Anda di halaman 1dari 18

KEPENTINGAN SWEDIA MENGAKUI KEDAULATAN PALESTINA

SEBAGAI NEGARA MARDEKA

1.1

Latar Belakang.
Swedia merupakan salah satu negara terbesar di kawasan Benua Biru yang

dikenal sebagi negara yang makmur dan lebih memilih sikap pasif dalam politik
internasional.1 Namun beberapa tahun yang lalu dunia dikejutkan dengan sikap
Swedia yang secara terang-terangan mengakui kedaulatan Palestina dari hegemoni
Israel. Tentunya tindakan Swedia terhadap Palestina memiliki penafsiran lain
sehingga sebagian besar masyarakat intenasional menganggap bahwa pengakuan
tersebut didasarkan pada kepentingan nasional. Sejatinya Palestina merupakan
salah satu negara yang memiliki kandungan gas terbesar di dunia sehingga banyak
negara Eropa melirik Palestina sebagai negara yang menjanjikan. Jadi sangat wajar
ketika muncul asumsi bahwa pengakuan Swedia tehadap Palestina tidak lepas dari
bias kepentingan.
Konflik Israel dan Palestina merupakan salah satu kisah-klasik dalam
percaturan politik internasional. Keinginan Palestina untuk mendirikan negara
berdaulat di tepi Barat dan Jalur Gaza serta Yarusalem Timur mendapat reaksi
negative dari Israel. Pada tahun 1967 Palestina berkeinginan untuk mengambil
wilayah yang dikuasai Israel, namun perang yang berlangsung selama enam hari
membuat Palestina mengalami kekalahan sehingga beberapa wilayah dari mereka
terpaksa jatuh ke tangan bangsa Yahudi.2 Kemudian pada tahun 1988, pimpinan
tertinggi Palestinan Yasser Arafat secara sepihak mendeklarasikan berdirinya
Palestina menuju negara berdaulat.3 Dalam deklarasi tersebut sekitar 100 negara
termasuk negara Arab dan negara non blok langsung memberikan pengakuan

Pete. Profil Lengkap Negara Swedia. Agustus 2014.<Http://Www.Kembangpete.Com> Diakses


20 February 2016
2
Encyclopedia Britannica. Six-Day War Middle East 1967.< Http://Www.Britannica.Com >
Diakses 20 Februari 2016
3
Le Monde Diplomatique. Yasser Arafat, Speech At UN General Assembly. Desember 1988 <
Http://Mondediplo.Com > Diakses 20 Februari 2016

terhadap Palestina.4 Namun pengakuan tersebut tidak memiliki pengaruh secara


signifikan terhadap kedaulatan Palestina, disebabkan atas pasifnya negara veto
dalam memberikan pengakuan. Karenanya, kedaulatan Palestina tidak pernah
terwujud sebelum PBB memberikan pengakuan secara resmi.
Pasca perang dingin merupakan pembuka babak baru dalam fase kehidupan
manusia khususnya dalam keamanan internasional. Konsep keamanan tradisional
menuju keamanan yang bersifat non-tradisional ikut melibatkan peran keamanan
di seluruh aspek yang lebih mengacuh pada keamanan manusia atau human
security.5 Pada tahun 2012, PBB selaku rezim internasional memberikan pengakuan
secara de facto terhadap kedaulatan Palestina. Pengakuan tersebut diperoleh dalam
jejak pendapat dari 193 negara anggota PBB yang dihadiri 188 negara anggota.
Terdapat 138 negara mendukung kedauatan Palestina dan 9 negara yang menolak
serta 41 negara memilih abstain sehingga melihat dukungan dari negara tentunya
menjadikan Palestina sebagai negara mardeka.6 Sungguh pun pengakuan yang
diberikan oleh PBB masih menjadi tanda tanya pada negara Eropa sehingga
sebagian besar dari mereka belum meberikan pengakuan secara resmi.7 Keenggana
Uni Eropa memberikan pengakuan terhadap Palestina, tidak lain dari tekanan AS
selaku negara pempinan NATO. Hal tersebut terjadi karena kedaulatan Palestina
tentunya akan merugikan Israel dan AS pada umumnya. Tapi berbeda dengan
Swedia yang menjadi negara besar pertama di Eropa Barat mengakui kedaulatan
Palestina. Berawal dari pengakuan tersebut memunculkan persepsi bahwa
kebijakan politik luar negeri Swedia telah dibungkus oleh sejumlah kepentingan
terhadap Palestina.

Victor Kattan. The Case For UN Recognition Of Palestine. Juni


2011<Https://Electronicintifada.Net > Diakses 20 Februari 2016
5
Riskey Oktavian & Syahrul. Keamanan Internasional, Instrumen Global Dan Regional Dalam
Menjaga Keamanan Dan Perdamaian Dunia. Artikel. P. 3
6
United Nation. General Assembly Votes Overwhelmingly To Accord Palestine Non-Member
Observer State Status In United Nations. November 2012. < Http://Www.Un.Org > Diakses 21
Februari 2016
7
Ian Williams. The U.N Welcome Thestate Of Palestine. Ferbruari
2013.<Http://Www.Wrmea.Org > Diakses 20 Februari 2016

Pengakuan Swedia terhadap kedaulatan Palestina tidak hanya sebatas


mengakui. Tapi sebelum pengakuan diputuskan telah mengalami beberapa
perdebatan panjang di tingkat parlemen Swedia. Dan akhirnya pada tanggal 30
Oktober 2014 Menteri Luar Negeri Swedia Margot Wallstrom mengakui
kedaulatan Palestina sebagai negara yang mardeka.8 Tentunya pengakuan Swedia
merupakan tindakan yang berani dan ter-arah.

Sehingga Hanan Ashrawi

mengungkapkan bahwa Sweden Had Made A Principled And Courageous


Decision.9 Pengakuan Swedia menjadi negara besar pertama di Eropa Barat yang
mengakui kedaulatan Palestina sehingga Ashrawi mengatakan bahwa rakyat
Palestina mengharapkan pengakuan dari negara Eropa dan apa yang dilakukan
Swedia merupakan bentuk penghargaan terhadap Palestina. Berikut ini pernyataan
Ashrawi selaku pejabat senior Palestina.
They Hope Both Other Members Of The European Union, And Other
Countries Around The World, Will Follow Swedens Lead And Recognize
Palestine Before The Chances For A Two-State Solution Are Destroyed
Indefinitely.10
Kemudian setelah beberapa hari pengakuan terhadap kedaulatan Palestina,
Israel menarik duta besarnya untuk Stockholm sebagai bentuk kekecewaan.11
Pengakuan Swedia terhadap Palestina merupakan bentuk yang rasional dalam
mengejar dan melindungi kepentingan nasional.12 Karena keputusan Swedia
mengakui kemerdekaan Palestina berdasarkan cost and benefit bahwa pengakuan
terhadap Palestina akan mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang
dengan melihat kandungan alam yang dimiliki. Sebab dalam pergaulan
internasional sangat dipengaruhi oleh tingkat kepentingan suatu negara. Kedudukan
Palestina sebagai negara pemegang gas terbesar sangat sinkron dengan kebutuhan

Karl Ritter.Sweden Recognizes Palestinian State Israel Upset. Oktober 2014


<Http://Www.Washingtontimes.Com > Diakses 20 Februari 2016
9
Rachel Blevins. Sweden Recognizes Palestinan State Draws Criticism From Israel. 31 October
2014 < Http://Truthinmedia.Com > Diakse 21 Februari 2016
10
Rachel Blevins. Loc.,, Cit
11
Dr. Rich Swier. Sweden Would Defend Any County Except Israel. Januari 2016 <
Http://Drrichswier.Com > Diakses 20 Februari 2016.
12
Abubakar Eby Hara Phd. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri, Dari Realisme Sampai
Konstruktivisme. Nuansa. Bandung. 2011. P.34
8

domestik Swedia sebagai negara industri. Apalagi Swedia memiliki kekayaan alam
mineral khususnya pada biji besi tentunya sangat membutuhkan sumber energi
dalam pengolahannya menjadi Besi Baja, Mesin, serta pada pembuatan Kapal.
Selain itu, Swedia memiliki deposit mineral lainnya seperti Seng, Timah, Tembaga,
Perak, dan Uranium.13 Ini semakin menunjukkan bahwa dukungan Swedia terhadap
Palestina memiliki unsur kepentingan bukan hanya dari segi perdagangan tapi juga
reputasi sebagai negara yang menjujung tinggi nilai perdamaian dunia.
Swedia yang dikenal sebagai negara hijau selalu menjadi sorotan dunia
internasional. Kelihaian negara hijau dalam mensejahterakan rakyatnya telah
dilakukan dengan berbagai cara yaitu pengolahan sampah menjadi sumber energi
serta memberikan perlakuan yang baik bagi seluruh rakyatnya. Kendati pun Swedia
menggunakan sampah sebagai cadangan energi dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Namun upaya tersebut belum cukup untuk menopang kebutuhan
domestik sehingga negara hijau ini terpaksa mengimpor sampah dari negara lain
yang akan diolah menjadi sumber energi listrik dan bahan bakar kendaraan seperti
Kereta Api, Bis dan Mobil. Pengakuan Swedia terhadap Palestina justru melibatkan
Stockholm dalam ketegangan dengan Israel. Kendati pun, pengakuan Swedia
terhadap Palestina mendapat reaksi keras dari Benjamin Netanyahu selaku perdana
mentri Israel. Oleh sebab itu, pengakuan Swedia atas Palestina memungkinkan
menjadi bumerang terhadap Stockholm atas munculnya kecaman dari negara sekutu
Israel.
Setelah Swedia resmi mengakui kedaulatan Palestina hubungan kedua
negara langsung menguat dibuktikan pada tanggal 10 Februari 2015 pembukaan
kedutaan Palestina di Stockholm.14 Kebijakan tersebut menimbulkan kecaman dari
pihak Israel dan AS. Mereka menganggap bahwa keputusan Swedia mengakui
kedaulatan Palestina bersifat primatur dan bias kepentingan. Tapi tuduhan AS dan
Israel telah di pertegas oleh Wallstrom bahwa AS bukan menjadi penentu
13

Pete. Profil Lengkap Negara Swedia Agustus 2014.< Http://Www.Kembangpete.Com > Diakses
20 Februari 2016
14
Reuters. Palestine Opens Its First Embassy In Westrn Europe. Februari
2015.<Http://Tribune.Com. > Diakse 21 Februari 2016

kebijakan luar negeri Swedia.15 Ini menunjukkan bahwa pengakuan Swedia atas
Palestina telah merubah konstalasi politik di dalam kubu Uni Eropa yang
memunculkan titik anomali atas perseteruan antara Stockholm dan Washington.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini ditujukan

untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana Kepentingan Swedia Dalam Mengakui


Kedaulatan Palestina.? Padahal dari beberapa tahun yang lalu, Swedia sudah
menjalin hubungan kerjasama dengan Israel. Tentunya pengakuan Swedia akan
mengganggu hubungan antara Israel bahkan sampai pada AS sebagai negara super
power. Hal tersebut menjadi keunikan dalam penelitian ini dengan melihat
kepentingan Swedia terhadap Palestina sehingga rela mengabaikan kecaman dari
Israel dan AS.
1.3

Konsep Dan Teori.


