Bronko Pneumonia
Bronko Pneumonia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Nama
NPM
: 0906511196
Tanda Tangan
Tanggal
: 7 Juli 2014
ii
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
(...)
Penguji
(...)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
: . 2014
iii
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya untuk menyelesaikan pembuatan karya ilmiah dengan judul
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
Pasien Bronkopneumonia di Ruang Rawat Inap Anak Lantai III Selatan RSUP
Fatmawati Jakarta. Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
2.
3.
Papa, Mama, dan adik tercinta Nanda yang selalu memberikan doa, nasihat,
dukungan, dan bersedia menemani hingga larut malam
4.
5.
Teman-teman TM (Arif, Awi, Bunga, Dilla, Emi, Fafa, Fura, Lulu, Naila,
Novi, Sinta, Sule, Yuli) yang telah saling memberikan berbagai masukan
dalam pembuatan karya tulis ini
6.
7.
Teman-teman satu bimbingan (Ka Uli, Asma, Nikita, Rahma) yang telah
saling mengingatkan dan memberi dukungan selama proses pembuatan
karya ilmiah ini
8.
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari
dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu
diperlukan masukan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu.
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
: Depok
: 7 Juli 2014
Yang menyatakan
vi
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama
Program
Judul Karya Ilmiah
Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian anak di Indonesia dari tahun ke
tahun. Pneumonia juga selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas
kesehatan. Tingginya faktor risiko pneumonia yang terdapat di perkotaan membuat pneumonia
menjadi salah satu masalah kesehatan di perkotaan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberi
gambaran asuhan keperawatan yang telah diberikan pada anak dengan bronkopneumonia di RSUP
Fatmawati dan menganalisa tindakan fisioterapi dada sebagai terapi non farmakologi untuk
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas. Hasil yang diperoleh setelah
melakukan fisioterapi dada pada anak dengan bronkopneumonia yaitu terjadi peningkatan status
pernapasan yang ditandai dengan berkurangnya hasil scoring WCSSS.
Kata kunci: bronkopneumonia, fisioterapi dada, pneumonia, WCSSS.
ABSTRACT
Name
Major
Title
Pneumonia is always ranked top cause of child deaths in Indonesia from year to year. Pneumonia
also always be on the list of 10 biggest disease each year in health care facilities. The high
pneumonia risk factors contained in the urban make pneumonia became one health problem in
urban areas. This paper aims to give an overview of nursing care that has been given to children
with bronchopneumonia in Fatmawati chest physiotherapy and analyze actions as nonpharmacological therapy for nursing problems ineffectiveness airway clearance. The results
obtained after chest physiotherapy in children with bronchopneumonia is an increase in respiratory
status characterized by reduced WCSSS scoring results.
vii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
x
xi
xii
1
1
3
4
5
6
6
7
7
8
9
10
11
12
13
13
16
16
17
17
18
21
21
23
24
26
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
ix
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
xi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Web of Causation
Lampiran 6
Biodata Penulis
xii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia dari tahun ke tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar KemenKes
(2013), menyatakan bahwa terjadi peningkatan period prevalence pneumonia
pada anak dari 2,1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,7 persen pada tahun 2013.
Pneumonia juga selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di
fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kematian balita di Indonesia.
Pada tahun 2007 dan 2008 perbandingan kasus pneumonia pada balita
dibandingkan dengan usia lebih dari 5 tahun adalah 7:3, artinya bila ada 7 kasus
pneumonia pada balita maka akan terdapat 3 kasus pneumonia pada usia lebih dari
5 tahun. Pada tahun 2009 terjadi perubahan menjadi 6:4. Namun, pneumonia pada
balita masih tetap merupakan proporsi terbesar. Menurut Ditjen PP & PL & Profil
kesehatan Indonesia (2007-2009) proporsi penemuan pneumonia pada bayi
sebesar >20% dari semua kasus pneumonia, proporsi pneumonia pada bayi
dibandingkan dengan balita sekitar 35%.
Menurut KemenKes dalam Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) insidens tertinggi
pneumonia pada balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%). Hal
ini menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia yang tinggi kejadian
pneumonianya sehingga perlu mendapat perhatian. Bila pneumonia tidak
ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat menghambat upaya pencapaian
target MDGs yang ke-4 yaitu menurunkan angka kematian pada bayi dan anak.
Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita
dengan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan salah satu upaya untuk
mendapatkan perawatan yang adekuat untuk mencapai kesehatan yang optimal
pada individu yang sakit. RSUP Fatmawati merupakan tempat penulis
menjalankan praktik KKMP peminatan anak, gedung Teratai Lantai III Selatan.
Penyakit bronkopneumonia merupakan kasus yang banyak terjadi di ruang ini.
Hal ini ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit bronkopneumonia
dalam 3 bulan terakhir mencapai 32 pasien dengan rata-rata usia di bawah 2
tahun. Di ruang ini kasus bronkopneumonia terdapat pada urutan kedua setelah
DBD.
Masalah yang sering muncul pada anak pneumonia yang dirawat di rumah sakit
yaitu distress pernapasan yang ditandai dengan napas cepat, retraksi dinding dada,
napas cuping hidung, dan disertai stridor (WHO, 2009). Napas cepat diketahui
dengan menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit. Menurut WHO
(2011), bayi yang berumur <2 bulan dikatakan bernapas cepat jika frekuensi
napasnya 60 kali per menit, sedangkan bayi usia 2 bulan sampai <1 tahun
dikatakan napas cepat bila frekuensi napasnya 50 kali per menit. Pada balita usia
1-5 tahun apabila frekuensi napasnya 40 kali permenit, maka balita tersebut
memiliki napas cepat.
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Melihat keluhan yang tampak pada anak dengan bronkopneumonia seperti adanya
retraksi dinding dada, frekuensi napas yang cepat, adanya suara napas tambahan,
belum mampu batuk efektif menimbulkan masalah bersihan pada jalan napasnya.
