14 Tahu Tempe
14 Tahu Tempe
14.1. Pendahuluan
Proses pembuatan tahu dan tempe yang ada di kota Te gal
masih sangat sederhana atau tradisional dan banyak memakai
tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan dal am
industri ini adalah kedelai (Glycine spp). Air bersih banyak
digunakan sebagai bahan pencuci dan untuk merebus k edelai,
oleh karena itu air limbah yang dihasilkan juga cuk up besar.
Besarnya beban pencemaran yang dapat ditimbulkan ak an
menyebabkan gangguan yang cukup serius terutama di wilayah
perairan di sekitar lokasi industri tahu dan tempe tersebut.
Pada umumnya industri kecil tahu tempe belum mempun yai
pengolahan air limbah, yang ada saat ini pada umumn ya hanya
berupa bak penampung (Lagoon) dengan sistem anaerob . Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi
proses biologis anaerob-aerobik. Dengan kombinasi p roses
tersebut diharapkan konsentrasi COD air olahan dapa t turun
mencapai 30-60 ppm, sehingga aman dibuang ke lingku ngan .
14.2. Pembuatan Tahu Dan Tempe
Untuk membuat rancangan pengolahan air limbah tahu dan
tempe, perlu dilakukan terlebih dahulu pengenalan p roses
pembuatan tahu dan tempenya. Dengan mengenal proses
pembuatan tahu dan tempe, jumlah limbah dapat diket ahui
dengan baik, demikian pula dengan tingkat pencemara nya,
1
302
Kotoran
Air
n (12-24 Jam)
Pencucian
Kedelai
55C (1-2
Jam)
Air Matang dan Bersih
Perendaman
(9:1)
Air Dingi
air hangat
4 Menit)
Penggilingan
Ampas Tahu
Penyaringan
Air Hangat
Pemasakan
Penggumpalan
Air Tahu
100 C (7-1
Pencetakan danPengerasan
Air Tahu
Pemotongan
Tahu
Perendaman
Air Hanga t 80
Tahu
Gambar 14.1. Bagan Proses Pembuatan Tahu
K e d e la i
D ic u c i d a n d ib e rs ih k a n
A ir C u c ia n
D ire b u s se la m a 3 0 m e n it
D ire n d a m sa tu m a la m
p a d a su h u k a m a r
D itirisk a n
P e m b u a n g a n K u lit A r i
A ir R e n d a m a
K u lit K e d e la i
K o tile d o n d id ih k a n
se la m a 3 0 - 9 0 m e n it
D itirisk a n d a n d id in g in k a n p a d a su h u k a m a r
A ir P a n a s
D iin o k u la s i
d e n g a n ra g i te m p e
P e n g e m a sa n
D iin k u b a s i ( su h u k a m a r)
se la m a 3 8 - 4 8 ja m
T e m p e s ia p d ip a sa r k a n
Gambar 14.2. Bagan Proses Pembuatan Tempe
303
Bak Aerasi
Sirkulasi Lumpur
Efluen
Penjernih
Akhir
Kelebihan
Lumpur
Penjernih
Akhir
Kelebihan
Lumpur
Sirkulasi Lumpur
B. Parit Oksidasi
305
306
307
308
310
Proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerobikaerobik ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :
1. Adanya air buangan yang melalui media biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir atau biological film.
Limbah yang masih mengandung zat organik yang belum
teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini
akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi
biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan
mikro-organisme yang menempel pada permukaan media
biofilter.
2. Makin luas bidang kontaknya, maka efisiensi penu runan zat
organiknya (BOD5) makin besar. Selain menghilangkan atau
mengurangi nilai BOD5 dan COD, cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi, deterje n
(MBAS), ammonium dan fosfor.
3. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring limbah yang
melalui media ini. Sebagai akibatnya, limbah yang
mengandung muatan padatan tersuspensi dan bakteri E. coli
setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya.
4. Dengan kombinasi proses anaerobik dan aerobik, e fisiensi
penghilangan senyawa fosfor menjadi lebih besar bil a
dibandingankan dengan proses anaerobik atau proses
aerobik saja. Fenomena proses penghilangan fosfor o leh
mikroorganisme pada proses pengolahan anaerobik-aer obik
dapat diterangkan seperti pada Gambar 14.9.
313
316
Kolam Aerobik
Kolam aerobik berfungsi mengolah limbah secara aero bik
dengan bantuan blower untuk menambah jumlah oksigen dalam
air. kolam aerobik juga terbagi dua ruangan, ruanga n pertama
merupakan ruangan aerasi dengan dilengkapi blower dengan
kapasitas yang sesuai. Ruangan kedua merupakan ruan gan
media biofilter tempat melekatnya bakteri aerobik. Waktu tinggal
yang dibutuhkan berkisar 46 jam. Efisiensi yang di targetkan
pada kolam ini berkisar 15 20%. Tujuan utamanya
menghilangkan sisa hasil penguraian dari kolam anae robik yang
tidak diinginkan, seperti naiknya kadar fosfat, sul fida dan
amoniak.
Media Biofilter
Populasi bakteri yang melekat menentukan efisiensi proses
yang akan terjadi, sehingga luas permukaan media bi ofilter
menjadi salah satu kriteria dalam pemilihan biofilt er. Untuk
limbah organik tahu dan tempe, luas permukaan media biofil ter
2
yang dipakai berkisar 200 225 m untuk setiap meter kubik
media biofilter. Sedangkan kemampuan beban BOD 5 yang dapat
diolah
3
berkisar 2,5 3 kg BOD5/m media/hari.
Kebutuhan Oksigen dan Penentuan Kapasitas Blower
Oksigen untuk proses pengolahan limbah diambil dari udara.
Untuk penguraian limbah organik dibutuhkan 0,12 kg O 2/hari,
3
sehingga dengan kapasitas pengolahan limbah sebesar 5 m /hari
3
dibutuhkan 0,43 m oksigen/hari.
Pompa Sirkulasi
Pompa sirkulasi dipergunakan untuk menjaga agar sis tem
tetap berjalan walaupun pasokan air limbahnya terhenti
disamping itu sirkulasi air ini juga membantu menghadapi shock
load atau masuknya beban limbah yang terlalu tinggi secara ti
ba-tiba. Untuk reaktor anaerobik kapasitas pompa sirkulasi 10
15 % dari kapasitas pompa air baku, sedangkan untuk reaktor a
erobik pompa sirkulasi dapat mencapai 25% dari pompa air
bakunya.
14.7.2. Perencanaan
Volume Air Baku
Penentuan jumlah limbah dapat dilakukan pendekatan dari
jumlah pemakaian air bersih yang dipakai untuk menc uci,
membilas dan merebus kedelai atau dengan cara mengu kur
langsung atau survai kebutuhan air dalam proses pem buatan
tahu dan tempe. Jumlah air limbah ini menentukan ka pasitas
ukuran rancang bangunnya dan menentukan luas lahan yang
dibutuhkan.
Kualitas Air Baku
Kualitas air yang akan diolah menentukan tingkat teknologi
yang akan dipakai. Sebaiknya limbah yang akan diolah dianalisis
terlebih dahulu di laboratorium. Parameter yang diukur sesuai
dengan persyaratan yang berlaku di masing-masing da erah.
Untuk industri tahu dan tempe, karena sebagian besa r
komposisinya merupakan limbah organik, maka paramet er yang
perlu diukur minimal : warna, bau, padatan tersuspensi, padatan
terlarut, pH, BOD5, dan COD.
Bahan
Unit pengolah limbah dapat terbuat dari kontruksi batu bata
atau fibreglass yang dicetak sesuai dengan kebutuha n. Dalam
penentuan pemilihan bahan yang diperhatikan adalah kondisi
tanah, lokasi yang akan dipasang pengolah limbah. Untuk tempat
yang air tanahnya sangat dangkal (0,5 1 meter) seperti di tepi
pantai, sangat sulit membuat galian karena air tanahnya akan
keluar terus. Untuk itu alternatif dapat dipakai unit pengolah
cetakan yang terbuat dari fibre atau semen.
