Anda di halaman 1dari 26

kaku sendi pagi hari a.k.a morning stiffnes...

Skenario kedua blok musculoskeletal nih,


Seorang perempuan 50 tahun mengeluh kaku di jari-jari tangan kanan
dan kiri yang berlangsung 1 sampai 2 jam, terutama saat pagi hari yang
disertai rasa nyeri. Keluhan ini timbul sejak 2 tahun yang lalu tetapi tidak
dirasakan penderita.
Kemudian penderita periksa ke dokter, didapatkan morning stiffnes, pain
of motion, swelling, deformitas pada jari-jari tangan kanan dan kiri.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan X foto pada jari tangan didapatkan
hasil tampak erosi, swelling dan disarsitektur tulang. Dari hasil Bone
Marrow Density didapatkan hasil osteopenia, kemudian disarankan
untuk periksa laboratorium darah, hasil pemeriksaannya adalah LED
meningkat, Reumatoid Faktor positif.
Kemudian dokter memberikan obat NSAID, DMARDs dan menyarankan
ke dokter rehabilitasi medis.
Dari gejala-gejala yang didapat ada beberapa diagnosis differential yang
memungkinkan, antara lain:Arthritis Reumatotoid, Osteoartritis dan
Gout Arthritis
1. Arthritis Reumatoid
Pada penderita arthritis rheumatoid kelelahan yang berkepanjangan,
anoreksia, dan poliarthritis. Pada pemeriksaan darah terdapat Faktor
Reumatoid, Laju Endap Darah meningkat, WhiteBlood Cell dalam sendi
16.000-20.000, dan anemia hipokromik mikrositik. Adanya factor
rheumatoid sebenarnya non-patognomonik, karena pada penyakit lain
juga bisa terdapat factor rheumatoid, bahkan pada orang normal
sekalipun bisa terdapat factor reumathoid. Namun, factor reumathoid ini
bisa menjelaskan patofisiologi dari gejala-gejala lain yang muncul. WBC
dalam sendi sejumlah 16.000-20.000 ini jauh di atas normal, dari WBC
normal dalam sendi yang hanya 200. Kriteria diagnosis yang menunjang
diagnosis arthritis reumathoid antara lain adanya kekakuan pagi hari 1-2
jam, serta erosi.

2. Osteoarthritis
Sekelompok penyakit yang overlap dengan penyakit-penyakit yang lain
tapi menimbulkan gejala yang sama. Proses penyakitnya mengenai
seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan
jaringan synovial. Penyakit ini bersifat multifaktorial. Pada pasien
osteoarthritis biasanya datang ke dokter dengan keluhan nyeri. Nyeri
biasanya bertambah dengan adanya sedikit gerakan, dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Nyeri pada OA juga dapat berupa
penjalaran akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal.
Pada pasien OA juga terdapat kaku sensi setelah imobilitas, seperti
duduk atau menyetir terlalu lama atau sesudah bangun tidur. Kemudian
juga terdapat krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit. Juga
terdapat pembesaran sendi (terutama di lutut dan tangan) secara
perlahan, selain itu juga seringkali diikuti perubahan gaya berjalan.
Pada gambaran radiologis biasanya didapati penyempitan celah sendi
yang asimetris, peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral, kista
tulang, osteofut pada pinggir sendi, dan perubahan struktur anatomi
sendi.
Sedang pada pemeriksaan darah tepi hemoglobin, leukosit dan laju
endap darah berada pada batas normal.
3. Gout Arthritis
Merupakan sekelompok penyakit sebagai akibat deposit Kristal
monosodium urat di jaringan. Deposit ini berasal dari cairan ekstra
seluler yang telah mengalami supersarurasi dari hasil metabolism purin,
yaitu asam urat. Manifestasinya terdapat arthritis gout akut dan arthritis
gout menahun. Arthritis gout akut timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa gejala apa-apa, namun ketika bangun
merasakan nyeri yang sangat hebat bahkan tidak bisa berjalan.
Biasanya bersifat monoartikuler dan menimbulkan manifestasi berupa
bengkak, nyeri, hangat, merah disertai gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan merasa lelah.
Sedangkan arthritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak
dan terdapat poliartikular.
Dengan memperhatikan gejala yang dikeluhkan pasien, hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang lain,


pasien didiagnosis menderita arthritis rheumatoid. Selanjutnya akan
dianalisis lebih lanjut patofisiologi munculnya gejala-gejala, sehingga
bisa ditentukan penatalaksanaan yang paling sesuai.
Arthritis rheumatoid disebabkan adanya antigen di daerah synovial. Asal
dari antigen ini yang sampai sekarang masih diteliti dan belum
ditemukan hasil yang pasti, apakah genetic, hasil infeksi atau hasil
metastase juga masih diragukan kebenarannya.
Adanya antigen di dalam cairan synovial ini akan diproses oleh antigen
presenting cell (APC) yang selanjutnya dilekatkan pada sel CD4+. Sel
CD4+ akan teraktivasi akan merangsang terjadinya proliferasi dan
aktivasi sel B untuk memproduksi antibody. Antibody di dalam cairan
synovial inilah yang selanjutnya pada pemeriksaan laboratorium disebut
sebagai factor rheumatoid.
Antibody dan antigen yang sama-sama terdapat di cairan synovial ini
akan membentuk kompleks imun dan berdifusi bebas didalam ruang
synovial. Endapan kompleks imun di membrane synovial ini akan
menyebabkan pengaktifan kompleks imun dengan mebebaskan
komplemen c5a. pengaktifan sistem komplemen ini disertai degranulasi
sel mast, enzim lisosomal, prostaglandin, kolagenase dan stromelysin.
Yang dapat mengakibatkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Sehingga
pada gambaran foto X diidapatkan hasil tampak erosi (kerusakan di
permukaan)dan swelling tulang rawan dan tulang sendi, dan juga
osteopenia.
Aktivasi sistem komplemen juga menyebabkan sel T masuk ke dalam
membran synovial, yang kemudian akan membentuk panus rheumatoid.
Panus rheumatoid merupakan elemen paling destruktif dalam
pathogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari
makrofag yang teraktivasi, sel fibroblast yang berproliferasi dan jaringan
mikrovaskular. Pannus inilah yang akan menginvasi jaringan kolagen
dan proteoglikan rawan sendi dan tulang. Akibatnya akan
menghancurkan struktur persendian (ankilosis). Sehingga akan terjadi
perubahan bentuk (deformitas). Adanya deformitas ini yang akan
menyebabkan disarsitektur sendi pada gambaran foto X.