Oleh karena itu perawat perlu melakukan intervensi untuk membuat jalan napas
anak bersih. Dalam hal ini penulis melakukan aplikasi dari tesis yang dibuat oleh
Mardiyanti (2013) dengan judul Dampak Fisioterapi Dada terhadap Perubahan
Status Pernapasan (SpO2, WCSSS, HR) Anak Usia Kurang dari Dua Tahun
dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Tesis ini menerapkan terapi non
farmakologis yaitu fisioterapi dada dan didapatkan hasil bahwa terdapat
perbedaan yang bemakna pada denyut nadi, SpO2, dan skor WCSS anak sebelum
dan sesudah dilakukan fisioterapi dada. Penulis tertarik menggunakan aplikasi ini
pada anak dengan bronkopneumonia sehingga bersihan jalan napas anak dapat
efektif. Selain karena sesuai dengan usia klien kelolaan, teknik ini juga tidak
memerlukan biaya dalam penerapannya, serta berdampak positif dalam membuat
jalan napas anak menjadi bersih.
1.2
Rumusan Masalah
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
karena itu, intervensi yang dilakukan penulis yaitu memberikan fisioterapi dada
untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas akibat penumpukan sekret.
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penulisan karya ilmiah ini untuk menganalisis
asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di Ruang Rawat
Inap Anak Gedung Teratai Lantai III Selatan RSUP Fatmawati.
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah ini untuk:
1. menggambarkan hasil pengakajian kasus kelolaan pasien anak dengan
bronkopneumonia
2. mengidentifikasi masalah bersihan jalan napas pada kasus kelolaan
pasien anak dengan bronkopneumoni
3. menggambarkan intervensi keperawatan pada kasus kelolaan pasien
anak dengan bronkopneumonia
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1
Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi
informasi
tentang
asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
1.4.2
Manfaat Aplikatif
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi informasi bagi perawat dan
mahasiswa keperawatan mengenai pemberian asuhan keperawatan pada
anak dengan bronkopneumonia. Bagi rumah sakit, karya ilmiah ini dapat
dijadikan acuan dalam pelayanan untuk mengatasi permasalahan
bronkopneumonia serta mengurangi komplikasinya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
dan
keperawatan
yang
dihadapi,
menetapkan
masalah
masalah
kesehatan/keperawatan,
menanggulangi
masalah
keperawatan kesehatan
(promotif),
pencegahan
masyarakat
(preventif),
mencakup
peningkatan
2.2
2.2.1
Bronkopneumonia
Pengertian Bronkopneumonia
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda pada setiap tingkat usia anak.
Secara umum bakteri yang berperan penting penyebab pneumonia yaitu
Streptococcus pneumonia (50%), Haemoptilus influenza (20%), Staphilococcus
aureus, Streptococcus group B. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumonia yang bisa ditemukan di kerongkongan manusia
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh karena sakit, usia, atau malnutrisi,
bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan mengalami panas tinggi, berkeringat, napas terengahengah, dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
2.2.3
Gejala klinis yang muncul biasanya tergantung dari umur pasien dan patogen
penyebabnya, sedangkan pada anak-anak biasanya tidak muncul gejala
(Setyoningrum, 2006). Tanda dan gejala pada bayi dan anak kecil meliputi
demam, anak rewel, kejang yang disebabkan demam tinggi, sakit kepala, nyeri
dan pegal pada punggung dan leher, anoreksia, muntah, diare, nyeri abdomen,
hidung tersumbat, produksi sekret, stridor, merintih, wheezing, crackles,dan batuk
(Hockenberry & Wilson, 2012). Pada neonatus sering dijumpai takipnea, retraksi
dinding dada, dan sianosis. Pada bayi yang lebih besar, gejala yang sering terlihat
yaitu takipnea, retraksi dinding dada, sianosis, batuk, demam, dan iritabel. Pada
anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi yaitu demam, batuk (non produktif
atau produktif), takipnea, dan dispnea yang ditandai dengan retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat ditemui demam, batuk (non
produktif atau produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
10
Menurut DepKes (2004), tanda dan gejala pneumonia diantaranya yaitu batuk,
pilek, demam disertai adanya kesukaran bernapas dan peningkatan frekuensi
napas sesuai usia. Napas cepat dapat diketahui dengan menghitung frekuensi
napas dalam satu menit penuh yang dihitung ketika kondisi anak tenang. Untuk
anak usia kurang dari dua bulan, dikatakan napas cepat jika frekuensi napasnya
60 kali per menit, untuk usia 2 bulan sampai 1 tahun dikatakan napas cepat jika
frekuensi napasnya 50 kali per menit, dan untuk balita (1-5 tahun) dikatakan
napas cepat jika frekuensi napasnya 40 kali per menit (WHO, 2011).
2.2.4
Patofisiologi Bronkopneumonia
Infeksi saluran napas bawah yang paling sering diderita dan berisiko besar pada
anak-anak yaitu pneumonia (Corwin, 2009). Kerusakan jaringan paru setelah
kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak disebabkan dari reaksi imunitas
dan inflamasi pejamu. Selain itu, toksin yang dikeluarkan bakteri dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah, termasuk produksi surfaktan
sel alveolar tipe II. Menurut Corwin (2009) dan Price & Wilson (2006)
pneumonia memiliki empat fase atau stadium yaitu stadium hiperemia, hepatisasi
merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi.
Staium satu, hiperemia (4-12 jam pertama) merupakan respon inflamasi awal pada
daerah paru yang terinfeksi yang disebabkan pelepasan histamin dan
prostaglandin serta mengaktifkan komplemen (Price & Wilson, 2006). Ketiga
komponen ini menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke area
cidera serta memicu terjadinya perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisial yang kemudian mengakibatkan edema antara kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus, menyebabkan penurunan
kecepatan difusi gas yang pada akhirnya menyebabkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. Pada stadium ini, penyebaran infeksi ke jaringan sekitar
terjadi akibat dari peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus serta membran
kapiler seriring dengan berlanjutnya proses inflamasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
11
Stadium dua, hepatisasi merah (12-48 jam pertama) merupakan kondisi ketika
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan pejamu
sebagai bagian dari proses inflamasi. Stadium tiga, hepatisasi kelabu (3-8 hari)
terjadi ketika sel-sel darah putih membuat kolonisasi di bagian paru yang
terinfeksi. Pada stadium ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cidera dan terjadi fagositosis sel debris. Stadium empat, resolusi (8-11 hari)
merupakan periode ketika respon imun dan inflamasi mereda, sel fibrin, debris,
dan bakteri telah berhasil dicerna, makrofag dan sel pembersih pada reaksi
inflamasi mendominasi (Price & Wilson, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
12
2.2.6
Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Tata laksana bronkopneumonia terbagi menjadi dua yaitu tindakan suportif dan
medikamentosa (Enarson & Gie, 2005). Tindakan suportif seperti pemberian
oksigen secara nasal kanul (nasal prong) untuk mempertahankan saturasi oksigen
>90%. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat juga merupakan tindakan
suportif. Jika sekret berlebih dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transport mukosiliar. Tata laksana kedua yaitu medikamentosa
dengan pemberian terapi antibiotik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
Menurut Ricciuti dan Schub (2010) tata laksana infeksi saluran napas bawah pada
bayi membutuhkan fisioterapi dada seperti perkusi dengan kombinasi suction.
Fisioterapi dada sebaiknya didahului dengan pemberian bronkodilator dan normal
salin untuk membantu mengencerkan mukus yang kental. Pemantauan saturasi
oksigen sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilan terapi dan mencegah
kondisi lebih parah. Selain pemerian fisioterapi dada sebagai terapi suportif,
pemantauan status hidrasi dan status ASI eksklusif sangat dianjurkan. Dengan
cairan yang adekuat dan ASI eksklusif diteliti dapat mempercepat penyembuhan
dan mempersingkat hari rawat (Abdullah, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
13
yang
Fisioterapi dada dengan manuvernya dilakukan sampai pada titik poin tertentu
yang meliputi peningkatan udara yang masuk, penurunan suara napas tambahan
(wheezing atau cracles), peningkatan kemampuan paru mengembang, berkurang
hingga terhentinya produksi sputum, atau intoleransi pasien. Karena hal tersebut
durasi pemberian fisioterapi dada bervariasi dari 15 menit hingga 90 menit yang
mencerminkan derajat disfungsi paru. Fisioterapi dada bekerja pada lokasi yang
spesifik tergantung tempat yang terinfeksi (Lubis, 2005). Jika tujuan tercapai
maka terjadi peningkatan ekspansi daerah yang terinfeksi, kemudian perfusi area
tersebut tercapai. Jika jalan napas bersih dari sekret, resistensi jalan napas dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
14
obstruksi aliran udara akan menurun. Jalan napas yang bersih dan peningkatan
ventilasi dari jalan napas akan meningkatkan pengembangan paru
1. Postural drainase
Postural drainase yakni pengaturan posisi tubuh untuk membantu mengalirkan
lendir yang terkumpul di suatu area ke arah cabang bronkhus utama (saluran
napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan cara dibatukkan (Asmadi,
2008). Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya gravitasi dan sekret itu sendiri (Lubis, 2005).
Postural drainase dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas dan juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
ateletaksis. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka
postural drainase dilakukan berbagai posisi sesuai dengan lokasi kelainan paru.
Posisi postural drainase dapat dilihat pada Gambar 2.1
2. Perkusi
Teknik pemukulan ritmik (perkusi) dilakukan dengan telapak tangan yang
melekuk pada dinding dada atau punggung (Asmadi, 2008). Tujuannya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
15
Gambar 2.2 Bentuk tangan tenting untuk perkusi dada bayi dan anak kecil
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
16
3. Vibrasi
Vibrasi merupakan getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dada pasien. Vibrasi ini dilakukan setelah
perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara sekresi dan melepaskan mukus yang
kental (Greenberg, 2008). Vibrasi dilakukan pada saat pasien mengeluarkan napas
(ekspirasi) dilakukan 5-8 kali per detik (Lubis, 2005).
2.3.2
2.3.3
Menurut (Asmadi, 2008; Hockenberry & Wilson, 2012; Lubis, 2005) indikasi
fisioterapi dada antara lain:
a.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
17
2.3.4
Fisioterapi dada memiliki dua sifat kontra indikasi yaitu yang bersifat mutlak dan
bersifat relatif (Lubis, 2005). Kontra indikasi yang bersifat mutlak seperti
kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan, dan perdarahan masif. Kontra
indikasi yang bersifat relatif antara lain infeksi paru berat, patah tulang iga, luka
baru post operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan, serta
adanya kejang rangsang.
2.3.5
Fisioterapi dada dilakukan sebelum makan atau minimal satu jam setelah
makan untuk mencegah muntah
Anjurkan pasien untuk napas dalam dan latih batuk efektif (bila pasien
sudah dapat diajak berkomunikasi)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
18
2.3.6
Perawat dalam memberikan fisioterapi dada, sebagai terapi non farmakologi pada
pasien
dengan
masalah
ketidakefektifan
bersihan
jalan
napas,
perlu
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
19
menit penuh karena peprnapasan bayi masih belum teratur (Hockenberry &
Wilson, 2012).
Usia
Newborn
1 minggu- 3 bulan
3 bulan- 2 tahun
Menurut Chin dan Seng (2004) WCSSS memiliki inter-rater reliability yang
tinggi (0,99) sementara validitas dan reliabilitasnya juga cukup baik (r=0,43).
Mardiyanti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Fisioterapi Dada
terhadap Perubahan Status Pernapasan (SpO2, WCSS, HR) Anak Usia Kurang
dari Dua Tahun dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta juga telah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
20
menggunakan WCSSS yang dimodifikasi agar sesuai dengan nilai rujukan dari
WHO dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS, 2008). Hasil modifikasi
tersebut meliputi pernapasan kurang dari 40 diberikan nilai 0, antara 40-49
diberikan nilai 1, anatara 50-59 diberikan nilai 2, dan frekuensi pernapasan 60
diberikan nilai 3. Komponen WCSSS dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Frekuensi napas
(kali/menit)
Wheezing
<40
40-49
50-59
Tidak ada
Kondisi umum
Normal
Akhir
pernapasan atau
hanya terdengar
dengan
stetoskop
-
Terdengar pada
seluruh ekspirasi
atau terdengar
walau tanpa
stetoskop
-
3
Retraksi berat
dengan napas
cuping hidung
60
Terdengar pada
inspirasi dan
ekspirasi tanpa
stetoskop
Rewel, letargi,
toleransi makan
yang buruk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama. Asuhan
keperawatan yang diberikan meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
3.1 Pengkajian
Identitas klien:
1
Nama
: An. NA
Jenis kelamin
: Perempuan
Tanggal masuk
: 10 Mei 2014
Sumber informasi
Tanggal pengkajian
: 12 Mei 2014
Ibu mengatakan klien batuk sejak satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Ibu mengatakan saat di rumah jika batuk terkadang anak muntah yang berisi
lendir. Klien juga mengalami demam saat awal mengalami batuk. Sebelum di
rawat di rumah sakit, keluarga telah membawa klien berobat ke klinik namun
tidak ada perubahan, klien tetap batuk. Saat hamil ibu melakukan pemeriksaan
ANC (antenatal care) hanya ketika usia kandungan 4-8 minggu dan 32-36 bulan.
