Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PRESENTASI PROBLEMA KHUSUS TEKNIK

PRODUKSI
MENGENAI PERMEABILITAS RELATIF MINYAK

Oleh
Cynthia Veronika / 07111086
Mangebang / 07112139

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI


JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dunia perminyakan besarnya laju produksi minyak sangat


dibutuhkan. Besarnya laju produksi tersebut di harapkan sebesar-besarnya,
tapi optimal. Laju produksi di pengaruhi oleh beberapa parameter. Parameter
itu salah satunya adalah permeabilitas relatif minyak. Permeabilitas relatif
minyak merupakan perbandingan antara permeabilitas efektif minyak
dengan permeabilitas absolut. Dalam upaya membesarkan laju produksi
minyak yang optimal, maka diharapkan nilai dari permeabilitas relatif minyak
besar. Hal itu dikarenakan besarnya permeabilitas relatif minyak berbanding
lurus dengan besarnya nilai laju produksi minyak. Dengan kata lain, semakin
besar nilai dari permeabilitas relatif minyak maka semakin besar pula nilai
laju produksi minyak. Untuk membesarkan nilai permeabilitas relatif minyak
tersebut dapat dilakukan beberapa cara, yaitu injeksi kimia, injeksi CO 2, dll.
Akan tetapi dalam makalah ini metode peningkatan permeabilitas relatif
minyak yang akan dibahas adalah injeksi kimia dan injeksi karbon dioksida.

BAB II
TEORI DASAR

2.1

Permeabilitas Relatif Minyak

Adalah perbandingan antara permeabilitas


permeabilitas absolute pada kondisi saturasi tertentu.

efektif

minyak

dengan

Rumus :

Kro=

Ko
Kabs

Kro

= Permeabilitas Relatif Minyak, fraksi

Ko

= Permeabilitas Efektif Minyak, D

Kabs = Permeabilitas Absolute, D

Hubungan antara permeabilitas relative dengan laju alir minyak dapat dilihat pada
rumus berikut :

Qo=

4 kh k ro

o ln

4A
+2 s
C A r w2

( PP
wf )

Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar nilai Kro, maka
semakin besar pula laju alir minyaknya. Hal ini dikarenakan Kro berbanding lurus
dengan laju alir minyak.

2.2

Faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas

Permeabilitas batuan reservoir dapat berkisar 0,1 sampai 1,000 md atau


lebih. Batuan reservoir yang memiliki permeabilitas1 md dianggap ketat, hal ini

dapat dijumpai pada batuan gamping. Faktior yang mempengaruhi permeabilitas


adalah :
1. Bentuk dan ukuran batu
Jika batuan disusun oleh butiran yang besar, pipih dan seragam
dengan dimensi horizontal lebih panjang, maka permeabilitas horizontal (kh)
akan lebih besar. Sedangkan permeabilitas vertical (kv) sedang - tinggi. Jika
batuan yang disusun berbutir dominan kasar, membulat dan seragam, maka
permeabilitas akan lebih besar dari kedua dimensinya. Permeabilitas buat
reservoir secsara umum lebih rendah, khusunya pada dimensi vertikalnya,
jika butirannya berupa pasir dan bentuknya tidak teratur. Sebagian besar
reservoir minyak seperti ini.
2. Sementasi
Permeabilitas dan porositas bauan sedimen sangat dipengaruhi
sementasi dan keberadaan semen pada pori batuan. Semakin banyak semen
dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan semakin kecil.
3. Retakan dan pelarutan
Pada batuan pasir, retakan tidak dapat menyebabkan permeabilitas
sekunder, kecuali pada batuan pasir yang interbedded dengan shale, lime
stone dan dolomite. Pada batuan karbonat, proses pelarut oleh larutan asam
yang berasal dari perokolasi air permukaan akan melalui pori pori primer
batuan, bidang celah dan rekahan akan menambah permeabilitas reservoir.
2.3

Untuk Membesarkan Nilainya

Semakin besar nilai dari permeabilitas relative minyak, maka semakin besar
nilai produksi minyak yang didapat. Maka untuk mewujudkan hal tersebut dapat
dilakukan beberapa metode, antara lain :
1. Injeksi Kimia
Injeksi kimia dibagi menjadi 3, yaitu :
Injeksi Alkaline
Injeksi Surfaktan
Injeksi Polimer
2. Injeksi CO2

2.3.1 Injeksi Alakaline


Alkaline flooding merupakan injeksi dengan Ph tinggi (basa). Tingginya Ph
dicirikan dengan tinginya konsentrasi anion hidroksida (OH-). Jenis chemical yang
biasanya digunakan adalah
1. Natrium Hidroksida (NaOH)
2. Sodium Orthosilicate (NaSiO6)
3. Natrium Carbonate (Na2CO3)

Dengan menginjeksikan chemical alkaline, diharapkan terjadi:


Bahan-bahan kimia alkaline bereaksi dengan beberapa jenis minyak dan
membentuk surfaktan dalam reservoir. Oleh karena itu alkaline memiliki kesamaan
fungsi dengan surfactant injection. Selain membentuk surfaktan dalam reservoir,
injeksi alkaline juga mempengaruhi wettability batuan dikarenakan pembentukan
surfaktan dalam reservoir atau karena alasan-alasan tertentu.

2.3.2 Injeksi Surfaktan


Penginjeksian surfaktan ke dalam reservoir untuk menurunkan tegangan
antar muka minyak dan fluida pendesak air. Srufaktan merupakan Zat molekul aktif
permukaan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka dua fasa yang saling
tidak campur.
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang
ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler,
sehingga tidak dapat bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan
surfactant. Percampuran surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan
mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang
tertinggal. Pada surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant
seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang
dicampur dengan polymer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya
diinjeksikan air.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti
konsentrasi ion bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta
absorbsi batuan reservoir terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin
dapat menghambat proses surfaktan flooding, maka perlu ditambahkan bahanbahan kimia yang lain seperti kosurfaktan (umumnya alkohol) dan larutan NaCl.
Disamping kedua additive diatas, yang perlu diperhatikan dalam operasi surfaktan
flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat tersebut.

2.3.3 Injeksi Polimer


Injeksi polimer merupakan salah satu teknik kimiawi yang digunakan dalam
proses perolehan minyak atau enhanced oil recovery (EOR). Injeksi polimer banyak
digunakan dalam teknik EOR karena teknik aplikasinya relatif sederhana dan
recovery yang didapat relatif besar dibandingkan dengan injeksi air secara
konvensional. Dalam proses produksi dengan injeksi air biasanya sering terjadi

fenomena air mengalir terlebih dahulu daripada minyak secara tidak merata dan
biasanya terjadi pada reservoir yang heterogen.
Polimer dapat meningkatkan viskositas fluida (air) dan berperan dalam
mendorong dan mendesak minyak supaya lebih optimal. Injeksi polimer dapat
menurunkan mobilitas fluida dan meningkatkan viskositasnya. Polimer yang terlarut
dalam air digunakan sebagai viscosifying agent yang dapat mengontrol mobilitas
fluida injeksi (water base) untuk meningkatkan efisiensi penyapuan. Polimer
mengurangi efek negatif karena adanya variasi permeabilitas dan rekahan dalam
reservoir heterogen. Injeksi polimer terdiri atas beberapa tahap, yaitu preflush
(pengondisian reservoir), additional oil recovery (oil Bank), injeksi larutan polimer
untuk mengontrol mobilitas fluida, injeksi air bebas mineral (fresh water buffer)
untuk melindungi polimer, dan injeksi fluida pendorong (driving fluid) berupa air.

2.3.4 Injeksi Gas CO2


Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas CO2 tercampur
yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke dalam reservoir dengan melalui
sumur injeksi sehingga dapat diperoleh minyak yang tertinggal. CO2 adalah molekul
stabil dimana 1 atm carbon mengikat 2 atom oksigen, berat molekulnya 44.01,
temperatur kritik 31.0 0CO2 dan tekanan kritik 73.3 Bars (1168.65 Psi).
Sifat-sifat CO2
Perubahan sifat kimia fisika yang disebabkan oleh adanya injeksi CO2 adalah
sebagai berikut :
a. Pengembangan volume minyak.
Adanya CO2 yang larut dalam minyak akan menyebabkan
pengembangan volume minyak. Pengembangan volume ini dinyatakan
dengan suatu swelling factor yang dipengaruhi pula oleh tekanan dan
temperatur, yaitu : Perbandingan volume minyak yang telah dijenuhi CO2
dengan volume minyak awal sebelum dijenuhi CO2, bila besarnya SF ini lebih
dari satu, berarti menunjukkan adanya pengembangan.
b. Penurunan viscositas.
Adanya sejumlah CO2 dalam minyak akan mengakibatkan penurunan
voscositas minyak. Penurunan viscositas tersebut dipengaruhi oleh tekanan
dan viscositas minyak awal sebelum dijenuhi CO2. Pengaruh CO2 terhadap
penurunan viscositas minyak akan lebih besar untuk minyak kental (viscous).
Untuk satu jenis minyak, kenaikan tekanan saturasi akan menyebabkan
penurunan viscositas minyak.
c. Kenaikan densitas.
Terlarutnya sejumlah CO2 dalam minyak menyebabkan kenaikan
densitas. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh tekanan saturasinya.
Meskipun demikian bila fraksi CO2 terlarut telah mencapai suatu harga

tertentu, kenaikan fraksi mol lebih lanjut akan menyebabkan turunnya


densitas.
d. Ekstraksi sebagian komponen minyak.
Sifat
CO2
yang
terpenting
adalah
kemampuan
untuk
mengekstraksikan sebagian komponen minyak. Pada suhu 135 F dan pada
tekanan 2000 Psi minyak dengan gravity 35 API mengalami ekstraksi lebih
besar dari 50 %. Dari komposisi hidrokarbon yang terekstraksi selama proses
pendesakan CO2, menunjukkan fraksi menengah (C7-C30) hampir semuanya
terekstraksi. Sedangkan pada fraksi ringan (C2-C6), juga fraksi berat harga
ekstraksi sangat kecil.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan,


antara lain :
1. Semakin besar permeabilitas relative minyak, maka semakin besar laju
produksi minyak.
2. Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk meningkatkan
permeabilitas relatif minyak contohnya adalah injeksi kimia dan injeksi
karbon dioksida.

Anda mungkin juga menyukai