A. National Interest
Dalam penulisan ini akan menggunakan konsep kepentingan nasional

Hans. J Morgenthau dalam menjabarkan politik luar negeri Swedia. Secara istilah
kepentingan nasional ( national interest) sampai saat ini belum memiliki defenisi
tunggal. Namun dalam pandangan realisme kepentingan nasional memiliki
penafsiran yang berbeda dari setiap ahli. Untuk melihat lebih jauh, konsep
kepentingan memiliki kaitan erat dengan kekuasaan sehingga kepentingan nasional
menjadi salah satu instrumen untuk memperoleh kekuasaan ( power).16 Menurut
Morgenthau Power merupakan Kontrol Manusia Terhadap Fikiran Dan Tindakan
Manusia Dengan Yang Lain.17 Sedangkan menurut Robert Dhal power adalah
The Ability To Shif The Probability Of Outcome. Selain itu, Dhal mengungkapkan
banwa power dapat dilihat sebagai suatu yang paling berkaitan dengan relationship

15

CNN Indonesia. Swedia Dukung Palestina, Yakinkan Dunia. Oktober.


2014.<Http://Www.Cnnindonesia.Com > Diakses 21 Februari 2016
16
Burchill,Scott & Linklater, Andrew, Theory Of International Relation, Edisi Bahasa Indonesia.
Teori Hubungan Internasional, Diterjemahkan Oleh M. Soborin, Nusa Media.2011. P. 101
17
Hans. J. Morgenthau. Pilitices Among Nations. Edisi Bahasa Indonesia. Politik Antar Bangsa.
Diterjemahkan Oleh S. Maimoen, A.M. Fatwan, Cecep Sudradjad. Yayasan Obor Pustaka
Indoneasia. 2010. P 34

antara dua aktor politik seperti individu, kelompok, partai politik pemerintahan dan
oraganisasi internasional.18 Jadi dari beberapa defenisi power di atas menunjukkan
hubungan yang sangat signifikan dengan kepentingan suatu negara terhadap bangsa
lain.
Kepentingan nasional merupakan bentuk politik luar negeri. Oleh sebab itu,
untuk lebih lanjut menjalaskan politik luar negeri, maka penulis meminjam
pemikiran Carlton Clymer Rodee Et Al bahwa politik luar negeri merupakan pola
perilaku yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu merumuskan kepentingannya
terhadap negara lain. Kebijakan tersebut ditempuh dengan cara menentukan tujuan,
menyusun prioritas, menggerakkan mesin pengambilan keputusan, mengelola
sumber daya alam dan manusia dalam persaingan internasional.19 Dari defenisi
Rodee mengindikasikan bahwa kepentingan nasional tidak bisa lapas dari politik
luar negeri dan menjadi kata kunci dalam pergaulan internasional.
Menurut teoritis Morgenthau, kepentingan nasional merupakan konsep
politik yang sering digunakan oleh aktor dalam menjalankan hubungan kerjasama
dengan negara lain. Karenanya, Morgentahu menjelaskan bahwa kepentingan
nasional adalah cara untuk bertahan hidup (survive) yang bertujuan melindungi
identitas fisik, politik dan budaya dari gangguan negara lain. 20 Maksud dari logika
Morgenthau bahwa suatu negara harus bisa mempertahankan integrasi wilayahnya
(physical identity) dan identitas politik serta mempertahankan rezim ekonomi
politiknya. Kemudian menurut Cendikiawan Federick L Schumann, Morgenthau,
George F. Kennan mengasumsikan bahwa kepentingan nasional sangat
berpengaruh terhadap diplomasi antarnegara dalam proses pencapaian tujuan. Jadi
dari beberapa defenisi di atas maka penulis manarik satu kesimpulan bahwa
kepentingan nasional merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi dan
mempertahankan kepentingan dari gangguan eksternal dalam proses pencapaian
tujuan. Kemudian untuk menjelaskan bentuk-bentuk kepentingan nasional

18

P. Anthonius Sitepu. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011.P 184
Syahrul. Serangan Rusia Ke Krimea Sebagai Instrumen Balance Of Power Terhadap NATO.
Thesis Ugm. P. 12
20
P. Anthonius Sitepu. Ibid. P. 164
19

Morgentau, maka penulis memilih dua pendekatan yaitu Keamanan Ekonomi dan
keamanan nasional. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai
pertimbangan bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki hubungan yang erat
terhadap prilaku Swedia mengakui kedaulatan Palestina.
a.

National Security.

Keamanan nasional seringkali dikaitkan dengan kekuatan militer dan


regional suatu bangsa. Tapi kepentingan nasional praktis identik dengan rumusan
keamanan nasional dalam perlindungan hak asasi manusia sehingga tercipta
keselarasan terhadap bangsa lain dalam memperjuangkan kepentingan negara.21
Maksudnya bahwa keamanan nasional dilakukan untuk mempertahankan identitas
fisik (physical identity) serta indentitas politik. Dalam menjaga keamanan nasional
maka negara membutuhkan aliansi dalam menuju persaingan politik internasional
karena semakin banyak aliansi suatu negara maka semakin kuat pengaruh yang
dimiliki, khususnya dalam merumuskan kebijakan internasional.22 Selain itu,
keamanan politik dari intervensi negara asing sangat dibutuhkan suatu negara
dalam merumuskan politik luar negerinya terhadap bangsa lain. Hal tersebut seperti
yang ungkapkan oleh perdana mentri Swedia Wallstrom bahwa AS bukan menjadi
penentu kebijakan luar negeri Stockholm.23 Hal tersebut diungkapkan atas posisi
Swedia sebagai negara berdaulat dan bebas untuk menentukan arah politik luar
negerinya. Karena munculnya intervesi asing dalam politik luar negeri suatu negara
akan mengkaburkan kedaulatan dan keamanan yang dimiliki. Berikut ini
Morgenthau memberikan gambaran keamanan nasional sebagai salah satu konsep
kepentingan nasional.
Morgenthau: National Security As, The Integrity Of The National
Territory And Its Institutions. This Is A Succinct Way Of Saying That
National Security Is The Wide Array Of Actions Taken By A State To Protect

Arnold Wolfers. National Security As An Ambiguous Symbol. Political Science Quarterly,


Vol.67.No.4 Dec. 1952. P. 481-482.
22
P. Anthonius Sitepu. Ibid P 165
23
CNN Indonesia. Loc.,, Cit.
21

Its Physical, Economic, Political, Cultural, And Military Assests And


Institutions From Attack, Coercion, Or Influence.24
Keamanan nasional merupakan salah satu bentuk dari national interest
dalam merumuskan kebijakan politik luar negeri. Kepentingan Swedia mengakui
keadulatan Palestina merupakan bentuk kepentingan dalam perlindungan citra
bangsa serta ekonomi dan politik internasional. Sebut saja, Swedia dikenal sebagai
negara yang aman dan damai serta lebih mengedepankan nilai kemanusiaan. Selain
itu, Swedia dikenal sebagai negara hijau yang memiliki budaya damai dan bersih
serta tidak membeda-bedakan manusia dari komunitasnya. Karenanya, pengakuan
dilakukan sebagai bentuk untuk mempertahankan indentitas politik dan menjadi
panutan terhadap negara lain di kancah internasional.
b. Kepentingan Ekonomi.
Dalam regulasi hubungan internasioal dibutuhkan aktor, kepentingan dan
kekuatan (power) terhadap suatu negara. Pada hakikatnya kepentingan nasional
merupakan sebuah cita-cita suatu negara untuk mencapai keinginan bersama
dengan kekuatan yang dimiliki. Karena setiap prilaku negara pada dasarnya
memiliki kepentingan terhadap bangsa lain yang difungsikan sebagai instrumen
pendorong agar terciptanya suatu interaksi dalam hubungan internasional.
Walaupun pada dasarnya negara bersifat egois (selfish) dan selalu memperjuangkan
kepentingan nasionalnya sehinga tidak memperdulikan dampak yang ditimbulkan
terhadap bangsa lain.25 Hal tersebut memiliki kaitan dengan fenomena Swedia
mengakui kedaulatan Palestina bahwa pengakuan Swedia tentunya sangat
merugikan domestik serta mengancam posisi Israel di Timur Tengah. Namun
prilaku Swedia terhadap Palestina merupakan wujud untuk bertahan hidup (survive)
karena pada hakikatnya setiap negara akan mempertahankan eksistensinya dalam
persaingan internasional.

24

Moore C. Robert & Dr Dennis V. Hickey. The Sino-Japanese East China Sea Dispute. Analysis
Of The Issues And Potential Resolutions.PLS 680, Section 3 July 2009. P. 1
25
Oppenheim, Felix E. National Interest, Rationality, And Morality In Political Theory, Vol. 15,
NO. 3; 1987. P. 370

Kepentingan nasional memiliki tujuan besar yaitu untuk memenuhi misi


negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Maksudnya bahwa terjadinya aktivitas
ekspor-impor akan sangat menguntungkan pada rakyat dan negara pada
umumnya.26 Dalam memperjuangkan kepentingan ekonomi suatu negara ke negara
lain, tentunya harus dilandaskan pada kebijakan luar negeri serta kekuatan atau
posisi yang dimiliki demi mencapai stabilitas perekonomiaan suatu negara.
Keinginan Swedia mengakui Kedaulatan Palestina disebabkan karena kepentingan
ekonomi. Karena Swedia merupakan negara industri manufaktur dan tentunnya
membutuhkan negara berkembang sebagai patner kerja atau pasar.27 Selain itu,
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Swedia sangat tergantung pada cadangan
gas alam yang difungsikan sebagai penggerak roda kehidupan di Stockholm.
Apalagi Palestina merupakan negara pemegang cadangan gas yang cukup besar
serta membutuhkan investasi dari negara maju untuk membangun negara. Tindakan
Swedia terhadap Palestina sejalan dengan asumsi Morgenthau yang lebih
menekankan pada perubahan politik internasional.
Subsequently Clarified That The Emphasis On Power Must Be Adapted To
The Changing Circumstances Of International Politics.28
Asumsi Morgenthau dapat ditafsirkan bahwa kepentingan nasional pada
umumnya untuk mensejahterakan masyarakat (prosperity) serta mensejahterakan
pemerintah nasional di tingkat internasional. Asumsi tersebut lebih mengarah pada
pelestarian kebijakan politik luar negeri dan integritas teritorial sehingga lebih
melihat pada perubahan politik yang lebih menguntungkan. Maksudnya bahwa
Swedia dikenal sebagai negara yang pasif dalam perpolitikan internasional tapi
karena adanya kepentingan dari tuntutan domestik sehingga berubah menjadi aktif.
Pergeseran tersebut, nampak setelah Swedia memberikan pengakuan terhadap
Pelestina dan merespon kecaman Israil dan AS.

