Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

Seorang Wanita 70 Tahun dengan Diabetes Melitus tipe II disertai


Ulkus DM
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Interna
di RSUD TUGUREJO SEMARANG

Pembimbing :
dr. Setyoko, Sp.PD

Disusun oleh :
Fathimah Afifah Zahrah
01.211.6390

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: Fathimah Afifah Zahrah

NIM

: 012116390

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung

Bidang Pendidikan

: Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing

: dr. Setyoko, Sp.PD.

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Desember 2016

Pembimbing

dr. Setyoko, Sp.PD

DAFTAR MASALAH
Tanggal
19 Desember 2016

AKTIF
1. DM type II
2. Anemia
3. Hipoalbumin
4. Luka post amputasi

STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. A

Umur

: 70 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Pamularsih, Semarang

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Bangsal

: Dahlia 2.22

No RM

: 201769

Tanggal Masuk RS

: 10 Desember 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 16 Desember 2016

II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama

: Luka pada ibu jari kaki kanan

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Anamnesis dilakukan di bangsal Dahlia 2.22 tanggal 16 Desember 2016
pukul 15.00 WIB.
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh timbul benjolan di
ibujari kaki kanan yang berisi nanah. Awalnya benjolan hanya kecil di
tepian samping kuku ibu jari kaki kanan, lama- lama melebar menjadi lebih
besar, lebih dalam, membengkak dan bernanah sampai tepi kuku ibu jari kaki
kanan bagian bawah.. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada luka. Pasien
mengaku menyikat ibu jarinya karena ada pasir sebelumnya, sehari- hari
pasien menggunakan alas kaki. Pasien mencoba mengobati lukanya dengan
rivanol tapi luka tidak kunjung sembuh. Sebelumya pasien sering merasakan
kesemutan pada kedua kakinya.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh demam, nyeri kepala,
perut terasa mual, muntah setiap kali makan, muntah berisi makanan,
perut terasa perih dan terbakar terutama pada ulu hati. Kurang lebih5

tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan
sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus
menurun, lalu pasien memeriksakan diri ke RSUD Tugurejo, dan dikatakan
bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum
obat.
Saat masuk rumah sakit pasien memeriksakan diri di poli RSUD Tugurejo,
pasien mengeluh luka pada kaki sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual. Pasien hanya makan sedikit,
muntah setiap kali makan, BAB dan BAK tidak ada kelainan.. Kemudian
pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

:Diakui, kurang lebih sudah 5 tahun yang

lalu, pasien sering mengkonsumsi obat DM.


-

Riwayat Penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat Alergi obat dan makanan

: Disangkal

Riwayat Sakit serupa

: Disangkal

Riawayat Opname

: Diakui, 4 kali

d. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

: Diakui (Ibu pasien, kakak pasien, adik

pasien)
-

Riwayat Penyakit jantung

: Disangkal

e. Riwayat kebiasaan :
-

Kebiasaan merokok
: disangkal
Kebiasaan minum alkohol
: disangkal
Kebiasaan olahraga
: tidak pernah
Kebiasaan pola makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis

dan asin (+)


Riwayat memakai sandal : diakui
Riwayat menggunting kuku : 2 minggu sekali
5

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sekarang tidak bekerja, tinggal bersama suami dan seorang
anaknya. Biaya pengobatan ditanggung oleh asuransi BPJS.
g. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali sehari
dengan nasi, sayur, tahu, dantempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang
mengkonsumsi buah-buahan. Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan
pasien menurun,makan dalam jumlah sedikit. Pasien belum menjaga pola
makannya.

ANAMNESIS SISTEM

Keluhan utama

luka di telapak kaki kanan

Kepala :

Sakit kepala (-), pusing (-), nggliyer

(-), jejas (-), leher kaku (-)

Mata :

Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),


pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).

Hidung

Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga

Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),


keluar cairan (-), darah (-).

Mulut

Sariawan (-), luka pada sudut bibir

(-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut


kering (-).

Tenggorokan

Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem respirasi

Sesak nafas (-), batuk (-),

terus menerus batuk (-), tidur mendengkur (-)

Sistem kardiovaskuler

Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada


(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)

Sistem gastrointestinal :

Mual (+), muntah

(+), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun (+), BB turun(+).

Sistem muskuloskeletal :

Nyeri otot (-), nyeri

sendi (-), kaku otot (-)

Sistem genitourinaria

Sering kencing (+),

kencing berkurang dan sedikit sedikit (-), nyeri saat


kencing (-),keluar darah (-), berpasir (-), kencing
nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna seperti
teh (-).

Atas

Ekstremitas:

bengkak (-), Luka (-), kesemutan(-),sakit sendi (-),

panas (-), berkeringat (-), palmar eritem (-)


-

Bawah

Luka (+) di pedis dextra, gemetar (-), ujung jari

dingin(-), kesemutan di kaki (+), sakit sendi (-), bengkak (-) kedua kaki

Sistem neuropsikiatri

Kejang (-), gelisah

(-), kesemutan (+), mengigau (-), emosi tidak stabil


(-)

Sistem Integumentum

Kulit

pucat (-), gatal (-)


III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Desember 2016 :
a. Keadaan Umum

: Tampak lemas

b. Kesadaran

: Compos mentis, GCS 15

c. Vital sign

: TD : 140/70 mmHg
Nadi: 90 x/menit
RR : 22 x/menit
T

: 38.2C (per axiler)

kuning

(-),

Tinggi badan

: 155 cm

Berat badan

: 55 Kg

Status Gizi

: 22,91 Normoweight

d. Kepala

: Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah

rontok
e. Mata

: Conjunctiva anemis (+/+), sklera kuning(-/-), pupil

isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya direk (+/+),reflek cahaya indirek (+/
+)
f. Telinga

: discharge (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),

gangguan fungsi pendengaran(-/-).


g. Hidung
: secret (-), napas cuping hidung (-)
h. Mulut
: lidah kotor (-), pernapasan mulut (-), bibir kering (-),
sianosis (-),
i. Kulit
j. Leher
(-),

peningkatan

: pucat (-),hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)


: pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi trakea
JVP

(-),

penggunaan

otot

bantu

pernafasan

strenocleudomastoideus (-)
k. Thoraks
Jantung
Inspeksi
: ictus codis tak nampak
Palpasi
:ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Kanan jantung
: ICS 2 linea parasternalis dextra
Atas jantung
: ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang jantung
: ICS 3 linea parasternalis dextra
Kiri jantung
:ICS 5, 1 cm medial linea midclavicularis
dextra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-), gallop (-)
Pulmo
PULMO

DEXTRA

SINISTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

Datar
Simetris statis dinamis

Datar
Simetris statis dinamis

Warna

Sama

dengan

sekitar

kulit Sama

dengan

kulit

sekitar

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi

(-)
(-)
(+) normal,Kanan = kiri (+) normal, Kanan = kiri
sonor seluruh lapang sonor seluruh lapang

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kering
Ronki basah
Stridor
Belakang
1. Inspeksi
Warna

paru

paru

Vesikuler

Vesikuler

Sama

dengan

sekitar

kulit Sama

dengan

kulit

sekitar

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus

(-)
(-)
Tidak ada pengerasan Tidak ada pengerasan
dan pelemahan

3.

4.

Perkusi
Lapang paru

dan pelemahan

sonor seluruh lapang sonor

Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kering
Ronki basah
Stridor

seluruh

paru

paru

Vesikuler

Vesikuler

l. Abdomen
Inspeksi

: bentuk cembung, warna sama dengan sekitar

lapang

Auskultasi

: Bising usus (+) 10x/menit

Perkusi

: Timpani, Pekak sisi (-),Pekak alih (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), Hepar: tidak teraba, Lien : tidak


teraba, Tes undulasi (-), nyeri ketok ginjal (-)

m. Ekstremitas

IV.

Akral dingin

Superior
(-/-)

Inferior
(-/-)

Edema

(-/-)

(-/-)

Sianosis

(-/-)

(-/-)

Pucat

(-/-)

(-/-)

Ulkus

(-/-)

(+/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin(10 Desember 2016)
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
PLCR
Eosinofil absolute
Basofil absolute
Neutrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

Hasil
H 14.21
3.91
L 10.10
L 29.70
L 76.00
L 25.00
24.00
202
12.10
22.5
0,07
0.02
H 10.58
2.21
H 1.23
L 0,50
0,10
H 74,40
L 16,30
H 6,70

Satuan
10^3/ul
10^3/ul
g/dl
%
Fl
Pg
g/dl
10^3/ul
%
%
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
10^3/ul
%
%
%
%
%

Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11,5 14,5

Hasil

Satuan

Nilai Normal

0,045 0,44
0 0,02
1,8 8
0,9 5,2
0,16 1
24
01
50 70
25 40
2 8

b. Kimia klinik
Pemeriksaan

10

Kalium
Natrium
Klorida
GDS
Albumin

V.

4.11
L 125.1
L 91.1
H 395
3.4

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Lemas
Gemetar
Berkeringat
Pandangan kabur
Riwayat DM 7 tahun
Sering BAK malam hari
Kaki Kesemutan
Minum obat DM
Riwayat luka pada kaki

kanan
10. Riwayat Penurunan BB

VIII.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

11. Luka post amputasi 13. Eritrosit 3.08


12. Konjungtiva anemis 14. Hb 7,80
15. Ht 24,30
16. Eosinofil 0,70
17. Neutrofil 79,10 %
18. Limfosit 13,30
19. RDW 17,20
20. Natrium 129
21. Kalium 3,35
22. Klorida 93,6
23. Albumin 3,1
24. GDS 16

ANALISIS MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

VII.

3,5-5,0
135-145
95-105
<125
3,2-5,2

DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis

VI.

mmol/L
mmol/L
mmol/L
mg/dL
g/dl

DM tipe II : 4, 5, 6, 7, 10, 16, 17


Hipoglikemi : 1,2, 3, 8, 24
Anemia normositik : 1, 11, 12, 13, 14, 15,19
Luka Post amputasi : 9, 11, 20, 21,22
Hipoalbumin : 23

PROBLEM
DM tipe II, Hipoglikemi, Anemia normositik, Luka post amputasi
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1) Diabetes Melitus tipe II
Assessment
a. Etiologi
Sekresi insulin abnormal
Resistensi terhadap kerja insulin
b. faktor resiko

11

Usia >45 tahun


Tidak pernah berolahraga

c. Komplikasi
i. Akut

Hipoglikemi

Ketoasidosis ( Diabetik Ketoasidosis )

Koma Hiperosmolar Nonketotik

ii. Kronis

Mikrovaskular

retinopati

diabetikum,

nefropati

diabetikum, neuropati diabetikum

Makrovaskular : penyakit jantung koroner, penyakit


pembuluh darah perifer dan stroke.

Initial plan
1. Diagnosis

HbA1c

Funduscopi

EKG

Urinalisis

CT scan

2. Terapi

Inj short acting (novorapid) 5-5-5 sc


Inj long acting (lantus) 0-0-10 sc

3. Monitoring

KU

Vital sign

GDS

4. Edukasi

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga pola


makan
12

Penggunaan Obat DM secara teratur

2) Hipoglikemi
Assessment
-

Ass. Etiologi
- Diabetes mellitus
- Hiperinsulinemia
Ass. Faktor Resiko
- Penderita DM lama
- Minum obat DM
- Low intake

Initial plan
-

Ip Dx
Kadar GDSGDA, GDP, GD 2 jam PP.BUN/SK, Albumin
Ip Tx
S Keadaan Sadar : minum air gula/permen
S Keadaan tidak sadar : Dextrose 40 % 50 ml bolus iv
Ip Mx
- Monitoring KU dan vital sign
- Monitoring GDS
Ip Ex
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga pola makan

3) Anemia Normositik
Assessment
Etiologi

Depresi eritrogenesis
Radang kronis
Hipoplasia sumsum tulang
Perdarahan akut

Faktor Risiko :

Usia
Post operasi

Komplikasi:

Gagal jantung kongestif


Penyakit ginjal
Gangguan sistem imun

13

Initial plan
1. Diagnosis

Darah rutin

Retikulosit

TIBC (total-iron binding capacity)

Serum Feritin

Indeks Eritrosit (MCV,MCH,MCHC)

2. Terapi

Asam folat 1mg 1x1

PRC > 1 kolf sampai Hb > 8

3. Monitoring

KU

Vital signs

Darah rutin

4. Edukasi

Banyak istirahat

Makan makanan bergizi

4) Luka Post Amputasi


Assessment
-

Ass. Etiologi
- Ulkus Diabetikum
Ass. Faktor Resiko
- Riwayat Kronik Diabetes Melitus
Ass. Komplikasi
- Osteomielitis
- Gangrene
- Sepsis

Initial plan
-

Diagnosis
Darah rutin, kultur bakteri
Terapi
- Medikamentosa
- Bersihkan dengan NaCl
- Metronidazole infus 3x1 vial
14

Non medikamentosa
- Ganti balut perhari
- Konsul spesialis bedah
- Program debridemen
Monitoring
- Monitoring KU dan tanda vital
- Monitoring luka
Edukasi
- Menjaga kebersihan luka
- Kontrol kadar gula darah dengan ikuti anjuran makan diet 3J

(Jadwal, Jenis, Jumlah)


5) Hipoalbumin
Assessment
-

Ass. Etiologi
- Respon inflamasi akut dan kronis
- Nefropati
Ass. Faktor Resiko
- Pasca pembedahan
- Kurangnya intake protein

Initial plan
-

IX.

Ip Dx
- Kadar albumin serum
- Urinalisis
Ip Tx
S Albumin iv
Ip Mx
- Monitoring KU
- Monitoring tanda vital
- Monitoring kadar albumin
Ip Ex
- Memberi tahu pasien dan keluargauntuk diet tinggi protein.

PROGRESS NOTE
Tanggal
S
O

Rabu, 26 Oktober 2016


Lemas (+)
Kesadaran : CM
TD 106/53 mmHg
HR : 91 x/menit
RR : 23 x/menit
T : 38oC
Hb : 7,80

15

Ht : 29,7 %
Mata : Conjungtiva anemis (+/+)
A
P

Tanggal
S
O

GDS : 197
DM, Anemia
- PCT tab 500 mg 3 x 1
-

Vit B 3x1

NaCL 0,9% 500 ml 20 tpm

Sotatic 10 mg inj 2x1 amp

PRC 1 kolf/hari

Kamis, 27 Oktober 2016


Lemas (+)
Kesadaran : CM
TD 110/63mmHg
HR : 87 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 36,2oC
Hb : 9,9
GDS : 176

A
P

Tanggal
S
O

Diabetes Melitus, anemia


- Vit B 3x1
-

NaCL 0,9% 500 ml 20 tpm

Sotatic 10 mg inj 2x1 amp iv

Ranitidin HCL Inj 2x1 iv

PRC 1 kolf/hari

Jumat, 28 Oktober 2016


Kesadaran : CM
TD 120/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2oC

A
P

GDS : 147
Diabetes Melitus
- NaCL 0,9% 500 ml 20 tpm
-

Sotatic 10 mg inj 2x1 amp iv

Ranitidin HCL Inj 2x1 iv

ALUR PIKIR

16

Wanita 54 tahun,
Riwayat DM

resistensi insulin/
sekresi insulin

Penggunaan
obat Diabetes

uptake
glukosa

Hiperglikemia

Destruksi endotel
kapiler

Hipoglikemia

perfusi
kapiler

Peripheral Vascular
disease(PVD)

Neuropati

Ulkus
Diabetikum

Anemia

Luka post
amputasi

Amputasi

Port de entry
mikroorganisme

Infeksi

17

Hipoalbumin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
jaringan terhadap insulin.
Diabetes mellitus ditandai oleh kadar glukosa yang meningkat secara kronis.
Kadar GDP pada berbagai keadaan adalah sebagai berikut : Diabetes 7,0 mmol/L,
TGT 6-7 mmol/L, Normal < 6 mmol/L; Kadar glukosa 2 jam setelah pemberian 75
gr glukosa kedalam plasma adalah : Diabetes 11,1 mmol/L, TGT 7,8 11,1
mmol/L, Normal < 7,8 mmol/L.
B. Etiologi
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2006).
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus
(DM). Sel

pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi

hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus
klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat,
memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2006).

18

C. Patofisiologi
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono,
2007).
Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk ke dalam
sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini
disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan
yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang
disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).
Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor)
kurang, maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan
bahan bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini
disebut sebagai resistensi insulin (Suyono, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi
faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan (Suyono, 2007):

Obesitas terutama yang berbentuk sentral

Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

Kurang gerak badan

Faktor keturunan (herediter)

19

D. Manifestasi Klinik
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa hausyang berlebihan
(polidipsi), sering kencingterutama pada malam hari (poliuri), banyak makan
(polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM)tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama.
Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit
tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Tabel 1.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2

DM Tipe 1
Biasanya < 40 tahun
Berat

DM Tipe 2
Biasanya > 40 tahun
Ringan

diagnosis
Kadar Insulin

Tak ada insulin

Insulin normal atau

Berat badan

Biasanya kurus

tinggi
Biasanya gemuk

Pengobatan

Insulin, diet,

atau normal
Diet, olahraga,

olahraga

tablet, insulin

Onset (umur)
Keadaan klinis saat

E. Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis Diabetes Melitus(DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan

20

gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk


mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.
Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif .

Keterangan :

21

GDP

= Glukosa Darah Puasa

GDS

= Glukosa Darah Sewaktu

GDPT

= Glukosa Darah Puasa Terganggu

TGT

= Toleransi Glukosa Terganggu

Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes
Melitus(DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara
tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut :
1. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan faktor
risiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
-

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM
gestasional

Hipertensi ( 140/90 mmHg)

Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL

Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin

Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular


Tabel 3.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM

Belum pasti
DM

22

DM

Kadar glukosa darah

Plasma vena

< 110

110-199

> 200

Darah

< 90

90-199

> 200

kapiler
Plasma vena

< 110

110-125

> 126

Darah

< 90

90-199

> 110

sewaktu (mg/dl)

Kadar glukosa darah


puasa (mg/dl)

kapiler
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Langkah-langkah Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan


Tolerangi Glukosa
Diagnosis klinis Diabetes Melitus(DM) umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa
darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan utnuk patokan
diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus(DM), hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl,
kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes
toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan
200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO :

23

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat


cukup)

Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,


minum air putih diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15 menit

Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan


tidak merokok

Tabel 3.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl


Atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
Atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO **
*

Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk

keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala
klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.

24

**

Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian

epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa
dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang
sama.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
Diabetes Melitus (DM).
Tujuan penatalaksanaan
A.

Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa


nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

B. Jangka

panjang

tercegah

dan

terhambatnya

progresivitas

penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan


adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
-Perjalanan penyakit DM

25

-Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM


- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain
-

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau


hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

2. Terapi gizi medis (TGM)


-

Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya


guna mencapai target terapi

prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran


makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
Karbohidrat
-

Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi


Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang

berserat tinggi
Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi

26

Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan


yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti

jumlah besar gula misalnya pada minuman ringan dan permen


Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari

Lemak
-

Dianjurkan sekitar 20 25% kebutuhan kalori

Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung


lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh (whole milk)

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal


dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA / Mono Unsaturated Fatty
Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Acid) dan asam lemak
jenuh.

Protein
-

Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi

Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacangkacangan, tahu, tempe

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi


0,8 g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi

Garam
-

Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
27

Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari


terutama pada mereka yang hipertensi

Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut
Pemanis
Batasi penggunaan pemanis bergizi
Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace
training ).
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate

= 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate

= 220-umur

Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti
jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.

28

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan sampai
memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang pas,
didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi hipoglikemia,
harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM
dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
DNM = 220 Umur ( dalam Tahun )
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur ( 3 4 kali
seminggu selama 30 menit ) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas malasan.
4.

Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan TGM dan latihan jasmani.
Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
A. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis : metformin
D. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase
A. Golongan Insulin Secretagogues

29

Insulin secretagogues mempunyai efek hipoglikemik dengan cara


stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
1) Sulfonilurea
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal
pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan
sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan
sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau
mempertahankan sekresi insulin.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas.
Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka
akan terjadi penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas
K pada membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan
menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun
dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat
untuk pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin.
Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.
Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan
tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan
sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa
dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam
1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup
bermakna.
Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya
dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2
minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa

30

darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat
sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan
lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan
pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.
2) Glinid
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai
struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek
sepertinya.
Repaglinid

(derivat

asam

benzoat)

dan

nateglinid

(derivat

fenilalanin)kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara


oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga
diberikan 2 sampai 3 kali sehari.
B. Golongan Insulin Sensitizing
1) Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati,
tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh
karena itu metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali
dalam bentuk extended release.
Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (kreatinin >1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada lakilaki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan
dengan hati-hati pada orang usia lanjut.
Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor
insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan
menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Setelah

31

diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertingi dalam darah
setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu
paruh 2,5 jam.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan
menyebabkan

hipoglikemia

sehingga

tidak

dianggap

sebagai

obat

hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan


kenaikan berat badan.
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan
kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga
kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada
pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya
maupun pada kombinasi dosis rendah.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen pasien
DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tungal
metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada
pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin
dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan
metformin. Penelitian lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan
insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.
Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin
sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk
dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama.
Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi
dengan SU atau obat anti diabetik lain.
2) Glitazone

32

Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk


meningkatkan

sensitivitas

insulin.Mekanisme

kerja

Glitazone

(Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferators-activated


receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR
gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot
skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator
homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter jadi
setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini.
Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi
pioglitazone.
Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis
tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa
puasa sampai 55 mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo.
Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa
darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi
dengan

dosis

sampai

45

mg/dl

dosis

tunggal.

Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena


dapat memperberat udem / retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan
faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidakdigunakan sebagai obat
tunggal.
C. Penghambat Glukoneogenesis
1)

Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer. Terutama
dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien

pasiendengan

kecenderungan

hipoksemia

(misalnya

penyakit

serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan

33

efek samping mual. Untuk mengurangi efek samping tersebut dapat


diberikan pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Alfa Glukosidase( acarbose )
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan

penyerapan

glukosa

dan

menurunkan

hiperglikemia

postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan


hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping
yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran
pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan,
metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan
aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam
pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui feses.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:
a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
dinaikkan secara bertahap.
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan
3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam).
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan
adanya interaksi obat.
d. Pada

kegagalan

sekunder

terhadap

obat

hipoglikemik

oral,

usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru


beralih kepada insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.
I.

KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus diabagi menjadi 2 yaitu :

34

A. Akut :
1) Hipoglikemi
2) Ketoasidosis ( Diabetik Ketoasidosis )
3) Koma Hiperosmolar Nonketotik
B. Kronik :
1) Retinopati Diabetik
2) Penyakit Jantung Koroner
3) Neuropati Diabetik
4) Rentan Infeksi
5) Kaki Diabetik
1. HIPOGLIKEMI
A. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah.Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah
antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita diabetes, kadar gula darahnya
tersebut berada pada tingkat terlalu tinggi dan pada penderita hipoglikemia, kadar
gula darahnya berada ( antara < 50 mg/dL ) atau < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemi pada Diabetes Melitus terjadi karena :

Kelebihan obat / dosis obat : terutama insulin atau obat hipoglikemi oral .
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative menurun : Gagal Ginjal Kronik

,Pasca persalinan.
Asupa makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat.
Kegiatan jasmani yang berlebihan.

B. Gejala Dan Tanda Klinis


Fase Subliminal :
S

Kadar glukosa 50-75 mg/dL

Sekresi insulin menurun dan glukagon meningkat

Gejala klinis tidak ada

Fase Aktival :
S

Kadar glukosa 20-50 mg/dL


35

Glukagon dan epinefrin meningkat

Gejala klinis : keringat banyak, tremor, ketakutan, lapar, mual

Fase Neurologis :
S

Kadar glukosa <20 mg/dL

Gangguan fungsi otak

Pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun,motorik halus menurun,


kesadaran menurun, koma

pada pasien pemeriksaan fisik dengan gejala gejala Hipokalemia ditemukan : muka
pucat ,tekanan darah rendah ,penurunan kesadaran ,defisit neurologic fokal transien.
DIAGNOSIS TRIAS WHIPPLE

Gula Darah Rendah < 50 mg/dL


Hipoglikemia dengan gejala-gejala saraf pusat
Gejala akan menghilang dengan pemberian glukosa

C. Diagnosa Banding
Hipoglikemi karena :
Obat
(sering) : insulin ,sulfonylurea ,alcohol.
(kadang) : kinin ,pentamidine .
(jarang) : salsilat ,sulfonamide .
Penyakit : gagal hati ,gagal ginjal ,gagal jantung ,sepsis .
Defisiensi endokrin : kortisol ,glucagon ,epinefrin.
Hiperinsulinisme endogen : insulinoma ,autoimun ,sekresi insulin ektopik.1,7,8
D. Pemeriksaan Penunjang
Labotarium : darah rutin ,kadar glukosa darah ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati.
E. Terapi
Stadium Permulaan ( sadar ) :

Berikan gula murni 30 gram(2 sendok makan) atau sirop / permen gula murni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet / gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.

36

Stop obat hipoglikemiksementara.

Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1 2 jam.

Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya pasien tidak sadar ).

Cari penyebabnya.

Stadium Lanjut ( Koma Hipokalemia atau Tidak Sadar dan Curiga Hipokalemia ) :
Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon ( 50 mL ) bolus intra vena.
Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam per kolf.
Periksa gula darah sewaktu (GDS) atau setiap 1 jam ,dengan Glukometer
Bila GDS < 50 mg/dL
bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv
Bila GDS < 100 mg/dL
bolus Dekstosa 40 % 25mL iv
Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :
Bila GDS < 50 mg/dL
bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv
Bila GDS < 100 mg/dL
bolus Dekstosa 40 % 25mL iv
Bila GDS < 100-200 mg/dL
tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDS > 200 mg/dL
pertimbangkan menurunkan kecepatan
drip Dekstrosa 10 % atau mengganti infus dengan Dektrosa 5 % atau NaCl 0,9%
.
Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut turut ,sliding scale setiap 6 jam
GD ( mg/dL )

RI ( Unit , subkutan )
< 200
0
200 250
5
250 300
10
300 350
15
>350
20
Bila pasien belum sadar ,GDS sekitar 200 mg/dL : injeksi Deksametason 10 mg iv
bolus dilanjutkan Manitol 1,5-2 g/kg BB iv setiap 6-8 jam ,lalu cari penyebab lain
dari penurunan kesadaran.
2. KETOASIDOSIS DIABETIK
A. Definisi
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic
yang ditandai oleh trias Hiperglikemi ,asidosis ,dan ketosis ,terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolute atau relative. KAD atau Hipoglikemia merupakan komplikasi

37

acute dari diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat.
B. Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
C. Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kirakira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam
periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asamasam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
D. Tanda Dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami pengkihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala . Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang
nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik

38

sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan
hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat. Ketosisi dan asidosisi yang
merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti
anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik
pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses
intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau
aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton.
Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
E. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi)

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan


kadar glukosa darah.

Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15
mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi, sesuai jumlah cairan yang
hilang (dehidrasi). Sekalipun terdapat pemekatan plasma harus diingat adanya deplesi
total elektrolit tersebut (dan elektrolit lainnya) yang amoak nyata dari tubuh. Akhirnya
elektrolit yang mengalami penurunan ini harus diganti.

39

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) Hb, dan Hmt juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.
F. Terapi
Akses intravena (iv ) 2 jalur ,salah satunya dicabang dengan 3 way :
I.

Cairan
NaCl 0.9 % diberikan + 1-2 L pada 1 jam pertama ,lalu + 1 L pada jam
kedua ,lalu + 0,5 L pada jam ketiga dan keempat ,dan + 0,25 pada jam
kelima dan keenam ,selanjutnya kebutuhan .
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
Jika Na+> 155 mEg/L ganti cairan dengan NaCl 0,45 %
Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5 %

II.

Insulin ( regular insulin = RI )

Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan

RI bolus 180 mU/kgBB IV ,dilanjutkan :

RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9 %

Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam


dalam NaCl 0,9%

Jika GD stabil 200 300 mg/dL selama 12 jam RI drip 1-2 U/jam
IV ,disertai

sliding scale setiap 6 jam :


GD

(mg/dL)

RI (unit, subkutan)

<200

200 250

250 300

10

300 - 350

15

>350

20

Jika GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan

40

Setelah sliding scale tiap 6 jam ,dapat diperhitungkan kebutuhan insulin


sehari dibagi 3 dosis sehari subkutan ,sebelum makan ( bila pasien
sudah makan ).3,8,9

III.

Kalium
Kalium ( K Cl ) drip dimulai bersamaan dengan drip RI ,dengan dosis 50
mEg / 6 jam dengan syarat : tidak ada gagal ginjal ,tidak ditemukan
gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG dan jumlah ureine cukup
adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5

drip KCl 75 mEg/6jam

3,0 4,5

drip KCl 50 mEg/6jam

4,5 6,0

drip KCl 25 mEg/6jam

drip dihentikan

6,0

Bila sudah sadar ,diberikan K+ oral selama seminggu


IV.

Natrium bikarbonat
Drip

100 mEg bila pH

< 7,0 disertai KCl 26 mEq drip

50 mEg bila pH

7,0 7,1 disertai KCl 13 mEg drip

Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperglikemi yang mengancam.


3. HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
A. Definisi
Suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi
berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran.
B. Patofisiologi
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia
yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan hiperglikemia
persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari

41

intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan
dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
C. Pemeriksaan Klinis

Poliuri, polidipsi, penurunan BB, kelemahan, penurunan kesadaran


Dehidrasi berat, Hipotensi, Syok
Bisa disertai gejala neurologis, kejang.
Takikardi
Tanpa hiperventilasi, kussmaul (-)
Tanpa bau aseton
Kulit kering
Sianosis minimal

D. Pemeriksaan Laboratorium

Gula darah > 600 sampai 2000


Osmolaritas serum > 350 mOsm
Kadar bikarbonat tetap normal ( 20 mEq/L)
pH normal
Tidak terdapat peninggian benda2 keton
Biasanya Hipernatremia, azotemia, hiperkalemia
Defisit K+ setelah pemberian cairan dan insulin
Glukosuria tetapi tidak ketonuri
Leukositosis

