Anda di halaman 1dari 20

PERSAINGAN PARIWISATA ASEAN

NAMA KELOMPOK :
ABDUL RAZAK GINTING

1512014041

DEANTI PERMATASARI

1512014012

HANIF BAGASKARA

1512014030

ALVIN JONATHAN

1412014059

ALBERTINUS VALENTINO

1512014051

AA. DIAN ADITYA PUTRA

1512014029

FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan pada Tahun 2013
wisatawan yang datang ke Indonesia mencapai angka sembilan

juta

wisatawan, untuk wisatawan mancanegara, dan ditargetkan akan mencapai


angka sepuluh juta wisatawan mancanegara pada Tahun 2014, dengan
adanya target tersebut destinasi-destinasi pariwisata yang ada di Indonesia
harus

berusaha

mempromosikan
tujuannya.

lebih
diri

keras

agar

Pendapatan

memperbaiki

wisatawan

daerah

masyarakat dapat terangkat

akan

dapat

infrastrukturnya
lebih

bertambah

mudah
dan

dan

mencapai

kesejahteraan

karena adanya pariwisata, seperti halnya

destinasi yang sudah terkenal seperti Pulau Bali.


Bali sebagai pulau yang banyak diminati wisatawan mancanegara yang
datang untuk berwisata dan masih menjadi ujung tombak pemasukan devisa
industri pariwisata di Indonesia, hal ini disebabkan karena kekayaan alam
dan budaya yang dimiliki. Bali tak hanya memiliki potensi wisata dan budaya
yang eksotis tetapi juga kualitas akomodasi yang juga menunjang dari
pelakasanaan kegitan pariwiata juga bisa dikatakan cukup baik, makadari itu
dengan kesempatan dan peluang yang besar dalam menarik minat
wisatawan berkunjung ke Bali, banyak hal yang dilakukan, dari akomodasi,
daya tarik wisata, transportasi dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan keariwisataan semaksimal mungkin bisa ditingkatkan, karena usaha
inilah yang juga menyebabkan kunjungan wisatawan yang datang ke Bali
meningkat

setiap

tahunnya.

Berdasarkan

data

kunjungan

wisatawan

mancanegara yang datang ke Bali dalam lima tahun terakhir mengalami


peningkatan signifikan setiap tahunnya, dapat dilihat pada tabel berikut :

Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Domestik ke


indonesia
Tahun 2007-2013

Pada

Tabel di

atas

datapat

dilihat dengan jelas kunjungan wisatawan mengalami peningkatan di tahun


2008 hal ini melihat dari rata-rata pertumbuhan yang terjadi di tahun 2008
yaitu sebesar 106,15 persen dan sebaliknya mengalami penurunan yang
drastis di tahun 2012 hal tersebut dapat kita amati dengan melihat rata-rata
pertumbuhan di tahun 2012 yang menghasilkan nilai negatif sebesar 8,36.
Penurunan kunjungan di tahun 2012 tersebut terjadi dikarenakan adanya
krisis di Eropa, mengingat wisatawan yang dominan datang ke Tabanan
adalah wisatawan dari Eropa khususnya dari Belanda.
Namun dari jumlah wisatawan tersebut Indonesia masih kalah jauh dari
Negara- Negara Asean lainnya, jumlah wisatawan Indonesia masih kalah dari
Thailand,

Malaysia,

Singapura.

Jumlah

Berikut

wisatawan Negara Asean dari tahun 2010-2015.

perkembangan

jumlah

1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang
menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah indonesia masih
tertinggal dari Negara-negara asean lainnya dalam jumlah kunjungan
wisatawan. Maka bagaimana melihat persaingan Negara-negara Asean
dalam mengembangkan Pariwisata di Negaranya

1.3

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan

penelitiannya adalah untuk menganalisa Perkembangan Pariwisata di Asean.


1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat
menerapkan teori-teori dan konsep yang telah diterima saat perkuliahan,
sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta daya pikir
dalam mengidentifikasi rumusan dan menganalisis berbagai persoalan
dalam dunia pariwisata serta dapat menemukan solusi terhadap berbagai
fenomena dan persoalan.
1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih


pemikiran dan menjadi bahan masukan bagi Negara magar antahan daerah
agar tidak kalah dalam persaingan di Sektor pariwisata dari Negara-negara
lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pariwisata
Sebagai suatu gejolak sosial, pemahaman akan pengertian dari makna
pariwisata memiliki banyak definisi.
Pariwisata yang digunakan sebagai suatu tinjauan pustaka dapat dibatasi
pada pengertian: Menurut Kodyat (1983) pariwisata adalah perjalanan dari
suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau
kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan
kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan
ilmu.
Selanjutnya Burkart dan Medlik (1987) menjelaskan pariwisata sebagai
suatu trasformasi orang untuk sementara dan dalam waktu jangka pendek
ketujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja,
dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu.
Sedangkan Wahab (1985) menjelaskan pariwisata adalah salah satu
jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standart
hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor
yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti
kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara
ekonomi juga dipandang sebagai industri.
Selain itu pariwisata juga disebut sebagai industri yang mulai
berkembang di Indonesia sejak tahun 1969, ketika disadari bahwa industri
pariwisata merupakan usaha yang dapat memberikan keuntungan pada
pengusahanya.
Sehubungan dengan itu Pemerintah Republik Indonesia sejak dini
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor

9 Tahun 1969 tanggal 6 Agustus 1969, menyatakan bahwa Usaha


pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan
industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan
pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara (Yoet, 1983).

2.2.Bentuk Pariwisata
Di dalam pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata ini dapat
diklasifikasikan bentuknya ke dalam beberapa kategori berikut ini:
1.Menurut asal wisatawan
Dilihat dari asal wisatawan, apakah asal wisata itu dari dalam atau luar
negeri. Jika dalam negara berarti bahwa sang wisatawan ini hanya pindah
tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya (pariwisata
domestik), sedangkan jika ia datang dari luar negeri dinamakan pariwisata
Internasional.
2.Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran
Kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang
asing. Pemasukan valuta asing itu berarti memberi efek positif terhadap
neraca pembayaran luar negara suatu yang dikunjungi wisatawan ini disebut
pariwisata aktif. Sedangkan kepergian seorang warga negara keluar negeri
memberikan efek negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri
negaranya ini dinamakan pariwisata aktif.
3.Menurut jangka waktu
Kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau negara
diperhitungkan pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau
negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata
jangka pendek dan jangka panjang, yang mana tergantung kepada
ketentuan-ketentuan yang berlaku oleh suatu negara untuk mengukur
pendek atau panjangnya waktu yang dimaksud.
4.Menurut jumlah wisatawan
Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlahnya wisatawan yang datang,
apakah sang wisatawan datang sendiri atau dalam suatu rombongan. Maka
timbullah istilah-istilah pariwisata tunggal dan rombongan (mass tourism).
5.Menurut alat angkut yang dipergunakan
Dilihat dari segi penggunaan alat pengangkutan yang dipergunakan
oleh sang wisatawan, maka katagori ini dapat dibagi menjadi pariwisata
udara, pariwisata laut, dan darat.

2.3. Upaya Pengembangan Pariwisata

Menurut Suwantoro (2004), Upaya pengembangan pariwisata yang


dilihat dari kebijaksanaan dalam pengembangan wisata alam, dari segi
ekonomi pariwista alam akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Memang pariwisata alam membutuhkan investasi yang relatif lebih besar
untuk pembangunan sarana dan prasarananya. Untuk itu diperlukan evaluasi
yang teliti terhadap kegiatan pariwisata alam tersebut. Banyak pendapat
yang menyatakan bahwa pariwisata alam yang
berbentuk ecotourism belum berhasil berperan sebagai alat konservasi alam
maupun untuk mengembangkan perekonomian. Salah satu penyebabnya
adalah sulitnya mendapatkan dana pengembangan kegiatannya.
Pengelolaan kawasan wisata alam banyak menggunakan dana dari
pendapatan pariwisata dari pengunjung sebagai
mekanisme pengembalian biaya pengelolaan dan pelestarian kegiatan
pariwisata alam belum tercapai secara optimal.

2.4.Daerah Tujuan Wisata


Menteri Pariwisata (Menpar), Arif Yahya, menyampaikan 10 tujuan
wisata prioritas di Indonesia yang akan diakselerasi pembangunannya. 10
destinasi ini mengerucut setelah sebelumnya Kementerian Pariwisata dan
Kementarian Kemaritiman sempat memfokuskan pada 25 kawasan strategis
pariwisata nasional.
10 destinasi prioritas tersebut adalah:
1.Borobudur (Jogjakarta)
2.Mandalika (Nusa Tenggara Barat)
3.Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur)
4.Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur)
5.Kepulauan seribu (Jakarta)

6.Toba (Sumatera Utara)


7.Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
8.Tanjung Lesung (Banten)
9.Morotai (Maluku Utara)
10.Tanjung Klayang (Belitung).

Dengan diprioritaskannya 10 kawasan wisata ini pemerintah berharap


dapat mengundang wisatawan internasional lebih banyak lagi setiap
tahunnya sesuai dengan target 20juta wisatawan asing pada 2019, agar
indonesia dapat bersaing dengan Negara Negara asean lainnya di bidang
pariwisata.

BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Pariwisata Indonesia Dalam Menghadapi MEA
Pariwisata sebagai sebuah sektor jasa telah menjadi industry yang
berperan penting dalam perkembangan perekonomian bangsa-bangsa di
dunia, khususnya dalam dua decade terakhir yang dipicu oleh semakin
meningkatnya kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di dunia dan telah
menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup
manusia (lifestyle). Kemajuan perekonomian dan tingkat kesejahteraan
masyarakat di berbagai kawasan dunia telah menggerakan jutaan manusia
untuk melakukan perjalanan lintas negara. United Nation Of World Tourism
Organization (UNWTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut
kegiatan sosial dan ekonomi. Dengan adanya fenomena kerja sama
internasional seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini diharapkan
mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali aktivitas
perdagangan luar negeri. Indonesia merupakan market yang cukup besar

bagi produsen-produsen suatu produk untuk menawarkan barangnya. Selain


itu banyak produsen luar negeri yang beranggapan Indonesia menjadi salah
satu target pemasaran yang paling menguntungkan dibandingkan negaranegara berkembang lainnya. Hal ini dapat menjadi peluang ataupun
tantangan untuk Indonesia.
Peluang Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah :
1. Memperluas Pasar dan Pangsa Pasar Indonesia
Dimana Indonesia dapat menjajakan barang produksi dalam negeri
untuk diekspor ke luar Indonesia, tepatnya ke negara-negara anggota
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
2. Mendorong Kemajuan IPTEK
Kerjasama dalam bidang free trade area ini dapat menimbulkan efek
yang positif, dimana kerjasama ini dapat menghasilkan transfer
teknologi dari negara-negara anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
3. Memperluas Lapangan Pekerjaan
Indonesia dengan penduduk terbesar dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya berpeluang untuk mengirimkan tenaga kerjanya
dengan mempersiapkan peningkatan kualitas dan keterampilan (hard
skill and soft skill). SDM yang berkualitas akan mampu bersaing dan
kuat menghadapi tantangan.
Sedangkan tantangan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) adalah :
1. Terganggunya Industri Dalam Negeri
Kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tentunya menghilangkan
nilai-nilai kebijakan perdagangan internasional seperti kebijakan
profesi, sehingga industry-industri dalam negeri yang sedang tumbuh
tidak dapat terlindungi dari persaingan barang-barang impor.
2. Pasar Terbanjiri Barang Impor
Dimana saat ini barang-barang impor negara lain sudah membanjiri
pasar Indonesia serta menutupi barang produksi asli Indonesia. Hal ini
diakibatkan dari penghapusan tariff dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) sehingga negara-negara dapat menjual produknya lebih murah.
3. Daya Saing SDM
Hard skill dan soft skill tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan
minimal memenuhi ketentuan standar yang telah disepakati. Untuk itu,
Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya
sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun intra ASEAN,
untuk membendung tenaga kerja terampil dari luar sehingga Indonesia
tidak menjadi budak di negeri sendiri.
4. Laju Inflasi

Laju inflasi Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara


anggota ASEAN lainnya. Tingkat kemakmuran Indonesia masih rendah
rendah dibandingkan dengan negara lain dan juga stabilitas makro
menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia.
UNWTO telah mengakui bahwa sektor pariwisata merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama dalam bidang
ekonomi dan sosial. Data UNWTO (UNWTO Tourism Highlight 2013),
menunjukan bahwa kontribusi sekotor pariwisata terhadap GDP dunia
sebesar 9%, 1 dari 11 pekerjaan diciptakan oleh sektor pariwisata, kontribusi
terhadap nilai ekspor dunia sebesar 1,3 Triliun USD atau setara dengan 6%
ekspor yang terjadi di dunia. Daya saing pariwisata Indonesia menurut TTCI
yang diterbitkan oleh WEF (2009, 2011, 2013) menunjukkan posisi
kepariwisataan Indonesia di tahun 2009 berada pada peringkat 81, ditahun
2011 pada peringkat ke 74 dan di tahun 2013 berada di peringkat 70 dunia
dari 140 negara. Posisi kepariwisataan Indonesia di Asia Pasifik berada pada
peringkat ke 15 di tahun 2009, peringkat ke 13 di tahun 2011 dan berada
pada peringkat ke 12 pada tahun 2013 dari 25 negara yang dinilai.
Sementara itu, posisi daya saing pariwisata Indonesia pada Tingkat ASEAN,
di tahun 2009 dan 2011 berada pada peringkat ke 5 dan ditahun 2013 naik 1
peringkat ke peringkat 4 dari total keseluruhan 8 negara ASEAN yang dinilai.
Tingkat daya saing pariwisata Indonesia tidak dapat dilepaskan dari program
pembangunan sektor ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah melalui
kebijakan dan komitmen pemerintah untuk mendorong kemajuan ekonomi
nasional, diantaranya adalah melalui program Masterplan Perluasan dan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di enam koridor
ekonomi yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Koridor
Koridor
Koridor
Koridor
Koridor
Koridor

Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi

Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali, dan
Papuan Kepulauan Maluku

Berdasarkan pembagian tersebut di atas focus pengembangan MP3EI,


diarahkan pada 8 program utama yaitu : 1) Kehutanan, 2) Pertanian, 3)
Perikanan, 4) Industri manufaktur, 5) Pertambangan, 6). Energi, 7)
Pariwisata, dan 8) Pengembangan Kawasan. Salah satu dampak keberhasilan
program tersebut tercermin dari peringkat daya saing ekonomi Indonesia
tahun 2013 naik 12 level ke peringkat 38 dari peringkat 50 pada tahun
sebelumnya (Global Competitiveness Report WEF). Demikian halnya
dengan kesiapan sektor pariwisata menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), Ada 3 pilar utama yang menjadi focus kerjasama sesame negara

ASEAN yaitu pilar keamanan, pilar ekonomi, dan pilar sosial dan kebudayaan.
Sektor pariwisata masuk ke dalam salah satu pilar tersebut, yaitu pilar
ekonomi dan menjadi salah satu dari 5 sektor prioritas dibidang jasa yang
harus memiliki daya saing dalam rangka menghadapi MEA. Dengan
ditandatanganinya Mutual Recognition Arrangement (MRA) di sektor
pariwisata pada tanggal 9 januari 2009, maka sektor pariwisata Indonesia
harus siap menghadapi era keterbukaan tersebut, utamanya mobilitas
tenaga kerja yang professional di kawasan ASEAN. Untuk itu dubutuhkan
sinergisitas antar seluruh pemangku kepentingan dalam rangka
meningkatkan kemampuan daya saing kepariwisataan Indonesia.
Tabel 1 : Daya Saing Kepariwisataan Indonesia Di ASEAN
Negara
Kerangka
Lingkungan
Sumber Daya
Kebijakan
Bisnis dan
Alam , Manusia,
Infrastruktur
dan budaya
Singapura
5.74
5.31
4.64
(10)
Malaysia
4.82
4.36
4.93
(34)
Thailaind
4.47
4.25
4.68
(43)
Indonesia
4.18
3.36
4.56
(70)
Brunei (72)
4.18
3.94
3.91
Vietnam
4.30
3.26
4.30
(80)
Filipina (82)
4.51
3.33
3.95
Kamboja
4.06
2.86
3.77
(106)
Sumber :Travel and Tourism Competitiveness World Ekonomi Forum, 2013
Sejalan dengan diberlakukannya MEA, maka ASEAN akan menjadi
pasar tunggal dan memiliki basis produksi tunggal. Hal ini mengakibatkan
arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil dapat dengan leluasa /
bebas bergerak di antara negara ASEAN. Implikasi yang akan langsung
dirasakan adalah sumber daya manusia (SDM) disegala sektor dan
pariwisata ada didalamnya. Sumber Daya Manusia (SDM) Pariwisata
merupakan individu / pelaku industry pariwisata yang secara langsung
ataupun tidak langsung memiliki interaksi / berkaitan dengan seluruh
komponen. SDM pariwisata memegang peranan penting dalam menggerakan
roda industry ini. Dengan memiliki SDM pariwisata yang memiliki kompetensi
yang baik, maka pembangunan pariwisata yang baik, maka pembangunan
pariwisata dapat dilakukan secara optimal. Dalam upaya peningkatan
kompetensi SDM pariwisata di Indonesia, serifikasi bidang kepariwisataan

memiliki peran sentral. Oleh sebab itu penyusunan dan pembuatan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang kepariwisataan, serta
melakukan pelatihan ketenagakerjaan bidang pariwisata menjadi hal yang
sangat penting. Yang selanjutnya akan dilakukan sertifikasi di beberapa
provinsi di Indonesia untuk menjangkau seluruh wilayah yang ada di
Indonesia.

2.2 Prospek Indonesia Di ASEAN


Asean Economic Community (AEC) mengintegrasikan perekonomian
ASEAN dengan kerjasama ekonomi regional Asia Tenggara. Dengan
kerjasama ekonomi ini banyak keuntungan yang didapat seperti
penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan non tarif. Dengan
jumlah penduduk yang lebih banyak, Indonesia menjadi tujuan produsenprodusen dalam menawarkan barang dan hal itu merupakan keuntungan
bagi para produsen. Selain sebagai market potensial dengan jumlah
penduduk yang paling banyak diharapkan mampu menarik minat untuk
investor berinvestasi dengan menanam modal di Indonesia. Namun biar
bagaimanapun masih banyak hal yang menjadi tantangan Indonesia dalam
menghadapi perdagangan bebas di lingkup domestic maupun internasional
secara khusus Asia Tenggara. Dalam perkembangan ekspor Indonesia
selama 5 tahun (2008-2012) menunjukan bahwa Indonesia berada di posisi
ke 4 dibawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indonesia juga mengalami
deficit dengan ke tiga negara tersebut, deficit ini akan menjadi ancama bagi
perekonomian Indonesia.
Dalam KTT ASEAN ke 21 di Phnom Pen tahun 2012, Indonesia di tunjuk
sebagai penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia Tenggara di
dunia. Bersama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia berada di barisan
terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah disepakati.
Banyak pihak yang menyatakan bahwa Indonesia belum siap dalam
menghadapi Asean Economic Community (AEC), namun masih banyak
peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia, bukan hal yang mustahil jika
perekonomian Indonesia meningkat. Peluang-peluang tersebut diantaranya
sebagai berikut :
1. Daya Saing
Pasar bebas ASEAN memberikan kemudahan dalam masuknya arus
barang antar negara anggota ASEAN karena adanya hambatan non
tariff. Sebagai negara yang integrasinya cukup tinggi di sektor
elektronik dan keunggulan komparatif di sektor sumber daya alam,
Indonesia berpeluang dalam mengembangkan industry di kedua sektor
tersebut.
2. Sektor Jasa / Pariwisata

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ragam bentukan alam


seperti danau, pantai, dan bahkan gunung berapi akan mampu
mendorong pariwisata. Menurut BPS dan Pusat Data dan Informasi
(PUSDATIN) Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat
kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2013 sebesar
8.802.129 wisman, tumbuh 9.42% dengan perolehan devisa sebesar
10.05 milliar USD. Meningkatnya sektor pariwisata Indonesia menjadi
peluang yang sangat besar untuk memperkuat perekonomian. Hal ini
dapat dilihat ketika Indonesia menghadapi krisis global, ketika ekspor
turun sektor pariwisata Indonesia menjadi peluang yang sangat besar
untuk memperkuat perekonomian. Hal ini dapat dilihat ketika Indonesia
menghadapi krisis global, ketika ekspor turun sektor pariwisata justru
mengalami peningkatan 10% menjadi 17% dari total ekspor barang
dan jasa Indonesia dan menyumbang devisa terbesar meningkat dari
peringkat 5 menjadi peringkat 4 dengan devisa sebesar 10 milliar USD.
Dengan
melihat
kondisi
ini
Indonesia
optimis
dapat
meningkatkan sektor pariwisata di tahun-tahun berikutnya. Peluang
untuk meningkatkan sektor pariwisata Indonesia sangat terbuka
karena di ASEAN daya saing Indonesia di sektor pariwisata ada di
peringkat 4. Untuk terus meningkatkan daya saing banyak upaya yang
dilakukan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparkraf)
seperti melakukan sertifikasi 58.627 tenaga kerja pariwisata. Selain itu
Kemenparkraf membuat standarisasi bagi sektor jasa seperti hotel.
Menurut Kemenparkraf sektor pariwisata sudah paling siap dalam
menghadapi persaingan ASEAN.
3. Populasi Penduduk Indonesia Berusia Produktif
Jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 255.5 juta jiwa pada tahun
2015 atau 40.3% dari total jumlah penduduk di negara ASEAN.
Sebagian besar populasi penduduk Indonesia berusia produktif,
sehingga ini membuka peluang Indonesia untuk ekspor tenaga kerja ke
negara-negara ASEAN karena usia produktif di negara-negara ASEAN
lainnya relative sedikit. Dengan adanya penduduk usia produktif dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat memanfaatkan
peluang kerja di ASEAN.
4. Pasar Potensial Dunia
Kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN yang diikuti 9 negara
menjadikan pasar terbesar ke 3 di dunia yang tentunya dengan jumlah
penduduk yang cukup besar, Indonesia merupakan jumlah penduduk
yang paling besar di kawasan ASEAN (40%) dari total penduduk ASEAN
hal ini menjadikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia yang
membuat perekonomian negara lebih produktif yang dapat menjadi
pemimpin di pasar ASEAN kedepan.

2.3 Liberalisasi Perdagangan Jasa Pariwisata Di ASEAN


Indonesia telah terlibat dalam kerja sama liberalisasi perdagangan jasa
melalui lembaga AFAS sejak tahun 1995. Kewajiban setiap negara anggota
ASEAN di dalam kerja sama ini adalah melakukan pengurangan atau
penghapusan secara bertahap terhadap masuknya jasa, perusahaan, dan
tenaga kerja dari negara anggota ASEAN lainnya. Proses deregulasi tersebut
disepakati untuk dilakukan dalam 4 (empat) jenis aktivitas yaitu transaksi
jasa melalui fasilitas teknologi informasi (Mode of Supply 1-Cross Border
Supply), transaksi jasa melalui kehadiran konsumen ke negara tempat
tinggal penyedia jasa (Mode of Supply 2-Consumtion Abroad), transaksi jasa
melalui kehadiran perusahaan asing ke sebuah negara (Mode of Supply 3Commercial Presence) dan transaksi jasa melalui kehadiran tenaga kerja
asing ke sebuah negara (Mode of Supply 4-Movement of Natural Persons).
Hingga tahun 2010, telah disepakati hasil perundingan yang pada
intinya mewajibkan setiap negara anggota ASEAN untuk membuka pasarnya
dengan indicator minimal sebagai berikut :
1. Mode of Supply 1 : tidak diperkenankan lagi adanya pembatasan
2. Mode of Supply 2 : tidak diperkenankan lagi adanya pembatasan
3. Mode of Supply 3 : batas minimal Foreign Equity Participation
(Partisipasi Saham Asing) adalah 51 %, dan
4. Mode of Supply 4 : diupayakan agar setiap negara memberikan
komitmen yang lebih besar daripada yang telah diberikan sebelumnya.
Dalam memenuhi kewajiban tersebut. Indonesia telah membuka
pasarnya untuk bidang-bidang usaha sebagai berikut

Hotel
Motel Lodging Service
Letting Service of Furnished accomodations
Meal Serving Service Without Entertainment
Beverage Service Without Entertainment
Berverage Service With Entertainment
Travel Agent and Tour Operator Service
Tour Leader Service
Tourism Consultancy Service
Internasional Hotel Operator
Profesional Congress Organizer
Golf Courses and Other Facilities
Tourist Resort Including : Hotel (3, 4, and 5 stars)
Marinas

Golf Courses, and


Other Sport Facilities

Secara umum, hampir seluruh bidang usaha tersebut telah memenuhi


parameter yang disepakati, kecuali untuk untuk Mode of Supply 4 dan untuk
beberapa bidang usaha. Adapun alasan belum dipenuhinya parameterparameter tersebut pada beberapa bidang usaha adalah belum diketahuinya
tingkat keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh atau harus
ditanggung.

2.4 Daya Saing Kepariwisataan Indonesia di ASEAN


Di Indonesia, pada umumnya tingkat daya saing kepariwisataan
dipahami sebagai pencerminan dari jumlah wisatawan dan jumlah devisa
yang diperoleh. Pemahaman tersebut mengandung risiko mengesampingkan
aspek-aspek lain yang dapat terkena dampak negative kepariwisataan
seperti perusakan kualitas lingkungan hidup, penyebaran penyakit,
perlindungan keamanan dan keselamatan, dan sebagainya. Oleh karena itu,
parameter yang digunakan WEF jauh lebih tepat untuk digunakan dalam
mengukur daya saing kepariwisataan suatu negara karena berkaitan
langsung dengan konsep suistainable tourism development (pembangunan
kepariwisataan yang berkelanjutan). Itulah pula sebabnya WEF tidak
menempatkan Prancis sebagai negara dengan daya saing kepariwisataan
peringkat ke 1 meskipun negara tersebut adalah penerima kunjungan
wisatawan mancanegara terbanyak di dunia dengan 74,2 juta kunjungan
selama tahun 2009. Demikian pula WEF tidak menempatkan Amerika Serikat
(AS) sebagai negara dengan daya saing kepariwisataan peringkat ke 1
meskipun negara tersebut memperoleh jumlah devisa terbanyak dari semua
negara di dunia dengan keuntungan sebesar 93,9 milliar USD selama tahun
2009. WEF justru menempatkan Swiss sebagai negara dengan daya saing
kepariwisataan peringkat ke 1 di dunia, walaupun menurut The United
Nations World Tourism Organization (UNWTO) Swiss hanya menempati
peringkat ke 27 dalam hal jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (8.3
juta kunjungan selama tahun 2009) dan peringkat ke 15 dalam hal jumlah
devisa yang diperoleh (13.9 milliar USD selama tahun 2009). Dengan
demikian data statistic yang menerangkan jumlah wisatawan dan jumlah
devisa yang diperoleh tidak menjadi focus perhatian dalam penelitian ini.
Selama kurun waktu 2007-2009, WEF telah melakukan penilaian
tingkat daya saing kepariwisataan suatu negara. Berdasarkan penilaian
secara keseluruhan atas 14 parimeter yang telah diuraikan sebelumnya.
Pada tahun 2009 daya saing Indonesia sebagai destinasi pariwisata berada
pada urutan ke 81 dari 133 negara. Posisi ini mengalami penurunan berturutturut sejak tahun 2007 (urutan ke 60 dari 124 negara) dan 2008 (urutan ke

80 dari 130 negara). Di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia


berada pada peringkat ke 5 di bawah Singapura (10), Malaysia (32), Thailand
(39), dan Brunei Darussalam (69). Jika ditinjau secara lebih detail
berdasarkan masing-masing indicator penilaian WEF, Indonesia unggul
dalam aspek harga (price competitiveness) yaitu urutan ke 3 setelah Mesir
dan Brunei Darussalam. Menurut Diyak Mulahela (Kepala Lembaga Penelitian
Pariwisata/LEPITA), harga paket wisata ke Indonesia bahkan merupakan yang
termurah di dunia. Selain itu, Indonesia juga unggul dalam hal kebijakan
pemerintah memprioritaskan kepariwisataan (prioritization of travel and
tourism) dengan meraih peringkat ke 10. Penilaian atas masalah kebijakan
tersebut dilihat dari sejauh mana peran pemerintah, dana yang dibelanjakan
pemerintah, efektivitas aktivitas pemasaran dan pencitraan, dan frekuensi
kehadiran pada bursa pariwisata.
Dalam bidang penegakan hukum (policy rules and regulation),
Indonesia berada pada urutan ke 123. Dalam kenyataannya kualitas
penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Padahal, hal tersebut
merupakan factor yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi salah satu factor utama penghambat
peningkatan daya saing. Diungkapkan oleh De Soto bahwa : The unclear
definition of contractual obligations, inconsistent application of the law
coupied with corruption, and ad hoc regulations leave property rights
insecure and increase transaction costs within the marketplace. This
institutional instability hampers investment, savings, and consumption of
durable good.
Indonesia berada pada peringkat ke 130 dalam hal perlindungan
lingkungan hidup (environmental suistainability), padahal saat ini sedang
digalakkan konsep green tourism (pariwisata ramah lingkungan) di seluruh
dunia. Sebagai contoh, diperkirakan bahwa 69% dari 2,5 juta hektar terumbu
karang di Indonesia telah mengalami kerusakan. Di samping itu berdasarkan
hasil penafsiran citra Landsat pada tahun 2000, luas hutan an lahan yang
rusak di Indonesia telah mencapai angka 101,73 juta hektar.
Aspek keselamatan dan keamanan (safety and security) dapat
dianggap pula sebagai persoalan karena Indonesia berada pada peringkat ke
119. Penilaian tersebut didasarkan kepada tingkat kepercayaan yang masih
rendah terhadap pihak kepolisian dan tingkat kecelakaan lalu lintas yang
tinggi (di Indonesia tercatat 357 orang meninggal setiap minggu akibat
kecelakaan lalu lintas). Berkaitan dengan tingkat kepercayaan yang rendah
terhadap pihak kepolisian, nampaknya hal tersebut memang tidak dapat
diingkari. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Indonesia Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Komisi Hukum Nasional, menunjukkan bahwa
kinerja pihak kepolisian masih tidak memuaskan. Apalagi saat ini ada

berbagai kasus besar yang sedang melanda tubuh kepolisian RI (Polri) yang
dimana sejumlah petinggi Polri dinilai dalam pengangkatannya yang
mengandung unsur politis yang berlebihan.
Isu kesehatan dan higienis (health and hygiene) juga menjadi
persoalan karena berada pada peringkat ke 110. Penilaian tersebut dapat
dipahami mengingat jumlah fasilitas kesehatan dan dokter yang masih
sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk. Sebagai contoh, pada
tahun 2008, rasio dokter spesialis dan jumlah penduduk adalah 1 dibanding
lebih dari 100.000. Kondisi ini dapat menjadi persoalan besar manakala
muncul, kasus-kasus penyebaran penyakit seperti flu burung dan flu babi
yang yang berpengaruh besar terhadap kepariwisataan suatu negara.
Di bidang Insfrastruktur transportasi darat (ground transport
insfrastruktur), Indonesia berada pada peringkat ke 89. Bila dikaitkan dengan
beberapa contoh mengenai keadaan sebenarnya memang penilaian tersebut
tidak berlebihan. Berdasarkan perhitungan kementrian Perhubungan, untuk
transportasi kereta api misalnya tingkat ketepatan waktu keberangkatan dan
kedatangan di tempat tujuan masih berada pada angka 80% dan 31% (tahun
2008). Sementara itu jalan raya yang rusak di Indonesia adalah sebesar
50,33 %.
Ditinjau dari aspek infrastruktur transportasi udara (air transport
insfrastruktur). Indonesia berada pada peringkat ke 60. Salah satu aspek
penilaian yang paling penting adalah kualitas infrastruktur angkutan udara
(quality of air transport infrastructure). Jika dikaitkan dengan kenyataan di
lapangan, hingga saat ini masih dominan anggapan bahwa Bandar udara di
Indonesia masih sangat lemah dari segi kualitas keamanan, keselamatan,
dan kenyamanan. Bahkan untuk Bandar udara sekelas Soekarno Hatta
Internasional Air Transport Association (IATA) menyatakan bahwa kondisinya
tidak memadai.
Dalam hal infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi (ICT
infrastructure), daya saing Indonesia juga sangat rendah, yaitu peringkat ke
102. Di dalam kenyataan, hal ini tampaknya juga tidak jauh berbeda.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika hingga saat ini diperkirakan
bahwa 80% penduduk Indonesia masih buta IT.
Disamping itu, dalam hal ketersediaan infrastruktur pariwisata
(tourism infrastructure), Indonesia menduduki peringkat ke 88. Indikator
ketersediaan adalah jumlah kamar hotel, perusahaan rental mobil, dan
mesin ATM yang dapat diakses kartu kredit. Berkaitan dengan jumlah
perusahaan rental mobil memang jumlahnya masih sangat sedikit, yaitu 260
perusahaan yang beroperasi di 13 cabang dengan jumlah total kendaraan
sebanyak 52.000 unit. Hal ini terutama jika dibandingkan dengan jumlah

wisatawan asing yang datang ke Indonesia sebanyak lebih dari 6 juta orang
dalam tahun 2009, ditambah dengan jumlah perjalanan wisatawan domestic
yang mencapai angka 229,7 juta perjalanan selama periode waktu yang
sama.
Sementara itu, dalam hal keterbukaan terhadap pariwisata, Indonesia
berada pada peringkat ke 78 Indikator peringkat tersebut adalah rendahnya
persentase pendapatan nasional dari kepariwisataan dan rendahnya sikap
dalam menerima kunjungan wisatawan. WEF tidak menjelaskan lebih lanjut
mengenai masalah ini. Meskipun demikian, hal tersebut diduga kuat ada
kaitannya dengan persoalan terorisme dan persoalan lainnya seperti
sweeping warga negara asing, masalah pelanggaran hukum dan HAM. Dua
aspek lainnya yang dapat dikatakan tidak terlalu besar potensi
perubahannya adalah sumber daya alam (natural resources) dan sumber
daya budaya (capital resources). Untuk kedua bidang ini, Indonesia berada
pada peringkat ke 28 dan ke 37.

2.5 Strategi Indonesia Menghadapi Liberalisasi


Perdagangan Jasa Pariwisata
ASEAN
Untuk mengantisipasi proses liberalisasi perdagangan jasa pariwisata.
Pemerintah Indonesia telah berusaha menerapkan sejumlah kebijakan.
Sebagai contoh dalam kaintannya dengan sektor ketenagakerjaan telah
dibentuk ASEAN Common Competency Standard Of Toursim Professionals
(ACCSTP). Penerapan standar kualitas tenaga kerja di sektor pariwisata
tersebut di Indonesia dapat dijadikan sebagai sarana uji coba sebelum
melangkah pada tahap ekspor tenaga kerja bidang pariwisata ke luar negeri.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata telah memulai langkah tersebut
melalui pemberian sertifikat kompetensi kepada 14.000 tenaga kerja pada
periode 2009 hingga awal tahun 2010. Direncanakan bahwa sampai dengan
akhir 2010 jumlah sertifikat adalah 19.000 orang. Meskipun demikian,
tentunya masih dibutuhkan upaya yang sangat serius mengingat jumlah
tenaga kerja pariwisata di Indonesia pada tahun 2007 telah mencapai angka
4,41 juta jiwa.
Berkaitan dengan koordinasi lintas sektoral yang sangat tinggi, telah
dibentuk Intruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang kebijakan
pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata. Di dalam peraturan tersebut
telah diuraikan secara garis besar mengenai aktivitas yang harus dikerjakan
oleh 20 instansi pemerintah di tingkat pusat dan ditambah dengan lembaga
kepala daerah. Persoalan yang harus diatasi kemudian adalah sifat inpres
yang tidak mengikat secara hukum (menurut Ketetapan MPR RI
No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan

Perundang-Undangan). Di samping itu, dibutuhkan kemampuan Sumber


Daya Manusia (SDM) birokrasi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
untuk memberikan arahan kepada 21 lembaga pemerintahan (pusat dan
daerah) secara komprehensif dan terintegrasi.
Sebuah kebijakan yang sangat menarik dan dapat menimbulkan
kontroversi adalah ditetapkannya Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010
tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dari Bidang Usaha yang terbuka
dengan persyaratan di Bidang Penanaman Modal (atau dikenal dengan istilah
Daftar Negatif Investigasi [DNI]). Peraturan perundang-undangan tersebut
memberikan keistimewaan yang besar kepada investor dari negara anggota
ASEAN yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Sebagaimana
diketahui, di dalam DNI telah ditetapkan berbagai persyaratan untuk
penanaman modal, termasuk persyaratan
jumlah kepemilikan modal
dan/atau lokasi bagi investor dari negara anggota ASEAN yang ditetapkan di
dalam lampiran tersendiri (dikenal dengan istilah Lampiran II kolom j karena
jenis-jenis persyaratan tersebut ditetapkan di dalam kolom-kolom yang diberi
tanda huruf a sampau j). Jika sekalipun komitmen Indonesia dalam kerangka
AFAS tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di dalam Lampiran II
kolom J, tetapi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di dalam kolomkolom lainnya maka investor dari negara ASEAN dapat menggunakan
persyaratan yang ditetapkan di dalam kolom-kolom tersbut. Dalam ilmu
hukum, hal tersebut berarti bahwa Indonesia menganut asas lex spesialis
derogate lex generalis (aturan yang lebih spesifik melampaui aturan yang
bersifat umum).

BAB IV
PENUTUP
Setiap Negara maju di bidang pariwisata tak luput dari berbagai aspek
seperti kesejahteraan social, infrastruktur yang memadai, pengembangan
potensi alam dan budaya, pemasaran yang tepat target internasional, dan
kesiapan masyarakat sebagai pelaku pariwisata. Hal hal ini yang sangat
penting bagi pemerintah di Indonesia untuk memperhatikan masalah
masalah yang menyangkut aspek tersebut.
Mengingat aspek yang mendukung untuk kemajuan pariwisata di
Indonesia pemerintah berperan penting dan serta kesiapan dan pola pikir
masyarakat dalam menghadapi setiap program program atau kebijakan yang
dikeluarkan di setiap daerah membangun pariwisata daerah yang ada di
Indonesia. Sehingga dapat bersaing lebih kompetitif dengan Negara-negara
di Asean khusunya dalam mendatangkan wisatawan mancanegara. Yang
dampaknya berguna dalam mengembangkan sektor ekonomi masyarakat
maupun pemerintah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai