Anda di halaman 1dari 69

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG RAWAT INAP ANAK LANTAI III SELATAN
RSUP FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Rr. SHINTYA DEWI PARAMANINDI


0906511196

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG RAWAT INAP ANAK LANTAI III SELATAN
RSUP FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ners

Rr. SHINTYA DEWI PARAMANINDI


0906511196

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014
i

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Rr. Shintya Dewi Paramanindi

NPM

: 0906511196

Tanda Tangan

Tanggal

: 7 Juli 2014

ii

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah ini diajukan oleh:


Nama
: Rr. Shintya Dewi Paramaindi
NPM
: 0906511196
Program
: Profesi Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien Bronkopneumonia di
Ruang Rawat Inap Anak Lantai III Selatan
RSUP Fatmawati Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing

: Nur Agustini, S. Kp., M. Si

(...)

Penguji

: Dessie Wanda, S. Kp., MN

(...)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal

: . 2014

iii

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya untuk menyelesaikan pembuatan karya ilmiah dengan judul
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
Pasien Bronkopneumonia di Ruang Rawat Inap Anak Lantai III Selatan RSUP
Fatmawati Jakarta. Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Ibu Nur Agustini, S. Kp., M. Si selaku dosen pembimbing yang telah


berkenan memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat di sela-sela kegiatan
yang padat

2.

Pihak RSUP Fatmawati yang telah memberikan kesempatan kepada saya


untuk melakukan praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat
perkotaan

3.

Papa, Mama, dan adik tercinta Nanda yang selalu memberikan doa, nasihat,
dukungan, dan bersedia menemani hingga larut malam

4.

Ksatria Muhammad Al Rustam yang selalu memberikan dukungan dan


hiburan, mendengarkan keluh kesah, serta mengajari manajemen waktu
selama proses pembuatan karya tulis ini

5.

Teman-teman TM (Arif, Awi, Bunga, Dilla, Emi, Fafa, Fura, Lulu, Naila,
Novi, Sinta, Sule, Yuli) yang telah saling memberikan berbagai masukan
dalam pembuatan karya tulis ini

6.

Teman-teman PKKMP Anak (Bu Evi, Bu Halimah, Bu Mar, Bu Yuni,


Ningsih, Puspa, Sisca, Nikita, Rahma) yang saling mendukung dalam
mengelola Ruang Rawat Inap Anak Lantai III Selatan RSUP Fatmawati
Jakarta

7.

Teman-teman satu bimbingan (Ka Uli, Asma, Nikita, Rahma) yang telah
saling mengingatkan dan memberi dukungan selama proses pembuatan
karya ilmiah ini

8.

Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


iv

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari
dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu
diperlukan masukan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu.

Depok, 7 Juli 2014


Penulis

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama
: Rr. Shintya Dewi Paramanindi
NPM
: 0906511196
Program Studi : Profesi Ners
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltiFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Bronkopneumonia di Ruang Rawat Inap Anak
Lantai III Selatan RSUP Fatmawati Jakarta
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
Pada tanggal

: Depok
: 7 Juli 2014

Yang menyatakan

Rr. Shintya Dewi Paramanindi

vi

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

ABSTRAK
Nama
Program
Judul Karya Ilmiah

: Rr. Shintya Dewi Paramaindi


: Profesi Ilmu Keperawatan
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien Bronkopneumonia di
Ruang Rawat Inap Anak Lantai III Selatan
RSUP Fatmawati Jakarta

Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian anak di Indonesia dari tahun ke
tahun. Pneumonia juga selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas
kesehatan. Tingginya faktor risiko pneumonia yang terdapat di perkotaan membuat pneumonia
menjadi salah satu masalah kesehatan di perkotaan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberi
gambaran asuhan keperawatan yang telah diberikan pada anak dengan bronkopneumonia di RSUP
Fatmawati dan menganalisa tindakan fisioterapi dada sebagai terapi non farmakologi untuk
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas. Hasil yang diperoleh setelah
melakukan fisioterapi dada pada anak dengan bronkopneumonia yaitu terjadi peningkatan status
pernapasan yang ditandai dengan berkurangnya hasil scoring WCSSS.
Kata kunci: bronkopneumonia, fisioterapi dada, pneumonia, WCSSS.

ABSTRACT
Name
Major
Title

: Rr. Shintya Dewi Paramanindi


: Nursing Science
: Analysis of Clinical Pediatric Nursing for Children with Bronchopneumonia in
Urban Public Health at South III Floor Fatmawati Hospital Jakarta

Pneumonia is always ranked top cause of child deaths in Indonesia from year to year. Pneumonia
also always be on the list of 10 biggest disease each year in health care facilities. The high
pneumonia risk factors contained in the urban make pneumonia became one health problem in
urban areas. This paper aims to give an overview of nursing care that has been given to children
with bronchopneumonia in Fatmawati chest physiotherapy and analyze actions as nonpharmacological therapy for nursing problems ineffectiveness airway clearance. The results
obtained after chest physiotherapy in children with bronchopneumonia is an increase in respiratory
status characterized by reduced WCSSS scoring results.

Keywords: bronchopneumonia, chest physiotherapy, pneumonia, WCSSS

vii

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI....................
ABSTRAK ....................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
x
xi
xii

BAB 1. PENDAHULUAN ..........................................................................


1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................

1
1
3
4
5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................


2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan .................
2.2 Bronkopneumonia .......................................................................
2.2.1 Pengertian Bronkopneumonia ............................................
2.2.2 Penyebab Bronkopneumonia .............................................
2.2.3 Manifestasi Klinis Bronkopneumonia ...............................
2.2.4 Patofisiologi Bronkopneumonia ........................................
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik Bronkopneumonia ......................
2.2.6 Penatalaksaan Bronkopneumonia ......................................
2.3 Konsep Fisioterapi Dada .............................................................
2.3.1 Pengertian Fisioterapi Dada ...............................................
2.3.2 Tujuan Fisioterapi Dada .....................................................
2.3.3 Indikasi Fisioterapi Dada ...................................................
2.3.4 Kontra Indikasi Fisioterapi Dada .......................................
2.3.5 Prosedur Fisioterapi Dada ..................................................
2.3.6 Hal-hal yang Harus Diperhatikan ......................................

6
6
7
7
8
9
10
11
12
13
13
16
16
17
17
18

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ...............................


3.1 Pengkajian ...................................................................................
3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ...................................
3.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan .................................
3.4 Evaluasi .......................................................................................

21
21
23
24
26

BAB 4 ANALISIS SITUASI ..................................................................... 27


4.1 Profil Lahan Praktik .................................................................... 27
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep
Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait ................................. 29
viii

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep


dan Penelitian Terkait ................................................................. 31
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ............................. 33
BAB 5. PENUTUP ...................................................................................... 35
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 35
5.2 Saran ........................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 37

ix

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi Postural Drainase Terkait ............................................... 14


Gambar 2.2 Bentuk Tangan Tenting untuk Perkusi Dada
Bayi dan Anak Kecil ................................................................. 15
Gambar 2.3 Bentuk Tangan Cupped Hand untuk Perkusi Dada ............... 15
Gambar 2.4 Alat yang Digunakan untuk Perkusi Dada Bayi ....................... 16

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Rentang Normal Denyut Nadi pada Anak ............................ 19

Tabel 2.2

Wang Clinical Severity Scoring System (WCSSS) .............. 20

xi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Pengkajian Kasus

Lampiran 2

Lembar Rencana Asuhan Keperawatan

Lampiran 3

Lembar Catatan Perkembangan

Lampiran 4

Lembar Hasil Pengukuran Scoring WCSSS

Lampiran 5

Web of Causation

Lampiran 6

Biodata Penulis

xii

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia dari tahun ke tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar KemenKes
(2013), menyatakan bahwa terjadi peningkatan period prevalence pneumonia
pada anak dari 2,1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,7 persen pada tahun 2013.
Pneumonia juga selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di
fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kematian balita di Indonesia.

Pada tahun 2007 dan 2008 perbandingan kasus pneumonia pada balita
dibandingkan dengan usia lebih dari 5 tahun adalah 7:3, artinya bila ada 7 kasus
pneumonia pada balita maka akan terdapat 3 kasus pneumonia pada usia lebih dari
5 tahun. Pada tahun 2009 terjadi perubahan menjadi 6:4. Namun, pneumonia pada
balita masih tetap merupakan proporsi terbesar. Menurut Ditjen PP & PL & Profil
kesehatan Indonesia (2007-2009) proporsi penemuan pneumonia pada bayi
sebesar >20% dari semua kasus pneumonia, proporsi pneumonia pada bayi
dibandingkan dengan balita sekitar 35%.

Menurut KemenKes dalam Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) insidens tertinggi
pneumonia pada balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%). Hal
ini menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia yang tinggi kejadian
pneumonianya sehingga perlu mendapat perhatian. Bila pneumonia tidak
ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat menghambat upaya pencapaian
target MDGs yang ke-4 yaitu menurunkan angka kematian pada bayi dan anak.
Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita
dengan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan salah satu upaya untuk
mendapatkan perawatan yang adekuat untuk mencapai kesehatan yang optimal
pada individu yang sakit. RSUP Fatmawati merupakan tempat penulis
menjalankan praktik KKMP peminatan anak, gedung Teratai Lantai III Selatan.
Penyakit bronkopneumonia merupakan kasus yang banyak terjadi di ruang ini.
Hal ini ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit bronkopneumonia
dalam 3 bulan terakhir mencapai 32 pasien dengan rata-rata usia di bawah 2
tahun. Di ruang ini kasus bronkopneumonia terdapat pada urutan kedua setelah
DBD.

Masalah yang sering muncul pada anak pneumonia yang dirawat di rumah sakit
yaitu distress pernapasan yang ditandai dengan napas cepat, retraksi dinding dada,
napas cuping hidung, dan disertai stridor (WHO, 2009). Napas cepat diketahui
dengan menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit. Menurut WHO
(2011), bayi yang berumur <2 bulan dikatakan bernapas cepat jika frekuensi
napasnya 60 kali per menit, sedangkan bayi usia 2 bulan sampai <1 tahun
dikatakan napas cepat bila frekuensi napasnya 50 kali per menit. Pada balita usia
1-5 tahun apabila frekuensi napasnya 40 kali permenit, maka balita tersebut
memiliki napas cepat.

Distress pernapasan merupakan kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen


karena konsentrasi oksigen yang rendah. Penurunan konsentrasi oksigen ke
jaringan sering disebabkan karena adanya obstruksi atau hambatan suplai oksigen
ke jaringan. Pada umumnya faktor penyebab obstruksi jalan napas atas atau
bawah pada anak dengan pneumonia yaitu karena peningkatan produksi sekret
sebagai salah satu manifestasi adanya inflamasi pada saluran napas (Hockenberry
& Wilsson, 2012).

Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret merupakan kendala yang sering


dijumpai pada anak usia bayi sampai dengan pra sekolah. Hal ini dapat terjadi
karena pada usia tersebut reflek batuk masih lemah. Tatalaksana infeksi saluran
pernapasan di rumah sakit selain mendapat terapi farmakologis juga dilakukan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

terapi non farmakologis seperti fisioterapi dada untuk membantu membersihkan


jalan napas dari sekret yang berlebihan (Hay, Levin, Sondheimer, & Deterding,
2009). Fisioterapi dada yang sering disebut sebagai fisioterapi konvensional
meliputi postural drainage, vibrasi, dan perkusi (Perry & Potter, 2009;
Hockenberry & Wilsson, 2012).

Melihat keluhan yang tampak pada anak dengan bronkopneumonia seperti adanya
retraksi dinding dada, frekuensi napas yang cepat, adanya suara napas tambahan,
belum mampu batuk efektif menimbulkan masalah bersihan pada jalan napasnya.
Oleh karena itu perawat perlu melakukan intervensi untuk membuat jalan napas
anak bersih. Dalam hal ini penulis melakukan aplikasi dari tesis yang dibuat oleh
Mardiyanti (2013) dengan judul Dampak Fisioterapi Dada terhadap Perubahan
Status Pernapasan (SpO2, WCSSS, HR) Anak Usia Kurang dari Dua Tahun
dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Tesis ini menerapkan terapi non
farmakologis yaitu fisioterapi dada dan didapatkan hasil bahwa terdapat
perbedaan yang bemakna pada denyut nadi, SpO2, dan skor WCSS anak sebelum
dan sesudah dilakukan fisioterapi dada. Penulis tertarik menggunakan aplikasi ini
pada anak dengan bronkopneumonia sehingga bersihan jalan napas anak dapat
efektif. Selain karena sesuai dengan usia klien kelolaan, teknik ini juga tidak
memerlukan biaya dalam penerapannya, serta berdampak positif dalam membuat
jalan napas anak menjadi bersih.

1.2

Rumusan Masalah

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun


1992, 1995, dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi
besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat kedua sebagai penyebab
kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ketiga sebagai
penyebab kematian pada neonatus (Kartasasmita, 2010). Jika derajat kesehatan
dan kualitas hidup masyarakat ingin ditingkatkan, strategi yang dapat dilakukan
salah satunya adalah dengan meningkatkan tatalaksana pneumonia. WHO (2011)
memasukkan pneumonia kedalam infeksi saluran napas akut (ISPA). Tatalaksana
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

infeksi saluran pernapasan di rumah sakit selain mendapat terapi farmakologis


juga dilakukan terapi non farmakologis seperti fisioterapi dada untuk membantu
membersihkan jalan napas dari sekret yang berlebihan (Hay, Levin, Sondheimer,
& Deterding, 2009).

Fisioterapi dada, inhalasi, dan suction

merupakan intervensi mandiri dan

kolaborasi perawat dengan dokter yang bertujuan untuk mengatasi penumpukan


sekret. Hockenberry dan Wilson (2012) juga masih menyarankan penggunaan
perkusi, vibrasi, postural drainase, dan suction pada anak-anak dengan ISPA yang
mengalami penumpukan sekret yang banyak. Namun, pada kenyataannya di
rumah sakit, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami penumpukan sekret umumnya hanya memberikan terapi inhalasi
dengan berkolaborasi dengan dokter dan hampir jarang melakukan fisioterapi
dada (postural drainase yang diikuti

penggunaan perkusi dan vibrasi). Oleh

karena itu, intervensi yang dilakukan penulis yaitu memberikan fisioterapi dada
untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas akibat penumpukan sekret.

1.3

Tujuan Penulisan

1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penulisan karya ilmiah ini untuk menganalisis
asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di Ruang Rawat
Inap Anak Gedung Teratai Lantai III Selatan RSUP Fatmawati.

1.3.2

Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah ini untuk:
1. menggambarkan hasil pengakajian kasus kelolaan pasien anak dengan
bronkopneumonia
2. mengidentifikasi masalah bersihan jalan napas pada kasus kelolaan
pasien anak dengan bronkopneumoni
3. menggambarkan intervensi keperawatan pada kasus kelolaan pasien
anak dengan bronkopneumonia

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

4. menganalisis aplikasi fisioterapi dada sebagai terapi non farmakologik


untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas pada pasien anak
dengan bronkopneumonia

1.4

Manfaat Penulisan

1.4.1

Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi
informasi

tentang

asuhan

keperawatan

pada

anak

dengan

bronkopneumonia. Perawat dapat lebih berperan aktif dalam memberikan


asuhan keperawatan khususnya dalam mengatasi bersihan jalan napas pada
anak.

1.4.2

Manfaat Aplikatif
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi informasi bagi perawat dan
mahasiswa keperawatan mengenai pemberian asuhan keperawatan pada
anak dengan bronkopneumonia. Bagi rumah sakit, karya ilmiah ini dapat
dijadikan acuan dalam pelayanan untuk mengatasi permasalahan
bronkopneumonia serta mengurangi komplikasinya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan pemberian


fisioterapi dada dalam upaya membersihkan jalan napas pada pasien dengan
bronkopneumonia. Isi dari bab ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama
menjelaskan tentang konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan
(KKMP), bagian kedua bronkopneumonia, dan bagian ketiga menjelaskan tentang
fisioterapi dada sebagai manajemen non farmakologi untuk membersihkan jalan
napas pada pasien dengan bronkopneumonia.

2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan (KKMP)


Masyarakat perkotaan tentunya memiliki perbedaan dengan masyarakat yang lain.
Masyarakat perkotaan memiliki ciri dan karakter tersendiri yang membuat
penduduknya memerlukan ruang lingkup area tersendiri dalam bidang
keperawatan. Menurut Anderson & McFarlane (2006) masyarakat perkotaan
merupakan satuan kehidupan sosial manusia, menempati wilayah yang ditandai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosialekonomi yang heterogen, bercorak materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar.

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Gejala urbanisasi di


sebuah kota dapat dilihat dari jumlah penduduk kota yang terus bertambah dan
terjadi perubahan pada tatanan masyarakat. Urbanisasi menimbulkan dampak
terhadap kesehatan lingkungan kota antara lain adalah meningkatnya penyakit
menular (communicable disease) dan penyakit tidak menular (noncommunicable
disease), serta diikuti dengan munculnya new emerging infectious disease seperti
flu burung dan juga masalah pada air bersih dan sanitasi lingkungan (Hidayati,
2009). Berdasarkan dampak tersebut perlu adanya upaya untuk menangani
kesehatan masyarakat perkotaan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Tujuan umum dari keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan adalah


meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai
derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai
dengan kapasitas yang mereka miliki. Tujuan khusus dari keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan adalah meningkatkan beragai kemampuan individu,
keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat dalam hal mengidentifikasi masalah
kesehatan

dan

keperawatan

yang

dihadapi,

menetapkan

masalah

kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah, merumuskan berbagai alternative


pemecahan

masalah

kesehatan/keperawatan,

menanggulangi

masalah

kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi, meningkatkan kemampuan dalam


memelihara kesehatan secara mandiri (self care), serta tertanganinya kelompokkelompok resiko tinggi yang rawan terhadap masalah kesehatan (Potter & Perry,
2009).

Keperawatan kesehatan masyarakat cakupannya sangat luas, tidak hanya


menangani suatu permasalahan yang membutuhkan adanya penyembuhan dari
suatu penyakit tetapi juga adanya upaya pencegahan. Oleh karena itu di
ruang lingkup
kesehatan

keperawatan kesehatan

(promotif),

pencegahan

masyarakat
(preventif),

mencakup

peningkatan

pemeliharaan kesehatan dan

pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dan mengembalikan


serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan kelompok-kelompok
masyarakat kelingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif). Pendidikan
kesehatan berfokus pada suatu kelompok, jika sudah dalam lingkup yang lebih
besar lagi, pemberian pelayanan keperawatan berfokus pada pencegahan
penyebaran penyakit dan pengontrolan bahaya pada lingkungan (Nies & McEwen,
2007).

2.2
2.2.1

Bronkopneumonia
Pengertian Bronkopneumonia

Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru (Behrman, Kliegman, &


Jenson, 2003). Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia
yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di


sekitarnya (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Wong (2004), bronkopneumonia
adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi
bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut
juga pneumonia lobaris. KemenKes RI (2012) mendefinisikan bronkopneumonia
sebagai infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Kesimpulannya
bronkopneumonia merupakan jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen
infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli. Bila pneumonia
menyerang maka bagian tersebut berisi cairan atau nanah sehingga oksigen yang
dibutuhkan menjadi terbatas dan menimbulkan kesulitan saat bernapas.

2.2.2 Penyebab Bronkopneumonia


Sebagian besar pneumonia pada anak disebabkan oleh mikroorganisme seperti
bakteri dan virus, sebagian kecil disebabkan oleh bahan kimia (seperti
hidrokarbon dan lipoid substances). Menurut Buckley (2010), pneumonia dapat
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi baik faktor infeksi maupun non
infeksi. Faktor infeksi penyebab tersering yaitu babkteri, virus, dan mikroplasma.
Untuk faktor non infeksi meliputi aspirasi benda asing, makanan dan asam
lambung, serta dapat juga karena inhalasi zat kimia atau asap rokok. Pneumonia
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan jamur (Kartasasmita, 2010).
Penyekit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang.

Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda pada setiap tingkat usia anak.
Secara umum bakteri yang berperan penting penyebab pneumonia yaitu
Streptococcus pneumonia (50%), Haemoptilus influenza (20%), Staphilococcus
aureus, Streptococcus group B. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumonia yang bisa ditemukan di kerongkongan manusia
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh karena sakit, usia, atau malnutrisi,
bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan mengalami panas tinggi, berkeringat, napas terengahengah, dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Virus yang paling sering menyebabkan pneumonia yaitu Respiratory Syncytial


Virus (RSV), Parainfluenza virus, Influenza virus, dan adenovirus (Setyoningrum,
2006). Tahun 2005 terjadi kematian diperkirakan sekitar 66.000-199.000 anak
balita karena pneumonia Respiratory Syncytial Virus (RSV) (Nair, et al, 2010).
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Penyebab utamanya yaitu virus
RSV meliputi 15-40% kasus yang ada, lalu diikuti virus Influenza A dan B,
Parainfluenza virus, Human metapneumovirus, dan adenovirus. Sejalan dengan
penelitian (Nair, et al, 2010 & Setyoningrum, 2006), Kartasasmita (2010)
menyebutkan bahwa virus yang menjadi penyebab pneumonia yaitu Respiratory
Syncytial Virus dan Influenza virus.

2.2.3

Manifestasi Klinis Bronkopneumonia

Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasikan menjadi 2 kelompok


yaitu gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala umum meliputi demam, sakit
kepala, malaise, nafsu makan menurun, gejala gastrointestinal (mual, muntah, dan
diare), sedangkan gejala respiratorik meliputi batuk, napas cepat (takipnea), napas
sesak (retraksi dinding dada/chest indrawing), napas cuping hidung, dan sianosis
(Said, 2010).

Gejala klinis yang muncul biasanya tergantung dari umur pasien dan patogen
penyebabnya, sedangkan pada anak-anak biasanya tidak muncul gejala
(Setyoningrum, 2006). Tanda dan gejala pada bayi dan anak kecil meliputi
demam, anak rewel, kejang yang disebabkan demam tinggi, sakit kepala, nyeri
dan pegal pada punggung dan leher, anoreksia, muntah, diare, nyeri abdomen,
hidung tersumbat, produksi sekret, stridor, merintih, wheezing, crackles,dan batuk
(Hockenberry & Wilson, 2012). Pada neonatus sering dijumpai takipnea, retraksi
dinding dada, dan sianosis. Pada bayi yang lebih besar, gejala yang sering terlihat
yaitu takipnea, retraksi dinding dada, sianosis, batuk, demam, dan iritabel. Pada
anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi yaitu demam, batuk (non produktif
atau produktif), takipnea, dan dispnea yang ditandai dengan retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat ditemui demam, batuk (non
produktif atau produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

10

Menurut DepKes (2004), tanda dan gejala pneumonia diantaranya yaitu batuk,
pilek, demam disertai adanya kesukaran bernapas dan peningkatan frekuensi
napas sesuai usia. Napas cepat dapat diketahui dengan menghitung frekuensi
napas dalam satu menit penuh yang dihitung ketika kondisi anak tenang. Untuk
anak usia kurang dari dua bulan, dikatakan napas cepat jika frekuensi napasnya
60 kali per menit, untuk usia 2 bulan sampai 1 tahun dikatakan napas cepat jika
frekuensi napasnya 50 kali per menit, dan untuk balita (1-5 tahun) dikatakan
napas cepat jika frekuensi napasnya 40 kali per menit (WHO, 2011).

2.2.4

Patofisiologi Bronkopneumonia

Infeksi saluran napas bawah yang paling sering diderita dan berisiko besar pada
anak-anak yaitu pneumonia (Corwin, 2009). Kerusakan jaringan paru setelah
kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak disebabkan dari reaksi imunitas
dan inflamasi pejamu. Selain itu, toksin yang dikeluarkan bakteri dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah, termasuk produksi surfaktan
sel alveolar tipe II. Menurut Corwin (2009) dan Price & Wilson (2006)
pneumonia memiliki empat fase atau stadium yaitu stadium hiperemia, hepatisasi
merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi.