Klien lahir secara spontan dengan bantuan bidan, dengan BBL 2600gram dan
PBL 47cm. Ibu mengatakan tidak pernah menimbang BB anak, klien hanya
mendapatkan ASI sampai usia 1,5 bulan karena ibu bekerja, dan biasanya anak
diberikan susu formula atau hanya air minum biasa. Saat ini anak baru mendapat
imunisasi hepatitis B.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
22
pernapasan cuping hidung. Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi. Telinga klien
simetris, tidak ada cairan di lubang telinga, tidak ada pembengkakan, dan klien
tidak menunjukkan respon nyeri saat telinga dipalpasi. Tidak ada kaku kuduk dan
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Dada klien tampak simetris, tidak
ada lesi, terlihat klien menggunakan otot bantu napas, terlihat adanya retraksi
dinding dada, dan inwheling chest. Bunyi jantung S1 dan S2 (+/+), tidak ada
murmur, tidak ada gallop. Pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan
(ronkhi) pada bagian apikal peru kanan dan kiri. Bising usus klien baik
(5x/menit), klien tidak menunjukkan respon nyeri saat dilakukan palpasi
abdomen, tidak ada distensi abdomen. Genetalia klien tidak terdapat kelainan
pada labia mayor, labia minora, dan lubang anus. Pada ekstremitas tidak ada
edema dan turgor kulit elastis.
Selama di rawat di rumah sakit, anak AN tidak da muntah namun klien masih
sesak sehingga klien dipasang NGT untuk mencegah aspirasi. Anak NA mendapat
terapi nutrisi yang berupa susu formula SF1 sebanyak 8x60ml per hari. Klien juga
mendapat terapi medikasi yang berupa ampicilin 4x100mg (iv), cloramfenikol
4x70mg (iv), dexametason 3x0,7mg (iv), dan inhalasi (ventolin+NaCl).
Hasil laboratorium tanggal 10 Mei 2014 pada pemeriksaan Analisa Gas Darah
(AGD) didapatkan data pH 7,466 (N= 7,370-7,440), pCO2 37,0mmHg (N= 35,045,0 mmHg), PO2 53,3 mmHg (N= 83,0-108,0 mmHg), HCO3 26,1 mmol/L (N=
21,0-28,0 mmol/L), Saturasi O2 89,7% (N= 95,0-99%). Berdasarkan hasil
pemeriksaan tersebut dapat diketahui klien mengalami alkalosis respiratorik. Hasil
pemeriksaan radiologi tanggal 10 Mei 2014 berupa foto thoraks didapatkan data
trakhea berada di tengah, mediastinum superior tidak melebar, jantung kesan tidak
membesar CRR 51% (N= 39-65%), aorta baik. Hilus kedua paru terlihat suram
dan tampak infiltrate di kedua paru. Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan-kiri
normal. Tulang-tulang dan jaringan lunak baik. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan diagnostik klien didiagnosa bronkopneumonia dan gizi
kurang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
23
Masalah kedua yaitu gangguan pertukaran gas. Masalah ini dapat diangkat karena
ibu mengatakan klien batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari hasil
pemeriksaan AGD didapatkan data antara lain pH 7,466 (alkalosis), PO2 53,3
(rendah), Saturasi O2 89,7 % (rendah), Total CO2 27,2 (tinggi). Dari hasil
pemeriksaan fisik terlihat klien menggunakan otot bantu napas, terlihat adanya
retraksi dinding dada, dan inwheling chest, klien terlihat sesak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
24
dilakukan
intervensi
3x24
jam
diharapkan
klien
dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
26
3.4 Evaluasi
Penulis melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien. Evaluasi dilakukan setelah penulis selesai melakukan tindakan keperawatan
terkait masalah keperawatan yang dialami klien.
1
Ibu mengatakan batuk anak sudah mereda, anak sudah tidak terlihat sesak/sulit
bernapas. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data antara lain frekuensi
napas klien sudah normal (47x/menit), klien sudah tidak menggunakan otot
bantu napas, sudah tidak tampak inwheling chest, hasil dari auskultasi paru
masih terdengar suara ronkhi pada bagian apikal kanan paru namun sudah
mulai mereda dibanding saat pengkajian awal. Dari data di atas dapat
dikatakan bahwa masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada anak NA
sudah teratasi pada tanggal 14 Mei 2014.
Ibu mengatakan anak sudah tidak terlihat sesak/sulit bernapas. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data antara lain frekuensi napas klien sudah
normal, klien sudah tidak menggunakan otot bantu napas, klien tidak
mengalami sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung, hasil TTV (nadi=
110x/menit, RR= 47x/menit, suhu= 36,5 oC). Dari data di atas dapat dikatakan
bahwa masalah gangguan pertukaran gas pada anak NA sudah teratasi pada
tanggal 14 Mei 2014.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas tentang profil lahan praktik tempat penulis mengambil kasus
yang dibahas dalam karya ilmiah ini, analisis masalah keperawatan dengan
konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Selain itu dibahas pula analisis
salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait serta alternative
pemecahan yang dapat dilakukan.
4.1
RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno. sebagai
RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Pada tanggal
15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada
Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS
Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat
Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B
Pendidikan (Fatmawatihospital, 2014).
RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana pada tahun 1991, pada tahun
1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat, pada tahun 1997 sesuai
dengan diperlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami
perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) selanjutnya pada tahun 2000 RS Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian
Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005
RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen
Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK BLU) (Fatmawatihospital, 2014).
27
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
28
Untuk mencapai tujuan tersebut RS Fatmawati memiliki visi dan misi antara lain
(Fatmawatihospital, 2014):
Visi:
Terdepan, Paripurna dan Terpercaya di Indonesia
Misi:
1
Penulis menjalankan praktik KKMP peminatan anak di gedung Teratai Lantai III
Selatan. Lantai III Selatan merupakan ruang rawat inap anak penyakit dalam kelas
III dengan penyakit seperti infeksi, hematologi, onkologi, dan masalah gastrologi.
Berdasarkan hasil pengkajian dengan cara wawancara dan observasi Lantai III
Selatan memiliki kapasitas kamar 37 tempat tidur yang terbagi di kelas III
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
29
sebanyak 4 kamar, onkologi dan hematologi 2 kamar, 2 kamar isolasi, dan satu
ruangan High Care Unit (HCU).
Jumlah total perawat di Lantai III Selatan ada 32 perawat. Jumlah tersebut sudah
termasuk 1 orang kepala ruangan dan 1 orang wakil kepala ruangan. Dari jumlah
total 32 perawat tersebut 1 diantaranya adalah perawat lulusan S2, 10 perawat
lulusan S1 ners, 20 perawat lulusan D3, dan 1 perawat lulusan SPK. Kepala
ruangan adalah seorang lulusan S1 ners yang sedang melanjutkan pendidikan ke
tahap S2 dan sudah bekerja menjadi perawat selama 34 tahun. Ada beberapa
perawat yang ditunjuk menjadi CI (Clinical Instructure). CI ini bertugas untuk
memandu mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan magang atau praktik
keperawatan di ruang tersebut.
Penulis
mengambil
kasus
anak
dengan
bronkopneumonia.
Penyakit
bronkopneumonia merupakan kasus yang banyak terjadi di ruang ini. Hal ini
ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit bronkopneumonia mencapai
32 pasien dalam 3 bulan terakhir. Di ruang ini kasus bronkopneumonia terdapat
pada urutan kedua setelah DBD. Masalah keperawatan yang sering ditemui pada
anak dengan bronkopneumonia adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat ruangan yaitu observasi tanda-tanda vital,
observasi status pernapasan, dan kolaborasi terapi inhalasi. Berdasarkan hasil
observasi, perawat ruangan jarang melakukan tindakan fisioterapi dada. Oleh
karena itu, penulis memilih untuk mengaplikasikan tindakan pemberian fisioterapi
dada pada anak dengan bronkopneumonia di Lantai III Selatan RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
30
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) memaparkan bahwa anak
yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat penduduk memiliki resiko
terhadap penyakit pneumonia 2,7 kali lebih besar dibanding dengan anak yang
tinggal di rumah dengan tingkat hunian tidak padat penduduk. Hal ini dapat
terjadi karena rumah yang berada di kawasan padat penduduk memiliki ventilasi
yang minimal sehingga menyebabkan kurangnya suplai udara yang dibutuhkan
penghuninya. Ketidakcukupan suplai udara segar akan berpengaruh pada fungsi
fisiologis alat pernapasan manusia terutama bagi bayi dan balita (Kartasasmita,
2010).
Semakin padat hunian penduduk maka semakin meningkat polusi udara dari hasil
aktvitas manusia. Polusi udara dapat berasal dari pembakaran di dapur dan juga di
dalam rumah yang menjadi salah satu risiko masalah pernapasan pada anak di
beberapa negara berkembang. Menurut Kartasasmita (2010) selain asap hasil
pembakaran dapur, polusi dari asap rokok juga menjadi faktor risiko masalah
pernapasan. Asap rokok dapat merangsang produksi mukus dan menurunkan
pergerakan silia. Hal ini mengakibatkan mukus yang kental terakumulasi,
terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, serta meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme (Corwin, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
31
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Penyakit bronkopneumonia menimbukan masalah utama yaitu tidak efektifnya
bersihan jalan napas. Disamping tindakan farmakologi dengan pemberian terapi
medikamentosa, terapi non farmakologi juga perlu diterapkan untuk mengatasi
masalah bersihan jalan napas pada anak NA. Penulis mengaplikasikan fisioterapi
dada untuk membuat bersihan jalan napas anak NA menjadi paten. Aplikasi
teknik ini diambil dari tesis yang dibuat oleh Mardiyanti (2013) dengan judul
Dampak Fisioterapi Dada terhadap Perubahan Status Pernapasan (SpO2, WCSS,
HR) Anak Usia Kurang dari Dua Tahun dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto
Jakarta. Tesis ini menerapkan terapi non farmakologis yaitu fisioterapi dada dan
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bemakna pada denyut nadi,
SpO2, dan skor WCSS anak sebelum dan sesudah dilakukan fisioterapi dada.
Penulis tertarik menggunakan aplikasi fisioterapi dada pada anak dengan
bronkopneumonia karena sesuai dengan usia klien kelolaan, teknik ini juga tidak
memerlukan biaya dalam penerapannya, serta berdampak positif dalam membuat
jalan napas anak menjadi bersih. Selain itu dalam melakukan fisioterapi dada,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
32
peneliti juga melibatkan orang tua dalam upaya penerapan Family Centered Care
(FCC). Anak tentunya akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit
yang baru untuknya. Pelibatan orang tua pada setiap intervensi keperawatan dapat
mengurangi kecemasan pada anak terhadap lingkungan yang baru bagi anak.
Anak NA dirawat selama 3 hari di rumah sakit dan diberikan fisioterapi dada
disertai dengan terapi inhalasi dan suction. Evaluasi yang penulis dapatkan dari
mengaplikasikan fisioterapi dada pada anak NA dengan bronkopneumonia adalah
jalan napas klien berangsur-angsur menjadi bersih. Hal ini ditandai dengan ibu
klien yang mengatakan batuk klien merada anak sudah tidak terlihat sesak/sulit
bernapas. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada hari rawat terakhir, didapatkan data
antara lain frekuensi napas klien sudah normal (47x/menit), klien sudah tidak
menggunakan otot bantu napas, sudah tidak tampak inwheling chest, hasil dari
auskultasi paru masih terdengar suara ronkhi pada bagian apikal kanan paru
namun sudah mulai mereda dibanding saat pengkajian awal.
Peningkatan status oksigen anak NA ditunjukkan dengan total skor WCSSS yang
menurun. Hasil scoring WCSSS sebelum anak NA diberi fisioterapi dada yaitu 6
dengan komponen ada retraksi dinding dada hanya intercosta (1), frekuensi
pernapasan 60x/menit (3), terdengar wheezing/ronkhi saat ekspirasi tanpa
stetoskop (2), kondisi umum normal (0). Setelah diberikan tindakan fisioterapi
dada selama dirawat di rumah sakit selama 3 hari, hasil scoring WCSSS anak NA
menjadi 2, dengan komponen tidak ada retraksi dinding dada (0), frekuensi
pernapasan 47x/menit (1), terdengar wheezing/ronkhi dengan stetoskop (1),
kondisi umum normal (0). Hasil scoring WCSSS anak NA per hari dapat dilihat
pada lampiran.
Selama praktik di Lantai III Selatan RSUP Fatmawati, penulis juga menemukan
anak yang dirawat dengan penyakit bronkopneumonia. Namun, penulis tidak
memberikan fisioterapi dada hanya memberikan terapi inhalasi dan suction. Hal
ini dilakukan penulis untuk mengetahui perbedaan status pernapasan anak dengan
bronkopneumonia yang dilakukan fisioterapi dada dan yang tidak dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
33
Perbedaan tersebut terlihat dari hasil scoring WCSSS. Pada anak bronkpneumonia
yang tidak dilakukan fisioterapi dada tidak terlihat penurunan total skor yang
besar. Hasil scoring WCSSS awal yaitu 6 dengan komponen ada retraksi dinding
dada hanya intercosta (1), frekuensi pernapasan 60x/menit (3), terdengar
wheezing/ronkhi saat ekspirasi tanpa stetoskop (2), kondisi umum normal (0).
Setelah hari rawat ke-3 tanpa fisioterapi dada hanya inhalasi dan suction, hasil
scoring WCSSS menjadi 4, dengan komponen tidak ada retraksi dinding dada (0),
frekuensi pernapasan 56x/menit (2), terdengar wheezing/ronkhi saat ekspirasi
tanpa stetoskop (2), kondisi umum normal (0).
Menurut Hockenberry dan Wilson (2012) dan Irawati (2009) fisioterapi dada pada
anak dengan penyakit sistem pernapasan memiliki tujuan utama yaitu untuk
memfasilitasi pengeluaran sekret yang menyumbat jalan napas, menurunkan
tahanan jalan napas, meningkatkan pertukaran gas, dan menurunkan usaha napas.
Jika WCSSS menunjukkan perbaikan dan saturasi oksigen meningkat setelah
fisioterapi dada, dapat dikatakan bahwa fisioterapi dada pada anak dengan
bronkopneumonia memberikan dampak positif. Hasil dari implementasi
fisioterapi dada pada anak NA mendukung literatur-literatur sebelumnya seperti
Essential of Pediatric Nursing dari Hockenberry & Wilson (2012), Clinical
Nursing Skills Techniques dari Potter & Perry (2006), Ricciuti & Schub (2010),
dan Cartens (2010) yang mentakan bahwa anak dengan penyakit pernapasan akut
yang mengalami masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif
disarankan diberikan fisioterapi dada.
4.4
Penangana klien dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif dapat melalui
tindakan terapi farmakologik dan terapi non farmakologik. Terapi farmakologik,
dalam hal ini inhalasi, perlu adanya kolaborasi dengan dokter. Obat-obatan
dipecah menjadi partikel-partikel kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi.
Pemberian inhalasi bertujuan untuk rileksasi spasme bronkhial, mengencerkan
sekret, menekan proses peradangan, dan melembabkan saluran pernapasan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
34
Terapi non farmakologi untuk menangani masalah bersihan jalan napas tidak
efektif yaitu dengan fisioterapi dada. Walaupun hasil penerapan terapi ini berhasil
menyelesaikan
masalah,
terdapat
tantangan
yang
dihadapi
pada
saat
pelaksanaannya. Biasanya bayi atau anak kecil akan menangis sebelum dilakukan
tindakan. Hal ini juga ditemui penulis saat sebelum memberikan inhalasi dan
fisioterapi dada. Pelibatan orang tua dalam pemberian terapi ini merupakan
alternatif atas pemecahan masalah terkait kecemasan yang dialami klien. Orang
tua dilibatkan untuk menggendong anak saat inhalasi, memposisikan anak saat
dilakukan postural drainase. Pelibatan orang tua selama tindakan memberikan
ketenangan bagi anak. Hal ini ditandai dengan tangisan anak yang mereda dan
bahkan berhenti menangis. Sesuai dengan konsep Family Centered Care yang
menyatakan bahwa kolaborasi antara tenaga kesehatan dan unit keluarga sangat
penting dilakukan dalam usaha peningkatan derajat kesehatan klien (Bowden &
Greenberg, 2012).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang
telah dilakukan pada anak dengan bronkopneumonia. Kesimpulan menjelaskan
mengenai hasil dan analisis asuhan keperawatan dengan merujuk pada tujuan
tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini. Saran ditujukan kepada pihak-pihak
yang berkaitan dengan intervensi yang telah dilakukan, seperti institusi
pendidikan keperawatan dan institusi pelayanan kesehatan.
5.1
Kesimpulan
Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia dari tahun ke tahun. Pneumonia juga selalu berada pada daftar
10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Penyakit
bronkopneumonia juga merupakan kasus yang banyak terjadi di Lantai III Selatan
RSUP Fatmawati. Hal ini ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit
bronkopneumonia mencapai 32 pasien dalam 3 bulan terakhir.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden pneumonia adalah pendidikan ibu,
status ekonomi yang rendah, umur anak, dan kepadatan penduduk. Tinggal di
lingkungan padat penduduk, ayah yang merokok di lingkungan rumah, ibu
memberikan ASI hanya selama 1,5 bulan, status gizi anak yang kurang
merupakan faktor risiko anak NA terkena bronkopneumonia yang menyebabkan
bersihan jalan napasnya menjadi tidak efektif.
35
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
36
Fisioterapi dada pada anak dengan penyakit sistem pernapasan memiliki tujuan
utama yaitu untuk memfasilitasi pengeluaran sekret yang menyumbat jalan napas,
menurunkan tahanan jalan napas, meningkatkan pertukaran gas, dan menurunkan
usaha napas. Tindakan ini telah diaplikasikan oleh penulis pada nak NA dengan
bronkopneumonia sebagai pasien kelolaan utama. Tindakan ini menghasilkan
peningkatan status pernapasan anak NA yang dibuktikan dengan hasil scoring
WCSSS yang menurun.
5.2
Saran
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan terkait hasil pemberian
asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia sebagai berikut:
5.2.1
5.2.2
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2003). Pengaruh pemerian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur
0-4 bulan. Tesis Magister pada Program Pascasarjana, Kesehatan
Masyarakat, Field Epidemiology Training Program. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Anderson, E & McFarlane, J. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas: teori
dan praktik. Alih bahasa: Agus Sutarna. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Behrman, R., Kliegman, R., & Jenson, H. (2003). Nelson textbook of pediatrics.
17th Ed. Philadelphia: WB Saunders.
Bowden, V., & Greenberg,C. (2012). Pediatric nursing procedures. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Buckley, L. & Schub, T. (2010). Pneumonia in children. http://www.
ebsco/cinahl/. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.
Cartens, J. (2010). Evidence summaries: Chest physiotherapy clinical
information.
Joanna
Briggs
Institute.
http://www.search.proquest.com/docview/1906699244?accountid:17242.
Chang, E., & Elliott, D. (2009). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan.
Jakarta: EGC.
Childrens Health Care of Atlanta. (2009). Chest physiotherapy clinical
information.
Joanna
Briggs
Institute.
http://www.search.proquest.com/docview/190699244?accountid:17242.
Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.
Chin, H., & Seng, Q. (2004). Reliability and validity of the respiratory acore in
the assessment of acute bronchiolitis. Malaysian Journal of Medical
Science. 11(2), 34-40.
Corwin, E. (2009). Buku saku: Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
DepKes RI. (2004). Pedoman pemebrantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta:
DepKes RI.
37
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
39
Nair H, et al. (2010). Global burden of acute lower respiratory infections due to
respiratory syncytial virus in young children: A systematic review and metaanalysis. The Lancet.
Nelson. (2009). Comparative impact assessment of child pneumonia. World
Health Organization. 87: 472-480.
Nies, M. A., & McEwen, M. (2007). Community/ public health nursing:
Promoting the health of population. Missouri: Saunders Elsevier
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia komuniti: Pedoman
diagnosis
&
penatalaksanaan
di
Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 1
I.
II.
IDENTITAS DATA
Nama
: An. Nisa A
TTL
: Jakarta, 04 Maret 2014
Usia
: 2 bulan
Nama Ibu
: Anggi A
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Ibu: SMP
Alamat
: JL. M. Saidi No 25, RT 01/06, Petukangan
Agama
: Islam
KELUHAN UTAMA
Klien batuk sejak 1 bulan SMRS, batuk berdahak, demam (+), diare (-)
Riwayat kehamilan dan kelahiran
1 Prenatal: usia kehamilan 1-2 bulan & 8-9 bulan rutin ANC, 3-7 bulan tidak control
ANC
2 Intranatal: spontan dengan bantuan bidan, BB: 2600gr, PB: 47cm, kelainan (-)
3 Postnatal: kolostrum (+), tidak pernah timbang BB bayi per bulan, ASI sampai
dengan usia 1,5 bulan
III.
IV.
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
An.
NA
satu rumah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 1
V.
VI.
VII.
RIWAYAT SOSIAL
1 Yang mengasuh
: orang tua
2 Hubungan dengan keluarga
: ibu merupakan orang terdekat
3 Hubungan dengan teman sebaya : klien sering bermain dengan anak yang
seumuran
4 Pembawaan secara umum
: klien senang diajak berinteraksi
5 Lingkungan rumah
: klien tinggal dengan orangtua di kawasan padat
penduduk. Ayah klien merokok sejak sebelum
menikah
KEBUTUHAN DASAR
1 Makanan yang disukai: susu formula
2 Pola makan: 8x/hari 60ml
3 Pola tidur: pagi 10.00-16.00; malam 19.00-05.00; bangun per 3 jam untuk
menyusu
4 Mandi: 2x/hari bantuan orang tua
5 Eliminasi: BAB 2x/hari, BAK 3x/hari ganti pampers
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
9,5
29
14,7
351
3,35
g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul
9,2-13,6
30-46
5,5-18,0
229-553
2,80-4,80
85,0
28,0
33,5
15,5
fl
pg
g/dl
%
81,0-121,0
24,0-36,0
25,0-37,0
11,5-14,5
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
52
20
U/l
U/l
0-34
0-40
Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatinin darah
8
0,2
mg/dl
mg/dl
0-42
0,0-0,9
GDS
70
mg/dl
40-60
AGD
pH
pCO2
PO2
BP
HCO3
Saturasi O2
BE
Total CO2
7,466
37,0
53,3
750,0
26,1
89,7
2,5
27,2
mmHg
mmHg
mmHg
mmol/L
%
mmol/L
mmol/L
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
133
4,51
99
mmol/L
mmol/L
mmol/L
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
VIII.
7,370-7,440
35,0-45,0
83,0-108,0
21,0-28,0
95,0-99,0
-2,5-2,5
19,0-24,0
135-147
3,10-5,10
95-108
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Compos mentis, GCS E4M6V5
TB/BB (persentile) : 55cm/3700gr (<80%)
Lingkar kepala
: 36cm, LLA: 10cm
Mata
: sklera ikterik (-), anemis
: tidak ada sumbatan, cuping hidung (-)
Hidung
Mulut
: mukosa lembab
Telinga
: serumen (-)
Jantung
: S1&S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
: ronkhi (+/+); penggunaan otot bantu napas; chest indrawing
Perut
: Bising usus (+), distensi (-)
Genetalia
: normal
Ekstremitas
: 5555
5555
5555
5555
Kulit
: turgor elastis
TTV
: N 120x/mnt, RR 60x/mnt, S 37,0oC
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 1
IX.
X.
Masalah Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak
efektif
Etiologi
peningkatan produksi sekret
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
DO:
XI.
BB: 3700gr
PB: 55cm
Status nutrisi: gizi
kurang (NCHS 74%)
LLA: 10cm
PRIORITAS MASALAH
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret, inflamasi
bronkhial
2 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d proses infeksi
bakteri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Diagnosa
Keperawatan
Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d
peningkatan produksi
sekret, inflamasi
bronkhial
Intervensi
Tujuan:
Mandiri
Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam
Berikan posisi semifowler
klien dapat mempertahankan
kepatenan jalan napas
Kriteria hasil:
- RR dalam rentang normal
(<50 kali/mnt)
- Tidak ada penggunaan otot
bantu napas
- Tidak ada suara ronkhi
Melakukan penghisapan
(suction)
Gangguan pertukaran
gas b.d perubahan
membran alveolar-
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
terapi inhalasi
Rasional
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 2
No
Diagnosa
Keperawatan
kapiler (efek inflamasi)
Intervensi
Rasional
keterlibatan parudan status
kesehatan umum
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 2
No
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang
Mandiri
Pantau berat badan anak
Rasional
Observasi/palpasi distensi
abdomen
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 2
No
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan diit SF 8x60 cc/hari free Diit sesuai dengan usia bayi
lactose (NGT & feeding drip)
Berikan vitamin A, zinkid, asam
folat, thyrax, MgSO4
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 3
Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang
Evaluasi
S:
ibu mengatakan
anak masih batuk
O:
RR 50x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
ronkhi (+/+)
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pertahankan posisi
semifowler;
lanjutkan fisioterapi
dada, suction,
inhalasi; pantau
status pernapasan
S:
ibu mengatakan
anak masih terlihat
sesak jika banyak
lendir
O:
RR 50x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
120x/menit; Suhu
36,5oC
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau status
pernapasan, nadi,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 3
maksimal.
Kolaborasi
Memberikan terapi
oksigen 2L/menit
menggunakan
nasal kanul
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang
Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus
Mempalpasi
distensi abdomen
Melatih keluarga
teknik pemberian
susu dengan NGT
& feeding drip
untuk
meminimalkan
risiko aspirasi
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat
Kolaborasi
Memberikan diit
SF 8x60 cc/hari
free lactose (NGT
& feeding drip)
Selasa,
13 Mei 2014
S:
ibu mengatakan
anak mau minum
susu yang diberikan
RS
O:
BB 3,7kg; BU (+);
distensi abdomen (); SF 8X60ml/hari;
turgor kulit normal;
membran mukosa
mulut dan bibir
lembap; kulit tidak
pucat
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau BB anak,
BU, distensi
abdomen; lanjutkan
pemberian SF
8X60ml/hari
S:
ibu mengatakan
batuk anak
berkurang setelah
diuap dan dilakukan
fisioterapi dada
O:
RR 45x/menit;
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 3
pernapasan
Kolaborasi
Memberikan terapi
inhalasi
(ventolin+NaCl)
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang
Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang
maksimal.
Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus
S:
ibu mengatakan
anak sudah tidak
terlihat sesak
O:
RR 45x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
116x/menit; Suhu
36,7oC
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau status
pernapasan, nadi,
suhu tubuh, sianosis;
pertahankan posisi
semifowler
S:
ibu mengatakan
anak tidak ada mual
& muntah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 3
Mempalpasi
abdomen
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat
O:
BB 3,75kg; BU (+);
distensi abdomen
(-); turgor kulit
normal; membran
mukosa mulut dan
bibir kering; kulit
tidak pucat
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau BB anak,
BU, distensi
abdomen; lanjutkan
pemberian SF
8X60ml/hari
Rabu,
14 Mei 2014
S:
Ibu mengatakan
batuk anak sudah
mereda
O:
RR 47x/menit;
Chest indrawing (-);
penggunaan otot
bantu napas (-):
ronkhi (-/+)
A:
Masalah teratasi
Kolaborasi
Memberikan terapi
inhalasi
(ventolin+NaCl)
P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
kapan kembali
segera (kondisi anak
memburuk)
Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
S:
Ibu mengatakan
anak sudah tidak
terlihat sesak/sulit
bernapas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 3
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang
bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang
maksimal.
Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus
Mempalpasi
distensi abdomen
Memodifikasi
teknik pemberian
susu dengan
memeluk anak
dalam posisi tegak
(duduk) untuk
meminimalkan
risiko aspirasi
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat
Kolaborasi
Memberikan diit
SF 8x60 cc/hari
free lactose (oral)
O:
RR 47x/menit;
Chest indrawing (-);
penggunaan otot
bantu napas (-):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
110x/menit; Suhu
36,5oC
A:
Masalah teratasi
P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
kapan kembali
segera (kondisi anak
memburuk)
S:
Ibu mengatakan
anak selalu habis
jika diberi minum
susu
O:
BB 3,75kg; BU (+);
distensi abdomen (); SF 8X60ml/hari;
turgor kulit normal;
membran mukosa
mulut dan bibir
lembap; kulit tidak
pucat
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
terkait BB normal
anak, diit yang
sesuai, rutin
menimbang BB
anak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 4
Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)
Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
6
T5
5
T10
5
T30
5
T60
5
127
135
130
124
120
Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)
Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
4
T5
3
T10
3
T30
3
T60
3
122
129
125
120
116
Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)
Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
3
T5
2
T10
2
T30
2
T60
2
120
125
123
118
110
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Lampiran 5
WEB OF CAUSATION
Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus (Wong, 2004). KemenKes RI (2012) mendefinisikan bronkopneumonia
sebagai infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Etiologi (Buckley,
2010; Kartasasmita,
2010; Setyoningrum,
2006):
Bakteri
Virus
Jamur
Aspirasi
Proses inflamasi
Faktor risiko (DepKes,
2004):
usia
riwayat BBLR
riwayat imunisasi
pendidikan ibu
status ekonomi
asupan gizi
ASI eksklusif
kepadatan penduduk
polusi udara
Penumpukan
cairan di alveoli
Hepatisasi merah (12-48jam) paru-paru tampak merah dan bergranulasi karena sel
darah merah dan leukosit mengisi alveoli
Peningkatan
suhu tubuh
Resolusi
8-11 hari
Metabolisme
meningkat
Kurangnya
asupan
Gizi kurang
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014
Pemeriksaan
diagnostik
(Nelson, 2009;
Price & Wilson,
2006;
Setyoningrum,
2006):
Rontgen thoraks
Kultur sputum &
darah
Pemeriksaan
serologi
Fungsi paru
Biopsi paru
Spirometri
Oksimetri nadi
Laringoskopi/
bronkoskopi
Fisioterapi dada
WCSSS:
Retraksi dinding
dada
RR per menit
Wheezing
Universitas
Kondisi
Indonesia
umum
Lampiran 6
BIODATA PENELITI
1. Nama Lengkap
2. Agama
: Islam
3. Tempat/Tanggal Lahir
4. Suku
: Jawa
5. Alamat
6. Hp
: 085743531527
7. Email
: paramanindi@gmail.com
8. Riwayat Pendidikan
Tahun
2013-2014
2009-2013
2008-2009
SMAN 14 Jakarta
2005-2008
SMPN 49 Jakarta
2002-2005
SD Kartika XI-I
1996-2002
TK Kartika XI-I
1995-1996
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014