari, white wine 10 15 hari. Pada umumnya yeast terdapat dalam buah anggur.
Namun penambahan yeast dilakukan untuk menghindari hasil yang tidak
diharapkan pada produk akhir wine. Selama fermentasi, yeast mengkonsumsi
substrat gula dari mash anggur sehingga dihasilkan alkohol dan karbondioksida.
Suhu selama fermentasi dapat mempengaruhi rasa pada produk wine. Pada red
wine 22 25C dan pada white wine 15 18C. Setiap gram gula yang diubah
menghasilkan setengah gram alkohol. Enzim yang berperan dalam proses
fermentasi antara lain glukosidase, protease, dan ? glukanase. Berikut merupakan
reaksi kimia dan proses fermentasi dalam pembuatan wine.
d) Penjernihan (Clarifying)
Penjernihan dilakukan untuk menghilangkan partikel yang mengganggu
kenampakan wine. Proses klarifikasi ini terdiri dari penghilangan partikel kasar
yang berukuran 5 10 mikrometer dan penghilangan partikel yang berukuran 1
4 untuk menjernihkan wine. Pada proses ini dibantu oleh enzim pektinase.
Partikel pada must anggur memiliki pektin secara alami maupun yang
ditambahkan, menjadikan muatannya negatif. Karena pektinase mendegradasi
ikatan pada must, sehingga partikelnya ada yang bermuatan positif. Partikel yang
muatannya berlawanan dapat bergabung dan terjadilah flokulasi. Partikel yang
berat molekulnya lebih besar akan mengendap di bagian bawah sehingga
memudahkan untuk menjernihkan wine.
e) Penuaan (Aging)
Penuaan merupakan tahap penyimpanan wine yang akan mempengaruhi
cita rasa wine. Hal yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan
penuaan adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke

17

level bebas antara 20 sampai 25 ?g/ml sebagai antimikrobia dan antioksidan.


Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah
fermentasi alkohol. Pada wine merah yang sudah tua antara 1 sampai 2 tahun
disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak).
f) Pengemasan (Packaging)
Setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu maka wine biasanya
dikemas dalam botol dengan berbagai bentuk. Kemudian, wine siap untuk
dikonsumsi. Biasanya wine dikomsumsi dengan wadah gelas yang berkaki.
Secara umum tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar dan grafik alir dibawah
ini.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine

Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:


a. Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat
yang digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari
pati dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari
whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar
didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi
terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah
banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.
b. Jumlah sel khamir
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium
fermentasi. Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan
critical factor yang mempengaruhi (wood, 1998). Menurut Soeharto (1986),
jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah
khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel berkisar
2-5 . 106 sel per ml.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan
pada fermentasi etanol adalah 4,5 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Sedangkan

18

menurut Daulay dan Rahman (1992), pada umumnya sel khamir dapat tumbuh
dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 6,0.
d. Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk
pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 30 oC serta khamir
dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 35 oC. Peningkatan suhu sampai 40
oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol, tetapi produktivitas
fermentasi secara keseluruhan menurun karena meningkatnya pengaruh
penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir.
e. Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu
sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk
biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat
merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi
lebih rendah. Menurut Daulay dan Rahman (1992), persediaan oksigen yang besar
penting untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi,
namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob.

Kerusakan Wine
Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat

dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara
pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine
yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti
dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang dan
aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan
karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia
oksigenyang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork)
yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan
udara masuk kedalam botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan
wine adalah :
Bau sayuran busuk
19

Bau belerang
Bau apel busuk
Bau telur busuk
Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri
Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus.
Bakteri jenis ini dapat memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada
dianggur menghasilkan beberapa senyawa yang menyebabkan pembusukan.
Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan terjadi proses MLF
(Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini mengubah
dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar
keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF
selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan
bagaimana wine ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak
memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab
kebusukan.
2. Yoghurt
Yoghurt merupakan minuman hasil kerjasama dengan mikroorganisme.
Tidak sembarangan mikroorganisme yang dapat membantu proses pembuatan
yogurt, terdapat dua bakteri utama yang membantu proses fermentasi yogurt
diantaranya adalah Streptococcus thermophilus dan Lactobicillus bulgaricus. Pada
dasarnya kerja kedua bakteri ini yaitu menghasilkan asam laktat sehingga rasa dari
yogurt tersebut menjadi asam. Asam laktat ini dapat membantu menjaga
keseimbangan mikroflora pada usus. Tingkat keasaman yang dihasilkan mampu
menghambat bakteri penyebab penyakit yang pada umumnya tidak tahan terhadap
asam. Streptococcus thermophilus merupakan bakteri gram-positif yang bersifat
anaerob. S.thermophilus merupakan bakteri yang paling komersial dari semua
bakteri yang penghasil asam laktat. S.thermophilus banyak digunakan pada
pembuatan keju, fermentasi makanan. S.thermophilus memiliki peran sebagai
probiotik, mengurangi gejala intoleransi laktosa dan gangguan gastrointestinal

20

lainnya. Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri yang membantu dalam proses


fermentasi yoghurt. Bakteri ini pertamakali diidentifikasi oleh seorang dokter
yang bernama Stamen grigorov pada tahun 1905 asal Bulgaria. Bakteri ini
mengubah laktosa menjadi asam laktat. Asam ini sekaligus dapat mengawetkan
susu dan mendegradasi laktosa sehingga orang yang toleran terhadap susu murni
dapat mengkonsumsi yogurt tanpa mendapat masalah kesehatan. Berikut
merupakan taksonomi dari kedua jenis akteri tersebut.
Adapun sistematika dari bakteri Streptococcus thermophilus menurut
Schleifer et al. (1995) dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai
berikut:
Kingdom

: Bacteria

Division

: Firmicutes

Class

: Cocci

Ordo

: Lactobacillales

Famili

: Streptococcaceae

Genus

: Streptococcus

Species

: Streptococcus salivarius

Subspecies

: Streptococcus salivarius Subsp. thermophilus

Adapun sistematika dari bakteri Lactobacillus bulgaricus menurut Weiss


et al. (1984) dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom

: Bacteria

Division

: Firmicutes

Class

: Bacilli

Ordo

: Lactobacillales

Famili

: Lactobacillaceae

Genus

: Lactobacillus

Species

: Lactobacillus delbrueckii

Subspecies

: Lactobacillus delbrueckii Subsp. Bulgaricus

a)

Proses Pembuatan Yoghurt


Siapkan susu yang sudah dicairkan dengan air matang sebanyak 1 liter lalu

tambahkan susu krim sebanyak 15%.


21

b)

Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan

sampai mendidih. Hal ini hanya bertujuan untuk menguapkan air sehingga
nantinya akan terbentuk gumpalan atau solid yoghurt.
c)

Jika sudah, solid yoghurt lalu diangkat dan didinginkan kira-kira sampai

hangat-hangat kuku baru kemudian ditambahkan bibit yoghurt sebanyak 2 5%


dari jumlah yoghurt yang sudah mengental tadi. Bibit yoghurt memang tidak
dijual di pasaran secara bebas tetapi dapat anda peroleh disalah satu toko. Atau
secara sederhananya kita dapat menggunakan yogurt yang plain (tanpa rasa
tambahan), tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yoghurt.
d)

Diamkan selama 24 jam dalam wadah tertutup untuk menghasilkan rasa

asam dan bentuk yang kental .


e)

Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin

sedikit, dan yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum
diberikan tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan
selanjutnya.
f)

Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang

tidak kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan
seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek.
Yoghurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan
bersama salad buah sebagai sausnya ataupun sebagai bahan campuran es buah.
g)

Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca.

Kalaupun kita ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan
tetapi bila ingin menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya
menggunakan wadah kaca.

Secara umum tahapan tersebut dapat dilihat pada grafik alir dibawah ini.

Fermentasi Yoghurt
Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob,

dimana dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang
dikatalisis oleh enzim yang terdapat dalam membran sel. Pada umumnya
22

pemecahan karbohidrat berlangsung melalui suatu degradasi dari gula


monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat. Selain menghasilkan asam
piruvat sebagai produk akhir juga dihasilkan 2 molekul NHDH yang harus
dioksidasi. Tergantung pada tipe mikroorganisemenya asam piruvat
(CH3COCOOH) dimetabolismekan lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir
fermentasi. Produk akhir fermentasi tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi mikroba yaitu dengan cara melihat hasil-hasilnya dari
pemecahan glukosa. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus menghasilkan
produk akhir fermentasi berupa asam laktat sehingga keduanya sering disebut
bakteri asam laktat (lactic acid bacteria). Bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophilus mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai
komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan pada pembentukan
aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan citarasa.
Pada mikroba yang menjalankan fermentasi, energi yang dihasilkan sedikit sekali
karena elektron yang terbentuk tidak diubah menjadi energi tetapi ditangkap oleh
asam piruvat sehingga terbentuk asam laktat. Pemecahan asam piruvat menjadi
asam laktat sering disebut fermentasi asam laktat.

23

Anda mungkin juga menyukai