Staium satu, hiperemia (4-12 jam pertama) merupakan respon inflamasi awal pada
daerah paru yang terinfeksi yang disebabkan pelepasan histamin dan
prostaglandin serta mengaktifkan komplemen (Price & Wilson, 2006). Ketiga
komponen ini menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke area
cidera serta memicu terjadinya perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisial yang kemudian mengakibatkan edema antara kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus, menyebabkan penurunan
kecepatan difusi gas yang pada akhirnya menyebabkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. Pada stadium ini, penyebaran infeksi ke jaringan sekitar
terjadi akibat dari peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus serta membran
kapiler seriring dengan berlanjutnya proses inflamasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

11

Stadium dua, hepatisasi merah (12-48 jam pertama) merupakan kondisi ketika
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan pejamu
sebagai bagian dari proses inflamasi. Stadium tiga, hepatisasi kelabu (3-8 hari)
terjadi ketika sel-sel darah putih membuat kolonisasi di bagian paru yang
terinfeksi. Pada stadium ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cidera dan terjadi fagositosis sel debris. Stadium empat, resolusi (8-11 hari)
merupakan periode ketika respon imun dan inflamasi mereda, sel fibrin, debris,
dan bakteri telah berhasil dicerna, makrofag dan sel pembersih pada reaksi
inflamasi mendominasi (Price & Wilson, 2006).

Penderita pneumonia biasanya mengalami gangguan pada proses ventilasi yang


disebabkan karena penurunan volume paru akibat langsung dari kelainan
parenkim paru. Untuk mengatasi gangguan ventilasi akibat dari penurunan
volume paru maka tubuh akan berusaha mengkompensasi dengan cara
meningkatkan tidal volume dan frekuensi napas sehingga secara klinis terlihat
takipnea dan dispnea dengan tanda inspiratory effort (Nelson, 2009).
Tubuh berusaha meningkatkan ventilasi sehingga terjadi usaha napas ekstra dan
pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara
fungsional karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan
menyebabkan gangguan pertukaran gas yang dapat mengakibatkan terjadinya
hipoksia dan bahkan gagal napas (Chang & Elliott, 2009).

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik Bronkopneumonia


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis antara lain
(Nelson, 2009; Price & Wilson, 2006):
a. Sinar X (rongent thorax) untuk mengidentifikasi distribusi struktural
seperti lobar dan bronchial, dapat juga untuk mengidentifikasi adanya
abses paru
b. Pemeriksaan kultur sputum dan darah untuk mengidentifikasi jenis
organisme penyebab pneumonia
c. Pemeriksaan serologi membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

12

d. Pemeriksaan fungsi paru untuk menetapkan luas ebrat penyakit dan


membantu diagnosis
e. Biopsi paru berfungsi untuk menetapkan diagnosis lebih spesifik
f. Spirometri statik untuk mengkaji jumlah/volume udara yang diaspirasi
g. Oksimetri nadi berfungsi untuk mengetahui saturasi oksigen dan bertujuan
untuk mengetahui status oksigen pada jaringan perifer
h. Bronkoskopi untuk menetapkan diagonis dan mengangkat benda asing.

2.2.6

Penatalaksanaan Bronkopneumonia

Tata laksana bronkopneumonia terbagi menjadi dua yaitu tindakan suportif dan
medikamentosa (Enarson & Gie, 2005). Tindakan suportif seperti pemberian
oksigen secara nasal kanul (nasal prong) untuk mempertahankan saturasi oksigen
>90%. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat juga merupakan tindakan
suportif. Jika sekret berlebih dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transport mukosiliar. Tata laksana kedua yaitu medikamentosa
dengan pemberian terapi antibiotik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).

Menurut Ricciuti dan Schub (2010) tata laksana infeksi saluran napas bawah pada
bayi membutuhkan fisioterapi dada seperti perkusi dengan kombinasi suction.
Fisioterapi dada sebaiknya didahului dengan pemberian bronkodilator dan normal
salin untuk membantu mengencerkan mukus yang kental. Pemantauan saturasi
oksigen sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilan terapi dan mencegah
kondisi lebih parah. Selain pemerian fisioterapi dada sebagai terapi suportif,
pemantauan status hidrasi dan status ASI eksklusif sangat dianjurkan. Dengan
cairan yang adekuat dan ASI eksklusif diteliti dapat mempercepat penyembuhan
dan mempersingkat hari rawat (Abdullah, 2003).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

13

2.3 Konsep Fisioterapi Dada


2.3.1

Pengertian Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada berkaitan dengan penggunaan drainase postural

yang

dikombinasikan dengan teknik-teknik tambahan lain yang dianggap dapat


meningkatkan bersihan mukus dan jalan napas (Hockenberry & Wilson, 2012).
Teknik-teknik tersebut meliputi perkusi manual, vibrasi, penekanan dada, batuk,
ekspirasi kuat, dan latihan pernapasan. Teknik yang paling banyak digunakan
berkaitan dengan drainase postural adalah perkusi manual pada dinding dada.
Perawat bertanggung jawab melakukan manuver ini jika ahli terapi pernapasan
tidak ada, sehingga perawat harus terampil dalam melakukan teknik ini.
Menurut organisasi Childrens Healthcare of Atlanta (2009) fisioterapi dada pada
anak merupakan suatu tindakan untuk mengencerkan mukus yang kental di paruparu dan tindakan ini tidak menyakitkan anak. Fisioterapi dada merupakan
tindakan yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensi sekresi dan
gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau
mengeluarkan sekret (Hockenberry & Wilson, 2012). Fisioterapi dada (postural
drainase) menggunakan prinsip gravitasi untuk membantu mengalirkan sekret
keluar dari paru-paru melalui jalan napas. Namun pada bayi, posisi kepala lebih
rendah tidak dianjurkan karena memicu terjadinya Gastro Esophageal Reflux
(GER).

Fisioterapi dada dengan manuvernya dilakukan sampai pada titik poin tertentu
yang meliputi peningkatan udara yang masuk, penurunan suara napas tambahan
(wheezing atau cracles), peningkatan kemampuan paru mengembang, berkurang
hingga terhentinya produksi sputum, atau intoleransi pasien. Karena hal tersebut
durasi pemberian fisioterapi dada bervariasi dari 15 menit hingga 90 menit yang
mencerminkan derajat disfungsi paru. Fisioterapi dada bekerja pada lokasi yang
spesifik tergantung tempat yang terinfeksi (Lubis, 2005). Jika tujuan tercapai
maka terjadi peningkatan ekspansi daerah yang terinfeksi, kemudian perfusi area
tersebut tercapai. Jika jalan napas bersih dari sekret, resistensi jalan napas dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

14

obstruksi aliran udara akan menurun. Jalan napas yang bersih dan peningkatan
ventilasi dari jalan napas akan meningkatkan pengembangan paru

1. Postural drainase
Postural drainase yakni pengaturan posisi tubuh untuk membantu mengalirkan
lendir yang terkumpul di suatu area ke arah cabang bronkhus utama (saluran
napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan cara dibatukkan (Asmadi,
2008). Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya gravitasi dan sekret itu sendiri (Lubis, 2005).
Postural drainase dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas dan juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
ateletaksis. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka
postural drainase dilakukan berbagai posisi sesuai dengan lokasi kelainan paru.
Posisi postural drainase dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Posisi postural drainase

2. Perkusi
Teknik pemukulan ritmik (perkusi) dilakukan dengan telapak tangan yang
melekuk pada dinding dada atau punggung (Asmadi, 2008). Tujuannya

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

15

melepaskan lendir atau sekret-sekret yang menempel pada dinding pernapasan


dan memudahkannya mengalir ke tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah
anak mengeluarkan lendirnya.Pada bayi dan anak yang lebih kecil, perkusi bisa
dilakukan dengan modifikasi alat seperti bel stetoskop, gelas obat ukuran 30ml
yang diselimuti bantalan empuk sekitar lingkaran mulut gelas, atau menggunakan
nipple plastik. Perkusi juga bisa diberikan dengan tenting yaitu jari telunjuk, jari
tengah, dan jari manis bagian metacarpal dan sendi phalangeal yang memberikan
tepukan sebanyak 40 kali per menit (Hockenberry & Wilson, 2012; Mardiyanti,
2013). Bentuk tangan tenting (Gambar 2.2) dan cupped hand untuk perkusi
dada dapat dilihat pada Gambar 2.3 serta alat yang digunakan untuk perkusi dada
bayi dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.2 Bentuk tangan tenting untuk perkusi dada bayi dan anak kecil

Gambar 2.3 Bentuk tangan cupped hand untuk perkusi dada

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

16

Gambar 2.4 Alat yang digunakan untuk perkusi dada bayi

3. Vibrasi
Vibrasi merupakan getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dada pasien. Vibrasi ini dilakukan setelah
perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara sekresi dan melepaskan mukus yang
kental (Greenberg, 2008). Vibrasi dilakukan pada saat pasien mengeluarkan napas
(ekspirasi) dilakukan 5-8 kali per detik (Lubis, 2005).

2.3.2

Tujuan Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada bertujuan untuk memfasilitasi pengeluaran sekret, mengencerkan


sekret, menjaga kepatenan jalan napas, dan mencegah obstruksi pada pasien engan
peningkatan sputum (Hockenberry & Wilson, 2012). Menurut Asmadi (2008),
tujuan pokok fisioterapi dada pada penyakit paru yaitu mengembalikan dan
memelihara fungsi otot-otot pernapasan, membantu membersihkan sekret dari
bronkus, mencegah penumpukan sekret, serta memperbaiki pergerakan dan aliran
sekret. Penggunaan bronkodilator yang sesuai akan membantu pengeluaran sekret
dari paru-paru.

2.3.3

Indikasi Fisioterapi Dada

Menurut (Asmadi, 2008; Hockenberry & Wilson, 2012; Lubis, 2005) indikasi
fisioterapi dada antara lain:
a.

Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret, yaitu pada :


1) Pasien yang memakai ventilasi
2) Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3) Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik
atau bronkiektasis

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

17

4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif


b.

Mobilisasi sekret yang tertahan:


1) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
2) Pasien dengan abses paru
3) Pasien dengan pneumonia
4) Pasien pre dan post operatif
5) Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk

2.3.4

Kontra Indikasi Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada memiliki dua sifat kontra indikasi yaitu yang bersifat mutlak dan
bersifat relatif (Lubis, 2005). Kontra indikasi yang bersifat mutlak seperti
kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan, dan perdarahan masif. Kontra
indikasi yang bersifat relatif antara lain infeksi paru berat, patah tulang iga, luka
baru post operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan, serta
adanya kejang rangsang.

2.3.5

Prosedur Fisioterapi Dada

Menurut (Asmadi, 2008; Hockenberry & Wilson, 2012; Mardiyanti, 2013)


prosedur pemberian fisioterapi dada sebagai berikut:
1

Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar

Observasi nadi dan pernapasan

Perhatikan keadaan umum pasien

Fisioterapi dada dilakukan sebelum makan atau minimal satu jam setelah
makan untuk mencegah muntah

Berikan inhalasi 5-10 menit dengan medikasi (bronkodilator dan normal


salin) sesuai instruksi dokter

Asukultasi paru untuk menentukan besar dan lokasi sekret

Anjurkan pasien untuk napas dalam dan latih batuk efektif (bila pasien
sudah dapat diajak berkomunikasi)

Dengarkan kembali suara paru untuk menentukan posisi postural drainase

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

18

9 Baringkan atau posisikan pasien pada posisi postural drainase sesuai


dengan lokasi sumbatan sekret (Gambar 2.1)
10 Berikan alas berupa kain atau handuk tipis pada dada klien
11 Dengan memakai telapak tangan yang dicembungkan, lakukan tepukantepukan pada satu lobus (sesuai dengan lokasi sumbatan sekret) selama 2-3
menit. Untuk bayi bisa menggunakan alat khusus (Gambar 2.2) atau
menggunakan 3 jari untuk melakukan perkusi dan vibrasi. Perkusi
dilakukan secara mantap, terdengar bunyi popping dan tidak menampar.
12 Setalah selesai perkusi, berikan vibrasi atau getaran pada area sumbatan
sekret mengikuti jalan napas sebanyak 2-3 kali getaran pada waktu pasien
mengeluarkan napas
13 Anjurkan kembali pasien untuk napas dalam dan latih batuk efektif (bila
pasien sudah dapat diajak berkomunikasi)
14 Lakukan suction jika pasien tidak dapat melakukan batuk efektif
15 Evaluasi hasil atau tindakan fisioterapi dada dengan memantau tandatanda vital dan status pernapasan anak.

2.3.6

Hal-hal yang Harus Diperhatikan

Perawat dalam memberikan fisioterapi dada, sebagai terapi non farmakologi pada
pasien

dengan

masalah

ketidakefektifan

bersihan

jalan

napas,

perlu

memperhatikan hal-hal berikut antara lain:

2.3.6.1 Status Pernapasan


Status pernapasan anak dapat dikaji melalui observasi perilaku dan pemeriksaan
fisik sistem pernapasan yang meliputi observasi dinding dada, ekspansi dada,
retraksi dinding dada, dan pola pernapasan (frekuensi napas, irama, suara napas,
kedalaman, usaha napas, dan penggunaan otot abntu napas) (Fergusson, 2008;
Hockenberry & Wilson, 2012). Observasi perilaku dapat dilakukan dengan
mengkaji ekspresi wajah, tingkat kesadaran, warna kulit, dan adanya jari tabuh
(clubbing finger). Pengkajian pola napas sebaiknya dilakukan saat bayi atau anak
dalam kondisi tenang atau tertidur. Mengukur pernapasan bayi dilakukan dengan
mengobservasi pergerakan abdomen dan menghitung frekuensi napas selama satu

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

19

menit penuh karena peprnapasan bayi masih belum teratur (Hockenberry &
Wilson, 2012).

2.3.6.2 HR atau Denyut Nadi


Pengkajian kardiovaskular (frekuensi denyut nadi) termasuk ke dalam pengkajian
keadekuatan ventilasi selain pengkajian perfusi jaringan (Capillary Refill Time
dan saturasi oksigen) (Fregusson, 2008). Pengukuran nadi melalui radial baru
efektif setelah anak berusia lebih dari dua tahun, sementara pada bayi hingga usia
dua tahun penghitungan denyut nadi dapat melalui arteri brachialis atau denyut
apikal pada jantung yang lebih valid (Hockenberry & Wilson, 2012). Frekuensi
normal nadi pada anak terdapat pada Tabel 2.1.

Usia
Newborn
1 minggu- 3 bulan
3 bulan- 2 tahun

Tabel 2.1 Rentang normal denyut nadi pada anak


Frekuensi (kali/menit)
Saat istirahat
Saat istirahat (tidur)
Saat exercise (demam)
(terbangun)
100-180
80-160
<220
100-220
80-180
<220
80-150
70-120
<220

2.3.6.3 Wang Clinical Severity Scoring System (WCSSS)


Wang Clinical Severity Scoring System (WCSSS) merupakan sebuah sistem
penilaian untuk menentukan tingkat keparahan klinis pada bayi dan anak-anak
dengan gangguan sistem pernapasan yang sudah sering digunakan sejak tahun
1992 (Postiaux et al, 2011). Penilaian tingkat keparahan anak dengan
menggunakan WCSSS akan sangat membantu tim medis untuk menentukan
dirawat atau tidaknya anak. Selain itu WCSSS juga dapat digunakan untuk
evaluasi pemberian medikasi seperti bronkodilator dan medikasi lain yang bekerja
pada saluran pernapasan (Chin & Seng, 2004).

Menurut Chin dan Seng (2004) WCSSS memiliki inter-rater reliability yang
tinggi (0,99) sementara validitas dan reliabilitasnya juga cukup baik (r=0,43).
Mardiyanti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Fisioterapi Dada
terhadap Perubahan Status Pernapasan (SpO2, WCSS, HR) Anak Usia Kurang
dari Dua Tahun dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta juga telah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

20

menggunakan WCSSS yang dimodifikasi agar sesuai dengan nilai rujukan dari
WHO dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS, 2008). Hasil modifikasi
tersebut meliputi pernapasan kurang dari 40 diberikan nilai 0, antara 40-49
diberikan nilai 1, anatara 50-59 diberikan nilai 2, dan frekuensi pernapasan 60
diberikan nilai 3. Komponen WCSSS dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Wang Clinical Severity Scoring System (WCSS)


Nilai
0
1
2
Retraksi dinding
Tidak ada
Hanya
tracheosternal
dada
intercosta
Komponen

Frekuensi napas
(kali/menit)
Wheezing

<40

40-49

50-59

Tidak ada

Kondisi umum

Normal

Akhir
pernapasan atau
hanya terdengar
dengan
stetoskop
-

Terdengar pada
seluruh ekspirasi
atau terdengar
walau tanpa
stetoskop
-

3
Retraksi berat
dengan napas
cuping hidung
60
Terdengar pada
inspirasi dan
ekspirasi tanpa
stetoskop
Rewel, letargi,
toleransi makan
yang buruk

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama. Asuhan
keperawatan yang diberikan meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

3.1 Pengkajian
Identitas klien:
1

Nama

: An. NA

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 4 Maret 2014

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal masuk

: 10 Mei 2014

Sumber informasi

: Ibu klien dan rekam medis

Tanggal pengkajian

: 12 Mei 2014

Ibu mengatakan klien batuk sejak satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Ibu mengatakan saat di rumah jika batuk terkadang anak muntah yang berisi
lendir. Klien juga mengalami demam saat awal mengalami batuk. Sebelum di
rawat di rumah sakit, keluarga telah membawa klien berobat ke klinik namun
tidak ada perubahan, klien tetap batuk. Saat hamil ibu melakukan pemeriksaan
ANC (antenatal care) hanya ketika usia kandungan 4-8 minggu dan 32-36 bulan.
Klien lahir secara spontan dengan bantuan bidan, dengan BBL 2600gram dan
PBL 47cm. Ibu mengatakan tidak pernah menimbang BB anak, klien hanya
mendapatkan ASI sampai usia 1,5 bulan karena ibu bekerja, dan biasanya anak
diberikan susu formula atau hanya air minum biasa. Saat ini anak baru mendapat
imunisasi hepatitis B.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tanggal 12 Mei 20014, didapatkan data


meliputi kesadaran klien compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), BB 3700gr, PB
55cm, LLA 10cm, nadi 120x/menit, RR 60x/menit, dan suhu 37,0 oC. Mata klien
tampak simetris, reflek pupil +/+. Tidak ada sumbatan pada hidung dan tidak ada
21

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

22

pernapasan cuping hidung. Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi. Telinga klien
simetris, tidak ada cairan di lubang telinga, tidak ada pembengkakan, dan klien
tidak menunjukkan respon nyeri saat telinga dipalpasi. Tidak ada kaku kuduk dan
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Dada klien tampak simetris, tidak
ada lesi, terlihat klien menggunakan otot bantu napas, terlihat adanya retraksi
dinding dada, dan inwheling chest. Bunyi jantung S1 dan S2 (+/+), tidak ada
murmur, tidak ada gallop. Pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan
(ronkhi) pada bagian apikal peru kanan dan kiri. Bising usus klien baik
(5x/menit), klien tidak menunjukkan respon nyeri saat dilakukan palpasi
abdomen, tidak ada distensi abdomen. Genetalia klien tidak terdapat kelainan
pada labia mayor, labia minora, dan lubang anus. Pada ekstremitas tidak ada
edema dan turgor kulit elastis.

Selama di rawat di rumah sakit, anak AN tidak da muntah namun klien masih
sesak sehingga klien dipasang NGT untuk mencegah aspirasi. Anak NA mendapat
terapi nutrisi yang berupa susu formula SF1 sebanyak 8x60ml per hari. Klien juga
mendapat terapi medikasi yang berupa ampicilin 4x100mg (iv), cloramfenikol
4x70mg (iv), dexametason 3x0,7mg (iv), dan inhalasi (ventolin+NaCl).

Hasil laboratorium tanggal 10 Mei 2014 pada pemeriksaan Analisa Gas Darah
(AGD) didapatkan data pH 7,466 (N= 7,370-7,440), pCO2 37,0mmHg (N= 35,045,0 mmHg), PO2 53,3 mmHg (N= 83,0-108,0 mmHg), HCO3 26,1 mmol/L (N=
21,0-28,0 mmol/L), Saturasi O2 89,7% (N= 95,0-99%). Berdasarkan hasil
pemeriksaan tersebut dapat diketahui klien mengalami alkalosis respiratorik. Hasil
pemeriksaan radiologi tanggal 10 Mei 2014 berupa foto thoraks didapatkan data
trakhea berada di tengah, mediastinum superior tidak melebar, jantung kesan tidak
membesar CRR 51% (N= 39-65%), aorta baik. Hilus kedua paru terlihat suram
dan tampak infiltrate di kedua paru. Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan-kiri
normal. Tulang-tulang dan jaringan lunak baik. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan diagnostik klien didiagnosa bronkopneumonia dan gizi
kurang.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

23

3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan data hasil pengkajian diperoleh tiga masalah keperawatan yang
muncul pada anak NA dengan bronkopneumonia. Masalah pertama yaitu bersihan
jalan napas tidak efektif. Masalah ini dapat diangkat berdasarkan data subjektif
yaitu ibu mengatakan klien batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, saat
di rumah jika batuk terkadang anak muntah yang berisi lendir. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data antara lain saat dilakukan auskultasi paru
terdengar suara napas tambahan (ronkhi) pada bagian apikal kedua paru, frekuensi
napas klien cepat 60x/menit.

Masalah kedua yaitu gangguan pertukaran gas. Masalah ini dapat diangkat karena
ibu mengatakan klien batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari hasil
pemeriksaan AGD didapatkan data antara lain pH 7,466 (alkalosis), PO2 53,3
(rendah), Saturasi O2 89,7 % (rendah), Total CO2 27,2 (tinggi). Dari hasil
pemeriksaan fisik terlihat klien menggunakan otot bantu napas, terlihat adanya
retraksi dinding dada, dan inwheling chest, klien terlihat sesak.

Masalah ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.


Masalah ini dapat diangkat karena anak hanya mendapatkan ASI sampai usia 1,5
bulan karena ibu bekerja, biasanya anak diberikan susu formula atau hanya air
minum biasa, ibu juga mengatakan tidak pernah menimbang BB anak, Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data berat badan anak saat ini 3700gr, panjang
badan 55cm, dan LLA: 10cm, jika dilihat dengan grafik NCHS maka dapat
dikatakan status nutrisi anak NA masuk ke dalam kategori gizi kurang (NCHS
74%).

Data yang telah dikelompokkan di atas kemudian dapat dibuat kesimpulan


masalah keperawatan pada anak NA dengan bronkopneumonia. Terdapat tiga
masalah keperawatan yang muncul yang dapat diangkat menjadi diagnosa
keperawatan. Diagnosa tersebut antara lain bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, inflamasi bronkhial, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler, dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

24

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang.