kekakuan pada pagi hari (morning stiffness) disebabkan imobilisasi


pasien saat tidur, sehingga otot tendo mengalami pemendekan.
Sehingga memerlukan waktu untuk mengembalikam otot dan tendo
seperti normal. Pada pasien arthritis rheumatoid waktu yang
diperlukan lebih lama, yaitu sekitar 1-2 jam.
Adanya nyeri dan pain of motion (kesakitan dalam bergerak)
disebabkan oleh erosi tulang dan tulang rawan, deformitas dan
disarsitektur sendi yang merupakan manifestasi dari pathogenesis
arthritis rheumatoid.
Laju Endap Darah (LED) yang menngkat pada pemeriksaan darah tepi
menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit kronis. Dan itu sesuai
dengan hasil anamnesis yang disebutkan bahwa pasien telah
merasakan gejala ini sejak 2 tahun yang lalu.
Oleh dokter diberi obat NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug) untuk
mengurangi akibat yang disebabkan inflamasi yang terjadi di ruang
synovial. NSAID yang digunakan bisa analgetik untuk mengurangi rasa
nyeri yang dialami pasien, antipiretik dan antiinflamasi. Efek samping
dari penggunaan obat NSAID adalah reaksi hipersensitifitas, sehingga
harus berhati-hati dalam pemilihan obat. Selain itu bisa juga digunakan
obat DMARDs (Disease Modiifying Arthritis Rheumatoid Drugs), namun
DMARDs ini efek sampingnya lebih besar, jadi harus lebih berhati-hati.
Selain itu, dokter juga menyarankan pasien untuk ke dokter rehabilitasi
medis. Karena pada pasien arthritis rheumatoid perlu dilakukan latihanlatihan spesifik dan fisioterapi untuk mengembalikan fungsi sendi.

Gout disebabkan oleh penumpukan asam urat terlalu banyak dalam


tubuh. Asam urat berasal dari pemecahan zat yang disebut purin. Purin
ditemukan di semua jaringan tubuh Anda. Mereka juga di banyak
makanan, seperti hati, kacang kering dan kacang polong, dan ikan.
Normalnya, asam urat larut dalam darah. Melewati ginjal dan keluar dari
tubuh dalam urin.
Sejumlah faktor risiko yang berhubungan dengan hyperuricemia dan
asam urat. Mereka termasuk:
genetika Dua puluh persen orang dengan gout memiliki riwayat
keluarga penyakit..
jenis kelamin dan usia. Hal ini lebih sering pada pria
dibandingkan pada wanita dan lebih umum pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak.
berat badan Kelebihan berat badan meningkatkan risiko
hiperurisemia dan gout berkembang karena ada jaringan yang
tersedia untuk omset atau kerusakan, yang menyebabkan
kelebihan asam urat produksi..
konsumsi alkohol. Minum terlalu banyak alkohol dapat
menyebabkan hiperurisemia, karena alkohol mengganggu dengan
penghapusan asam urat dari tubuh.
diet. Makan terlalu banyak makanan yang kaya purin dapat
menyebabkan atau memperburuk gout pada beberapa orang.
memimpin paparan. Dalam beberapa kasus, paparan untuk
memimpin dalam lingkungan dapat menyebabkan asam urat.
masalah kesehatan lainnya insufisiensi ginjal,. atau
ketidakmampuan ginjal untuk menghilangkan produk limbah,
merupakan penyebab umum dari asam urat pada orang tua.
Masalah medis lainnya yang berkontribusi terhadap tingkat darah
tinggi asam urat termasuk:
o tekanan darah tinggi

o hipotiroidisme (kelenjar tiroid kurang aktif)


o kondisi yang menyebabkan omset terlalu cepat dari sel,
seperti psoriasis, anemia hemolitik, atau beberapa jenis
kanker
o Kelley-Seegmiller syndrome atau sindrom Lesch-Nyhan, dua
kondisi langka di mana enzim yang membantu kadar asam
urat kontrol baik tidak hadir atau ditemukan dalam jumlah
cukup.
obat. Sejumlah obat dapat menempatkan orang pada risiko untuk
mengembangkan hiperurisemia dan gout. Mereka termasuk:
o diuretik, seperti furosemid (Lasix), hidroklorotiazid (Esidrix,
Hydro-klor), dan metolazone (Diulo, Zaroxolyn), yang diambil
untuk menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dalam
kondisi seperti hipertensi, edema, dan penyakit jantung, dan
yang menurunkan jumlah asam urat dalam urin melewati
o salisilat yang mengandung obat, seperti aspirin
o niasin, vitamin juga dikenal sebagai asam nikotinat
o siklosporin (Sandimmune, Neoral), obat yang menekan
sistem kekebalan tubuh (sistem yang melindungi tubuh dari
infeksi dan penyakit). Obat ini digunakan dalam pengobatan
beberapa penyakit autoimun, dan untuk mencegah
penolakan tubuh organ transplantasi.
o levodopa (Larodopa), obat yang digunakan untuk
mendukung komunikasi di sepanjang jalur saraf dalam
pengobatan penyakit Parkinson.

JUVENILE RHEUMATOID ARTHRITIS


II.1 Definisi

Arthritis rheumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit arthritis kronis


pada anak-anak umur di bawah 16 tahun. Berdasarkan definisi, ARJ
ditandai oleh menetapnya temuan peradangan secara objektif di satu
atau lebih sendi selama paling sedikit 6 minggu dengan eksklusi kausa
lain peradangan sendi pada anak usia 16 tahun atau kurang.1
Ada beberapa terminologi untuk mengelompokkan arthritis ini. Istilah
ARJ lebih banyak dipakai di Amerika Serikat yaitu istilah yang digunakan
untuk menyebut arthritis pada anak usia dibawah 16 tahun yang tidak
diketahui penyebabnya. Di AS lebih sering digunakan istilah rematoid
karena pada umumnya anak-anak tersebut mempunyai orang tua atau
keluarga yang menderita arthritis rematoid dengan faktor rematoid yang
positif. Istilah arthritis kronik juvenile lebih banyak digunakan di Inggris
(Eropa). Adanya kerancuan dalam hal penggunaan istilah ini, maka
timbul kesepakatan pada pertemuan EULAR untuk menggunakan istilah
yang seragam. Istilah yang disepakati oleh EULAR adalah arthritis
idiopatik juvenile (ARJ) yang dibagi dalam 7 subtipe.7

II.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadi karena
respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di
lingkungan. Peran imunogenetik diduga sangat kuat mempengaruhi.7

II. 3 Epidemiologi
ARJ merupakan arthritis yang lebih sering dijumpai pada anak-anak,
insidennya dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya. Dengan
perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17% berkembang menjadi arthritis
kronik, 20% dengan gangguan mata. Dari hasil penelitian dilaporkan
bahwa pasien ARJ yang berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami
kecacatan. Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 1-2/100.000/tahun dan
Minnesota 35/100.000/tahun.
ARJ banyak menyerang anak-anak dengan tingkat umur terbanyak
sekitar 4-5 tahun. Perempuan lebih banyak dengan perbandingan 3:1.
Faktor suku diduga kuat sangat terkait pada ARJ. Suku Afrika dibanding

suku Amerika dan Kaukasia lebih sering terkena di Amerika. Di AS


Schwartz melaporkan bahwa ARJ lebih sering menyerang anak-anak
yang lebih dewasa, khususnya pada kelompok Oligo-artikular, dengan
RF positif.7
II.4 Klasifikasi
Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya
dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American
Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ)
merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok
penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.9
Ada 2 klasifikasi yaitu klasifikasi yang dipakai AS dan klasifikasi menurut
EULAR, Klasifikasi yang dipakai di AS ditetapkan tahun 1973 dan telah
direvisi tahun 1977, sedangkan kriteria baru oleh EULAR ditetapkan
tahun 1995.7Menurut kriteria ARJ yang dipakai di AS, arthritis ini dibagi
dalam 3 subtipe berdasarkan gejala penyakit yang berlangsung minimal
terjadi selama 6 bulan. (1)Sistemik: ditandai dengan demam tinggi yang
mendadak disertai bercak kemerahan dan manifestasi ekstraartikular
lainnya.(2)Pausiartikular ditandai dengan arthritis yang mengenai 4,(3)
Poliartikular ditandai dengan nyeri sendi 5
II.5 Patofisiologi dan Patogenesis7,9,5
ARJ merupakan penyakit autoimun multisystem, yang terdiri dari
beberapa kelompok penyakit dengan perbedaan klinis dan derajat
penyakit. Sampai sekarang patogenesisinya belum banyak diketahui.
ARJ merupakan penyakit arthritis kronis heterogen yang umumnya
menyerang perempuan ditandai dengan arthritis kronik yaitu
ditemukannya tanda keradangan pada sinovium. Tanda adanya respon
imun yaitu ditemukannya autoantibody tersebut, antara lain antibody
ANA, factor rematoid dan antibody heat shock protein. Peran HLA juga
sangat besar dalam pathogenesis ARJ.
Secara histopatologi sinovium ARJ didapatkan sebukan sel radang
kronik yang didominasi oleh sel mononuklir, hipertrofi vilus, peningkatan
jumlah fibroblast, dan makrofag. Mediator inflamasi juga ditemukan pada
sinovium. Mediator-mediator tersebut antara lain: IL-2, IL-6, TNF-, GM-

CSF. Jelaslah bahwa sangat besar peran sel T untuk menimbulakan


keradangan di sinovium. Bagaimana sel T menjadi autoreaktif yang
masih menjadi pertanyaan. Dari berbagai laporan penelitian pencetus
sel autoreaktif tak lepas dari peran HLA.
Sitokin juga memegang peranan penting dalam proses pathogenesis
ARJ. Berdasarkan sitokin yang dikeluarkan, ada 2 tipe sel T. Sel T tipe 1
lebih banyak melepaskan sitokin IL-2, IFN- dan TNF-, sedangkan pad
tipe dua sitokin yang dilepaskan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13. Secara
klinis sitokin ini mempengaruhi keseimbangan respon selular dan
humoral. Pada arthritis rematoid yang dewasa diketahui bahwa sel T tipe
1 yang lebih dominan, ternyata demikian juga yang ditemukan pada
ARJ, kecuali pada pausiartikular, sel T tipe 2 yang dominan.
Kemokin diduga juga ikut berperan dalam pathogenesis ARJ. Kemokin
merupakan factor penentu migrasi subtype sel T. Beberapa reseptor
kemokin bertanggungjawab terhadap klonasi sel T, yaitu reseptor CCR3,
CCR4, CCR8 yang bertanggung jawab proliferasi sel T tipe 2, CXCR3
dan CCR5 biasanya dominan pada ekspresi sel T tipe 1, sedangkan
CXCR4 dan CCR2 bertanggung jawab terhadap kedua tipe sel T.
Adanya perbedaan ekspresi inilah yang menimbulkan perbedaan
pathogenesis. Dari penelitian Thompson dkk, melaporkan bahwa pada
ARJ CCR4 sel T memegang peranan pathogenesis ARJ dan yang
menentukan subtipenya.
Dilaporkan bahwa aktivasi komplemen yang membentuk terminal attack
complex yang terbanyak dijumpai pada sinovium pasien ARJ, kulit dan
limpa. Aktivasi komplemen pada ARJ dapat melalui 2 jalur baik klasik
maupun alternative. Dari beberapa laporan pada ARJ aktivasi
komplemen terbanyak melalui jalur alternative.
Infeksi virus dan bakteri sebagai factor lingkungan yang berperanan
dalam pathogenesis ARJ. Infeksi dikatakan dapat sebagai bahan
pencetus terjadinya autoreaksi sel T. Hal ini ditunjukkan pada penelitian
tentang peran HSP 60 dalam pengontrolan aktivasi sel T yang
menimbulkan arthritis.