26

P. Anthonius Sitepu. Ibid. P. 165-166


Nincic, Miroslav. The National Interest And Its Interpretation In The Review Of Politics, Vol.
61, No. 1; 1999. P. 31-32
28
J. Peter Pham. What Is The National Interest? Hans Morgenthaus Realist Vision And
American Foreign Policy. American Foreign Policy Interset. 2008. P. 258
27

B. Dicision Making.
Setiap negara pasti akan memutuskan kebijakan luar negerinya berdasarkan
dengan apa yang menjadi kepentingan nasionalnya. Untuk mencapai tujuan
nasional maka negara akan melakukan perhitungan secara rasional sebelum
merumuskan kebijakan. Politik luar negeri suatu negara dilakukan atas adanya
respon terhadap prilaku negara lain. Pengambilan keputusan akan selalu dilakukan
dengan pilihan rasional bahwa negara akan menghitung atau menganalisis dari
alternatif-alternatif yang ada serta menentukan sebuah pilihan yang dianggap paling
menguntungkan untuk dijadikan sebagai respon dalam politik luar negeri.29
Maksudnya bahwa sebelum suatu negara merumuskan kebijakan politik luar
negerinya terhadap negara lain, maka terlebi-dahulu melewati kalkulasi cost and
benefit. Sehinga setiap keputusan yang diambil pasti memiliki bias kepentingan.
Dalam kajian studi hubungan internasional selalu memiliki pandangan yang
berbeda terhadap suatu fenomena sehingga hal tersebut menjadi keunikan dan daya
tarik dalam mempelajari hubungan internasional. Seperti halnya terhadap
pengambilan keputusan politik luar negeri yang memiliki banyak penafsiran.
Bahkan ada yang menganggap

bahwa pengambilan keputusan suatu negara

merupakan pemecah masalah serta adapun yang mengungkapkan sebagai politik


kepentingan suatu negara dalam memperjuangkan hidupnya.30

Namun dalam

bahasan ini, penulis akan menggunakan teori Graham Alison sebagai landasan
pengambilan keputusan politik luar negeri Swedia.
a. Rational Actor
Pada dasarnya bahwa pengambilan keputusan tidak lepas dari upaya
mengejar kepentingan. Sehingga Alison mengungkapkan bahwa prilaku negara
sebagai aktor individu yang rasional dan sempurna diasumsikan memiliki
pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba untuk memaksimalkan
nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada.31 Dalam pengambilan keputusan,
29

P. Anthonius Sitepu. Ibid .P 74


Ibid.,, P.75
31
Abubakar Eby Hara Phd. Ibid. P. 93-94
30

10

negara akan mempertimbangkan semua pilihan dan bertidak rasional untuk


memaksimalkan keuntungan (pay off).32 Hal tersebut menjelaskan bahwa upaya
Swedia mengakui kedaulatan Palestina merupakan bentuk tindakan yang rasional
dari para politisi Swedia. Sebelum pengakuan diputuskan telah dilakukan beberapa
pertimbangan untung dan rugi terhadap domestik Swedia. Kebijakan tersebut
ditempuh untuk melihat seberapa jauh tekanan Israel dan AS terhadap Stockholm.
Apalagi Swedia sudah lama menjalin hubungan kerjasama dengan Israel, tentunya
bentuk pengakuan tersebut akan merusak hubungan kedua negara. Namun sebelum
pengakuan diputuskan telah dilakukan jejak pendapat dalam Parlemen Swedia
sebagai bentuk tindakan rasional dalam mencari cost and benefit.
Keputusan Swedia mengakui kemardekaan Palestina merupakan pilihan
rasional dalam melihat kepentingan negara. Dalam pengakuan tersebut tidak hanya
mendatangkan keuntungan tapi juga mendatangkan kecaman dari Israel. Namun
salah satu dampak tersebut memiliki nilai yang tinggi sehingga aktor yang rasional
memilih untuk mengambil langkah pengakuan. Dampak yang ditimbulkan terhadap
Swedia yaitu meningkatkan citra negara di mata negara lain serta kerjasama
ekonomi khususnya dalam bidang perdagangan dan investasi. Sehingga semua
kebijakan pemerintah tentunya membawa dampak terhadap aktor lain, baik dari luar
batas wilayahnya secara konseptual merupakan bagian dari kepentingan politik luar
negeri.
b. The Organizational Proses
Dalam pandangan Alison mengungkapkan bahwa politik luar negeri sebagai
hasil kerja suatu organisasi besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku.
Pembuatan keputusan bukan semata-mata dari proses intelektual, tapi merujuk
pada keputusan-keputusan yang telah dibuat di masa lalu serta prosedur rutin yang
berlaku atau pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi itu (standard operating
procedure).33 Pengambilan keputusan dalam proses organisasi dilakukan sesuai
dengan tindakan sebelumnya, bahwa negara cenderung memiliki pedoman dalam
32
33

Abubakar Eby Hara Phd. Op.,, Cit.


. Ibid.P. 95

11

merumuskan kebijakan politik luar negerinya. Selain itu negara biasanya bersifat
pasif serta memiliki acuan dalam mengatasi masalah bahwa apa yang akan terjadi
pada suatu waktu bisa diramalkan dengan melihat apa yang telah terjadi
sebelumnya. Keputusan Swedia mengakui kedaulatan Palestina tentunya memiliki
acuan terhadap nilai kemanusiaan bahwa telah sekian lama kedua negara berperang
tanpa ada titik celah untuk menuju perdamaian.34 Hal tersebut diungkapkan atas
dasar bahwa selama ini Swedia dikenal sebagai negara yang patuh terhadap hukum
internasional dan sangat menjunjung nilai perdamaian. Sehingga jika negara hijau
tidak memberikan pengakuan maka apa yang selama ini diperjuangkan akan
menjadi sia-sia dalam artian hilangnya citra di mata negara lain.
Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi
para pengambil keputusan (decision makers) dari masing-masing negara sebelum
merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Pengambilan keputusan suatu
negara selalu di warnai oleh kepentingan sehingga kedua unsur tersebut tidak bisa
terpisah antara satu sama lain khususnya dalam politik luar negeri. 35 Dan bahkan
dalam setiap langkah kebijakan politik luar negeri ( foreign policy) membutuhkan
landasan kepentingan nasional supaya ter-arah dan fokus dalam suatu titik tujuan.36
Oleh sebab itu, pengakuan Swedia terhadap Palestina bukan berlandaskan pada satu
aktor individu tapi berlandakan pada keputusan bersama dalam birokrasi
Stockholm.
Dari dua pendekatan di atas dipilih berdasarkan pada kinerja teori yang
sesuai dengan politik luar negeri Swedia. Pengakuan Swedia terhadap Palestina
tentunya memiliki nilai kepentingan baik secara ekonomi maupun keamanan
nasional. Selain itu sebelum pengakuan dilakukan, sebelumnya dilakukan beberapa
proses pengambilan keputusan seperti rasional aktor dan proses organisasi yang
bertujuan untuk mencari kepentingan dalam bertahan hidup (survive). Dalam
pengambilan keputusan tentunya telah dibungkus oleh sebuah kepentingan negara,

34

Ibid, P.95-96
T. May Rudy, Study Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin,
Refika Aditama, Bandung, 2002. P. 116
36
T. May Rudy. Op.,, Cit.
35

12

karena pada hakikatnya setiap prilaku negara terhadap bangsa lain pasti memiliki
sejumlah kepentingan. Oleh sebab itu pengakuan Swedia terhadap kedaulatan
Palestina juga memiliki sejumlah kepentingan. Dari dua pendekatan di atas akan
dijadikan sebagai pisau analisis dalam melihat politik luar negeri Swedia terhadap
Palestina pada tahun 2014 silam.
1.3.1

Operasionalisasi Teori
Dalam bahasan ini akan menggunakan konsep kepentingan nasional

(national interest concept) serta konsep pengambilan keputusan (decision making


concept). Kedua konsep ini akan dijadikan sebagai pisau analisis dalam melihat
politik luar negeri Swedia terhadap pengakuan kedaulatan Palestina. Dalam konsep
kepentingan nasional terbagi atas dua bagian yaitu keamanan nasional dan
kepentingan ekonomi. Penulis memilih konsep ini karena memiliki hubungan yang
erat terhadap Prilaku Swedia dalam mengakui kedaulatan Palestina. Seperti halnya
dalam keamanan nasional bahwa pengakuan Swedia terhadap kedaulatan Palestina
bertujuan untuk mempertahankan identitas politik serta reputasi yang dimiliki.
Karena selama ini Swedia dikenal sebagai negara damai serta menjunjung tinggi
nilai kemanusia. sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan
identitas dari gempuran politik internasional. Sebab hilangnya identitas suatu
negara tentunya akan mengancam tingkat keamanan domestik baik secara militer
maupun ekonomi.
Kemudian kepentingan ekonomi selalu menjadi tuntutan dasar bagi setiap
negara. Kepentingan Swedia terhadap Palestina tidak terlepas dari sisi ekonomi.
Hal tersebut disebabkan atas kedudukan Swedia sebagai negara industri tentunya
membutuhkan aliansi dalam memasarkan hasil industri. Apalagi Palestina
merupakan negara berkembang tentunya membutuhkan berbagai kebutuhan dalam
membangun negara. Selain itu, Palestina juga dikenal sebagai salah satu negara
pemilik cadangan gas terbesar di dunia sehingga memungkinkan untuk menopang
kebutuhan domestik Stockholm yang selama ini menggunakan sampah sebagai
cadanga gas dalam memenuhi kebutuhan domestik. Dalam bahasan ini,
pengambilan keputusan memiliki dua bagian yaitu rasional aktor dan proses

13

oranganisasi. Sebelum Swedia mengakui kedaulatan Palestina telah melewati


beberapa tahap, salah satunya adalah rasional aktor. Keputusan yang diambil
merupakan bentuk pilihan rasional bahwa keputusan yang ditempuh akan jauh
lebih menguntungkan terhadap domestik Swedia dan reputasi di dunia
internasional.
Kemudian yang kedua adalah proses oranganisasi. Kebijakan Swedia
mengakui kedaulatan Palestina

berdasarkan pada keputusan bersama dalam

musyawarah parlemen Stockholm. Sehingga keputusan berdasarkan pada identitas


atau prilaku Swedia sebelumnya sebagai negara perdamaian bahwa pengambilan
keputusan suatu negara sangat dipengaruhi oleh prinsip atau ideologi yang dimiliki.
Karenanya, pengakuan Swedia terhadap kedaulatan Palestina sangat dipengaruhi
oleh posisinya sebagai negara perdamaian. Hal tersebut terbukti setelah negara
hijau ini, berhasil bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1995, tapi enggan
menjadi anggota NATO.37 Ini mengindikasikan bahwa politik luar negeri Swedia
tidak mengedepankan strategi offensive dalam bidang militer tapi lebih
mengedepankan kerjasama perdagangan dengan negara lain. Dari kedua konsep di
atas akan dijadikan sebagai acuan untuk melihat kepentingan Swedia terhadap
Palestina. Kemudian, dalam bahasan ini operasionalisasi teori berfungsi untuk
menunjukkan fungsi teori dalam melihat fenomena Swedia terhadap Palestina.
1.4

Metode penelitian
Studi ini mengangkat kasus di Timur Tengah dengan melihat pengakuan

Swedia terhadap kedaulatan Palestina. Penelitian ini bersifat kualitatif yang sifatnya
menggambarkan dan menjelaskan politik luar negeri Swedia. Kemudian hubungan
antara penelitian dengan sumber literatur akan memberi data dan informasi yang
lebih baik mengenai nilai-nilai yang diteliti. Selain itu, kegunaan metode ini akan
mempermudah dalam pencarian data dan informasi mengenai kebijakan politik luar
negeri Swedia mengakui kedaulatan Palestina. Tetap mengacu pada metode
penelitian bahwa dalam riset ini akan mengunakan metode pengumpulan data yang
Twenty Years Since Sweden Voted To Join The EU - Whats Changed?. November 2014
<Http://Www.Theguardian.Com > Diakses 22 Februari 2016
37

14

akan digunakan melalui studi pustaka (library research). Adapun studi pustaka
yang dimaksud yaitu pencarian berbagai informasi dan konsep yang dibuat oleh
para ahli dalam bentuk buku, jurnal karya tulis ilmia, artikel internet dengan
menggunakan situs yang resmi, serta segala informasi yang berkaitan denga tema
dan diakui kebenarannya.
Ada dua rasionalitas penulis menggunakan studi ini. Pertama penulis
merasa penelitian tentang politik luar negeri Swedia merupakan suatu keunikan
tersendiri karena kita ketahui bahwa Swedia merupakan salah satu negara yang
pasif dalam pergaulan internasional. Kedua penulis merasa memiliki keterbatasan
untuk melakukan studi dalam menelusuri kebijakan luar negeri Stockholm karena
kasus ini terbilang baru sehingga masih sangat sediki peneliti yang mengkajinya.
Oleh sebab itu penulis menyadari keterbatasan untuk memperoleh data yang
sempurna sehingga dilakukan beberapa metode untuk mengumpulkan data
sebanyak mungkin. Kemudian data tersebuat akan diolah sesuai dengan teori dan
konsep di atas.
1.5

Argumen Utama.
Kepentingan menjadi dasar suatu negara untuk menjalin hubungan

kerjasama terhadap bangsa lain. Dalam pandangan realis melihat negara bersifat
egois dan anarki terhadap negara lain sehingga lebih mementingkan
kepentingannya. Karenanya, dalam penelitian ini penulis mengungkapkan bahwa
pengakuan Swedia terhadap Palestina memiliki bias kepentingan yaitu kepentingan
nasional khususnya pada keamanan nasional dan ekonomi yang dirumuskan dalam
pengambilan keputusan (decision making) dengan mengunakan beberapa
pendekatan seperti rasional aktor dan proses organisasi. Hal tersebut menjadi dasar
pengambilan keputusan Swedia dalam mengakui kedaulatan Palestina.
1.6

Sistimatika Penulisan
Bab I bertujuan untuk mengungkap salah-satu landasan pemikiran serta

respon Israel

dan masyarakat internasional terhadap pengakuan kedaulatan

Palestina. Dalam Bab ini berusaha untuk memberi pemahaman kepada pembaca
tentang pokok permasalahan Swedia dan Palestina. Bab awal terdiri dari Latar
15

Belakang, Rumusan Masalah, Landasan Konsep dan Teori, Metode Penelitian,


Argumen Utama dan Sistimatika Penulisan. Bab I ini berisi landasan pemikiran
penulis dan kerangka operasional kerja teori. Kemudian pada Bab selanjutnya, Bab
II menjelaskan dan menggambarkan sejarah Palestina serta politik luar negeri
Swedia, sehingga pada Bab ini banyak memperbincangkan tentang Latar Belakang
pengakuan Swedia terhadap kedaulatan Palestina.
Bab III menjelaskan dan menggambarkan

alasan dan tujuan Swedia

mengakui kedaulatan Palestina sehingga tujuan dari bab II yang ingin mengungkap
Latar Belakang pengakuan kedaulatan akan diperjelas dalam bab ini. Kemudian
Pada tengah tulisan sebagai kerangka inti, Bab IV menjelaskan pengakuan
kedaulatan Palestina sebagai bentuk kepentingan Swedia baik secara nasional
maupun internasional. Sehingga Dalam Bab ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca bahwa pengakuan Swedia terhadap kedaulatan
Palestina adalah bentuk kepentingan baik dari segi ekonomi maupun dalam
meningkatkan reputasi di dunia internasional. Pada Bab V akan menjadi bagian
penutup dan akan memberikan kesimpulan dari penelitian dan refleksi teoritis atas
kasus yang diteliti.
DFTAR PUSTAKA
BUKU.
Morgenthau, Hans J. Pilitices Among Nations. Edisi Bahasa Indonesia.
Politik Antar Bangsa. Diterjemahkan Oleh S. Maimoen, A.M. Fatwan, Cecep
Sudradjad. Yayasan Obor Pustaka Indoneasia. 2010.
Sitepu P. Anthonius. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 2011.
Hara Abubakar Eby PhD. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri, Dari
Realisme Sampai Konstruktivisme. Nuansa. Bandung. 2011.
Rudy T. May, Study Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional
Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung. 2002.
Burchill,Scott & Linklater, Andrew, Theory Of International Relation,
Edisi Bahasa Indonesia. Teori Hubungan Internasional, Diterjemahkan Oleh M.
Soborin, Nusa Media. 2011.
JURNAL
Nincic, Miroslav. The National Interest and Its Interpretation in The
Review of Politics, Vol. 61, No. 1 1999. P. 29-55.

16

Pham J. Peter. What is the national interest? Hans Morgenthaus realist


vision and American foreign policy. American foreign policy interset. 2008. P. 256265
Felix E. Oppenheim. National Interest, Rationality, and Morality in
Political Theory, Vol. 15, NO. 3; 1987. P. 369-389
Wolfers Arnold. National Security As An Ambiguous Symbol. Political
Science Quarterly, Vol.67.No.4 Dec. 1952. P. 481-502.
Robert C. Moore & Dr Dennis V. Hickey. The Sino-Japanese East China
Sea Dispute. Analysis Of The Issues And Potential Resolutions.PLS 680, Section 3
July 2009. P 1-28
Syahrul. Serangan Rusia Ke Krimea Sebagai Instrumen Balance Of Power
Terhadap NATO. Thesis Ugm. P. 12
Miroslav Nincic. The National Interest And Its Interpretation In The
Review Of Politics, Vol. 61, No. 1; 1999. P. 31-32
Oktavian Riskey & Syahrul. Keamanan Internasional, Instrumen Global
Dan Regional Dalam Menjaga Keamanan Dan Perdamaian Dunia. Artikel. P. 120
ELETRIK
Pete.
Profil
Lengkap
Negara
Swedia.
Agust
2014.<Http://Www.Kembangpete.Com/2014/08/29/Profil-Lengkap-NegaraSwedia/ >
Encyclopedia Britannica. Six-Day War Middle East 1967.<
Http://Www.Britannica. Com/Event/Six-Day-War >
Le Monde Diplomatique. Yasser Arafat, Speech At UN General Assembly.
December 1988 < Http://Mondediplo.Com/Focus/Mideast/Arafat88-En >
Victor Kattan. The Case For UN Recognition Of Palestine. June 2011<
Https://Electronicintifada.Net/Content/Case-Un-Recognition-Palestine/10079 >
Ian Williams. The U.N Welcome Thestate Of Palestine. Ferbruary 2013.<
Http://Www.Wrmea.Org/2013-January-February/Three-Views-The-U.N.Welcomes-The-State-Of-Palestine.Html >
Karl Ritter.Sweden Recognizes Palestinian State Israel Upset. October
2014<Http://Www.Washingtontimes.Com/News/2014/Oct/30/SwedenRecognizes-Palestinian-State-Israel-Upset/ >
Rachel Blevins. Sweden Recognizes Palestinan State Draws Criticism From
Israel. 31 October 2014 <Http://Truthinmedia.Com/Sweden-RecognizesPalestinian-State-Draws-Criticism-From-Israel/ >
Dr. Rich Swier. Sweden Would Defend Any County Except Israel. January
2016 < Http://Drrichswier.Com/2016/01/16/Sweden-Would-Defend-Any-CountyExcept-Israel/ >
Pete.
Profil
Lengkap
Negara
Swedia
Agust
2014.<Http://Www.Kembangpete.Com/2014/08/29/Profil-Lengkap-NegaraSwedia/ >

17

Reuters. Palestine Opens Its First Embassy In Westrn Europe. February


2015.< Http://Tribune.Com.Pk/Story/836332/Palestine-Opens-Its-First-EmbassyIn-Western-Europe/ >
CNN Indonesia. Swedia Dukung Palestina, Yakinkan Dunia. October.
2014.<Http://Www.Cnnindonesia.Com/Internasional/20141015182721-1346515/Swedia-Dukung-Palestina-Yakinkan-Dunia/ >
Twenty Years Since Sweden Voted To Join The EU - Whats Changed?.
November 2014 <Http://Www.Theguardian. Com/News/Datablog/2014/Nov /13/
Twenty-Years-Since-Sweden-Voted-To-Join-The-Eu-Whats-Changed >
Schwartz Michael. The Often Overlooked Role Of Natural Gas In The
Israel-Palestine Conflict. March 2015 <Http://Www.Motherjones.Com/Politics
/2015/02/How-Gazan-Natural-Gas-Became-Epicenter-International-PowerStruggle>
United Nation. General Assembly Votes Overwhelmingly To Accord Palestine
Non-Member Observer State Status In United Nations. November 2012. <
Http://Www.Un.Org/Press/En/2012/Ga11317.Doc.Htm > Diakses 21 Februari
2016

18

Anda mungkin juga menyukai