Anda di halaman 1dari 8

1.

Fisiologi cairan dan elektrolit


Air adalah komponen utama dari semua kompartemen cairan dalam tubuh.
Jumlah air tubuh mewakili sekitar 60% dari berat badan pada orang dewasa. .
Total cairan tubuh dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, intraseluler dan
ekstraseluler. Kompartemen dipisahkan oleh membran sel waterpermeabel.
Pada orang dewasa, volume cairan intraseluler mewakili dua pertiga dari total
cairan tubuh, dan volume cairan ekstraseluler merupakan sepertiganya.
Komponen utama dari kompartemen ekstraseluler yaitu volume darah (60
sampai 65 mL/kg) dan volume cairan interstitial (120-165 mL/kg). Volume
plasma, mewakili komponen nonseluler darah, yaitu fraksi volume darah
berdasarkan hematokrit. Volume plasma pada orang dewasa yaitu 30 sampai 35
mL/kg. Volume darah didistribusikan sebagai 15% pada arteri dan 85% dalam
vena. Plasma secara terus menerus mengatur keseimbangannya dengan cairan
interstitial. Perbedaan utama antara plasma dan cairan interstitial yaitu
konsentrasi yang lebih tinggi dari protein dalam plasma, mengakibatkan
tekanan onkotik plasma 20 mm Hg lebih besar dari tekanan onkotik interstitial.
Gradien ini membantu mempertahankan volume intravaskular. Sumber
kehilangan air harian tercantum dalam tabel 23-1. Keseimbangan elektrolit
juga dipengaruhi oleh pemberian cairan parenteral. Komposisi elektrolit normal
dalam kompartemen tubuh tercantum dalam (tabel 23-2).

Kebutuhan maintenance untuk orang dewasa termasuk asupan harian yaitu 1,5
sampai 2.5 L air, 50 sampai 100 mEq natrium dan 40 sampai 80 mEq kalium
melalui enteral atau parenteral rute.
2. Jenis cairan
Ada banyak cairan kristaloid dan koloid yang sesuai untuk orang dewasa
pasien bedah dan kebidanan (Tabel 23-5). Karena tujuan dari pemberian cairan
termasuk menyediakan kapasitas pembawa oksigen dan faktor koagulasi yang
cukup, beberapa pasien mungkin membutuhkan produk transfusi darah.

a. Kristaloid
Kristaloid adalah cairan yang mengandung air dan elektrolit. Mereka
dikelompokkan menjadi balanced, isotonik, hipertonik, dan larutan garam
hipotonik. Kristaloid didistribusikan secara bebas dalam kompartemen
intravaskular dan interstitial; Oleh karena itu, sekitar sepertiga dari cairan
kristaloid diberikan secara intravena.

Balanced salt solutions (larutan garam seimbang)


Balanced salt solutions memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
cairan ekstraseluler (ECF) (misalnya, cairan Ringer laktat, PlasmaLyte, Normosol). Dengan komposisi utama natrium, maka cairan
jenis ini menjadi hipotonik. Buffer disertakan pada cairan ini
(misalnya, laktat di Ringer laktat), yang dimetabolisme in vivo untuk
menghasilkan bikarbonat. Dibandingkan dengan NaCl 0,9%, cairan
ini mengandung elektrolit lainnya dalam jumlah sedikit.
Normal saline
Normal salin (0,9% NaCl) sedikit hipertonik dan berisi lebih banyak
klorida dibanding cairan ekstraseluler. Ketika digunakan dalam
volume besar, hiperkloremik ringan (non-anion gap) dapat
menyebabkan asidosis metabolik, meskipun secara klinis mungkin
terbatas. Normal salin tidak mengandung buffer atau elektrolit
lainnya. Bahkan, normal salin lebih disukai dibandingkan Ringer
laktat (yang mengandung konsentrasi hipotonik natrium) pada cedera
otak, alkalosis metabolik hipokloremia, atau pada hiponatremia.
Beberapa pasien dengan hiperkalemia, termasuk pasien dengan gagal
ginjal, secara rutin mendapatkan normal salin karena tidak
mengandung kalium. Karena hampir isotonik, normal salin
merupakan cairan ideal untuk pengenceran pada Packed Red Blood
Cells (PRBC). Plasma-Lyte juga dapat digunakan untuk pengenceran
PRBC, namun laktat Ringer tidak boleh digunakan karena
kandungan kalsiumnya.
Hypertonic salt solutions (larutan garam hipertonik)
Larutan garam hipertonik kurang umum digunakan, dan konsentrasi
sodiumnya berkisar 250-1200 mEq/L. Semakin besar konsentrasi
sodium, semakin rendah volume total yang dibutuhkan untuk
keberhasilan resusitasi. Perbedaan ini mencerminkan pergerakan
kekuatan osmotik air dari ruang intraseluler ke dalam ruang
ekstraselular. Pengurangan
volume air dapat mengurangi
pembentukan edema. Efek ini menjadi penting pada pasien yang
cenderung mengalami edema jaringan (misalnya, operasi usus

berkepanjangan, luka bakar, cedera otak). Namun, paruh waktu


larutan hipertonik intravaskular tidak lebih lama dibanding cairan
isotonik. Selain itu, osmolalitas cairan ini dapat menyebabkan
hemolisis pada injeksi.
Dekstrosa 5%
Fungsi dekstrosa 5% sama dengan cairan bebas, karena dekstrosa
dimetabolisme. Cairan ini iso-osmotik dan tidak menyebabkan
hemolisis yang akan terjadi jika air murni disuntikkan secara
intravena. Cairan ini dapat digunakan untuk memperbaiki
hipernatremia tetapi paling sering digunakan dalam pencegahan
hipoglikemia pada pasien diabetes yang diberikan insulin, atau pada
pasien yang mendapatkan dekstrosa konsentrasi tinggi melalui
nutrisi parenteral total segera sebelum operasi.

b. Koloid
Koloid terdiri dari substansi molekul dengan berat yang besar yang tetap
dalam ruang intravaskular dan lebih lama dibanding kristaloid. Biasanya,
distribusi volume awal setara dengan volume plasma. Misalnya, paruh
waktu albumin dalam sirkulasi biasanya 16 jam, meskipun dapat sesingkat 2
sampai 3 jam pada kondisi patofisiologi. Koloid sintetik, albumin yang telah
diproses, dan fraksi protein memiliki risiko infeksi minimal atau tidak ada.
Koloid lebih mahal dari kristaloid, tetapi lebih murah dan memiliki lebih
sedikit risiko dibanding produk darah.

Albumin 5%
Albumin 5% atau fraksi protein plasma (misalnya, Plasmanate)
memiliki tekanan osmotik koloid sekitar 20 mm Hg (yaitu,
mendekati tekanan osmotik koloid normal). Proses persiapannya
menghilangkan virus dan bakteri. Albumin memiliki efek minimal
pada koagulasi.
Dekstran
Cairan dekstran merupakan polimer glukosa yang larut dalam air
yang disintesis dari sukrosa oleh bakteri tertentu. Berat molekul ratarata dekstran 40 yaitu sekitar 40.000 dalton (40 kDa), dan massa
molekul rata-rata dekstran 70 adalah sekitar 70.000 dalton (70 kDa).
Cairan koloid dari dekstran 70 6% diberikan untuk indikasi yang
sama seperti albumin 5%. Dekstran 40 digunakan dalam bedah
vaskuler untuk mencegah trombosis tetapi jarang digunakan untuk
meningkatkan volume. Kedua cairan dekstran pada akhirnya
terdegradasi secara enzimatik menjadi glukosa. Efek samping
termasuk reaksi anafilaksis atau anafilaktoid sekitar 1 dalam setiap

3300, peningkatan waktu perdarahan yang disebabkan oleh


penurunan perlekatan platelet (pada dosis 20 mL/kg/24 jam), formasi
rouleaux (yaitu, mengganggu pencocokan silang (cross-matching)
dari darah), dan kasus yang jarang terjadi dari edema paru
nonkardiogenik dianggap sebagai efek toksik langsung pada kapiler
paru setelah penyerapan intravaskular.
Hydroxyethyl Starch (HES)
Hydroxyethyl Starch (HES) adalah cairan koloid sintetik yang
modifikasi dari polisakarida alami. Seperti dekstran, HES ditandai
dengan konsentrasinya dan memiliki berat molekul rata-rata. Cairan
6% bersifat isotonik. Umumnya, semakin tinggi berat molekul dan
substitusi molar, semakin lama efek volumenya, namun lebih
potensial untuk mengalami efek samping. Durasi ekspansi volum
HES berkisar antara 2 sampai 5 jam tergantung pada persiapan.
Insiden efek samping bervariasi dengan persiapan HES yang berbeda
namun mencakup gangguan koagulasi, toksisitas ginjal, dan
penyimpanan jaringan. HES menghambat faktor von Willebrand,
faktor VIII, dan fungsi platelet. Manifestasi utama dari penyimpanan
HES pada jaringan adalah pruritus, yang dapat terjadi pada 22%
pasien.
c. Kristaloid dibandingkan koloid
Banyak kontroversi tentang peran kristaloid dan koloid dalam terapi cairan,
yang mengarah ke perdebatan berkepanjangan "Kristaloid dibandingkan
koloid". Para pendukung koloid mengatakan bahwa resusitasi dengan
larutan kristaloid mengencerkan protein plasma, yang diikuti dengan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi filtrasi cairan dari
intravaskular ke kompartemen interstitial, dan mendukung terjadinya edema
saluran pencernaan. Pemberian koloid setelah kehilangan darah akut (1 mL
cairan koloid untuk setiap mililiter kehilangan darah) dapat menyebabkan
lebih banyak perbaikan yang cepat dalam pengisian tekanan, tekanan darah
arteri, dan detak jantung.
Para pendukung cairan kristaloid berpendapat bahwa molekul albumin
secara normal memasuki kompartemen interstitial paru secara bebas dan
kemudian dibersihkan melalui sistem limfatik dan kembali ke sirkulasi
sistemik. Cairan kristaloid isotonik efektif dalam peningkatan volume
plasma untuk resusitasi tanpa penambahan berbagai cairan koloid.
Randomized trial terbesar dari saline dibandingkan resusitasi cairan albumin
melibatkan hampir 7.000 pasien di populasi perawatan intensif, dan
menunjukkan tidak ada perbedaan di setiap outcome utama. Namun, pada
subgrup pasien dengan cedera otak terjadi peningkatan angka kematian pada
grup resusitasi albumin. Meskipun mekanisme biologisnya tidak jelas,

mungkin bijaksana untuk meminimalkan penggunaan albumin dan koloid


lainnya pada populasi pasien ini.
3. Strategi cairan perioperatif
Cairan maintenance rutin
Cairan maintenance rutin dijelaskan untuk pasien dengan berat badan 25kg dan 90-kg pasca operasi (Tabel 23-6). Contoh-contoh ini didasarkan
pada aturan 4-2-1 (lihat Tabel 23-4), yang membuat perkiraan dari
kebutuhan air pada pasien.

Cairan intraoperatif rutin


Aspek penting meliputi penggantian defisit praoperasi, cairan
pemeliharaan (maintenance), kehilangan cairan yang tidak disadari, dan
kehilangan darah (Tabel 23-7). Total kebutuhan cairan terdiri dari
kompensasi intravascular volume expansion (CVE), penggantian defisit,
cairan pemeliharaan (maintenance), pengembalian cairan yang hilang
(misalnya, kehilangan darah), dan pengganti untuk redistribusi cairan
(yaitu, cairan ruang ketiga (third space fluids)):
Cairan rata-rata (rate of fluid)=CVE + defisit + maintenance + cairan yang
hilang + ruang ketiga (third space)

Compensatory intravascular volume expansion

Volume intravaskular biasanya harus diisi untuk mengkompensasi


venadilatasi dan depresi jantung yang disebabkan oleh anestesi. Pasca
operasi, venadilatasi dan depresi miokard secara cepat berkurang ketika
masuknya obat anestesi dihentikan. Pasien dengan gangguan jantung atau
ginjal dapat menjadi hipervolemi akut.
Defisit cairan

Defisit cairan sama dengan kebutuhan cairan maintenance dikalikan


dengan jam sejak asupan terakhir ("NPO defisit") ditambah kehilangan
cairan pra operasi, dan cairan di ruang ketiga eksternal dan interstisial
(misalnya, muntah, diare). Ketika terjadi hipovolemia, cairan yang cukup
harus dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengembalikan tekanan arteri
rata-rata (mean arterial pressure), denyut jantung untuk mendekati nilai
normal sebelum induksi. Jika tersedia waktu yang cukup, pemulihan urin
yang normal juga dicapai.
Rangsangan bedah dapat menimbulkan perubahan pada katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hal ini cenderung mengurangi sekresi
insulin atau menghambat efek untuk menurunkan glukosa, sehingga
menyebabkan hiperglikemia. Jika pasien diinfus menggunakan dextrose
dengan konsentrasi 5% yang sering diperlukan selama operasi, dapat
terjadi hiperglikemia berat. Dengan demikian, cairan yang digunakan
untuk volume maintenance seharusnya tidak mengandung dekstrosa.
Kehilangan cairan eksternal (misalnya, darah, asites) harus diganti untuk
mempertahankan volume darah yang normal dan komposisi yang normal
dari volume ekstraseluler. Kehilangan darah dapat diganti awalnya dengan
3 mL larutan garam seimbang (balanced salt solution)atau NaCl 0,9%
untuk setiap mililiter darah yang hilang.
4. Manajemen cairan
Pemberian cairan perioperatif yang berlebihan mungkin juga menyebabkan
edema pada saluran pencernaan, dapat menyebabkan ileus. Bahkan,
pembatasan cairan perioperatif dapat menyebabkan hasil yang lebih baik
setelah operasi saluran pencernaan elektif mayor.
Penggunaan monitor seperti tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis,
cardiac output, atau transesophageal echocardiography dapat digunakan untuk
menilai status volume dan panduan terapi cairan perioperatif.
Manajemen terapi cairan dapat mempengaruhi tingkat morbiditas dan
mortalitas intraoperatif dan pasca operasi. Menyediakan volume cairan
intravaskular yang cukup sangat penting untuk perfusi organ vital.

Daftar Pustaka
1. Miller RD, Pardo MC. 2011. Basics of Anesthesia. 6 th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders.

Anda mungkin juga menyukai