Tipus Combustio
Tipus Combustio
Pendahuluan
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.1 Di Indonesia, luka
bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar
dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu,
penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari
spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.
B. Definisi dan Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai
berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan thermal
burn antara lain:
Benda panas: padat, cair, uap
Api
Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat yang biasa
digunakan dalam industri, militer, laboratorium, danbahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan bahan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
C. Karakteristik Listrik
Karakteristik listrik serta sifat berbagai jaringan menentukan derajat kerusakan
dan memberikan prediksi mengenai kemungkinan morbiditas yang bahkan mortalitas.
Beberapa karakteristik listrik yang perlu diketahui antara lain adalah tegangan (voltage),
arus listrik, resistensi dan konduksi
1. Tegangan
Tegangan adalah gaya elektromotif atau perbedaan potensial listrik. Semakin
besar tegangan listrik yang dialirkan ke jaringan yang memiliki resistensi relatif tetap,
semakin besar arus yang dialirkan.
2. Arus Listrik
Arus listrik (electric current) adalah aliran litrik yang dibagi menjadi dua yaitu
arus bolak balik (alternating current, AC) dan satu arah (direct current, DC).
Arus DC tegangan tinggi menimbulkan spasme muscular, menyebabkan
korban terpental menjauhi sumber arus. Hal ini mengakibatkan waktu paparan dengan
arus relatif singkat, namun diikuti kemungkinan timbulnya trauma tumpul.
Sedangkan, arus AC lebih berbahaya, karena menyebabkan kontraksi muskular
kontinu, tetani, dan timbul bila serat-serat otot mendapat stimulasi 40-110 kali per
detik.
Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar
kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Kekuatan arus
listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama dengan 1/1,000 ampere. Pada
arus serendah 60-100 mA dengan tegangan rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang
mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama
jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal. Arus bolak-balik lebih dapat
menyebabkan aritmia jantung dibanding arus searah. Arus dari AC pada 100 mA
dalam seperlima detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung.
Efek
yang
sama
ditimbulkan
oleh
DC
sebesar
300-500
mA.
Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka
bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah
(kurang dari 1 mA).
3. Resistensi dan Konduksi.
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam
5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai
eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh
luka bakar derajat I adalah sunburn.
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Terdapat bullae,
nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan
mengenai
bagian
epidermis
dan
lapisan
atas
dari
tinggal
sedikit.
Organ-organ
kulit
seperti
folikel
rambut,
Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampaimencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan,tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakarberwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.
Terjadikoagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker.
Tidakdijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik
rusak.Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
Wallace
9%
Lengan
18 %
Badan Depan
18 %
Badan Belakang
18 %
Tungkai
36 %
Genitalia/perineum -
1%
Total
100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita
adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak anak dipakai modifikasi Rule of Nine
menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Luka
bakar
mengenai
tangan,
wajah,
telinga,
mata,
genitalia/perineum.
-
E. Patofisiologi
kaki
dan
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada
epidermis, dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada
temperatur bahan dan durasi pajanan.
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan bahan penyebab dan kedalaman luka.
Bahan yang dapat menyebabkan luka bakar adalah api, sclad (cairan panas), kontak
dengan bahan padat yang panas, bahan kimia, dan listrik. Sedangkan kedalaman luka
dapat dibagi menjadi :
1. Derajat 1
2. Derajat 2 superfisial : luka pada epidermis hingga dermis superfisial atau papila
dermis (bullae)
3. Derajat 2 dalam
dermis (bullae)
4. Derajat 3
vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih viable dan proses penyembuhan berawal
dari zona ini.
Gambar 10. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat5
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut
dengan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena
gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro.
Berdasarkan konsep SIRS, paradigma penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah,
semula berorientasi pada gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses
perbaikan perfusi (srkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahanperubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa
1. Gangguan
kardiovaskular, berupa
peningkatan
permeabilitas
vaskular
yang
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal
ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi sistem
imun humoral dan seluler.
Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi dibagi menjadi:
1. Fase akut
8-12 bulan.
Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan
gangguan jalan napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan
sirkulasi. Ketiga hal tersebut menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat
menyebabkan kematian.
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan
sumber termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera
inhalasi bila dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang
tertutup, luka bakar pada wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur
mengandung karbon. Kerusakan mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air
panas, bahan kimia yang mengenai muka, leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi
terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring hingga membran alveoli. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor, suara serak, sulit bernapas, gelisah.
Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi melibatkan otot polos bronkus.
Tabel 2. Tanda dan Gejala cedera inhalasi
Gangguan mekanisme bernapas pada luka bakar dapat terjadi pada pasien dengan
eskar melingkar di dada yang menyebabkan gangguan proses ekspansi rongga toraks
sehingga compliance paru berkurang.
Gangguan sirkulasi pada luka bakar terjadi melalui mekanisme perubahan
integritas membran mikrovaskuler, perubahan hukum Starling, gangguan perfusi (syok
seluler), dan evaporative heat loss. Setelah cedera termis, terjadi pelepasan histamin
diikuti pelepasan histmain dan aktivasi komplemen yang menyebabkan perlekatan
leukosit PMN dengan endotel. Endotel inflamatif akan melepaskan radikal bebas yang
diikuti oleh peroksidasi lipid yang mengaktivasi asam arakidonat. Hal ini menyebabkan
aktivasi kaskade koagulasi dan pelepasan sitokin (IL1, IL6, TNFa). Proses inflamasi
mengakibatkan perubahan morfologi endotel dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan permeabilitas kapiler ini mengakibatkan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ruang interstisium. Selain itu mediator inflamasi memacu sel-sel epitel
mukosa mengalami proses inflamasi akut terutama mengakibatkan sel epitel nekrosis.
Pada mukosa alveoli penumpukan fibrin membentuk membran hialin yang menyebabkan
gangguan difusi dan perfusi oksigen (acute respiratory distress syndrom). ARDS ini
umumnya muncul 4-5 hari pasca cedera luka bakar.
F. Gejala dan Tanda Klinis
Menurut Henderson, gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang
merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Cairan dihasilkan dari jaringan cedera yang
lebih dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh
atau bullae pada luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar
yang mengeluarkan cairan serous dan dapat berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa
nyeri karena ujung saraf terpapar dan mengalami inflamasi.
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat normal.
Akan tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh darahnya mudah dilihat,
tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat keluar karena sudah mengalami
koagulasi sehingga saat ditusuk tidak akan mengeluarkan darah. Selain itu, kulit amat
kaku ketika disentuh, serta tidak dapat merasakan nyeri, karena sebagian besar ujung
saraf sudah mati. Pada kondisi yang lebih berat, dapat terjadi pengarangan dan
karbonisasi (hitam).
Paparan arus yang dihasilkan oleh sumber tegangan rendah (termasuk sumber
listrik rumah tangga) dapat menyebabkan luka bakar di jaringan kutaneus yang
disebabkan transformasi energi listrik menjadi energi termal. Luka bakar dapat
berupa eritema lokal hingga luka bakar derajat berat. Tingkat keparahan luka
bakar tergantung pada intensitas arus, permukaan daerah, dan durasi paparan.
H. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah anamnesis singkat
dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari kegawat daruratan biasanya anamnesis
dilakuakan secara auto dan alloanamnesis. Anamnesis yang sering ditanyakan adalah,
berat badan pasien, umur, sudah berapa lama setelah terapar ledakan, terkena ledakan
apa, seberapa besar ledakan, penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain
seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat
penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kejiwaan, gaya hidup
menyusul.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Primary survey
A (Airway) Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi,
obstruksi pada saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat berkembang dengan
cepat terutama pada anak. Trauma inhalasi harus dicurigai pada siapa pun dengan
luka bakar dan diasumsikan sampai terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang
terbakar dalam ruang tertutup. Inspeksi dari mulut dan pharynx harus dilakukan
lebih awal, dan intubasi endotracheal dilakukan jika perlu. Suara serak dan bunyi
wheezing pada ekspirasi adalah tanda-tanda edema saluran napas yang serius atau
trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan dan dahak karbon
yaitu dahak
oksigen terinspirasi (FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien
telah menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien dirujuk
ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar (burn centre) dengan
dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk memastikan jalan nafas tetap terbuka.
B (Breathing) Kemampuan bernafas
Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan
sungkup atau nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien tidak
dapat bernapas akibat obstruksi jalan napas atas atau akibat penurunan kesadaran,
dapat diberikan intubasi endotrakeal. Trakeostomi emergensi harus dihindari
kecuali jika hal itu benar-benar dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada
vertebra servikalis, manipulasi jalan napas harus dilakukan dengan tetap
meimobilisasi leher dan kepala pada axis tubuh sampai vertebra servikal
terevaluasi sepenuhnya.
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah terjadinya
luka bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian pasien harus
dilepaskan. Cincin, jam dan perhiasan harus dilepaskan pada anggota tubuh yang
mengalami cedera, konstriksi pada bagian yang bengkak akibat jeratan perhiasan
dapat mengakibatkan iskemia di bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas
pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh
darah ke jaringan intersitial, akibatnya dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Semakin luas area luka bakar, semakin berat syok hipovolemik yang
terjadi.Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya.
D (Disability/Drugs)
Apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan apakah ada penggunaan
obat-obatan.
E (Exposure)
Bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.
b) Secondary survey
Kepala
Wajah
: adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan
Rambut
: adakah terbakar
Mata
THT
Paru
Jantung
c) Status Lokalis
Status lokalis akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan derajat luka bakar.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung darah lengkap : peningkatan Hct awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
b) Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c) Alkalin
fosfat
peningkatan
sehubungan
dengan
perpindahan
cairan
tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik sindrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas <25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas LB.3 Metode Parkland merupakan metode
resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan
cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal <
8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu
luas dan tanpa keterlambatan. Pemberian cairan menurut formula Parkland
adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua,
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4ml ditambah 1% dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan
cairan ditambah 1% dari kebutuhan.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen)
Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam.
Jenis cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml.
Batasi Ringer laktat karena dapat memperberat edema interstisial.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi
urin (1-2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah mencukupi namun produksi
urin <1-2ml/kgBB/jam, berikan vasoaktif sampai 5mg/kgBB.
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi
dan pencucian luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan
mengupayakan proses epitelisasi. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif
sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di
atasnya. Untuk eskar yang melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan
eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat
mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan
atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan oclusive dressing untuk
mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka
yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi pada luka.
5. Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai
profilaksis masih merupakan suatu kontroversi.4Dalam 3-5 hari pertama populasi
kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari
5-10 adalah bakteri Gram negatif patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka
masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik
topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazin, povidone-iodine 10%,
gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.
Tabel 3. Agen penyebab infeksi pada luka bakar.
6. Tatalaksana Nutrisi
Pemberian nutrisi enteral dini melalui pipa nasogastrik dalam 24 jam pertama
pascacedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian
nutrisi enteral dilakukan dengan aman bila Gastric residual volume (GRV)
<150ml/jam, yang menandakan pasase saluran cerna baik.
Penentuan kebutuhan energi basal (Harris-Benedict):
Tabel 4. Penghitungan kalori dengan rumus Harris Benedict
Laki-laki
Perempuan
dan praktis serta menghindari jumlah kalori yang berlebihan jika menggunakan rumus
Harris-Benedict.
7. Eksisi dan grafting
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi
fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian
besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement
serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit
pasien sendiri. Pada luka bakar seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu
kali operasi dengan penutupan oleh autograft split-thickness yang diambil dari bagian
tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah melakukan eksisi pada minggu pertama,
biasanya dalam satu kali operasi dapat dilakukan eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh
melebihi kemampuan untuk menutup luka baik dengan autograft, biologic dressing
atau allograft.
J. Proses Penyembuhan Luka Bakar
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 23 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan
lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan
luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis,
misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah.
a)
Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 34 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan
darah di daerah luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai
barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah
cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang
disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah
cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang
disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan.
b) Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke 21. Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid. Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
c)
Fase maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun. Fibroblas terus mensintesis
kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat.
Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalka garis putih. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan