Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi
2.1.1. Definisi Ergonomi
Ergonomi adalah suatu ilmu dimana dalam penerapannya berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, yang
bertujuan demi tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah
komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi
penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan
kenyamanan kerj (Sumamur,1989).
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik sektor modern, maupun
pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam
bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah
syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi. Pada sektor
tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta
dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki
(Sumamur, 1989).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang ditujukan untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa penyesuaian

Universitas Sumatera Utara

ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Departemen
Kesehatan RI, 2007).
Menurut International Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum alam,
sehingga ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang
mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang
optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya (Nurmianto, 2008).
Ergonomi adalah praktek dalam mendisain peralatan dan rincian pekerjaan
sesuai dengan kapasitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja
(OSHA, 2010). Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu penerapan ilmu
pengetahuan yang lebih menitik-beratkan rancangan fasilitas peralatan, perkakas
sesuai dengan karakteristik anatomi, fisiologi, biomekanik, persepsi serta sikap
kebiasaan manusia (NIOSH, 2007).
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas
maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan
yang lebih baik (Tarwaka, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi


Ruang lingkup ergonomi tidak hanya sebatas bagaiman cara mengatur posisi
kerja yang baik, namun juga mencakup tehnik, antropometri, dan disain. Pusat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2008), menyatakan
bahwa ruang lingkup ergonomi mencakup beberapa aspek keilmuan yaitu:
1.

Tehnik, yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat


mengurangi resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.

2.

Fisik, yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan


antara kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas
lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi ketidaknyamanan,
kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta menurunya
produktivitas. Sebaliknya, apabila tuntutan tugas lebih kecil dari kemampuan
tubuh, akan terjadi understress, seperti kejenuhan, kebosanan, kelesuhan,
kurang produktif dan sakit.

3.

Anatomi, yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan


persendian.

4.

Antropometri, yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan


karakteristik fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan kekuatan
yang nantinya berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.

5.

Fisiologi, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti


temperature tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan lainlain.

Universitas Sumatera Utara

6.

Disain, yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja
supaya dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.

2.1.3. Tujuan Ergonomi


Tujuan penerapan perilaku ergonomi yang baik adalah untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di suatu instansi, organisasi ataupun tempat-tempat
manusia melakukan aktivitasnya. Menurut Santoso (2004), ada empat tujuan utama
ergonomi, yaitu memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan
keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan
memaksimalkan bentuk kerja yang meyakinkan.
Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari
penerapan ergonomi, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial
dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial
baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sikap Kerja


Sikap kerja adalah sikap tubuh yang menggambarkan bagaimana posisi badan,
kepala badan, tangan dan kaki baik dalam hubungan antar bagian-bagian tersebut
maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi
sudut persendian, inklinasi vertical badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat
penambahan atau penguranngan bentuk kurva tulang belakang.
Sikap tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan, dimana setiap posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
tubuh. Menurut Sumamur (1996), dalam pekerja, sikap tubuh sangat dipengaruhi
oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan
kekuatan.
2.2.1. Sikap Kerja Duduk
Menurut Grandjean (2000), bekerja dengan posisi duduk mempunyai
keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan
untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian sikap duduk yang terlalu
lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
sehingga mempercepat kelelahan.
Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang
terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari
rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada tulang
belakang semakin meningkat (Nurmianto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Sanders & McCormick (1982) memberikan pedoman untuk mengatur


ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut :
1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.
2. Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu,
dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (shoping
down slightly).
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
Pekerjaan sejauh mungkin sebaiknya dilakukan sambil duduk. Keuntungan
bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada kaki, terhindar dari sikapsikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, berkurangnya tingkat
keperluan sirkulasi darah (Sumamur,1989)
2.2.2. Sikap Kerja Berdiri
Menurut Sutalaksana (2001), sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik,
maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti.
Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang
dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.
Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja yang berdiri adalah sikap
kepala. Dimana keadaan kepala harus member kemudahan saat bekerja. Leher yang
berada dalam keadaan fleksi atau ekstensi secara terus menerus dapat mengakibatkan
kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri adalah antara 23-27 kea
rah bawah dari garis horizontal.

Universitas Sumatera Utara

Manuaba (1983), Sanders & McCormick (1982), Grandjean (1993)


memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri
didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut ini :
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi
pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian landasan kerja adalah 510 cm di atas tinggi siku berdiri.
2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk
peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, ketinggian landasan kerja
adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat, ketinggian landasan
kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
Sikap kerja yang monoton dengan posisi yang sama baik duduk maupun
berdiri dapat mengakibatkan ketidaknyamanan. Orang yang bekerja berdiri dalam
waktu yang lama akan berusaha untuk menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga
mengakibatkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki
sehingga akan berakibat aliran darah akan mengumpul pada anggota tubuh bagian
bawah.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Sikap Tubuh Alamiah


Baird dalam Merulalia (2010), mengemukakan bahwa sikap tubuh yang
alamiah merupakan sikap atau postur tubuh yang sesuai dengan anatomi tubuh selama
proses kerja, sehingga tidak ada pergeseran maupun penekanan pada bagian-bagian
penting organ tubuh yang akhirnya tercapai suatu keadaan tubuh yang rileks tanpa
adanya keluhan muskuloskletal ataupun keluhan lainnya.
Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis selama
melakukan pekerjaan dalam kurun waktu yang cukup lama dan dilakukan terus
menerus akan mengakibatkan berbagai gangguan pada pekerja antara lain:
1.

Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang, leher, dan lain-lain.

2.

Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

3.

Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu, misalnya kesulitan menggerakkan


kaki, tangan maupun leher/kepala.

4.

Jika berkepanjangan, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tubuh


(tulang miring, bongkok).

2.4. Mekanika Tubuh


Mekanika

tubuh

adalah

suatu

usaha

mengkoordinasikan

sistem

muskuloskletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan


kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan
aktifitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi resiko
cidera pada sistem muskuloskletal. Selain itu, mekanika tubuh juga berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

mendukung pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi


ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan (Potter & Perry, 2006).
Mekanika tubuh meliputi kesejajaran tubuh, keseimbangan tubuh, dan
koordinasi gerakan tubuh. Kesejajaran tubuh (postur tubuh) mengacu pada posisi
sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring, dimana jika
dilakukan dengan benar dapat mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskletal,
mempertahankan tonus otot secara adekuat dan menunjang keseimbangan.
Keseimbangan tubuh diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh
kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, dan melakukan aktifitas
sehari-hari. Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terinteraksi dari sistem
skletal, otot skelet, dan sistem saraf (Potter & Perry, 2006).
2.5. Gangguan Muskuloskeletal
2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka
(skletal) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang
lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan
tendon (Tarwaka, 2004). Keluhan inilah yang yang disebut dengan istilah keluhan
muskuloskletal atau Muskuloskletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem
muskuloskletal.

Universitas Sumatera Utara

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1.

Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun kemudian keluhan itu akan segera hilang
apabila pemberian beban dihentikan.

2.

Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang yang bersifat menetap .
walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
terus berlanjut.
Pada umumnya keluhan otot skletal terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu lama dan
bersifat monoton. Kemungkinan adanya keluhan otot ini dapat dihindari apabila
kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun jika
kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot akan berkurang sesuai
tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Hal ini
mengakibatkan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat juga
terhambat dan akhirnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan
timbulnya rasa nyeri pada otot (Sumamur,1989).
Harianto (2010), mengatakan bahwa rasa nyeri di daerah leher, bagian atas
punggung, bahu, lengan atau tangan merupakan gejala yang sering dirasakan oleh
pekerja. Biasanya dimulai dari suatu tempat tertentu yang dapat menyebar ke seluruh
anggota tubuh bagian atas dan kadang-kadang diikuti oleh gangguan sensibilitas.
Dijelaskan juga bahwa kerja otot dinamis selalu diikuti oleh relaksasi otot sesaat.
Pada saat kontraksi otot akan bekerja sebagai pompa pembuluh darah balik guna
memeras darah keluar dari otot. Sebaliknya, pada saat relaksasi otot akan