II.7 Gambaran Klinik


Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan
salah satu dari gejala pembengkakan atau efusi sendi, atau paling
sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu gerakan yang terbatas, nyeri jika
digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol.
Pada anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada
pergerakan, terutama pada pagi (morning stiffness).9
Subtipe ARJ bergantung pada gejala sistemik penyakit dan jumlah sendi
yang terkena pada 6 bulan pertama perjalanan penyakit. Anak dikatakan
mengidap ARJ awitan sistemik apabila awitan penyakit disertai oleh
demam tinggi yang melonjak-lonjak (sedikitnya 40oC) sampai selama 2
minggu dan (biasanya) oleh ruam yang cepat menghilang pada puncak
demam tanpa dipengaruhi jumlah sendi yang terkena selama 6 bulan
pertama. Pada ARJ pausiartikular, mengenai kurang dari 5 sendi pada 6
bulan pertama, penyakit poliartikular melibatkan lima atau lebih sendi.
Masing- masing subtype penyakit, walaupun hanya bersifat deskriptif,
memperlihatkan perjalanan penyakit, penyulit, dan prognosis yang
berlainan.
ARJ Sistemik (Penyakit Still)
Penyakit ini merupakan kelompok ARJ yang sangat serius dibanding
dengan kelompok lainnya, lebih sering dijumpai pada kelompok umur
dibawah 4 tahun.7Penyakit ini hanya terjadi pada 10% dari semua anak
dengan ARJ; tetapi pasien biasanya menderita sakit berat sehingga
dirujuk ke pusat perawatan tersier. Subtype ini mengenai kedua jenis
kelamin sama banyak dan pada semua kelompok usia; pada orang
dewasa penyakit ini disebut sebagai penyakit Still awitandewasa.Sementara sebagian anak memang memperlihatkan bukti
objektif adanya arthritis pada saat awitan, pasien umumnya datang
dengan demam tinggi yang melonjak-lonjak disertai ruam-ruam yang
cepat menghilang.
Pada umumnya anak-anak ini dirujuk setelah menderita demam yang
tidak diketahui sebabnya selama beberapa minggu. Demam timbul
setiap hari atau dua kali sehari, sering melonjak hingga 40 sampai 41oC
pada sore hari; suhu sering menurun cepat sampai subnormal pada jam

lain. Lonjakan demam sering disertai oleh ruam macular berwarna salem
yang cepat menghilang, terutama timbul dibadan dan sebelah dalam
paha. Tiap-tiap macula tidak kembali muncul di tempat yang sama pada
lonjakan demam berikutnya. Ruam sering memperlihatkan fenomena
koebner , yaitu kemampuan memicu timbulnya lesi dengan menggososk
kulit secara lembut.1
Anak-anak ini sering kehilangan nafsu makan. Apabila anak cukup
besar, mereka sering mengeluh artralgia dan/ mialgia yang parah
(Rudolf) Gejala lainnya berupa kelelahan, iritatif, nyeri otot dan
hepatosplenomegali. Beberapa pasien didapatkan serositis atau
perikarditis. Pada kasus ditemukan limpadenopati yang secara
patologi anatomi hanya didapatkan gambaran hiperplasi. Artritis
mungkin dapat terus berlangsung beberapa minggu atau bulan,
sehingga diagnosis sangat sulit.Sendi yang sering terkena adalah lutut
dan pergelangan kaki. Temporomandibula dan jari-jari tangan dapat
terkena tetapi jarang. Gambaran laboratoriknya menunjukkan
leukositosis dengan jumlah leukosit diatas 20.000nm3, anemia non
hemolitik yang berat. LED yang meningkat, tes ANA negatif dan kadar
feritin yang tinggi. Jumlah trombosit meningkat, seringkali tipe ini dengan
komplikasi KID. Gejala ini biasanya membaik setelah satu tahun,
sedangkan 50% pasien jatuh ke kronik arthritis dan 25% dengan
gambaran erosi pada sendinya, komplikasi lainnya yaitu karditis,
hepatitis, anemia, infeksi dan sepsis. Diagnosis bandingnya leukemia
atau sepsis.7
Demam tinggi mungkin berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul
temuan sendi yang obyektif. Pada sebagian anak gejala sistemik akan
berkurang secara perlahan sementara mereka terus mengalami penyakit
sendi poliartikular. Yang lain mengalami serangan demam, ruam, dan
keluhan sendi secara intermitten sepanjang masa kanak-kanak dan
bahkan sampai masa dewasa, tetapi diantara serangan mereka
mungkin terdapat massa normal.
Informasi lain yang perlu diperhatikan pada arthritis tipe ini adalah,
pemeriksaan darah dilakukan beberapa minggu dan bulan awal penyakit
untuk menilai perkembangan anak. Pada beberapa anak gejala sistemik

dari penyakit dan demam, dapat terlihat jelas setelah beberapa minggu
hingga bulan diawal penyakit, meskipun gejala-gejala arthritis yang
terkait sendi dapat dirasakan untuk waktu yang lebih lama. Onset ARJ
sistemik dapat hilang dalam setahun pada beberapa anak yang
terdiagnosis. Kekambuhan dapat terjadi tanpa peringatan sebelumnya,
atau setelah infeksi virus (contoh, cacar). Kebanyakan anak dengan ARJ
tipe sistemik dapat diobati dengan obat-obatan dalam sebulan hingga
setahun, untuk mengontrol perkembangan dari keduanya baik arthritis
maupun gejala-gejala sistemik seperti demam, ruam, anemia, dll. Uveitis
atau peradangan mata, jarang terjadi pada ARJ tipe sistemik, sehingga
mata mereka hanya perlu di periksa setahun sekali.4

Oligoartritis / Pausi-artikuler
Bentuk penykit yang paling sering terjadi pada ARJ, Diartikan sedikit
sendi, pauciarticular mengenai 4 sendi atau kurang. Sekitar 50% persen
dari anak-anak dengan ARJ tergolong dalam tipe ini. , lebih sering
mengenai satu sisi sendi dibandingkan kedua sisi sendi pada saat yang
bersamaan, tetapi sering pada dua, tiga, sampai 4 sendi dalam 6 bulan
berikutnya. Sering ditemukan mengenai sendi besar, paling banyak
mengenai lutut, pergelangan kaki, siku. Jarang terjadi pada sendi-sendi
kecil, jemari tangan, sendi ibu jari. Sebanyak 40 70% mempunyai tes
ANA positif, lebih sering pada anak perempuan dengan umur 1-3 tahun.
Dan sering dengan komplikasi uveitis kronik., unilateral atau bilateral.
Dari beberapa kasus merupakan kelompok arthritis psoriatic atau
ankilosing spondilitis. Sendi yang sering terserang adalah lutut,
pergelangan kaki, siku dan jari-jari tangan.Pada laki-laki lebih sering
terkait spondilitis ankilosing dengan HLA B27 positif.7,2
Dikelompokkan dua yaitu persisiten dan eksten, persisiten ditandai
dengan arthritis yang tidak bertambah meskipun telah lebih 6 bulan.
Sedangkan kelompok eksten artritisnya semakin meluas setelah 6
bulan. Angka mortalitasnya rendah dengan komplikasi yang tersering
kerusakan artikuler maupun periartikuler dan uveitis kronis.(ipd)
Sejumlah kecil anak yang menderita penyakit ini (8%) akan mengalami
bentuk poliartikular dengan prognosis serupa ARJ poliartikular.Namun
sebagian lagi menunjukkan kinerja yang baik dalam kaitanyya dengan

fungsi sendi.7
Dibagi juiga menjadi dua tipe , tipe pertama mengenai anak perempuan
dengan umur dibawah 7 tahun. Beberapa anak dengan tipe ini juga
disertai peradangan mata (iridocyclitis kronis atau uveitis kronis). Anakanak ini harus di tes ANA (antinuclear antibody). Dari sini dapat
diketahui, apakah anak tersebut memiliki resiko tinggi terkena uveitis.
Hasil positif ANA mengindikasikan resiko tinggi terkena peradangan
mata. Yang perlu diperhatikan, mata dalam kondisi tenang, artinya
kerusakan mungkin tidak nampak pada anak.2
Tipe kedua dari pauciarticular biasa mengenai anak lelaki diatas 8
tahun. Sendi-sendi yang sering terkena pada tipe ini adalah: sendi
sakroiliaka, lutut, pergelangan kaki, tendon. Anak-anak yang
terdiagnosis dengan pauciarticular ARJ dan memiliki hasil positif ANA
dan usianya dibawah 7 tahun, memiliki resiko besar untuk terkena
uveitis kronis.Mata mereka harus diperiksa setiap 3 bulan,untuk
beberapa tahun.2
Poliartritis7
Insidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerang perempuan,
gambaran artritisnya mirip arthritis rematoid dewasa, lebih banyak
menyerang perempuan umur 12-16 tahun, biasanya disertai gejala
sistemik yang ringan, RF bisa positif maupun negatif. Pasien seronegatif
cenderung berusia lebih muda dan lebih responsif terhadap pemberian
terapi NSAID konvensional. Anak dengan ARJ poliartikular mungkin
memperlihatkan beberapa gambaran sistemik, tetapi lebih ringan
daripada yang tampak pada penyakit awitan sistemik.
Gejala lainnya lemah, demam, penurunan berat badan, dan anemia,
uveitis sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya bersifat simetris, baik
pada sendi kecil maupun besar, tetapi dapat pula diawali dengan arthritis
yang hanya pada beberapa sendidan baru beberapa bulan kemudian
menjadi poliartritis, sendi servikal C1-2 seringkali terkena dan seringkali
menimbulkan subluksasi. Pada kelompok RF positif biasanya pada usia
yang lebih muda ditandai dengan erosi sendi yang hebat, dengan
manifestasi ekstraartikuler jarang., 25% didapatkan tes ANA positif,pada

RF negative hanya terdapat 5%


II.7 Pemeriksaan
Laboratorium9
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah: (1) pemeriksaan darah lengkap,
(2) urin lengkap, (3) faal hati, (4) faal ginjal, (5) tes ANA, dan (6) faktor
rematoid. Pada ARJ, didapatkan kadar CRP meningkat khususnya pada
kelompok arthritis sistemik. Selain peningkatan CRP terdapat pula
peningkatan LED, C3, C4, amiloid serum, feritin, kadar trombosit, dan
leukosit, Protein-protein ini selain disintesis hati, juga disintesis makrofag
dan sel endotel pada daerah inflamasi. Pemeriksaan laboratorium
dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila diketemukan Anti Nuclear
Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4
maka diagnosis ARJ menjadi lebih sempurna.Biasanya ditemukan
anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai lekositosis yang didominasi
netrofil.Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik,
seringkali dipakai sebagai petanda reaktifasi penyakit.Peningkatan LED
dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang aktif.
Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan IgM dan IgG sebagai
petunjuk aktifitas penyakit. Pengkatan IgM merupakan karakteristik
tersendiri dari ARJ, sedangkan peningkatan IgE lebih sering pada anak
yang lebih besar dan tidak dihubungkan dengan aktifitas penyakit.
Berbeda dengan pada dewasa C3 dan C4 dijumpai lebi tinggi.Faktor
Reumatoid lebih sering pada dewasa dibanding pada anak. Bila positif ,
sering kali pada ARJ poliartritis, anak yang lebih besar, nodul subkutan,
erosi tulang atau keadaan umum yang buruk.
Faktor Reumathoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan
mudah dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang
lebih sukar dideteksi laboratorium. Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih
sering dijumpai pada ARJ. Kekerapannya lebih tinggi pada penderita
wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis.
Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering
pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA
B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.

Pemeriksaan Radiologi7,1
Tidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran erosi,
biasanya hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak,
sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok poliartikular.
Pemeriksaan pencitraan ARJ dilakukan untuk mengetahui seberapa
jauh kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan
radiologik yang terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan
jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan
kelainan yang agak jarang seperti formasi tulang baru periostal. Pada
tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi
tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Angkilosis
dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran
nekrosis aseptik jarang dijumpai pada ARJ walaupun dengan
pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang.
Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi
tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi
jaringan lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan
beberapa gambaran radiologik yang menurut mereka khas untuk ARJ
sistemik, yaitu a) tulang panjang yang memendek, melengkung, dan
melebar, b) metafisis mengembang, dan c) fragmentasi iregular epifisis
pada masa awal sakit yang kemudian secara bertahap bergabung ke
dalam metafisis. Pemeriksaan foto Rontgen tidak sensitif untuk
mendeteksi penyakit tulang atau manifestasi jaringan lunak pada fase
awal. Selain dengan foto Rontgen biasa kelainan tulang dan sendi ARJ
dapat pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi dengan technetium
99m. Pemeriksaan radionuklida ini sensitif namun kurang spesifik.
Skintigrafi menunjukkan keadaan hemodinamik dan aktivitas metabolik
di tulang dan sendi saat pemeriksaan dilakukan, sehingga dapat
menunjukkan inflamasi sendi secara dini. Ultrasonografi merupakan
sarana paling baik untuk mengetahui keadaan cairan intra-artrikular,
terutama pada sendi-sendi yang susah dilakukan pemeriksaan cairan
secara klinis, seperti pinggul dan bahu.
Ultrasonografi juga dapat menilai efusi atau sinovitis dengan menilai
penebalan membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan

pembungkus tendon. Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan gadolinium


juga dapat membedakan inflamasi sinovium dengan cairan sinovial.
Sarana MRI dapat digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan
destruktif dari penyakit artritis. Berlawanan dengan foto Rontgen,
pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi inflamasi jaringan
lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain itu dapat menilai
progresifitas penyakit.
Pemeriksaan MRI dan/atau ultrasonografi dapat digunakan dalam
evaluasi suspek penyakit inflamasi sendi untuk menentukan ada atau
tidaknya sinovitis, tenosinovitis, entesitis atau erosi tulang.
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pedoman untuk punksi sendi,
bursa dan pembungkus tendon. Pada pemeriksaan radiologis biasanya
terlihat adanya pembengkaan jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran
ruang sendi, osteoporosis. Kelainan yang lebih jarang adalah
pembentukan tulang baru periostal. Pada stadium lanjut, biasanya
setelah 2 tahun, dapat terlihat adanya erosi tulang persendian dan
penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama
di daerah sendi karpal dan tarsal. Pada tipe oligoartritis dapat ditemukan
gambaran yang lebih khas yaitu erosi, pengecilan diameter tulang
panjang dan atropi jaringan lunak regional sekunder. Hal ini terutama
terdapat pada fase lanjut. Pada tipe sistemik Kauffman dan Lovel
menemukan gambaran radiologis yang khas yaitu ditemukannya
fragmentasi tidak teratur epifisis pada fase awal yang kemudian secara
bertahap bergabung ke dalam metafisis.
II.8 Diagnosis Banding7
Diagnosis banding pada penyakit ARJ, diantaranya adalah: (1) infeksi
bakteri, virus, tuberkulosis, (2) Post infeksi streptokokus, (3) Trauma, (4)
Kelainan hematologi: Leukimia, hemophilia, (5) Penyakit Kolagen, (6)
Demam rematik, yang membedakannnya dari ARJ ialah, pada demam
rematik didapat kan gejala chorea, interval PR memanjang pada
pemeriksaan EKG dan tes ASTO positif.
II.9 Diagnosis
Seperti telah dijelaskan maka diagnosis JRA dibuat semata-mata secara
klinis. Walaupun beberapa pemeriksaan imunologik tertentu dapat

menyokong harus tetap diingat bahwa tidak ada pemeriksaan


laboratorium yang spesifik untuk diagnosis ARJ.9
Klinis
Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi
pada umur 1-3 tahun. Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan
utama pada awal penyakit. Gejala klinis yang menyokong kecurigaan
kearah ARJ yaitu kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid,
demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul
rematoid, tenosinovitis.9
Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut AMERICAN
COLLEGE OF RHEUMATOLOGY (ACR) 9: (1)Usia penderita kurang
dari 16 tahun, (2) Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai
pembengkakan/efusi sendi atau terdapat 2/lebih gejala : kekakuan
sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik), (3) Lama
sakit lebih dari 6 minggu, (4) Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan
terdiri dari : (1) Poliartritis (5 sendi ata lebih), (2)Oligoartritis (4 sendi
atau lebih), (3) Penyakit sistemik dengan artritis atau demam intermiten,
(5) Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan, walaupun tidak ada
yang patognomonik namun gejala klinis yang menyokong kecurigaan ke
arah ARJ yaitu kaku sendi pada pagi hari, ruam reumatoid, demam
intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul
reumatoid, tenosinovitis
II.10 Penatalaksanaan1,7,9,6
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah
mengendalikan gejala klinis, mencegah deformitas, meningkatkan
kualitas hidup. Garis besar pengobatan Meliputi : (1) Program dasar
yaitu pemberian : Asam asetil salisilat; Keseimbangan aktifitas dan
istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga dan penderita;
Keterlibatan sekolah dan lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non steroid
yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3). Obat steroid intra-artikuler;
(4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan
rekonstruksi.9
Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan

pengobatan adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot


serta rentang gerakan (range of motion), mengatasi komplikasi sistemik,
memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan yang normal. Karena itu
pengobatan dilakukan secara terpadu untuk mengontrol manifestasi
klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter anak, ahli
fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, dan bila perlu konsultasi pada
ahli bedah dan psikiatri.9
Tujuan pengobatan ARJ ini tidak hanya sekedar mengatasi nyeri.
Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi rasa nyeri, yaitu
mencegah erosi lebih lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang
permanen, dan mencegah kecacatan sendi permanen. Modalitas terapi
yang digunakan adalah farmakologi maupun non farmakologi. Selain
obat-obatan, nutrisi juga tak kalah penting. Beberapa terapi yang dapat
diberikan7,1,9:
Mengontrol Nyeri
Pengelolaan nyeri pada anak tidak mudah, masalahnya sangat
kompleks, karena pada umumnya anak-anak belum dapat
mengutarakan nyeri. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) Obat antiinflamasi nonsteroid digunakan pada sebagian besar anak dalam terapi
inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik, analgesik dan
antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada anak.
Obat ini menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar anak
dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respons baik
terhadap pengobatan AINS tanpa memerlukan tambahan obat lini
kedua.9Efek samping yang sering dijumpai antara lain anoreksi, nyeri
perut, gangguan fungsi hati, ginjal dan gastrointestinal. Adanya
peningkatan SGOT dan SGPT maka dianjurkan evaluasi hati dilakukan
secara teratur setiap 3-6 bulan sekali.7
Macam OAINS yang sering digunakan7,9: (1) Penggunaan aspirin
sebagai pilihan obat telah digantikan dengan AINS karena adanya
peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai dengan
transaminasemia. Dengan adanya AINS yang menghambat siklus
siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan AINS
lebih dipilih daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi

trombosit, sehingga dapat digunakan pada pasien yang mempunyai


masalah perdarahan. Namun demikian, aspirin masih mampu menekan
demam dan aspek inflamasi lainnya dan terbukti aman dalam
penggunaan jangka panjang. Dosis yang biasa dipakai adalah 75-90
mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian, diberikan bersama dengan
makanan untuk mencegah iritasi lambung. Dosis tinggi biasanya untuk
anak yang beratnya kurang dari 25 kg sedangkan untuk anak yang lebih
besar diberikan dosis lebih rendah. Aspirin diberikan terus sampai 1 atau
2 tahun setelah gejala klinis menghilang.
Aspirin 75-90 mg/Kg/hari. Dosis yang diberikan dapat lebih tinggi pada
anak yang lebih dewasa. (2) Tolmetin 25 mg/Kg/hari dibagi dalam 4
dosis, (3) Naproksen 15 mg/Kg/ hari dibagi dalam 2 dosis, bersama
makanan. Dapat timbul efek samping berupa ketidaknyamanan
epigastrik dan pseudoporfiria kutaneus yang ditandai dengan erupi
bulosa pada wajah, tangan dan meninggalkan jaringan parut. (4)
Ibuprofen 35 mg/Kg/ hari dibagi 4 dosis, (4) Diklofenak 2-3 mg/Kg/hari
terbagi dalam 2 dosis.
DMARD (Disease Modifying Antirheumatic Drugs)
Digunakan untuk menekan inflamasi dan erosi lebih lanjut: (1)
Hidroksiklorokuin: 4-6 mg/Kg/hari, maksimal 300 mg/hari. Mermpunyai
imunomodilator dan menghambat enzim kolagenase. Efek samping
yang sering dilaporkan adalah toksik pada retina sehingga dianjurkan
evaluasi retina setiap 6 bulan. Efek samping lainnya urtikaria, iritasi
saluran cerna, dan supresi sum-sum tulang. Angka kesembuhan
berkisar antara 15 75%, (2) Preparat emas oral maupun intramuscular
dosis 5mg/minggu. Dosis dapat ditingkatkan 0,75 1mg/Kg/minggu.
Efek sampingnya adalah supresi sum-sum tulang dan ginjal, (3) Obatobat sitotoksik: Sulfasalazin dilaporkan efektif untuk mengontrol ARJ.
Dosis yang dianjurkan 50mg/Kg/hari sampai. Tidak dianjurkan untuk
anak yang sensitive sulfasalazin, Metotreksat (MTX): Dosis 10
mg/m2luas permukaan tubuh/ minggu. MTX aman digunakan jangka
panjang. Saat ini MTX lebih banyak dipilih oleh rematologis oleh karena
efek sampingnya lebih ringan dan respon yang sangat tinggi. Efek
samping MTX yang tersering yaitu oral ulcer, gangguan gastrointestinal,
supresi sumsum tulang, gangguan fungsi hati. Dilaporkan kejadiannya

sangat tinggi, hal ini dapat dikurangi dengan cara mengurangi konsumsi
alcohol dan mengurangi obat-obatan hepatotoksik. (4) Glukokortikoid,
baik untuk mengontrol gejala sistemik arthritis, perikarditis, dan demam.
Dosis yang dipakai 0,5-2mg/kg/hari. Dosis tinggi hanya digunakan pada
kasus-kasus yang berat. Injeksi intra- artikular bermanfaat untuk arthritis
yang tidak terlalu banyak menyerang sendi. Pada kasus dengan uveitis
anterior biasanya diberikan topikal. Bila berat dapat diberikan peroral
dengan dosis 30 mg/Kg/hari selama 3 hari berturut-turut, pada kasus
tertentu membutuhkan imunosupresan, efek samping kortikosteroid,
infeksi varisela.
Biologic Response Modifiers9
Pendekatan terapi terbaru menggunakan etanercept sebagai agen
biologik yang berfungsi sebagai penghambat Tumor Necrosis
Factor(TNF), sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin yang
berperan dalam proses inflamasi. Etanercept akan terikat pada
komponen Fc imunoglobulin dan efektif dalam mengontrol poliartritis
yang tidak memberikan respon dengan terapi konvensional ataupun
imunosupresan. Sebelum diberikan terapi, data dasar laboratorium
(darah perifer, LED, CRP, urinalisis) harus diambil dan uji tuberkulin kulit
dengan PPD (purified protein derivative) menunjukkan hasil negatif.
Dosis yang digunakan untuk anak usia 4-17 tahun yaitu 0,4 mg/kgBB
subkutan 2 kali dalam seminggu, minimal dengan jangka waktu terpisah
72-96 jam (maksimum 25 mg/dosis). Obat sebelumnya, baik AINS atau
metotreksat tetap dilanjutkan. Sedangkan untuk usia 17 tahun keatas
diberikan dengan dosis dewasa, yaitu diberikan bersamaan dengan
metotreksat dalam infus intravena 3 mg/kgBB pada minggu 0, 2, 6 dan
setelah itu setiap 8 minggu untuk pemeliharaan. Pilihan lain adalah
pemberian dosis tunggal etanercept setiap minggu untuk dosis 25 mg
atau kurang pada pasien baru atau usia 4-17 tahun. Apabila dosis
mingguan melebihi 25 mg, maka digunakan dua lokasi suntikan
subkutan. Obat ini tidak boleh digunakan pada anak dengan infeksi atau
riwayat infeksi rekuren.
Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIG) dalam mengatasi onset
poliartritis dan sistemik belum menunjukkan hasil klinis yang konsisten.
Pada sebuah studi, penggunaan IVIG pada onset sistemik tidak

memberi banyak manfaat dibanding plasebo, sedangkan pada


poliartritis, dapat diberikan dalam dosis 1,5-2 mg/kgBB, 2x/bulan dalam
2 bulan pertama kemudian 1x/bulan untuk 6 bulan selanjutnya (dosis
maksimum 100 gr). Beberapa studi juga melaporkan siklosporin untuk
mengatasi artritis kronik dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2
dosis, terpisah dalam 12 jam.
Fisioterapi
Banyak manfaat yang dapat diberikan oleh fisioterapi, antara lain:
mengontrol nyeri, dengan cara pemasangan bidai, terapi panas dingin,
hidroterapi dan TENS. Selain dapat membantu mengurangi nyeri,
fisioterapi berguna bagi anak-anak untuk melakukan peregangan otot
yang dapat berguna memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif sangat
diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Latihan aktif,
dengan atau tanpa beban sangat membantu menambah massa otot.
Fisioterapi juga berguna mempertahankan fungsi gerak sendi serta
mempertahankan pertumbuhan normal.
Pengelolaan nutrisi
Anak-anak dengan inflamasi kronis mempunyai resiko untuk terjadi
malnutrisi oleh karena menahan sakit yang menyebabkan nafsu makan
menurun. Dengan demikian jumlah kalori yang didapat berkurang.
Selain faktor tersebut, efek samping obat-obatan juga mempengaruhi
penurunan nafsu makan . Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu
makan antara lain OAINS, klorokuin. Penyebab lain penurunan nafsu
makan adalah adanya keradangan pada temporo mandibula.
Penanganan diet pada anak sangatlah kompleks. Vitamin, zat besi, dan
kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, dan sebaiknya
ditambahkan pada diet. Oleh karena pemakaian steroid jangka panjang,
maka diperlukan vitamin D 400IU dan kalsium 400mg sedangkan
kalsium 800mg digunakan pada anak lebih dari 10 tahun.
II. Komplikasi9
Komplikasi ARJ terpenting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan akibat penutupan epifisis dini seperti yang sering terjadi
pada mandibula, metakarpal, dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi
lain dapat pula terjadi seperti angkilosis, luksasi, atau fraktur. Komplikasi

ini biasanya berhubungan dengan berat dan lamanya sakit, tetapi dapat
pula akibat efek pengobatan steroid. Adanya nyeri abdomen yang
berhubungan dengan ulkus atau gastritis, hepatotoksik atau nefrotoksik
menandakan perlunya pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang dapat
juga terjadi vaskulitis atau ensefalitis pada ARJ. Amiloidosis sekunder
jarang terjadi, tetapi dapat memberikan akibat lanjut yang berat sampai
gagal ginjal.
Selain komplikasi di atas, artritis tipe onset sistemik mempunyai
komplikasi berupa anemia hemolitik dan perikarditis. Oligoartritis
mempunyai komplikasi uveitis yang sering asimtomatik. Komplikasi
lainnya yang cukup penting adalah masalah psikologi anak akibat
penyakit ini, seperti depresi, ansietas dan masalah di sekolah.
Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder
dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.
Uveitis merupakan penyakit peradangan pada mata,merupakan
keadaan serius dari ocular yang secara spesifik mengenai satu atau
lebih dari tiga bagian yang membentuk uvea. Iris, badan siliar, choroid,.
Keadaan ini diperkirakan 10-15% menjadi penyebab dari kebutaan di
Negara berkembang. Dapat mengenai kedua mata, dapat berhubungan
dengan ifeksi atau penyakit sisitemik, uveitis adalah penyakit yang bisa
ditangani, meskipun apabila kejadiannya meninggalkan sisa, atau
episode pengulangan dari peradangan, ini dapat mengenai jaringan dan
kebutaan.
II.12 Prognosis7
Perjalanan penyakit ARJ berkembang dengan variasi yang sangat
banyak tergantung umur saat onset penyakit serta tipe dari ARJ pada
tipe sistremik arthritis dengan demam tinggi, membutuhkan steroid dosis
tinggi, dan trombositosis menunjukkan prognosis yang jelek, hanya 25%
tipe poliartikular remisi dalam 5 tahun dan 2/3 pasien ARJ mengalami
erosi sendi.
Beberapa faktor merupakan indikator prognosis buruk: (1) tipe sistemik
yang aktif pada 6 bulan pertama, (2) Poliartritis, (3) Perempuan, (4)
Faktor rheumatoid positif, (5) Kaku sendi yang persisten, (6)

Tenosinovitis, (7) Nodul Subkutan, (8) Tes ANA +, (9) Artritis pada jari
tangan dan kaki pada awal penyakit, (10) erosi yang progresif, (11)
Pausiartikuler tipe eksten
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/09/juvenile-rheumatoidarthritis_01.html#ixzz2jv1xmffW
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Penyakit Rematik Sendi: Rheumatoid Arthritis (RA)


By DokterCare Team June 10, 2012 Post a comment
Filed Under American Reumatism Association ( ARA ), Carpal Tunnel
Syndrome, cek up kesehatan, Definisi Tanda Gejala Pemeriksaan
Penanganan Komplikasi Rheumatoid Arthritis (RA), Gangguan jantung
Gangguan paru, latihan peregangan sendi, macam arthritis (radang
sendi) arthritis gout (Radang karena asam urat tinggi) rheumatoid
arthritis osteoarthritis (OA), Osteoporosis, penyakit autoimun, Penyakit
Rematik Sendi: Rheumatoid Arthritis (RA), perlindungan sendi,
reumatoid artritis, sakit asam urat, sendi bengkak sakit nyeri pegal linu
susah gerak di pagi hari
Dok, apakah saya sakit rematik? Soalnya sendi-sendi kaki dan tangan
saya sering linu? Terus bentuk jari-jari tangan saya ini kok benjol-benjol
apakah karena rematik? padahal tiap cek up kesehatan, asam urat saya
selalu normal..
Pertanyaan diatas adalah pertanyaan yang sering ditanyakan pasien,
ketika mereka periksa kepada Saya..
Rematik dalam bahasa medis disebut arthritis atau radang sendi.
Sedangkan arthritis sendiri terbagi menjadi 3 : arthritis gout (Radang
sendi karena asam urat tinggi), rheumatoid arthritis, dan osteoarthritis
(OA)..

Definisi Rheumatoid Arthritis

suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan


kaki) secara simetris kanan kiri mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
pada bagian dalam sendi..

Tanda dan Gejala Rheumatoid Arthritis (RA)


Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :

Nyeri persendian

persendian Bengkak

Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi


hari

Terbatasnya pergerakan sendi sehingga mengganggu gerak sendi

Sendi-sendi terasa panas

Demam (pireksia)

Anemia (pucat)

Berat badan menurun

Kekuatan berkurang

Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

Perubahan ukuran pada sendi (lebih besar dari ukuran normal)

yang tergolong Artritis rematoid menurut American Reumatism


Association ( ARA ) adalah bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu, Kriteria-kriteria tersebut adalah :
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness )
2. Nyeri saat menggerakan sendi atau nyeri sendi saat ditekan

sekurang-kurangnya pada satu sendi


3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi
cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurangkurangnya selama 6 minggu
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain
5. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris di kedua tangan kanan
dan kiri
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor
(punggung tangan)
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid +
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. gambaran histologik yang khas pada nodul
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
Gerakan sendi (tangan dan kaki) menjadi terbatas
Adanya nyeri tekan pada sendi
Pembengkakan bertambah
Penurunan kekuatan gerak
Depresi
Pemeriksaan Rheumatoid Arthritis (RA)
Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasi (perubahan bentuk). Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h)
Ada beragam pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi Rheumatoid
Artritis, silakan menghubungi dokter Anda..

Penanganan Rheumatoid Arthritis (RA)


Tujuan utama dalam menangani penyakit ini adalah mengurangi
peradangan sendi dan nyeri, memaksimalkan fungsi sendi, dan
mencegah kerusakan dan cacat sendi. Bila ada yang menderita penyakit
ini, segera periksakan ke dr. penyakit dalam Konsultan Rheumatology
atau ke dr. orthopedi. Penanganan sedini mungkin secara medis sangat
penting dalam keberhasilan terapi. Penanganan secara holistik bisa
memperbaiki fungsi , menghentikan kerusakan sendi yang bisa diketahui
melalui Sinar X, dan mencegah ketidakmampuan kerja akibat penyakit
ini. Penanganan optimal adalah melibatkan kombinasi dari obat,
istirahat, latihan peregangan sendi, perlindungan sendi, dan edukasi
pasien serta keluarga..

Komplikasi Rheumatoid Arthritis (RA)


terjadinya penyakit Rheumatoid Arthritis akan meningkatkan resiko
timbulnya berbagai komplikasi seperti :
Osteoporosis
Carpal Tunnel Syndrome
Gangguan jantung
Gangguan paru

Anda mungkin juga menyukai