E. Penatalaksanaan
I.
II.

Pengawasan ketat, masuk HCU/ICU


Pengobatan awal ( jam 0-12) dengan tujuan memperbaiki volume
A. Cairan
NaCl 0.9% 1L/jam
Ganti defisit Na 500mEq/4-6 jam
Pantau elektrolit per jam
B. Kalium
Jika K+ serum tinggi, mulai pemberian KCl 20 mEq/jam setelah urine
jelas
Jika K+ serum normal atau rendah, segera beri KCl 20mEq /jam, kurangi
50% jika oliguria
Pantau K+ per jam
C. Insulin

42

Pemberian insulin reguler dosis rendah 4-8 U/jam sampai Gula Darah <

III.

IV.

250 mg/dl
Monitor gula darah/ jam
D. Antibiotik dosis tinggi
Pengobatan tingkat kedua (jam 12-24)
Jika tekanan darah stabil, produksi urine kuat, ganti cairan dengan NaCl
0,45% 250-500cc/jam
Jika gula darah <250mg/dl beri D5 % pada cairan intravena
Ganti defisit air selama 12-24 jam ( 5=10 L)
Sesuaikan dosis KCl dengan serial serum K+
Turunkan dosis insulin 4-6 menit /4-6 jam
Pantau glukosa dan elektrolit tiap 4 jam
Makanan lunak karbohidrat komplek
Pengobatan tingkat ketiga ( hari ke 2-14 ) : penambahan air, elektrolit Mg++ dan
PO4
III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo tanggal 24 Oktober 2016 dengan keadaan

tidak sadarkan diri. 3 hari SMRS pasien mengeluhkan badannya terasa lemas,
gemetaran, berkeringat dingin dan demam.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 7 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi obat diabetes. Pasien sudah diberi suntikan insulin namun pasien tidak
menggunakannya. Berat badan pasien menurun sejak menderita diabetes melitus. Pasien
mengeluhkan pandangan kedua matanya kabur sejak 5 tahun lalu namun belum pernah
diperiksakan. Terdapat riwayat luka di daerah punggung kaki kanan pasien yang
berbentuk benjolan. Benjolan tersebut kemudian dioperasi, namun setelah operasi
lukanya semakin menjalar aampai ke atas sehingga kaki kanan pasien harus diamputasi
sampai setinggi lutut.
Pada pasien ini sempat mengalami hipoglikemi (GDS 16). Untuk mengatasi
hipoglikemi dapat diberikan bolus D40 3 flash yang selanjutnya di lakukan maintenance
dengan D10 20 tpm. Hipoglikemi pada pasien dapat disebabkan karena konsumsi obat
diabetes dan low intake. Selain itu hipoglikemi dapat disebabkan karena adanya luka

43

pada kaki yang bisa mengarah pada sepsis. Pada sepsis dapat terjadi hipoglikemi karena
kuman ikut memakai gula dalam tubuh. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pasien
menderita Diabetes melitus tidak terkontrol.
Pada kaki pasienpost amputasi akan dilakukan tindakan debridement dan
penanganan luka agar tidak terjadi infeksi.
Pada pasien ditemukan keadaan anemia normokrom normositer ( Hb 7,8, Ht
24,39, Eritrosit 2,96) yang dapat disebabkan karena post amputasi atau defisiensi zat
besi (low intake), riwayat perdarahan akut. Selain itu pasien juga mengalami
hipoalbumin (3,1) yang dapat disebabkan low intake atau albumin loss karena adanya
ulkus. Pada pasien ini mendapat transfusi PRC 1koff/hari untuk mengatasi HB yang
rendah dan Albumin iv untuk mengatasi kadar albumin yang rendah
Kepada keluarganya diharapkan ikut mengawasi pengobatan di rumah, dan
mengingatkan pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Selain itu, keluarga diedukasi
mengenai faktor resiko DM yang sifatnya diturunkan.

44

DAFTAR PUSTAKA
Reno, G. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1857-9.
Arif, M dkk. Kapita selekta kedokteran ed III jl I.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : 2001
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia. Semarang: 2006.
Soegondo, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2006; Hal 1860-3.
Subekti I (2004). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 217-23.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
Supartondo, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2003; hal 375-7.
Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;Hal 7-14
Yunir Em, Soebardi Suharko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitasIndonesia.
Jakarta: 2006; 1864-7

45

Anda mungkin juga menyukai