Universitas Sumatera Utara

memberikan peluang aliran darah segar memasuki otot. Dengan demikian suplai
darah menjadi 10-20 kali lebih besar dari keadaan normal. Otot akan penuh dengan
darah yang banyak mengandung sari makanan dan O2. Sementara itu metabolit yang
dihasilkan dapat dibersihkan dan dibuang tanpa menimbulkan kelelahan otot. Pada
kerja otot statis, peredaran darah terhambat karena pembuluh darah otot terjepit oleh
tekanan internal jaringan otot, sehingga kerja otot hanya mengandalkan cadangan sari
makanan di otot dan sebagian besar tenaga dihasilkan dari proses anaerob. Akibatnya
metabolisme (asam laktat) terakumulasi di sel-sel otot, sehingga kelelahan otot terjadi
dengan cepat.
Menurut Sumamur (1996), gejala-gejala Musculoscletal Disorders (MSDs)
yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:
1.

Leher dan punggung terasa kaku.

2.

Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

3.

Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4.

Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5.

Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai
bengkak.

6.

Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7.

Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta


kehilangan kepekaan.

8.

Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa
panas.

Universitas Sumatera Utara

Gambaran gejala Muskuloskletal Disorders (MSDs) dapat diperoleh dengan


menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis
peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal
yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena
mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).
2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal
Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk
dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan
berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko
tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan
manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan
faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
1. Faktor Pekerjaan
a. Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh
bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan kelapa sawit ke dalam truk
sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari 117 pekerja merasakan keluhan MSDs

Universitas Sumatera Utara

pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai
berikut :
Berdiri.
Duduk tanpa dukungan lumbar.
Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang
sesuai.
Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang
terlalu tinggi.
Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal.
Kepala mendongak.
Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan.
Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul.
Semua posisi tegang.
Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi.
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pergerakan tenaga yang besar dan
apabila terjadi secara terus menerus, dapat meningkatkan terjadinya keluhan
otot bahkan dapat menyebabkan cedera otot skletal.
b. Tekanan.
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai

contoh

pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak

Universitas Sumatera Utara

akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering
terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
c. Getaran.
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan
asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Sumamur, 1989).
d. Mikrolimat.
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan,
dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak
yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan
suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan terpakai oleh tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan tersebut.
Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan
terjadi kekurangan energi otot dan akan berakibat peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga metabolisme karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
nyeeri otot (Astrand & Rohl, 1977).
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti
pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dsb. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus
tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.

Universitas Sumatera Utara

3. Sikap kerja tidak alamiah


Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang mengakibatkan pergerakan
posisi bagian-bagian tubuh menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh
posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko
terjadinya keluhan muskuloskletal.
4. Penyebab kombinasi
Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila disaat
bekerja, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang
bersamaan, misalnya pekerjaan yang harus melakukan aktivitas angkat angkut di
bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan pekerja bangunan.
Disamping

ke-empat

faktor

penyebab

terjadinya

keluhan

sistem

muskuloskeletal tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu


seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan
ukuran tubuh dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka,
2004).
a. Umur.
Chaffin (1979) dan Guo et al.(1995) menyatakan bahwa pada umumnya
keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 26-65 tahun.
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan
akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

Universitas Sumatera Utara

b. Jenis kelamin.
Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria.
Hasil penelitian Bettie at.al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot
wanita kurang lebih hanya 60 % kekuatan otot pria, khususnya untuk otot
lengan, punggung dan kaki.
c. Kebiasaan merokok.
Bouishen at.al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot.
d. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam
aktivitas

kesehariannya

mempunyai

cukup

waktu

untuk

beristirahat.

Sebaliknya, apabila dalam pekerjaan tenaga yang diperlukan pekerja tersebut


besar tetapi waktu untuk istirahatnya tidak cukup maka akan sering mengalami
keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya aktivitas fisik.
e. Kekuatan fisik.
Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya
peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas
yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot.

Universitas Sumatera Utara

f. Ukuran tubuh (antropometri).


Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal. Vessy at.al (1990) menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki
resiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus.
2.6. Nordic Body Map
Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif
untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Untuk
mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat
digunakan kuesioner Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checlist
ergonomi yang sudah terstandarisasi.
Joanne O. Crawford dalam Jurnal Oxford (2007), mengemukakan bahwa
Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai wawancara
terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah muskuloskeletal yang
dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari studi difokuskan pada isu-isu
muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila diberikan sebagai bagian dari
pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi
menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung
bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki
(Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

0.leher bagian atas


1 leher bagian bawah
2 bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 lengan atas kiri
5 punggung
6 lengan atas kanan
7 pinggang
8 bokong
9 pantat
10 Siku kiri
11 Siku kanan
12 lengan bawah kiri
13 lengan bawah kanan
14 pergelangan tangan kiri
15 pergelangan tangan kanan
16 jari-jari tangan kiri
17 jari-jari tangan kanan
18 paha kiri
19 paha kanan
20 lutut kiri
21 lutut kanan
22 betis kiri
23 betis kanan
24 pergelangan kaki kiri
25 pergelangan kaki kanan
26 jari kaki kiri
27 jari kaki kanan

Gambar 1. Nordic Body Map

Universitas Sumatera Utara

2.7. Industri Informal


Industri informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi
dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan
penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut, bekerja dengan keterbatasan,
baik modal, fisik, tenaga maupun keahlian (KBBI, 2010).
Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994)
menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal
sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan.
Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara
kecil-kecilan.
Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah
kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau
sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1.

Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak
orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja
yang tidak ketat.

2.

Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha
kecil-kecilan.

3.

Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan


Terbatas atau CV.

4.

Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor
informal relatif lebih mudah daripada formal.

Universitas Sumatera Utara

Timbulnya

sektor

informal

adalah

akibat

dari

meluapnya

atau

membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja


dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup
menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya
penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini
berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan
usaha sektor informal (Depkes RI, 1994).
Dalam kelompok masyarakat desa dan kota terdapat perbedaan tantangan
hidup. Oleh karenanya sektor informal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (Depkes
RI, 1994):
1.

Kelompok sektor informal desa


Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di desa pada umumnya meliputi
bidang pertanian/perikanan, perkebunan dan kerajinan tangan seperti
anyaman, menyulam, pembuatan tempe/tahu, keramik dan sebagainya.

2.

Kelompok sektor informal kota


Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di kota pada umumnya meliputi
bidang-bidang perdagangan (pedagang baso, warung nasi, jamu gendong,
pedagang es, tukang koran dan pedagang bermacam-macam minuman dan
makanan baik keliling maupun disuatu tempat), kerajinan tangan (tukang
jahit, tukang bordir, pembuat dan penjaja mainan anak-anak, pemahat, dan
sebagainya), bidang jasa seperti tukang tambal ban, tukang jam, tukang becak,
dan bermacam-macam usaha perantara atau calo, bidang keuangan seperti

Universitas Sumatera Utara

tukang membungan uang atau rentenir. Disamping itu sekarang ini


pemulung juga diperhitungan sebagai usaha sektor informal di kota.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan
ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.

Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaanya.

2.

Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan
oleh pemerintah.
Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan

3.

diusahakan atas dasar hitungan harian.


Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak

4.

terpisah dengan tempat tinggal.


5.

Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6.

Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan


rendah.

7.

Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga


secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat
pendidikan.
Menurut ICHOIS (1997), gambaran umum industri sektor informal

mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


1. Timbulnya resiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan
menentukan pelayanan kesehatan kerja yang adekuat.

Universitas Sumatera Utara

3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor resiko kesehatan kerja.


4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja
yang panjang.
5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan
manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat kerja.
7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, social (asuransi
kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.

2.8. Kerangka Konsep


Pekerja

Keluhan

Pembuat tas

Muskuloskletal

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai