Pembimbing :
dr. Setyoko, Sp.PD
Disusun oleh :
Fathimah Afifah Zahrah
01.211.6390
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
: 012116390
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
Bidang Pendidikan
Pembimbing
Pembimbing
DAFTAR MASALAH
Tanggal
19 Desember 2016
AKTIF
1. DM type II
2. Anemia
3. Hipoalbumin
4. Luka post amputasi
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. A
Umur
: 70 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Pamularsih, Semarang
Pekerjaan
Agama
: Islam
Bangsal
: Dahlia 2.22
No RM
: 201769
Tanggal Masuk RS
: 10 Desember 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 16 Desember 2016
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan
sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus
menurun, lalu pasien memeriksakan diri ke RSUD Tugurejo, dan dikatakan
bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum
obat.
Saat masuk rumah sakit pasien memeriksakan diri di poli RSUD Tugurejo,
pasien mengeluh luka pada kaki sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual. Pasien hanya makan sedikit,
muntah setiap kali makan, BAB dan BAK tidak ada kelainan.. Kemudian
pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riawayat Opname
: Diakui, 4 kali
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
pasien)
-
: Disangkal
e. Riwayat kebiasaan :
-
Kebiasaan merokok
: disangkal
Kebiasaan minum alkohol
: disangkal
Kebiasaan olahraga
: tidak pernah
Kebiasaan pola makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis
ANAMNESIS SISTEM
Keluhan utama
Kepala :
Mata :
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Sistem respirasi
Sistem kardiovaskuler
Sistem gastrointestinal :
(+), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun (+), BB turun(+).
Sistem muskuloskeletal :
Sistem genitourinaria
Atas
Ekstremitas:
Bawah
dingin(-), kesemutan di kaki (+), sakit sendi (-), bengkak (-) kedua kaki
Sistem neuropsikiatri
Sistem Integumentum
Kulit
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Desember 2016 :
a. Keadaan Umum
: Tampak lemas
b. Kesadaran
c. Vital sign
: TD : 140/70 mmHg
Nadi: 90 x/menit
RR : 22 x/menit
T
kuning
(-),
Tinggi badan
: 155 cm
Berat badan
: 55 Kg
Status Gizi
: 22,91 Normoweight
d. Kepala
rontok
e. Mata
isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya direk (+/+),reflek cahaya indirek (+/
+)
f. Telinga
peningkatan
(-),
penggunaan
otot
bantu
pernafasan
strenocleudomastoideus (-)
k. Thoraks
Jantung
Inspeksi
: ictus codis tak nampak
Palpasi
:ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Kanan jantung
: ICS 2 linea parasternalis dextra
Atas jantung
: ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang jantung
: ICS 3 linea parasternalis dextra
Kiri jantung
:ICS 5, 1 cm medial linea midclavicularis
dextra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-), gallop (-)
Pulmo
PULMO
DEXTRA
SINISTRA
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Datar
Simetris statis dinamis
Datar
Simetris statis dinamis
Warna
Sama
dengan
sekitar
kulit Sama
dengan
kulit
sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi
(-)
(-)
(+) normal,Kanan = kiri (+) normal, Kanan = kiri
sonor seluruh lapang sonor seluruh lapang
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kering
Ronki basah
Stridor
Belakang
1. Inspeksi
Warna
paru
paru
Vesikuler
Vesikuler
Sama
dengan
sekitar
kulit Sama
dengan
kulit
sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus
(-)
(-)
Tidak ada pengerasan Tidak ada pengerasan
dan pelemahan
3.
4.
Perkusi
Lapang paru
dan pelemahan
Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kering
Ronki basah
Stridor
seluruh
paru
paru
Vesikuler
Vesikuler
l. Abdomen
Inspeksi
lapang
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
m. Ekstremitas
IV.
Akral dingin
Superior
(-/-)
Inferior
(-/-)
Edema
(-/-)
(-/-)
Sianosis
(-/-)
(-/-)
Pucat
(-/-)
(-/-)
Ulkus
(-/-)
(+/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin(10 Desember 2016)
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
PLCR
Eosinofil absolute
Basofil absolute
Neutrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Hasil
H 14.21
3.91
L 10.10
L 29.70
L 76.00
L 25.00
24.00
202
12.10
22.5
0,07
0.02
H 10.58
2.21
H 1.23
L 0,50
0,10
H 74,40
L 16,30
H 6,70
Satuan
10^3/ul
10^3/ul
g/dl
%
Fl
Pg
g/dl
10^3/ul
%
%
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
%
%
%
%
%
Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11,5 14,5
Hasil
Satuan
Nilai Normal
0,045 0,44
0 0,02
1,8 8
0,9 5,2
0,16 1
24
01
50 70
25 40
2 8
b. Kimia klinik
Pemeriksaan
10
Kalium
Natrium
Klorida
GDS
Albumin
V.
4.11
L 125.1
L 91.1
H 395
3.4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Lemas
Gemetar
Berkeringat
Pandangan kabur
Riwayat DM 7 tahun
Sering BAK malam hari
Kaki Kesemutan
Minum obat DM
Riwayat luka pada kaki
kanan
10. Riwayat Penurunan BB
VIII.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
ANALISIS MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
VII.
3,5-5,0
135-145
95-105
<125
3,2-5,2
DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
VI.
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mg/dL
g/dl
PROBLEM
DM tipe II, Hipoglikemi, Anemia normositik, Luka post amputasi
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1) Diabetes Melitus tipe II
Assessment
a. Etiologi
Sekresi insulin abnormal
Resistensi terhadap kerja insulin
b. faktor resiko
11
c. Komplikasi
i. Akut
Hipoglikemi
ii. Kronis
Mikrovaskular
retinopati
diabetikum,
nefropati
Initial plan
1. Diagnosis
HbA1c
Funduscopi
EKG
Urinalisis
CT scan
2. Terapi
3. Monitoring
KU
Vital sign
GDS
4. Edukasi
2) Hipoglikemi
Assessment
-
Ass. Etiologi
- Diabetes mellitus
- Hiperinsulinemia
Ass. Faktor Resiko
- Penderita DM lama
- Minum obat DM
- Low intake
Initial plan
-
Ip Dx
Kadar GDSGDA, GDP, GD 2 jam PP.BUN/SK, Albumin
Ip Tx
S Keadaan Sadar : minum air gula/permen
S Keadaan tidak sadar : Dextrose 40 % 50 ml bolus iv
Ip Mx
- Monitoring KU dan vital sign
- Monitoring GDS
Ip Ex
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga pola makan
3) Anemia Normositik
Assessment
Etiologi
Depresi eritrogenesis
Radang kronis
Hipoplasia sumsum tulang
Perdarahan akut
Faktor Risiko :
Usia
Post operasi
Komplikasi:
13
Initial plan
1. Diagnosis
Darah rutin
Retikulosit
Serum Feritin
2. Terapi
3. Monitoring
KU
Vital signs
Darah rutin
4. Edukasi
Banyak istirahat
Ass. Etiologi
- Ulkus Diabetikum
Ass. Faktor Resiko
- Riwayat Kronik Diabetes Melitus
Ass. Komplikasi
- Osteomielitis
- Gangrene
- Sepsis
Initial plan
-
Diagnosis
Darah rutin, kultur bakteri
Terapi
- Medikamentosa
- Bersihkan dengan NaCl
- Metronidazole infus 3x1 vial
14
Non medikamentosa
- Ganti balut perhari
- Konsul spesialis bedah
- Program debridemen
Monitoring
- Monitoring KU dan tanda vital
- Monitoring luka
Edukasi
- Menjaga kebersihan luka
- Kontrol kadar gula darah dengan ikuti anjuran makan diet 3J
Ass. Etiologi
- Respon inflamasi akut dan kronis
- Nefropati
Ass. Faktor Resiko
- Pasca pembedahan
- Kurangnya intake protein
Initial plan
-
IX.
Ip Dx
- Kadar albumin serum
- Urinalisis
Ip Tx
S Albumin iv
Ip Mx
- Monitoring KU
- Monitoring tanda vital
- Monitoring kadar albumin
Ip Ex
- Memberi tahu pasien dan keluargauntuk diet tinggi protein.
PROGRESS NOTE
Tanggal
S
O
15
Ht : 29,7 %
Mata : Conjungtiva anemis (+/+)
A
P
Tanggal
S
O
GDS : 197
DM, Anemia
- PCT tab 500 mg 3 x 1
-
Vit B 3x1
PRC 1 kolf/hari
A
P
Tanggal
S
O
PRC 1 kolf/hari
A
P
GDS : 147
Diabetes Melitus
- NaCL 0,9% 500 ml 20 tpm
-
ALUR PIKIR
16
Wanita 54 tahun,
Riwayat DM
resistensi insulin/
sekresi insulin
Penggunaan
obat Diabetes
uptake
glukosa
Hiperglikemia
Destruksi endotel
kapiler
Hipoglikemia
perfusi
kapiler
Peripheral Vascular
disease(PVD)
Neuropati
Ulkus
Diabetikum
Anemia
Luka post
amputasi
Amputasi
Port de entry
mikroorganisme
Infeksi
17
Hipoalbumin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
jaringan terhadap insulin.
Diabetes mellitus ditandai oleh kadar glukosa yang meningkat secara kronis.
Kadar GDP pada berbagai keadaan adalah sebagai berikut : Diabetes 7,0 mmol/L,
TGT 6-7 mmol/L, Normal < 6 mmol/L; Kadar glukosa 2 jam setelah pemberian 75
gr glukosa kedalam plasma adalah : Diabetes 11,1 mmol/L, TGT 7,8 11,1
mmol/L, Normal < 7,8 mmol/L.
B. Etiologi
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2006).
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus
(DM). Sel
hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus
klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat,
memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2006).
18
C. Patofisiologi
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono,
2007).
Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk ke dalam
sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini
disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan
yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang
disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).
Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor)
kurang, maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan
bahan bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini
disebut sebagai resistensi insulin (Suyono, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi
faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan (Suyono, 2007):
19
D. Manifestasi Klinik
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa hausyang berlebihan
(polidipsi), sering kencingterutama pada malam hari (poliuri), banyak makan
(polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM)tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama.
Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit
tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Tabel 1.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2
DM Tipe 1
Biasanya < 40 tahun
Berat
DM Tipe 2
Biasanya > 40 tahun
Ringan
diagnosis
Kadar Insulin
Berat badan
Biasanya kurus
tinggi
Biasanya gemuk
Pengobatan
Insulin, diet,
atau normal
Diet, olahraga,
olahraga
tablet, insulin
Onset (umur)
Keadaan klinis saat
20
Keterangan :
21
GDP
GDS
GDPT
TGT
Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes
Melitus(DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara
tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut :
1. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan faktor
risiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
-
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM
gestasional
Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti
DM
22
DM
Plasma vena
< 110
110-199
> 200
Darah
< 90
90-199
> 200
kapiler
Plasma vena
< 110
110-125
> 126
Darah
< 90
90-199
> 110
sewaktu (mg/dl)
kapiler
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
23
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15 menit
Tabel 3.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala
klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
24
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa
dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang
sama.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
Diabetes Melitus (DM).
Tujuan penatalaksanaan
A.
B. Jangka
panjang
tercegah
dan
terhambatnya
progresivitas
penyulit
25
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
berserat tinggi
Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi
26
Lemak
-
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal
Protein
-
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacangkacangan, tahu, tempe
Garam
-
Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
27
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut
Pemanis
Batasi penggunaan pemanis bergizi
Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace
training ).
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate
= 220-umur
Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti
jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.
28
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan sampai
memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang pas,
didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi hipoglikemia,
harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM
dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
DNM = 220 Umur ( dalam Tahun )
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur ( 3 4 kali
seminggu selama 30 menit ) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas malasan.
4.
Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan TGM dan latihan jasmani.
Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
A. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis : metformin
D. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase
A. Golongan Insulin Secretagogues
29
30
darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat
sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan
lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan
pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.
2) Glinid
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai
struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek
sepertinya.
Repaglinid
(derivat
asam
benzoat)
dan
nateglinid
(derivat
31
diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertingi dalam darah
setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu
paruh 2,5 jam.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan
menyebabkan
hipoglikemia
sehingga
tidak
dianggap
sebagai
obat
32
sensitivitas
insulin.Mekanisme
kerja
Glitazone
dosis
sampai
45
mg/dl
dosis
tunggal.
Tiazolidindion
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer. Terutama
dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien
pasiendengan
kecenderungan
hipoksemia
(misalnya
penyakit
33
penyerapan
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia
kegagalan
sekunder
terhadap
obat
hipoglikemik
oral,
KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus diabagi menjadi 2 yaitu :
34
A. Akut :
1) Hipoglikemi
2) Ketoasidosis ( Diabetik Ketoasidosis )
3) Koma Hiperosmolar Nonketotik
B. Kronik :
1) Retinopati Diabetik
2) Penyakit Jantung Koroner
3) Neuropati Diabetik
4) Rentan Infeksi
5) Kaki Diabetik
1. HIPOGLIKEMI
A. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah.Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah
antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita diabetes, kadar gula darahnya
tersebut berada pada tingkat terlalu tinggi dan pada penderita hipoglikemia, kadar
gula darahnya berada ( antara < 50 mg/dL ) atau < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemi pada Diabetes Melitus terjadi karena :
Kelebihan obat / dosis obat : terutama insulin atau obat hipoglikemi oral .
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative menurun : Gagal Ginjal Kronik
,Pasca persalinan.
Asupa makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat.
Kegiatan jasmani yang berlebihan.
Fase Aktival :
S
Fase Neurologis :
S
pada pasien pemeriksaan fisik dengan gejala gejala Hipokalemia ditemukan : muka
pucat ,tekanan darah rendah ,penurunan kesadaran ,defisit neurologic fokal transien.
DIAGNOSIS TRIAS WHIPPLE
C. Diagnosa Banding
Hipoglikemi karena :
Obat
(sering) : insulin ,sulfonylurea ,alcohol.
(kadang) : kinin ,pentamidine .
(jarang) : salsilat ,sulfonamide .
Penyakit : gagal hati ,gagal ginjal ,gagal jantung ,sepsis .
Defisiensi endokrin : kortisol ,glucagon ,epinefrin.
Hiperinsulinisme endogen : insulinoma ,autoimun ,sekresi insulin ektopik.1,7,8
D. Pemeriksaan Penunjang
Labotarium : darah rutin ,kadar glukosa darah ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati.
E. Terapi
Stadium Permulaan ( sadar ) :
Berikan gula murni 30 gram(2 sendok makan) atau sirop / permen gula murni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet / gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
36
Cari penyebabnya.
Stadium Lanjut ( Koma Hipokalemia atau Tidak Sadar dan Curiga Hipokalemia ) :
Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon ( 50 mL ) bolus intra vena.
Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam per kolf.
Periksa gula darah sewaktu (GDS) atau setiap 1 jam ,dengan Glukometer
Bila GDS < 50 mg/dL
bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv
Bila GDS < 100 mg/dL
bolus Dekstosa 40 % 25mL iv
Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :
Bila GDS < 50 mg/dL
bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv
Bila GDS < 100 mg/dL
bolus Dekstosa 40 % 25mL iv
Bila GDS < 100-200 mg/dL
tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDS > 200 mg/dL
pertimbangkan menurunkan kecepatan
drip Dekstrosa 10 % atau mengganti infus dengan Dektrosa 5 % atau NaCl 0,9%
.
Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut turut ,sliding scale setiap 6 jam
GD ( mg/dL )
RI ( Unit , subkutan )
< 200
0
200 250
5
250 300
10
300 350
15
>350
20
Bila pasien belum sadar ,GDS sekitar 200 mg/dL : injeksi Deksametason 10 mg iv
bolus dilanjutkan Manitol 1,5-2 g/kg BB iv setiap 6-8 jam ,lalu cari penyebab lain
dari penurunan kesadaran.
2. KETOASIDOSIS DIABETIK
A. Definisi
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic
yang ditandai oleh trias Hiperglikemi ,asidosis ,dan ketosis ,terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolute atau relative. KAD atau Hipoglikemia merupakan komplikasi
37
acute dari diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat.
B. Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
C. Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kirakira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam
periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asamasam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
D. Tanda Dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami pengkihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala . Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang
nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
38
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan
hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat. Ketosisi dan asidosisi yang
merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti
anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik
pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses
intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau
aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton.
Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
E. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi)
Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15
mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi, sesuai jumlah cairan yang
hilang (dehidrasi). Sekalipun terdapat pemekatan plasma harus diingat adanya deplesi
total elektrolit tersebut (dan elektrolit lainnya) yang amoak nyata dari tubuh. Akhirnya
elektrolit yang mengalami penurunan ini harus diganti.
39
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) Hb, dan Hmt juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.
F. Terapi
Akses intravena (iv ) 2 jalur ,salah satunya dicabang dengan 3 way :
I.
Cairan
NaCl 0.9 % diberikan + 1-2 L pada 1 jam pertama ,lalu + 1 L pada jam
kedua ,lalu + 0,5 L pada jam ketiga dan keempat ,dan + 0,25 pada jam
kelima dan keenam ,selanjutnya kebutuhan .
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
Jika Na+> 155 mEg/L ganti cairan dengan NaCl 0,45 %
Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5 %
II.
Jika GD stabil 200 300 mg/dL selama 12 jam RI drip 1-2 U/jam
IV ,disertai
(mg/dL)
RI (unit, subkutan)
<200
200 250
250 300
10
300 - 350
15
>350
20
40
III.
Kalium
Kalium ( K Cl ) drip dimulai bersamaan dengan drip RI ,dengan dosis 50
mEg / 6 jam dengan syarat : tidak ada gagal ginjal ,tidak ditemukan
gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG dan jumlah ureine cukup
adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5
3,0 4,5
4,5 6,0
drip dihentikan
6,0
Natrium bikarbonat
Drip
50 mEg bila pH
41
intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan
dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
C. Pemeriksaan Klinis
D. Pemeriksaan Laboratorium
E. Penatalaksanaan
I.
II.
42
Pemberian insulin reguler dosis rendah 4-8 U/jam sampai Gula Darah <
III.
IV.
250 mg/dl
Monitor gula darah/ jam
D. Antibiotik dosis tinggi
Pengobatan tingkat kedua (jam 12-24)
Jika tekanan darah stabil, produksi urine kuat, ganti cairan dengan NaCl
0,45% 250-500cc/jam
Jika gula darah <250mg/dl beri D5 % pada cairan intravena
Ganti defisit air selama 12-24 jam ( 5=10 L)
Sesuaikan dosis KCl dengan serial serum K+
Turunkan dosis insulin 4-6 menit /4-6 jam
Pantau glukosa dan elektrolit tiap 4 jam
Makanan lunak karbohidrat komplek
Pengobatan tingkat ketiga ( hari ke 2-14 ) : penambahan air, elektrolit Mg++ dan
PO4
III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo tanggal 24 Oktober 2016 dengan keadaan
tidak sadarkan diri. 3 hari SMRS pasien mengeluhkan badannya terasa lemas,
gemetaran, berkeringat dingin dan demam.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 7 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi obat diabetes. Pasien sudah diberi suntikan insulin namun pasien tidak
menggunakannya. Berat badan pasien menurun sejak menderita diabetes melitus. Pasien
mengeluhkan pandangan kedua matanya kabur sejak 5 tahun lalu namun belum pernah
diperiksakan. Terdapat riwayat luka di daerah punggung kaki kanan pasien yang
berbentuk benjolan. Benjolan tersebut kemudian dioperasi, namun setelah operasi
lukanya semakin menjalar aampai ke atas sehingga kaki kanan pasien harus diamputasi
sampai setinggi lutut.
Pada pasien ini sempat mengalami hipoglikemi (GDS 16). Untuk mengatasi
hipoglikemi dapat diberikan bolus D40 3 flash yang selanjutnya di lakukan maintenance
dengan D10 20 tpm. Hipoglikemi pada pasien dapat disebabkan karena konsumsi obat
diabetes dan low intake. Selain itu hipoglikemi dapat disebabkan karena adanya luka
43
pada kaki yang bisa mengarah pada sepsis. Pada sepsis dapat terjadi hipoglikemi karena
kuman ikut memakai gula dalam tubuh. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pasien
menderita Diabetes melitus tidak terkontrol.
Pada kaki pasienpost amputasi akan dilakukan tindakan debridement dan
penanganan luka agar tidak terjadi infeksi.
Pada pasien ditemukan keadaan anemia normokrom normositer ( Hb 7,8, Ht
24,39, Eritrosit 2,96) yang dapat disebabkan karena post amputasi atau defisiensi zat
besi (low intake), riwayat perdarahan akut. Selain itu pasien juga mengalami
hipoalbumin (3,1) yang dapat disebabkan low intake atau albumin loss karena adanya
ulkus. Pada pasien ini mendapat transfusi PRC 1koff/hari untuk mengatasi HB yang
rendah dan Albumin iv untuk mengatasi kadar albumin yang rendah
Kepada keluarganya diharapkan ikut mengawasi pengobatan di rumah, dan
mengingatkan pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Selain itu, keluarga diedukasi
mengenai faktor resiko DM yang sifatnya diturunkan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Reno, G. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1857-9.
Arif, M dkk. Kapita selekta kedokteran ed III jl I.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : 2001
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia. Semarang: 2006.
Soegondo, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2006; Hal 1860-3.
Subekti I (2004). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 217-23.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
Supartondo, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2003; hal 375-7.
Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;Hal 7-14
Yunir Em, Soebardi Suharko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitasIndonesia.
Jakarta: 2006; 1864-7
45