3.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Penulis menyusun intervensi dan melakukan implementasi terkait masalah
keperawatan yang ditemukan pada klien. Implementasi keperawatan dilakukan
dari tanggal 12-14 Mei 2014. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
yaitu terkait diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar-kapiler, dan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi sekret, inflamasi bronkhial
Setelah

dilakukan

intervensi

3x24

jam

diharapkan

klien

dapat

mempertahankan kepatenan jalan napas dengan kriteria hasil frekuensi napas


dalam rentang normal (<50 kali/menit), tidak ada penggunaan otot bantu
napas. Implementasi yang dilakukan oleh penulis antara lain memberikan
posisi semifowler saat klien berbaring/tidur, melakukan fisioterapi terapi
dada yang mencakup postural drainasi, perkusi, dan vibrasi dengan
melibatkan keluarga. Penulis juga melakukan penghisapan lendir (suction)
setelah fisioterapi dada. Status pernapasan klien dipantau sebelum dan
setelah pemberian fisioterapi dada. Penulis memotivasi keluarga untuk
memberikan cairan sedikitnya 370ml/hari per oral. Penulis juga melakukan
kolaborasi pemberian terapi inhalasi 2x per hari dengan ventolin 1,25mg dan
NaCl 10ml yang diberikan sebelum melakukan fisioterapi dada dan suction.
Selain itu klien juga mendapat terapi medikamentosa yaitu ampicilin
4x100mg (iv), cloramfenikol 4x70mg (iv), dexametason 3x0,7mg (iv).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

25

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar-kapiler
Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam diharapkan ventilasi dan oksigenasi
jaringan pada klien menunjukkan perbaikan dengan kriteria hasil TTV
normal (N 100-160x/menit, RR 40-50x/menit, suhu 36-37,5 0C), klien tidak
mengalami sianosis, klien tidak sesak, tidak ada nafas cuping hidung, dan
hasil AGD dalam rentang normal. Implementasi yang dilakukan oleh penulis
antara lain memantau frekuensi, kedalaman, dan kemudahan klien dalam
bernafas; mengobservasi adanya sianosis, keadaan status mental klien,
frekuensi jantung/irama, dan suhu tubuh klien; memposisikan klien
semifowler untuk mendapatkan ventilasi yang maksimal. Penulis juga
melakukan kolaborasi dengan memberikan terapi oksigen 2L/menit
menggunakan nasal kanul.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang kurang
Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam diharapkan klien dapat meningkatkan
nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil antara lain BB
meningkat (normal), BB/PB (NCHS >80%), turgor kulit klien normal,
membran mukosa mulut dan bibir klien lembap, kulit klien tidak pucat.
Implementasi yang dilakukan oleh penulis antara lain menimbang berat
badan klien setiap hari, mengauskultasi bunyi usus, mempalpasi adanya
distensi abdomen untuk mengkaji akibat klien menelan udara, memotivasi
ibu untuk memodifikasi teknik pemberian susu dengan memeluk anak dalam
posisi tegak (duduk) untuk meminimalkan risiko aspirasi saat klien sudah
tidak menggunakan NGT, bersama dengan keluarga mengamati dan
mencatat respon anak terhadap pemberian makan, mengedukasi keluarga
agar menerapkan diit yang tepat. Penulis juga melakukan kolaborasi dengan
memasang NGT (tanggal 10-13 Mei 2014) untuk pemberian susu formula
SF1 sebanyak 8x60 cc/hari.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

26

3.4 Evaluasi
Penulis melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien. Evaluasi dilakukan setelah penulis selesai melakukan tindakan keperawatan
terkait masalah keperawatan yang dialami klien.
1

Bersihan jalan napas tidak efektif

Ibu mengatakan batuk anak sudah mereda, anak sudah tidak terlihat sesak/sulit
bernapas. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data antara lain frekuensi
napas klien sudah normal (47x/menit), klien sudah tidak menggunakan otot
bantu napas, sudah tidak tampak inwheling chest, hasil dari auskultasi paru
masih terdengar suara ronkhi pada bagian apikal kanan paru namun sudah
mulai mereda dibanding saat pengkajian awal. Dari data di atas dapat
dikatakan bahwa masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada anak NA
sudah teratasi pada tanggal 14 Mei 2014.

Gangguan pertukaran gas

Ibu mengatakan anak sudah tidak terlihat sesak/sulit bernapas. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data antara lain frekuensi napas klien sudah
normal, klien sudah tidak menggunakan otot bantu napas, klien tidak
mengalami sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung, hasil TTV (nadi=
110x/menit, RR= 47x/menit, suhu= 36,5 oC). Dari data di atas dapat dikatakan
bahwa masalah gangguan pertukaran gas pada anak NA sudah teratasi pada
tanggal 14 Mei 2014.

3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


Ibu mengatakan anak selalu habis jika diberi minum susu, anak juga tidak
mengalami mual dan muntah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data
antara lain BB klien 3750gr, bising usus normal, tidak ada distensi abdomen,
pemebrian SF1 8x60cc/hari habis diminum, turgor kulit klien normal,
membran mukosa mulut dan bibir klien lembap, dan kulit klien tidak pucat.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa saat pulang, pada tanggal 14 Mei
2014, masalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada
anak NA belum teratasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

BAB 4
ANALISIS SITUASI

Bab ini membahas tentang profil lahan praktik tempat penulis mengambil kasus
yang dibahas dalam karya ilmiah ini, analisis masalah keperawatan dengan
konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Selain itu dibahas pula analisis
salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait serta alternative
pemecahan yang dapat dilakukan.

4.1

Profil Lahan Praktik

RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno. sebagai
RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Pada tanggal
15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada
Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS
Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat
Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B
Pendidikan (Fatmawatihospital, 2014).

RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana pada tahun 1991, pada tahun
1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat, pada tahun 1997 sesuai
dengan diperlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami
perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) selanjutnya pada tahun 2000 RS Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian
Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005
RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen
Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK BLU) (Fatmawatihospital, 2014).

27

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

28

RS Fatmawati memiliki tujuan antara lain (Fatmawatihospital, 2014):


1 Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (Patient Safety)
2

Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif


yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat

Terwujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi


pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian

Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan


pelanggan

Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber


daya manusia rumah sakit

Untuk mencapai tujuan tersebut RS Fatmawati memiliki visi dan misi antara lain
(Fatmawatihospital, 2014):
Visi:
Terdepan, Paripurna dan Terpercaya di Indonesia
Misi:
1

Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan


dan penelitian diseluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi
dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis

Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

Mengelola keungan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta


berdaya saing tinggi

Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini

Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya


manusia.

Penulis menjalankan praktik KKMP peminatan anak di gedung Teratai Lantai III
Selatan. Lantai III Selatan merupakan ruang rawat inap anak penyakit dalam kelas
III dengan penyakit seperti infeksi, hematologi, onkologi, dan masalah gastrologi.
Berdasarkan hasil pengkajian dengan cara wawancara dan observasi Lantai III
Selatan memiliki kapasitas kamar 37 tempat tidur yang terbagi di kelas III

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

29

sebanyak 4 kamar, onkologi dan hematologi 2 kamar, 2 kamar isolasi, dan satu
ruangan High Care Unit (HCU).

Jumlah total perawat di Lantai III Selatan ada 32 perawat. Jumlah tersebut sudah
termasuk 1 orang kepala ruangan dan 1 orang wakil kepala ruangan. Dari jumlah
total 32 perawat tersebut 1 diantaranya adalah perawat lulusan S2, 10 perawat
lulusan S1 ners, 20 perawat lulusan D3, dan 1 perawat lulusan SPK. Kepala
ruangan adalah seorang lulusan S1 ners yang sedang melanjutkan pendidikan ke
tahap S2 dan sudah bekerja menjadi perawat selama 34 tahun. Ada beberapa
perawat yang ditunjuk menjadi CI (Clinical Instructure). CI ini bertugas untuk
memandu mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan magang atau praktik
keperawatan di ruang tersebut.

Penulis

mengambil

kasus

anak

dengan

bronkopneumonia.

Penyakit

bronkopneumonia merupakan kasus yang banyak terjadi di ruang ini. Hal ini
ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit bronkopneumonia mencapai
32 pasien dalam 3 bulan terakhir. Di ruang ini kasus bronkopneumonia terdapat
pada urutan kedua setelah DBD. Masalah keperawatan yang sering ditemui pada
anak dengan bronkopneumonia adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat ruangan yaitu observasi tanda-tanda vital,
observasi status pernapasan, dan kolaborasi terapi inhalasi. Berdasarkan hasil
observasi, perawat ruangan jarang melakukan tindakan fisioterapi dada. Oleh
karena itu, penulis memilih untuk mengaplikasikan tindakan pemberian fisioterapi
dada pada anak dengan bronkopneumonia di Lantai III Selatan RSUP Fatmawati.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan


Konsep Kasus Terkait
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Gejala urbanisasi di
sebuah kota dapat dilihat dari jumlah penduduk kota yang terus bertambah dan
terjadi perubahan pada tatanan masyarakat. Tingginya jumlah penduduk
mengakibatkan banyak ditemukan pemukiman padat penduduk di daearah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

30

perkotaan. Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi


angka kejadian pneumonia pada anak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) memaparkan bahwa anak
yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat penduduk memiliki resiko
terhadap penyakit pneumonia 2,7 kali lebih besar dibanding dengan anak yang
tinggal di rumah dengan tingkat hunian tidak padat penduduk. Hal ini dapat
terjadi karena rumah yang berada di kawasan padat penduduk memiliki ventilasi
yang minimal sehingga menyebabkan kurangnya suplai udara yang dibutuhkan
penghuninya. Ketidakcukupan suplai udara segar akan berpengaruh pada fungsi
fisiologis alat pernapasan manusia terutama bagi bayi dan balita (Kartasasmita,
2010).

Semakin padat hunian penduduk maka semakin meningkat polusi udara dari hasil
aktvitas manusia. Polusi udara dapat berasal dari pembakaran di dapur dan juga di
dalam rumah yang menjadi salah satu risiko masalah pernapasan pada anak di
beberapa negara berkembang. Menurut Kartasasmita (2010) selain asap hasil
pembakaran dapur, polusi dari asap rokok juga menjadi faktor risiko masalah
pernapasan. Asap rokok dapat merangsang produksi mukus dan menurunkan
pergerakan silia. Hal ini mengakibatkan mukus yang kental terakumulasi,
terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, serta meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme (Corwin, 2009).

Faktor lainnya yang dapat meningkatkan insiden pneumonia yaitu tingkat


pendidikan ibu dan status ekonomi. Makin rendah pendidikan ibu, makin tinggi
prevalensi pneumonia pada anak (Kartasasmita, 2010). Status ekonomi yang
rendah erat kaitannya dengan asupan gizi yang kurang. Anak dengan asupan gizi
yang kurang berisiko mengalami infeksi pada saluran pernapasan. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahalanabis, dkk (2002) yang menyatakan bahwa
anak yang berasal dari status ekonomi rendah mempunyai risiko kejadian
pneumonia 4,95 kali dibanding dengan anak yang berasal dari status ekonomi
menengah-tinggi. Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan tubuh

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

31

untuk merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungi granulosit,


penurunan fungsi komplemen, dan menyebabkan kekurangan mikronutrien
(Sunyataningkamto, 2004). Pemberian ASI eksklusif dan pemberian mikronutrien
dapat mencegah timbulnya penyakit pada anak (Said, 2010).

Anak NA sebagai kasus kelolaan utama dengan kasus bronkopneumonia memiliki


keluhan batuk sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit, terdengar ronkhi di
kedua belah paru, frekuensi napas 60x/menit, nadi 120x/menit, suhu 37,0 oC. Dari
hasil observasi status pernapasan terlihat klien menggunakan otot bantu napas,
terlihat adanya retraksi dinding dada, dan inwheling chest. Tinggal di lingkungan
padat penduduk, ayah yang merokok di lingkungan rumah, ibu memberikan ASI
hanya selama 1,5 bulan, status gizi anak yang kurang merupakan faktor risiko
anak NA terkena bronkopneumonia yang menyebabkan bersihan jalan napasnya
menjadi tidak efektif.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Penyakit bronkopneumonia menimbukan masalah utama yaitu tidak efektifnya
bersihan jalan napas. Disamping tindakan farmakologi dengan pemberian terapi
medikamentosa, terapi non farmakologi juga perlu diterapkan untuk mengatasi
masalah bersihan jalan napas pada anak NA. Penulis mengaplikasikan fisioterapi
dada untuk membuat bersihan jalan napas anak NA menjadi paten. Aplikasi
teknik ini diambil dari tesis yang dibuat oleh Mardiyanti (2013) dengan judul
Dampak Fisioterapi Dada terhadap Perubahan Status Pernapasan (SpO2, WCSS,
HR) Anak Usia Kurang dari Dua Tahun dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto
Jakarta. Tesis ini menerapkan terapi non farmakologis yaitu fisioterapi dada dan
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bemakna pada denyut nadi,
SpO2, dan skor WCSS anak sebelum dan sesudah dilakukan fisioterapi dada.
Penulis tertarik menggunakan aplikasi fisioterapi dada pada anak dengan
bronkopneumonia karena sesuai dengan usia klien kelolaan, teknik ini juga tidak
memerlukan biaya dalam penerapannya, serta berdampak positif dalam membuat
jalan napas anak menjadi bersih. Selain itu dalam melakukan fisioterapi dada,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

32

peneliti juga melibatkan orang tua dalam upaya penerapan Family Centered Care
(FCC). Anak tentunya akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit
yang baru untuknya. Pelibatan orang tua pada setiap intervensi keperawatan dapat
mengurangi kecemasan pada anak terhadap lingkungan yang baru bagi anak.

Anak NA dirawat selama 3 hari di rumah sakit dan diberikan fisioterapi dada
disertai dengan terapi inhalasi dan suction. Evaluasi yang penulis dapatkan dari
mengaplikasikan fisioterapi dada pada anak NA dengan bronkopneumonia adalah
jalan napas klien berangsur-angsur menjadi bersih. Hal ini ditandai dengan ibu
klien yang mengatakan batuk klien merada anak sudah tidak terlihat sesak/sulit
bernapas. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada hari rawat terakhir, didapatkan data
antara lain frekuensi napas klien sudah normal (47x/menit), klien sudah tidak
menggunakan otot bantu napas, sudah tidak tampak inwheling chest, hasil dari
auskultasi paru masih terdengar suara ronkhi pada bagian apikal kanan paru
namun sudah mulai mereda dibanding saat pengkajian awal.

Peningkatan status oksigen anak NA ditunjukkan dengan total skor WCSSS yang
menurun. Hasil scoring WCSSS sebelum anak NA diberi fisioterapi dada yaitu 6
dengan komponen ada retraksi dinding dada hanya intercosta (1), frekuensi
pernapasan 60x/menit (3), terdengar wheezing/ronkhi saat ekspirasi tanpa
stetoskop (2), kondisi umum normal (0). Setelah diberikan tindakan fisioterapi
dada selama dirawat di rumah sakit selama 3 hari, hasil scoring WCSSS anak NA
menjadi 2, dengan komponen tidak ada retraksi dinding dada (0), frekuensi
pernapasan 47x/menit (1), terdengar wheezing/ronkhi dengan stetoskop (1),
kondisi umum normal (0). Hasil scoring WCSSS anak NA per hari dapat dilihat
pada lampiran.

Selama praktik di Lantai III Selatan RSUP Fatmawati, penulis juga menemukan
anak yang dirawat dengan penyakit bronkopneumonia. Namun, penulis tidak
memberikan fisioterapi dada hanya memberikan terapi inhalasi dan suction. Hal
ini dilakukan penulis untuk mengetahui perbedaan status pernapasan anak dengan
bronkopneumonia yang dilakukan fisioterapi dada dan yang tidak dilakukan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

33

Perbedaan tersebut terlihat dari hasil scoring WCSSS. Pada anak bronkpneumonia
yang tidak dilakukan fisioterapi dada tidak terlihat penurunan total skor yang
besar. Hasil scoring WCSSS awal yaitu 6 dengan komponen ada retraksi dinding
dada hanya intercosta (1), frekuensi pernapasan 60x/menit (3), terdengar
wheezing/ronkhi saat ekspirasi tanpa stetoskop (2), kondisi umum normal (0).
Setelah hari rawat ke-3 tanpa fisioterapi dada hanya inhalasi dan suction, hasil
scoring WCSSS menjadi 4, dengan komponen tidak ada retraksi dinding dada (0),
frekuensi pernapasan 56x/menit (2), terdengar wheezing/ronkhi saat ekspirasi
tanpa stetoskop (2), kondisi umum normal (0).

Menurut Hockenberry dan Wilson (2012) dan Irawati (2009) fisioterapi dada pada
anak dengan penyakit sistem pernapasan memiliki tujuan utama yaitu untuk
memfasilitasi pengeluaran sekret yang menyumbat jalan napas, menurunkan
tahanan jalan napas, meningkatkan pertukaran gas, dan menurunkan usaha napas.
Jika WCSSS menunjukkan perbaikan dan saturasi oksigen meningkat setelah
fisioterapi dada, dapat dikatakan bahwa fisioterapi dada pada anak dengan
bronkopneumonia memberikan dampak positif. Hasil dari implementasi
fisioterapi dada pada anak NA mendukung literatur-literatur sebelumnya seperti
Essential of Pediatric Nursing dari Hockenberry & Wilson (2012), Clinical
Nursing Skills Techniques dari Potter & Perry (2006), Ricciuti & Schub (2010),
dan Cartens (2010) yang mentakan bahwa anak dengan penyakit pernapasan akut
yang mengalami masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif
disarankan diberikan fisioterapi dada.

4.4

Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan

Penangana klien dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif dapat melalui
tindakan terapi farmakologik dan terapi non farmakologik. Terapi farmakologik,
dalam hal ini inhalasi, perlu adanya kolaborasi dengan dokter. Obat-obatan
dipecah menjadi partikel-partikel kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi.
Pemberian inhalasi bertujuan untuk rileksasi spasme bronkhial, mengencerkan
sekret, menekan proses peradangan, dan melembabkan saluran pernapasan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

34

Pemberian inhalasi dapat dilakukan bersama dengan atau sebelum postural


drainase. Inhalasi dilakukan minimal 5 menit atau sampai uap aerosol habis.

Terapi non farmakologi untuk menangani masalah bersihan jalan napas tidak
efektif yaitu dengan fisioterapi dada. Walaupun hasil penerapan terapi ini berhasil
menyelesaikan

masalah,

terdapat

tantangan

yang

dihadapi

pada

saat

pelaksanaannya. Biasanya bayi atau anak kecil akan menangis sebelum dilakukan
tindakan. Hal ini juga ditemui penulis saat sebelum memberikan inhalasi dan
fisioterapi dada. Pelibatan orang tua dalam pemberian terapi ini merupakan
alternatif atas pemecahan masalah terkait kecemasan yang dialami klien. Orang
tua dilibatkan untuk menggendong anak saat inhalasi, memposisikan anak saat
dilakukan postural drainase. Pelibatan orang tua selama tindakan memberikan
ketenangan bagi anak. Hal ini ditandai dengan tangisan anak yang mereda dan
bahkan berhenti menangis. Sesuai dengan konsep Family Centered Care yang
menyatakan bahwa kolaborasi antara tenaga kesehatan dan unit keluarga sangat
penting dilakukan dalam usaha peningkatan derajat kesehatan klien (Bowden &
Greenberg, 2012).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

BAB 5
PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang
telah dilakukan pada anak dengan bronkopneumonia. Kesimpulan menjelaskan
mengenai hasil dan analisis asuhan keperawatan dengan merujuk pada tujuan
tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini. Saran ditujukan kepada pihak-pihak
yang berkaitan dengan intervensi yang telah dilakukan, seperti institusi
pendidikan keperawatan dan institusi pelayanan kesehatan.

5.1

Kesimpulan

Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia dari tahun ke tahun. Pneumonia juga selalu berada pada daftar
10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Penyakit
bronkopneumonia juga merupakan kasus yang banyak terjadi di Lantai III Selatan
RSUP Fatmawati. Hal ini ditandai dengan jumlah kasus anak dengan penyakit
bronkopneumonia mencapai 32 pasien dalam 3 bulan terakhir.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden pneumonia adalah pendidikan ibu,
status ekonomi yang rendah, umur anak, dan kepadatan penduduk. Tinggal di
lingkungan padat penduduk, ayah yang merokok di lingkungan rumah, ibu
memberikan ASI hanya selama 1,5 bulan, status gizi anak yang kurang
merupakan faktor risiko anak NA terkena bronkopneumonia yang menyebabkan
bersihan jalan napasnya menjadi tidak efektif.

Masalah keperawatan yang sering ditemui pada anak dengan bronkopneumonia


adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tindakan yang dilakukan oleh
perawat ruangan Lantai III Selatan RSUP Fatmawati yaitu observasi tanda-tanda
vital, observasi status pernapasan, dan kolaborasi terapi inhalasi. Berdasarkan
hasil observasi, perawat ruangan jarang melakukan tindakan fisioterapi dada.

35

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

36

Fisioterapi dada pada anak dengan penyakit sistem pernapasan memiliki tujuan
utama yaitu untuk memfasilitasi pengeluaran sekret yang menyumbat jalan napas,
menurunkan tahanan jalan napas, meningkatkan pertukaran gas, dan menurunkan
usaha napas. Tindakan ini telah diaplikasikan oleh penulis pada nak NA dengan
bronkopneumonia sebagai pasien kelolaan utama. Tindakan ini menghasilkan
peningkatan status pernapasan anak NA yang dibuktikan dengan hasil scoring
WCSSS yang menurun.

5.2

Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan terkait hasil pemberian
asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia sebagai berikut:
5.2.1

Institusi Pendidikan Keperawatan

Institusi pendidikan keperawatan agar dapat meningkatkan kemampuan peserta


didik dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan pneumonia terkait
fisioterapi dada sebagai terapi non farmalokogi untuk masalah bersihan jalan
napas tidak efektif.

5.2.2

Institusi Pelayanan Kesehatan

Institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan motivasi kepada perawat untuk


mengaplikasikan fisioterapi dada pada pasien dengan masalah bersihan jalan
napas tidak efektif. Selain itu perawat juga dapat mengikutsertakan orangtua
dalam setiap tindakan keperawatan untuk mengurangi kecemasan pada anak dan
membuat anak merasa lebih nyaman.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2003). Pengaruh pemerian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur
0-4 bulan. Tesis Magister pada Program Pascasarjana, Kesehatan
Masyarakat, Field Epidemiology Training Program. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Anderson, E & McFarlane, J. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas: teori
dan praktik. Alih bahasa: Agus Sutarna. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Behrman, R., Kliegman, R., & Jenson, H. (2003). Nelson textbook of pediatrics.
17th Ed. Philadelphia: WB Saunders.
Bowden, V., & Greenberg,C. (2012). Pediatric nursing procedures. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Buckley, L. & Schub, T. (2010). Pneumonia in children. http://www.
ebsco/cinahl/. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.
Cartens, J. (2010). Evidence summaries: Chest physiotherapy clinical
information.

Joanna

Briggs

Institute.

http://www.search.proquest.com/docview/1906699244?accountid:17242.
Chang, E., & Elliott, D. (2009). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan.
Jakarta: EGC.
Childrens Health Care of Atlanta. (2009). Chest physiotherapy clinical
information.

Joanna

Briggs

Institute.

http://www.search.proquest.com/docview/190699244?accountid:17242.
Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.
Chin, H., & Seng, Q. (2004). Reliability and validity of the respiratory acore in
the assessment of acute bronchiolitis. Malaysian Journal of Medical
Science. 11(2), 34-40.
Corwin, E. (2009). Buku saku: Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
DepKes RI. (2004). Pedoman pemebrantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta:
DepKes RI.

37

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

38

Ernason, P., Gie, R. (2005). Management of pneumonia in the child 2 to 59


months of age. Int Journal Tuberc Lung Dis.
Fatmawatihospital. (2014). Sejarah singkat, tujuan, visi, dan misi RSUP
Fatmawati. http://www.fatmawatihospital.com. Diakses pada tanggal 29
Juni 2014.
Fergusson, D. (2008). Clinical assessment and monitoring in children. Victoria:
Blackwell Publishing.
Greenberg, V. (2008). Pediatric nursing procedures. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Hay, W.W., Levin, M., Sondheimer, J., Deterding. R. (2009). Current pediatric
diagnosis and treatment. (19th ed). New York: McGraw-Hill.
Hidayati, N. (2009). Urban poverty dan keterkaitannya dengan informal activities
dalam masyarakat urban.
Hockenberry, M., & Wilson, D. (2012). Wong essentials of pediatric nursing. 9th
Ed. St Louis: Mosby Elsevier.
Kartasasmita, C. (2010). Pneumonia pembunuh balita. Buletin Jendela
Epidemiologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
KemenKes. (2007). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). Jakarta: KemenKes RI
KemenKes. (2012). Modul tatalaksana standar pneumonia. Jakarta : KemenKes
RI.
KemenKes. (2013). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). Jakarta: KemenKes RI
Lubis, H. (2005). Fisioterapi pada penyakit paru anak. E-USU Repository.
Mahalanabis, et al. (2002). Risk factors for pneumonia in infant and young
children and the role of solid fuel for cooking: a case control study.
Mardiyanti. (2013). Dampak fisioterapi dada terhadap perubahan status
pernapasan (SpO2, WCSSS, HR) anak usia kurang dari dua tahun dengan
ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Tesis Magister Keperawatan Anak.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada balita,
orang dewasa, usia lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

39

Nair H, et al. (2010). Global burden of acute lower respiratory infections due to
respiratory syncytial virus in young children: A systematic review and metaanalysis. The Lancet.
Nelson. (2009). Comparative impact assessment of child pneumonia. World
Health Organization. 87: 472-480.
Nies, M. A., & McEwen, M. (2007). Community/ public health nursing:
Promoting the health of population. Missouri: Saunders Elsevier
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia komuniti: Pedoman
diagnosis

&

penatalaksanaan

di

Indonesia.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pnkomuniti.pdf. diakses pada 21 Juni 2014.


Postiaux et al. (2011). Evaluation of an alternative chest physiotherapy method in
infants with respiratory syncytial virus bronchiolitis. Respiratory Care. 56
(7), 989-994.
Potter, P., & Perry A. (2006). Clinical nursing skills & techniques. St. Louis:
Elsevier Mosby.
Potter, P., & Perry. A. (2009). Fundamental of nursing: Concepts, process and
practice. Edisi 4. Alih bahasa: Renata, et.al. Jakarta: EGC.
Price, S & Wilson, L. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Said, M. (2010). Pengendalian pneumonia anak alita dalam rangka pencapaian
MDGs 4. Buletin Jendela Epidemiologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Smeltzer, Bare.2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol 1. Jakarta :
EGC.
Sunyataningkamto. (2004). The role of indoor air pollution and other factors in
the incidence of pneumonia in under-five children. Paediatrica
Indonesiana. 44, 25-29.
WHO. (2009). Buku saku: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Alih bahasa
tim adaptasi Indonesia. Jakarta: WHO
WHO. (2011). Pneumonia.
http://www. who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/index.html. diakses pada 21
Mei 2014.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

40

Wong, D. L. (2004). Pedoman klinis: Keperawatan pediatrik. Edisi ke-4. Jakarta :


EGC.
Yuwono. (2008). Faktor-faktor fisik rumah yang berhubungandengan kejadian
pneumonia pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kawungan
Kabupaten Cilacap. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 1

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI


ILMU KEPERAWATAN ANAK
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
Nama mahasiswa
Tempat praktik
Tanggal praktik

I.

II.

: Rr. Shintya Dewi Paramanindi


: Lantai 3 selatan RSUP Fatmawati
: 12-17 Mei 2014

IDENTITAS DATA
Nama
: An. Nisa A
TTL
: Jakarta, 04 Maret 2014
Usia
: 2 bulan
Nama Ibu
: Anggi A
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Ibu: SMP
Alamat
: JL. M. Saidi No 25, RT 01/06, Petukangan
Agama
: Islam
KELUHAN UTAMA
Klien batuk sejak 1 bulan SMRS, batuk berdahak, demam (+), diare (-)
Riwayat kehamilan dan kelahiran
1 Prenatal: usia kehamilan 1-2 bulan & 8-9 bulan rutin ANC, 3-7 bulan tidak control
ANC
2 Intranatal: spontan dengan bantuan bidan, BB: 2600gr, PB: 47cm, kelainan (-)
3 Postnatal: kolostrum (+), tidak pernah timbang BB bayi per bulan, ASI sampai
dengan usia 1,5 bulan

III.

RIWAYAT MASA LAMPAU


1 Penyakit waktu kecil
: demam & batuk pilek
2 Pernah dirawat di RS
: tidak
3 Alergi
: tidak ada
4 Imunisasi
: Hep. B

IV.

RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)

asma (-), DM (-),


Hipertensi (-)

Keterangan:
Laki-laki
Perempuan

An.
NA

asma (-), DM (-), Hipertensi (-)

satu rumah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 1

V.

VI.

VII.

RIWAYAT SOSIAL
1 Yang mengasuh
: orang tua
2 Hubungan dengan keluarga
: ibu merupakan orang terdekat
3 Hubungan dengan teman sebaya : klien sering bermain dengan anak yang
seumuran
4 Pembawaan secara umum
: klien senang diajak berinteraksi
5 Lingkungan rumah
: klien tinggal dengan orangtua di kawasan padat
penduduk. Ayah klien merokok sejak sebelum
menikah
KEBUTUHAN DASAR
1 Makanan yang disukai: susu formula
2 Pola makan: 8x/hari 60ml
3 Pola tidur: pagi 10.00-16.00; malam 19.00-05.00; bangun per 3 jam untuk
menyusu
4 Mandi: 2x/hari bantuan orang tua
5 Eliminasi: BAB 2x/hari, BAK 3x/hari ganti pampers

KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


1 Diagnosa medis : Bronkopneumonia
2 Status nutrisi
: gizi kurang (NCHS 74%), selama di RS susu formula 8x/hari
60ml
: ampicilin 4x100mg; cloramfenikol 4x70mg; dexametason
3 Obat-obatan
3x0,7mg; inhalasi (ventolin+NaCl)
4 Pemeriksaan radiologi: infiltrat di kedua paru
5 Hasil laboratorium: (10 Mei 2014)

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 1

Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

9,5
29
14,7
351
3,35

g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul

9,2-13,6
30-46
5,5-18,0
229-553
2,80-4,80

85,0
28,0
33,5
15,5

fl
pg
g/dl
%

81,0-121,0
24,0-36,0
25,0-37,0
11,5-14,5

Fungsi Hati
SGOT
SGPT

52
20

U/l
U/l

0-34
0-40

Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatinin darah

8
0,2

mg/dl
mg/dl

0-42
0,0-0,9

GDS

70

mg/dl

40-60

AGD
pH
pCO2
PO2
BP
HCO3
Saturasi O2
BE
Total CO2

7,466
37,0
53,3
750,0
26,1
89,7
2,5
27,2

mmHg
mmHg
mmHg
mmol/L
%
mmol/L
mmol/L

Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida

133
4,51
99

mmol/L
mmol/L
mmol/L

VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW

VIII.

7,370-7,440
35,0-45,0
83,0-108,0
21,0-28,0
95,0-99,0
-2,5-2,5
19,0-24,0

135-147
3,10-5,10
95-108

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Compos mentis, GCS E4M6V5
TB/BB (persentile) : 55cm/3700gr (<80%)
Lingkar kepala
: 36cm, LLA: 10cm
Mata
: sklera ikterik (-), anemis
: tidak ada sumbatan, cuping hidung (-)
Hidung
Mulut
: mukosa lembab
Telinga
: serumen (-)
Jantung
: S1&S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
: ronkhi (+/+); penggunaan otot bantu napas; chest indrawing
Perut
: Bising usus (+), distensi (-)
Genetalia
: normal
Ekstremitas
: 5555
5555
5555
5555
Kulit
: turgor elastis
TTV
: N 120x/mnt, RR 60x/mnt, S 37,0oC
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 1

IX.

X.

PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1 Motorik halus: refleks menggenggam (+), reflek rooting (+), reflek moro (+)
2 Motorik kasar: mengangkat kepala setinggi 45o, menggerakkan kepala, bereaksi
terhadap suara keras (mengangis).
ANALISA DATA
Data
DS:
ibu mengatakan klien batuk
sejak 1 bulan SMRS
DO:
Ronkhi (+/+)
RR 60x/mnt
Infiltrat di kedua paru
(rontgen thoraks)
Batuk efektif (-)
Penggunaan otot bantu
napas
Chest indrawing (+)
DS:
ibu mengatakan klien batuk
sejak 1 bulan SMRS
DO:
pH 7,466 (alkalosis)
PO2 53,3 (rendah)
Saturasi O2 89,7 %
(rendah)
Total CO2 27,2 (tinggi)
DS:
Ibu mengatakan ASI
sampai dengan usia 1,5
bulan
Biasanya anak diberikan
susu formula atau hanya air
minum biasa
Tidak rutin menimbang BB
bayi
Ibu mengatakan klien batuk
sejak 1 bulan SMRS

Masalah Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak
efektif

Etiologi
peningkatan produksi sekret

Gangguan pertukaran gas

perubahan membran alveolarkapiler

Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh

intake yang kurang

DO:

XI.

BB: 3700gr
PB: 55cm
Status nutrisi: gizi
kurang (NCHS 74%)
LLA: 10cm

PRIORITAS MASALAH
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret, inflamasi
bronkhial
2 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d proses infeksi
bakteri

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 2

LEMBAR RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Bronkopneumonia
No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d
peningkatan produksi
sekret, inflamasi
bronkhial

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Tujuan:
Mandiri
Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam
Berikan posisi semifowler
klien dapat mempertahankan
kepatenan jalan napas
Kriteria hasil:
- RR dalam rentang normal
(<50 kali/mnt)
- Tidak ada penggunaan otot
bantu napas
- Tidak ada suara ronkhi

Lakukan fisioterapi terapi


dada, perkusi, vibrasi.

Membantu pengeluaran sputum

Melakukan penghisapan
(suction)

Pembersihan jalan napas secara


mekanik karena tidak mampu
melakukan batuk efektif

Pantau status pernapasan

Memantau tanda-tanda tidak


efektif pernapasan

Berikan cairan sedikitnya


370ml/hari

Cairan (khususnya hangat)


memobilisasi sekret

Gangguan pertukaran
gas b.d perubahan
membran alveolar-

Memungkinkan ekspansi paru


lebih maksimal dan mencegah
aspirasi dan refluks

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
terapi inhalasi

Rasional

Pantau hasil AGD

Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam Mandiri


ventilasi dan oksigenasi jaringan
Pantau frekuensi, kedalaman,
menunjukkan perbaikan.
dan kemudahan bernafas

Memudahkan pengenceran dan


pembuangan sekret

Melihat status oksigenasi

Manifestasi distress pernafasan


tergantung pada/indikasi derajat
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 2

No

Diagnosa
Keperawatan
kapiler (efek inflamasi)

Tujuan dan Kriteria Hasil


Kriteria hasil:
TTV normal (N 100-160x/menit,
RR 40-50x/menit, suhu 36-37,5 0C)
Tidak ada sianosis
Tidak ada sesak
Tidak ada nafas cuping hidung
Hasil AGD dalam rentang normal

Intervensi

Rasional
keterlibatan parudan status
kesehatan umum

Observasi warna kulit, membran


mukosa, dan kuku, catat adanya
sianosis perifer (kuku)

Sianosis kuku menunjukkan


vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam atau menggigil.
Sianosis membran mukosa dna
kulit menunjukkan hipoksemia
sistemik

Kaji status mental

Gelisah, mudah terangsang,


bingung, dan somnolen dapat
menunjukkan
hipokemia/penurunan oksigen
serebral

Awasi frekuensi jantung/irama

Takikardi biasanya ada sebagai


akibat demam/dehidrasi tetapi
dapat sebagai terhadap
hipoksemia

Awasi suhu tubuh

Demam tinggi sangat


meningkatkan kebutuhan
metabolic dan kebutuhan oksigen
dan mengganggu oksigenasi
seluler

Tingkatkan istirahat dan tidur


dengan menjadwalkan aktivitas
dan periode istirahat yang tepat

Mencegah terlalu lelah dan


menurunkan kebutuhan oksigen
untuk memudahkan perbaikan
infeksi
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 2

No

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Posisikan anak semifowler


untuk mendapatkan ventilasi
yang maksimal.

Kolaborasi
Berikan terapi oksigen

Pantau pemeriksaan AGD


3

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang

Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam


klien dapat meningkatkan nutrisi
sesuai dengan kebutuhan tubuh
Kriteria hasil:
BB meningkat (normal)
BB/PB ( NCHS >80%)
turgor kulit normal
membran mukosa mulut dan bibir
lembap
kulit tidak pucat

Mandiri
Pantau berat badan anak

Rasional

Membuka jalan nafasdan


memungkinkan ekspansi paru
maksimal

Untuk mempertahankan PaO2


dan PCO2 dalam batas normal
Melihat status oksigenasi

Untuk menilai kecukupan asupan


gizinya

Auskultasi bunyi usus

Bunyi usus tidak ada bila proses


infeksi berat/memanjang

Observasi/palpasi distensi
abdomen

Distensi abdomen terjadi sebagai


akibat menelan udara atau
menunjukkan pengaruh toksin
bakteri pada saluran GI.

Modifikasi teknik pemberian


susu dengan memeluk anak
dalam posisi tegak (duduk)
untuk meminimalkan risiko
aspirasi

Mencegah terjadinya aspirasi


yang dapat mengurangi masukan
nutrisi pada anak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 2

No

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Amati dan catat respon anak


terhadap pemberian makan

Untuk menilai toleransi anak


terhadap susu formula yang
diberikan

Beri tahu keluarga agar


menerapkan diit yang tepat

Untuk menghasilkan kepatuhan


terhadap program terapeutik

Gali kekhawatiran dan prioritas


anggota keluarga

Untuk meningkatkan kepatuhan


terhadap program terapeutik

Kolaborasi
Berikan diit SF 8x60 cc/hari free Diit sesuai dengan usia bayi
lactose (NGT & feeding drip)
Berikan vitamin A, zinkid, asam
folat, thyrax, MgSO4

Untuk meningkatkan nutrisi anak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 3

LEMBAR CATATAN KEPERAWATAN


Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Senin,
Bersihan jalan napas tidak Mandiri
12 Mei 2014 efektif b.d peningkatan
Memberikan posisi
produksi sekret, inflamasi
semifowler
bronkhial
Melakukan
fisioterapi terapi
dada, perkusi,
vibrasi
Melakukan
penghisapan
(suction)
Memantau status
pernapasan
Memberikan cairan
sedikitnya
370ml/hari
Kolaborasi
Memberikan terapi
inhalasi
(ventolin+NaCl)

Gangguan pertukaran gas


b.d perubahan membran
alveolar-kapiler (efek
inflamasi)

Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang

Evaluasi
S:
ibu mengatakan
anak masih batuk
O:
RR 50x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
ronkhi (+/+)
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pertahankan posisi
semifowler;
lanjutkan fisioterapi
dada, suction,
inhalasi; pantau
status pernapasan

S:
ibu mengatakan
anak masih terlihat
sesak jika banyak
lendir
O:
RR 50x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
120x/menit; Suhu
36,5oC
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau status
pernapasan, nadi,
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 3

maksimal.
Kolaborasi
Memberikan terapi
oksigen 2L/menit
menggunakan
nasal kanul

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang

Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus
Mempalpasi
distensi abdomen
Melatih keluarga
teknik pemberian
susu dengan NGT
& feeding drip
untuk
meminimalkan
risiko aspirasi
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat
Kolaborasi
Memberikan diit
SF 8x60 cc/hari
free lactose (NGT
& feeding drip)

Selasa,
13 Mei 2014

Bersihan jalan napas tidak Mandiri


efektif b.d peningkatan
Memberikan posisi
produksi sekret, inflamasi
semifowler
bronkhial
Melakukan
fisioterapi terapi
dada, perkusi,
vibrasi
Melakukan
penghisapan
(suction)
Memantau status

suhu tubuh, sianosis;


pertahankan posisi
semifowler

S:
ibu mengatakan
anak mau minum
susu yang diberikan
RS
O:
BB 3,7kg; BU (+);
distensi abdomen (); SF 8X60ml/hari;
turgor kulit normal;
membran mukosa
mulut dan bibir
lembap; kulit tidak
pucat
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau BB anak,
BU, distensi
abdomen; lanjutkan
pemberian SF
8X60ml/hari

S:
ibu mengatakan
batuk anak
berkurang setelah
diuap dan dilakukan
fisioterapi dada

O:
RR 45x/menit;
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 3

pernapasan
Kolaborasi
Memberikan terapi
inhalasi
(ventolin+NaCl)

Chest indrawing (+);


penggunaan otot
bantu napas (+):
ronkhi (+/+)
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pertahankan posisi
semifowler;
lanjutkan fisioterapi
dada, suction,
inhalasi; pantau
status pernapasan

Gangguan pertukaran gas


b.d perubahan membran
alveolar-kapiler (efek
inflamasi)

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang

Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang
maksimal.

Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus

S:
ibu mengatakan
anak sudah tidak
terlihat sesak
O:
RR 45x/menit;
Chest indrawing (+);
penggunaan otot
bantu napas (+):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
116x/menit; Suhu
36,7oC
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau status
pernapasan, nadi,
suhu tubuh, sianosis;
pertahankan posisi
semifowler

S:
ibu mengatakan
anak tidak ada mual
& muntah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 3

Mempalpasi
abdomen
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat

O:
BB 3,75kg; BU (+);
distensi abdomen
(-); turgor kulit
normal; membran
mukosa mulut dan
bibir kering; kulit
tidak pucat

A:
Masalah belum
teratasi
P:
Pantau BB anak,
BU, distensi
abdomen; lanjutkan
pemberian SF
8X60ml/hari
Rabu,
14 Mei 2014

Bersihan jalan napas tidak Mandiri


efektif b.d peningkatan
Memberikan posisi
produksi sekret, inflamasi
semifowler
bronkhial
Melakukan
fisioterapi terapi
dada, perkusi,
vibrasi
Melakukan
penghisapan
(suction)
Memantau status
pernapasan
Memberikan cairan
sedikitnya
370ml/hari

Gangguan pertukaran gas


b.d perubahan membran
alveolar-kapiler (efek
inflamasi)

S:
Ibu mengatakan
batuk anak sudah
mereda
O:
RR 47x/menit;
Chest indrawing (-);
penggunaan otot
bantu napas (-):
ronkhi (-/+)
A:
Masalah teratasi

Kolaborasi
Memberikan terapi
inhalasi
(ventolin+NaCl)

P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
kapan kembali
segera (kondisi anak
memburuk)

Mandiri
Memantau
frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan

S:
Ibu mengatakan
anak sudah tidak
terlihat sesak/sulit
bernapas
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 3

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang kurang

bernafas
Mengobservasi
adanya sianosis,
status mental,
frekuensi
jantung/irama,
suhu tubuh
Meningkatkan
istirahat dan tidur
dengan
menjadwalkan
aktivitas dan
periode istirahat
yang tepat
Memposisikan
anak semifowler
untuk
mendapatkan
ventilasi yang
maksimal.

Mandiri
Menimbang berat
badan anak setiap
hari
Mengauskultasi
bunyi usus
Mempalpasi
distensi abdomen
Memodifikasi
teknik pemberian
susu dengan
memeluk anak
dalam posisi tegak
(duduk) untuk
meminimalkan
risiko aspirasi
Mengamati dan
mencatat respon
anak terhadap
pemberian makan
Mengedukasi
keluarga agar
menerapkan diit
yang tepat
Kolaborasi
Memberikan diit
SF 8x60 cc/hari
free lactose (oral)

O:
RR 47x/menit;
Chest indrawing (-);
penggunaan otot
bantu napas (-):
sianosis (-); cuping
hidung (-); Nadi
110x/menit; Suhu
36,5oC
A:
Masalah teratasi
P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
kapan kembali
segera (kondisi anak
memburuk)

S:
Ibu mengatakan
anak selalu habis
jika diberi minum
susu
O:
BB 3,75kg; BU (+);
distensi abdomen (); SF 8X60ml/hari;
turgor kulit normal;
membran mukosa
mulut dan bibir
lembap; kulit tidak
pucat
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Klien boleh pulang;
edukasi keluarga
terkait BB normal
anak, diit yang
sesuai, rutin
menimbang BB
anak
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 4

LEMBAR HASIL PENGUKURAN SCORING WCSSS


Senin, 12 Mei 2014
Item
Observasi

Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)

Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
6

Observasi setelah fisioterapi dada & inhalasi

T5
5

T10
5

T30
5

T60
5

127

135

130

124

120

Selasa, 13 Mei 2014


Item
Observasi

Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)

Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
4

Observasi setelah fisioterapi dada & inhalasi

T5
3

T10
3

T30
3

T60
3

122

129

125

120

116

Rabu, 14 Mei 2014


Item
Observasi

Total skor
WCSSS
Nadi
(x/menit)

Observasi
sebelum
fisioterapi
dada &
inhalasi
T0
3

Observasi setelah fisioterapi dada & inhalasi

T5
2

T10
2

T30
2

T60
2

120

125

123

118

110

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Lampiran 5

WEB OF CAUSATION
Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus (Wong, 2004). KemenKes RI (2012) mendefinisikan bronkopneumonia
sebagai infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).

Etiologi (Buckley,
2010; Kartasasmita,
2010; Setyoningrum,
2006):
Bakteri
Virus
Jamur
Aspirasi

Masuk ke bronkiolus terminal sampai alveoli

Proses inflamasi
Faktor risiko (DepKes,
2004):
usia
riwayat BBLR
riwayat imunisasi
pendidikan ibu
status ekonomi
asupan gizi
ASI eksklusif
kepadatan penduduk
polusi udara

Kongestif (4-12 jam) eksudat dan serosa


masuk alveoli

Penumpukan
cairan di alveoli

Hepatisasi merah (12-48jam) paru-paru tampak merah dan bergranulasi karena sel
darah merah dan leukosit mengisi alveoli

Peningkatan
suhu tubuh

Resolusi
8-11 hari

Metabolisme
meningkat

Kurangnya
asupan

Gangguan keseimbangan nutrisi: kurang


dari kebutuhan tubuh

Hepatisasi kelabu (3-8


hari) Konsolidasi paru

Compliance paru menurun

Pola napas tidak efektif

Gizi kurang

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Pemeriksaan
diagnostik
(Nelson, 2009;
Price & Wilson,
2006;
Setyoningrum,
2006):
Rontgen thoraks
Kultur sputum &
darah
Pemeriksaan
serologi
Fungsi paru
Biopsi paru
Spirometri
Oksimetri nadi
Laringoskopi/
bronkoskopi

Bersihan jalan napas


tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

Fisioterapi dada

WCSSS:
Retraksi dinding
dada
RR per menit
Wheezing
Universitas
Kondisi
Indonesia
umum

Lampiran 6

BIODATA PENELITI

1. Nama Lengkap

: Rr. Shintya Dewi Paramanindi

2. Agama

: Islam

3. Tempat/Tanggal Lahir

: Jakarta/14 November 1990

4. Suku

: Jawa

5. Alamat

: JL. H. Taiman 004/010 Gedong, Pasar


Rebo, Jakarta Timur, 13760

6. Hp

: 085743531527

7. Email

: paramanindi@gmail.com

8. Riwayat Pendidikan

Nama Institusi Pendidikan

Tahun

Profesi Ners FIK UI

2013-2014

Ilmu Keperawatan UI (S1-Reguler)

2009-2013

Ilmu dan Teknologi Pangan UNS

2008-2009

SMAN 14 Jakarta

2005-2008

SMPN 49 Jakarta

2002-2005

SD Kartika XI-I

1996-2002

TK Kartika XI-I

1995-1996

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Rr. Shintya Dewi Paramanindi, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai