PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Triage berasal dari bahasa prancis yaitu Trier yang berarti membagi kedalam tiga
kelompok ( department of emergency medicine Singapore general hospital (DEM SHG), 2005
). System ini di kembangkan di medan pertempuran dan di gunakan bila terjadi bencana. Di
medan pertempuran, triage digunakan untuk menentukan prioritas penangan pada perang
dunia I. klasifikasi ini digunakan oleh militer perang , untuk mengindentifikasi dan melakukan
penanganan pada tentara korban perang yang mengalami luka ringan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan penganganan dapat kembali ke medan perang.
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern yang
berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey
(1766 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan
melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara
yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. System tersebut memberikan
perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke
rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey
menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang hingga
perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia
mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila
dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara
langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II
diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter
dan kemudian
yang
lebih baik.
cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang
memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system
triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang
telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera.
Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan
menetapkan prioritas penanganan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI TRIAGE
Trige adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya (zimmermann dan herr, 2006). Triage juga di artikan sebagai suatu
tindakan pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang di prioritaskan
ada tidakny gangguan pada airway (A), Breathing (B), dan circulation (C), dengan
mempertimbangkan sarana, sumber daya mnusia, dan probabilitas hidup penderita.
2.2 TUJUAN TRIAGE
1)
2)
Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
Evaluasi terbatas
Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama
3)
Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
c.
Keadaan
KETERANGAN
yang mengancam
nyawa
misalnya
penurunan
kesadaran,
cardiac
trauma
arrest,
mayor
memerlukan
tindakan
darurat.
Setelah
tetapi
memerlukan
tindakan
darurat.
dapat
langsung
diberikan
terapi
KETERANGAN
Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya
sumbatan
jalan
nafas,
25 %
Potensial
mengancam
nyawa
atau
jangka
waktu
singkat.
mata.
Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan
dan
Prioritas 0 (HITAM)
pemindahan
bersifat
terakhir.
KETERANGAN
Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar
Kelas I
minor)
dapat
menunggu
lama
tanpa
bahaya
Nonurgen / tidak mendesak (misalnya
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
fraktur
Kelas V
ada keterlambatan
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nyeri hebat
Perdarahan aktif
Stupor / mengantuk
Disorientasi
Gangguan emosi
Dispnea saat istirahat
Diaforesis yang ekstern
Sianosis
Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).
keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan
data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur dalam proses Triage
1. Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan
di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a.
Segera Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension
b.
c.
tubuh, dsb.
Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong
diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet,
d.
e.
f.
g.
lain.
Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih
lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien
h.
memungkinkan
untuk
dipulangkan,
maka
penderita/korban
dapat
i.
6.
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal
(dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat
10
instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi
perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk landasan perawatan yang mencerminkan ketaatan pada
standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam
implementasi
perawat gawat
darurat
harus mampu
melakukan
dan
11
Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan di setiap ibukota provinsi yang mampu
menampung rujukkan tiap tingkat kabupaten.
3.Rumah Sakit Tipe C
Merupakan Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran terbatas. Rumah
sakit tipe c ini didirikan di setiap kabupaten ( regensi hospital) yang mampu menampung
pelayanan rujukkan dari puskesmas.
4.Rumah Sakit Tipe D
Merupakan Rumah Sakit yang hanya bersifat transisi dengan hanya memiliki kemampuan
untuk memberikan pelayanan kedokteran dan gigi. Rumah sakit tipe D ini mampu
menampung rujukkan yang berasal dari puskesmas.
5.Rumah Sakit Tipe E
Merupakan Rumah Sakit khusus ( Spesial hospital ) yang hanya mampu menyelenggarakan
satu macam pelayanan kesehatan kedokteran saja, misal Rumah Sakit kusta, Rumah Sakit
paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit kanker, Rumah Sakit ibu dan anak.
3.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini adalah pemberian
pertolongan dalam keadaan darurat harus dilakukan secara tepat dan tepat berdasarkan
penggolongan masing-masing cedera yang dialami. Sehingga dengan pertolongan yang
cepat dan tepat dapat meminimalisir untuk terjadinya suatu keadaan yang mengancam jiwa
dan keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
12
DAFTAR PUSTAKA
Medicine Singapore General Hospital
ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK Unud
13