Anda di halaman 1dari 3

Willard Waller (Peterson dan Deal, 2009: 8) menyatakan bahwa setiap sekolah memunyai

budayanya sendiri, yang berupa serangkaian nilai, norma, aturan moral, dan kebiasaan,
yang telah membentuk perilaku dan hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya.
Deal dan Kennedy (Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003: 3)
mendefinisikan kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang
menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat. Jika definisi
ini diterapkan di sekolah, sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur
dominan dan sejumlah kultur lainnya sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai
disepakati secara luas di sekolah, sejumlah kelompok memiliki kesepakatan terbatas di
kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai. Keadaan ini tidak menguntungkan,
jika antara nilai-nilai dominan dan nilai-nilai subordinasi itu tidak sejalan atau bahkan
bertentangan dengan membangun suatu masyarakat sekolah pro belajar atau membangun
sekolah yang bermutu.
Menurut Zamroni (2005: 15), kultur atau budaya dapat diartikan sebagai kualitas
kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai
tertentu yang dianut sekolah.
Sementara itu, Short dan Greer (1997) mendefinisikan budaya sekolah sebagai
keyakinan, kebijakan, norma, dan kebiasaan di dalam sekolah yang dapat dibentuk,
diperkuat, dan dipelihara melalui pimpinan dan guru-guru di sekolah.
Jadi dari pengertian menurut para ahli di atas kultur sekolah dapat didefinisikan sebagai
nilai-nilai, norma, kebiasaan, keyakinan, kebijakan yang dibentuk, diperkuat, dipelihara,

dan berkembang di sekolah yang telah membentuk perilaku dan mengikat kuat
hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya.
Kultur sekolah, dengan demikian, merupakan konteks di belakang layar sekolah yang
menunjukkan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan yang telah dibangun dalam waktu
yang lama oleh semua warga dalam kerja sama di sekolah. Budaya sekolah berpengaruh
tidak hanya pada kegiatan warga sekolah, tetapi juga motivasi dan semangatnya.
Budaya sekolah dipandang sebagai eksistensi suatu sekolah yang terbentuk dari hasil
mempengaruhi antara tiga faktor, yaitu sikap dan kepercayaan, norma-norma, dan
hubungan antara individu sekolah (Aan Komariah, 2006 : 121).
Kultur-kultur yang direkomendasikan Depdiknas untuk dikembangkan antara lain :
1. Kultur yang terkait prestasi/kualitas : (a) semangat membaca dan mencari referensi; (b)
keterampilan siswa mengkritisi data dan memecahkan masalah hidup; (c) kecerdasan
emosional siswa; (d) keterampilan komunikasi siswa, baik itu secara lisan maupun
tertulis; (e) kemampuan siswa untuk berpikir obyektif dan sistematis.
2. Kultur yang terkait dengan kehidupan sosial : (a) nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan;
(b) nilai-nilai keterbukaan; (c) nilai-nilai kejujuran; (d) nilai-nilai semangat hidup; (e)
nilai-nilai semangat belajar; (f) nilai-nilai menyadari diri sendiri dan keberadaan orang
lain; (g) nilai-nilai untuk menghargai orang lain; (h) nilai-nilai persatuan dan kesatuan; (i)
nilai-nilai untuk selalu bersikap dan berprasangka positif; (j) nilai-nilai disiplin diri; (k)
nilai-nilai tanggung jawab; (l) nilai-nilai kebersamaan; (m) nilai-nilai saling percaya; (n)
dan nilai-nilai yang lain sesuai kondisi sekolah ( Depdiknas Direktorat Pendidikan
Menengah Umum, 2003: 25-26).

Sedangkan menurut Jumadi (2006: 6) Keberhasilan pengembangan kultur sekolah dapat


dilihat dari tanda-tanda atau indikator sesuai fokus yang dikembangkan. Beberapa
indikator yang dapat dilihat antara lain : adanya rasa kebersamaan dan hubungan yang
sinergis diantara warga sekolah, berkurangnya pelanggaran disiplin, adanya motivasi
untuk berprestasi, adanya semangat dan kegairahan dalam menjalankan tugas, dan
sebagainya.
Peterson, Kent D. and

Terrence E. Deal. 2009. The Shaping School

Culture Filedbook. San Francisco: Josses-Bass.


Depdiknas. (2004). Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta :
Depdiknas.
Zamroni, (2005). Mengembangkan kultur sekolah menuju pendidikan yang bermutu.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Mengembangkan Kultur Sekolah
diYogyakarta pada tanggal 23 Nopember 2005.

Anda mungkin juga menyukai