Waktu Pengerjaan
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat unit sederhana
3
skala kecil (3 - 5 m /hari) berkisar 3 4 minggu, tergantung
kondisi lokasi, sedangkan untuk skala yang lebih besar, misalnya
317
318
Biaya Investasi
Pembuatan unit Iinstalasi Pengolah Air Limbah (IPAL )
membutuhkan biaya investasi awal dan biaya investas i ini sering
menjadi keluhan bagi para investor. Pemakaian bahan yang
banyak dijumpai dilokasi dapat menghemat biaya. Seb agai
3
perbandingan untuk IPAL kapasitas 45 m /hari membutuhkan
biaya berkisar Rp. 1520 juta jika menggunakan bat a, bila
memakai fibreglass membutuhkan biaya berkisar Rp. 2 030 juta,
namun pemasangan lebih mudah dan cepat.
Biaya Operasi
Pengoperasian IPAL membutuhkan biaya untuk : tenag a
operator, listrik, pemeliharaan dan perawatan. Biaya opersional
3
sistem kombinasi anaerobik-aerobik dengan kapasitas 5 m /hari
berkisar 447 rupiah tiap meter kubik limbah atau dalam sebulan
sekitar Rp. 69.440,3
Pada kapasitas 50 m /hari baiaya limbah sekitar Rp. 244,/m limbah. Biaya sebesar ini dapat dipungut dari para pembuat
tahu dan tempe dengan menghitung jumlah limbahnya a tau
dengan menghitung pemakaian bahan baku kedelainya.
3
Gambar Teknis
319
320
DAFTAR PUSTAKA
1. Abel. P.D. 1989. Water Pollution Biology, Ellis Horwood
Limited, Chichester, West Sussex, England.
2. Allison, D.G., 1998, Exopolysaccharide (EPS) Production in
Bacterial Biofilm, Biofilm Journal, Volume 3, Paper 2.
3. Amanullah, M; Farooq, S; Viswanathan,S., 1999, M odelling
and simulation of a biofilter, Industrial and Engin eering
Chemical Research, 38(7): 2765-2774.
4. APHA (American Public Healt Association) 1985. S tandard
Methods for the Examination of Water and Waste Wate r.
Washington, D.C.1462 p.
5. Araujo. J.C., Campos, J.R., dan Vazoller, R.F., 1998,
Methanogenic Biofilm : Strukcture and Microbial Population
Activity in an Anaerobic Fluidized Bed Reactor Trea ting
Synthetic Wastewater, Biofilm Journal, Volume 3, Paper 3.
6. Arvin. E. dan Harremoes. P. 1990. Concepts And Models For
Biofilm Reactor Performance. pp 177-192 dalam Technical
Advances in Biofilm Reaktors. Water Science and
Technology. Bernard. J. (editor). Vol. 22. Number 1 / 2 1990.
Printed In Great Britain.
7. Arvin. E. dan Harremoes. P., 1990, Concepts and Models for
Biofilm Reactor Performance, Water
Science
and
Technology, Volume 22 Number 1-2, hal. 171 192.
8. Barnes, D., dan P.A. Fitzgerald. 1987. Anaerobic wastewater
treatment processes, pp. 57 - 113, dalam : Environmental
Biotechnology, C.F. Forster dan D.A.J. Wase, Eds. Ellis
Horwood, Chichester, U.K.
9. Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 t h edition.
Volume I. Degremont. Lavoiser Publishing. Paris.
10. Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 th edition.
Volume II. Degremont. Lavoiser Publishing. Paris.
11. Chiou, R.J., Ouyang, C.F., Lin, K.H., dan Chuang, S.H., 2001,
The Characteristics of phosphorus removal in an
anaerobic/aerobic sequential batch biofilter reaktor, Journal
Water Science Technology, Vol. 44 No. 1. P. 57 65 .
12. Chiou, R.J., Ouyang, C.F., dan Lin, K.H., 2001, The effects of
the flow pattern on organic oxidation and nitrifica tion in
aerated
submerged
biofilters, Journal enviromental
technology, Vol 22. No. 6. P 705 717.
321