STATUS PASIEN
1.1
Identifikasi
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Suku
Agama
Alamat
Tanggal MRS
Nomor CM
1.2
: Ny WD
: 24 tahun
: Perempuan
: Ibu Rumah Tangga
: Sumatera
: Islam
: Lubuk Seberuk
: 2 November 2016
: 37.28.15
Anamnesis
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 2 November 2016
pukul 14.00 di ruang OK)
a.
Keluhan Utama:
Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 3 hari SMRS
b.
Keluhan Tambahan:
Demam tinggi, mual, muntah
c.
1.3
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
sternalis dekstra
: BJ I-II (+) normal, murmur(-), gallop (-)
: Sedikit cembung, umbilikus menonjol (-),venektasi (-),
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
1.4
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium pre-op (2 November 2016)
Hemoglobin : 11,7 g/dl
Leukosit
: 3.800/mm3
Trombosit
: 175.000/mm3
Diff count
: 0/0/80/16/3
Hematrokit : 35%
BSS
: 130 mg/dl
Urinalisa
Warna
Kejernihan
Protein
Reduksi
Urobilin
Bilirubin
Leukosit
Eritrosit
Sel epitel
: Kuning
: Jernih
: +++
:::+
: 0-1
: 1-2
: 1-2
Rontgen Abdomen
1.5
1.6
1.7
Diagnosis
Apendisitis perforasi (Alvarado score 8)
Tindakan
Appendektomi per laparotomi dengan general anestesi
Tatalaksana
Preoperatif
Nonfarmakologis
- Oksigen 3 L/m nasal canul
- Kateterisasi urin
- Monitor dan evaluasi pasien selama 24 jam (tanda vital, intake dan output)
Farmakologis
-
Intra Operatif
-
Post Operatif
Farmakologi
-
Nonfarmakologis
-
Monitor dan evaluasi pasien selama 24 jam (tanda vital, intake dan urine
output).
Boleh makan saat sadar penuh
Istirahat
Terapi sesuai dengan TS Bedah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada
awalnya dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis.
Risiko untuk terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis.
Terjadinya apendisitis umumnya karena infeksi bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,
timbunan tinja yang keras (fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan
pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti E. hystolitica.
Terdapat gejala awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah,
yang disebut titik McBurney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah. Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada
palpasi didapatkan massa atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat
tinggi. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi
menjadi
penyebab
yang lebih
parah.
Hal
ini
sering
2.2
Anestesi Umum
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
2
parenteral.
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu
meniadakan nyeri secara
reversible.
sentral
disertai
hilangnya
kesadaran
dan
bersifat
kesadaran.
Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
- Plane 1: dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
-
paralisis interkostal.
Plane 3: dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
- Plane 4: dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi
maka
perlu
diperhatikan
tujuannya
yaitu
sebagai
premedikasi,
induksi,
2.2.1
klasifikasi
ASA
(American
Society Anesthesiology):
ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan
16%.
ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat
sehingga
yang
aktivitas
mengancam
tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume
fresh gas flow kurang dari 100 % kebutuhan.
Closed method: cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
2.2.2
Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain:2
-
2.2.3
Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas
atropin
termasuk
golongan
anti
kolinergik.
Berguna untuk
mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardialyang berasal
dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atautindakan operasi. Efek
lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme
gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan
rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra
anestesi
local
maupun
regional.
Dalam
dosis
toksik
dapat menyebabkan
gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat
diatasi dengan pemberian prostigmin 12 mg intravena. Sediaan : dalam bentuk sulfat
atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg. Dosis : 0,01 mg/ kgBB. Pemberian : SC, IM,
IV
b. Pethidin
Pethidin
merupakan
narkotik
untuk premedikasi.
obat
narkotika
dan
2-2,5
menit
tanpa
premedikasi
narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasion
sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah anestesi
local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini dikontraindikasikan
pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi
pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum tindakan
bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik.
Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien,
lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025-0,05 mg/ kg BB
(IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit
sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan
total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
10
kabur,
nyeri
pada
: selain
tempat
depresi
suntikan,
SSP
yang
tromboflebitis
dantrombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin,
ketamin.
2.2.4
Induksi
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat
dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan
2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.
Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara
cepat. Rasa
nyeri
kadang-kadang
terjadi
di
tempat
suntikan,
dengan
infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi
lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal.
otak, metabolisme otak
akan
Aliran darah
ke
menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pascaoperasi yang
minimal.
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan,
apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat
3
Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda
lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi
11
dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah.
Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi
abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP
menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal
ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberi oksigen konsentrasi tinggi beberapa
menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau
kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam
kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% :
50%.
b. Ethrane(Enflurae)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan
efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 3,5 % dapat menimbulkan perubahan
EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi.
Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat
menurunkan tekanan darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang
terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada system
pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volumetidal dan
mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan hipersekresi dari
bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang moderat.
Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi.
Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah
(0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati pada
penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.
Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak
tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk
anestesi beragam dari 0,23%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan
vaporizer yang dikalibrasi untuk mencegah dosis yang berlebihan. Karena
kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah lebih
cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan untuk
pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan untuk
menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinishalothane tidak
2
inspirasi
mengandung
oksigen
dengan
bila
mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter, merupakan suatu
bronkodilator.
Depresi
pusat
pernafasan
oleh
pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan ini lebih kecil
bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada kardiovaskuler adalah depresi
langsung pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah,
tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik.
2.2.6
13
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg. Pengenceran
dengan garam fisiologis/aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2
6,7
tidak
mempunyaimefek
kumulasi
pada
Obat ini
Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan nafas mudah dikendalikan.Intubasi trakea bertujuan untuk:5
- Mempermudah pemberian anestesi.
- Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
- Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
- Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
- Pemakaian ventilasi yang lama.
- Mengatasi obstruksi laring akut
2.2.8
Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harusmendekati jumlah dan
komposisi cairan yang hilang. Terapi cairanperioperatif bertujuan untuk:
- Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilangselama operasi.
- Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yangdiberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
14
cairan
pada
ruang
isi
perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 derajat Celcius kebutuhan cairan
2
bertambah 10-15 %.
Kebutuhan cairan pra operasi dihitung dengan cara jumlah cairan rumatan x lamanya
puasa. Jumlah cairan rumatan didapat dengan rumus 10 kg pertama x 4 ml/jam + 10
kg kedua x 2 ml/jam + berat badan selanjutnya lebih dari 20 kg x 1 ml/jam
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
= 0-2 ml/kgBB/jam.
Sedang
= 2-4 ml/kgBB/jam
Berat
= 4-8 ml/kgBB/jam.
Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif
di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
15
BAB III
ANALISIS KASUS
Ny. WD, perempuan, 24 tahun datang ke RSUD Kayu Agung dengan keluhan utama
nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu. Keluhan tambahan demam tinggi, mual,
muntah, dan nafsu makan berkurang.
Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri di ulu hati, hilang timbul yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menjalar sampai ke perut kanan bawah, demam (+) tidak
terlalu tinggi, mual (+), muntah (-), nafsu makan biasa.
Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah semakin
memberat, demam (+) tinggi, mual (+), muntah (+) 2 kali, isi apa yang di makan dan minum,
pasien kemudian berobat ke Klinik dikatakan sakit usus buntu oleh dokter, dan dirawat inap.
Pasien dipasang infus dan diberikan obat anti nyeri.
Sejak 1 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah semakin
memberat dan terus menerus disertai demam tinggi, mual (+), muntah (+) 4 kali, isi apa yang
16
dimakan dan minum, nafsu makan menurun (+), tidak bisa BAB, tidak bisa flatus (+), BAK
tidak ada keluhan. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Kayuagung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis dengan TD: 120/80
mmHg, nadi: 120x/menit, RR: 24x/menit, suhu: 38,5C, VAS: 8, Nyeri tekan titik McBurney
(+), Rebound tenderness (+), defans muscular (+), psoas sign (+), abturator sign (+), bising
usus menurun.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 11,7 gr%, Leukosit: 3.800/mm 3, DC:
0/0/80/16/3, Trombosit: 175.000/mm3, Ht: 35%, dan GDS: 130 mg/dl.
Pada kasus ini, dari anamnesis ditemukan keluhan utama nyeri perut pada kuadran
kanan bawah disertai demam tinggi dan mual muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
suhu: 38,5 C, nadi: 120 x/m, laju pernapasan: 24 x/m, Nyeri tekan titik McBurney (+), dan
Rebound tenderness (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan shift to the left. Kemudian
kami diagnosis pasien ini dengan appendisitis akut (ALVARADO score 8). Pasien kemudian
direncanakan untuk operasi appendektomi cito dengan general anestesi. Status ASA II E.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada rencana tindakan operasi adalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta perdarahan selama operasi. Dibagi
menjadi tiga yaitu preoperasi, intraoperasi, dan postoperasi.
Kebutuhan cairan preoperasi dihitung dengan mengalikan jumlah cairan rumatan
(maintenance) dengan lamanya puasa.
sebagai berikut:
[4 ml x 10 kg pertama per jam + 2 ml x 10 kg kedua per jam + 1 ml x berat badan
selanjutnya diatas 20 kg per jam].
Pada kasus ini, BB 54 kg, maka didapatkan perhitungan jumlah cairan rumatan pasien ini
adalah 4 ml x 10/jam + 2 ml x 10/jam + 1 ml x 34/jam = 94 ml/jam. Pada kasus ini pasien
puasa selama 4 jam. Sehingga kebutuhan cairan preoperasi yaitu 94 ml/jam x 4 jam = 376 ml.
Diberikan cairan pre induksi sebanyak dari cairan preoperasi yaitu 188 ml ~ 200 ml.
Kebutuhan cairan intraoperasi pada pasien ini sebagai berikut:
Lamanya operasi 3 jam
o 1 jam pertama
Cairan rumatan
Sisa cairan induksi
376 ml 200 ml
Berat operasi/third space
4 x 54 kg
= 94 ml
= 176 ml
= 216 ml
17
= 486 ml ~ 500 ml
o 1 jam kedua
Cairan rumatan
Perdarahan
Berat operasi/third space
= 94 ml
= 25 ml
= 216 ml
= 335 ml
o 1 jam ketiga
Cairan rumatan
Perdarahan
Berat operasi/third space
= 94 ml
= 25 ml
= 216 ml
+
= 335 ml
Berat operasi/third space ditentukan dengan 3 pembagian yaitu ringan 0-2 ml/kg;
sedang 2-4 ml/kg; dan berat 4-8 ml/kg. Pada kasus ini appendektomi dikategorikan sebagai
sedang, sehingga ditetapkan untuk penggantian cairan selama operasi digunakan 4 ml/kg.
Pada kasus ini terjadi perdarahan selama operasi sebanyak 50 ml. Perdarahan yang
terjadi diganti dengan cairan kristaloid. Setiap 1 ml darah ~ 3-4 ml kristaloid. Sehingga pada
kasus ini didapatkan jumlah cairan yang digunakan untuk menggantikan perdarahan sebanyak
50 ml x 3 = 150 ml
Selama intraoperatif pasien diberikan cairan Ringer Asetat sebanyak 1500 ml. Jumlah
perdarahan pada kasus operasi ini tidak melebihi jumlah EBV pasien yaitu 65 ml x 54 = 3510
ml dengan EBL yaitu 702 ml, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi, cukup diganti dengan
pemberian cairan kristaloid saja. Karena kehilangan cairan pada intraoperatif bersifat
isotonis, maka pemilihan cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid yang isotonis seperti
Ringer Laktat, NaCl 0,9%, dan Ringer Asetat. Pada kasus ini, dipilih Ringer Asetet karena
cairan ini bersifat sebagai volume expander yang akan mengisi cairan intravaskuler lebih
lama.
Kebutuhan cairan postoperatif ditentukan dari kebutuhan cairan total dikurang dengan
jumlah cairan yang telah diberikan. Kebutuhan cairan total pada kasus ini yaitu 1532 ml,
sedangkan jumlah cairan yang telah diberikan sebanyak 1500 ml. Sehingga sisa cairan yang
harus diberikan postoperasi sebanyak 32 ml ditambah dengan cairan maintenance pasien.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, C.F., Andersen D.K., Billiar, T.R., et al. Schwartzs principles of surgery.
10th Ed. New York: McGraw Hill Education. 2015. p 1241
2. Tony, H. Anestesi Umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. BP FKUI: Jakarta.
1998
3. Snell, R.S. Clinical anatomy by system. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
2006. p 433
4. Ellis, H. Clinical anatomy: applied anatomy for students and junior doctors. 11th Ed.
Massachusettss: Blackwell Publishing Ltd. 2006. p 79
5. Ellis H, Calne SR, Watson Chistopher. The 50th Anniversary Edition
General
19