2. Osteoarthritis
Sekelompok penyakit yang overlap dengan penyakit-penyakit yang lain
tapi menimbulkan gejala yang sama. Proses penyakitnya mengenai
seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan
jaringan synovial. Penyakit ini bersifat multifaktorial. Pada pasien
osteoarthritis biasanya datang ke dokter dengan keluhan nyeri. Nyeri
biasanya bertambah dengan adanya sedikit gerakan, dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Nyeri pada OA juga dapat berupa
penjalaran akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal.
Pada pasien OA juga terdapat kaku sensi setelah imobilitas, seperti
duduk atau menyetir terlalu lama atau sesudah bangun tidur. Kemudian
juga terdapat krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit. Juga
terdapat pembesaran sendi (terutama di lutut dan tangan) secara
perlahan, selain itu juga seringkali diikuti perubahan gaya berjalan.
Pada gambaran radiologis biasanya didapati penyempitan celah sendi
yang asimetris, peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral, kista
tulang, osteofut pada pinggir sendi, dan perubahan struktur anatomi
sendi.
Sedang pada pemeriksaan darah tepi hemoglobin, leukosit dan laju
endap darah berada pada batas normal.
3. Gout Arthritis
Merupakan sekelompok penyakit sebagai akibat deposit Kristal
monosodium urat di jaringan. Deposit ini berasal dari cairan ekstra
seluler yang telah mengalami supersarurasi dari hasil metabolism purin,
yaitu asam urat. Manifestasinya terdapat arthritis gout akut dan arthritis
gout menahun. Arthritis gout akut timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa gejala apa-apa, namun ketika bangun
merasakan nyeri yang sangat hebat bahkan tidak bisa berjalan.
Biasanya bersifat monoartikuler dan menimbulkan manifestasi berupa
bengkak, nyeri, hangat, merah disertai gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan merasa lelah.
Sedangkan arthritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak
dan terdapat poliartikular.
Dengan memperhatikan gejala yang dikeluhkan pasien, hasil
II.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadi karena
respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di
lingkungan. Peran imunogenetik diduga sangat kuat mempengaruhi.7
II. 3 Epidemiologi
ARJ merupakan arthritis yang lebih sering dijumpai pada anak-anak,
insidennya dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya. Dengan
perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17% berkembang menjadi arthritis
kronik, 20% dengan gangguan mata. Dari hasil penelitian dilaporkan
bahwa pasien ARJ yang berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami
kecacatan. Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 1-2/100.000/tahun dan
Minnesota 35/100.000/tahun.
ARJ banyak menyerang anak-anak dengan tingkat umur terbanyak
sekitar 4-5 tahun. Perempuan lebih banyak dengan perbandingan 3:1.
Faktor suku diduga kuat sangat terkait pada ARJ. Suku Afrika dibanding
lain. Lonjakan demam sering disertai oleh ruam macular berwarna salem
yang cepat menghilang, terutama timbul dibadan dan sebelah dalam
paha. Tiap-tiap macula tidak kembali muncul di tempat yang sama pada
lonjakan demam berikutnya. Ruam sering memperlihatkan fenomena
koebner , yaitu kemampuan memicu timbulnya lesi dengan menggososk
kulit secara lembut.1
Anak-anak ini sering kehilangan nafsu makan. Apabila anak cukup
besar, mereka sering mengeluh artralgia dan/ mialgia yang parah
(Rudolf) Gejala lainnya berupa kelelahan, iritatif, nyeri otot dan
hepatosplenomegali. Beberapa pasien didapatkan serositis atau
perikarditis. Pada kasus ditemukan limpadenopati yang secara
patologi anatomi hanya didapatkan gambaran hiperplasi. Artritis
mungkin dapat terus berlangsung beberapa minggu atau bulan,
sehingga diagnosis sangat sulit.Sendi yang sering terkena adalah lutut
dan pergelangan kaki. Temporomandibula dan jari-jari tangan dapat
terkena tetapi jarang. Gambaran laboratoriknya menunjukkan
leukositosis dengan jumlah leukosit diatas 20.000nm3, anemia non
hemolitik yang berat. LED yang meningkat, tes ANA negatif dan kadar
feritin yang tinggi. Jumlah trombosit meningkat, seringkali tipe ini dengan
komplikasi KID. Gejala ini biasanya membaik setelah satu tahun,
sedangkan 50% pasien jatuh ke kronik arthritis dan 25% dengan
gambaran erosi pada sendinya, komplikasi lainnya yaitu karditis,
hepatitis, anemia, infeksi dan sepsis. Diagnosis bandingnya leukemia
atau sepsis.7
Demam tinggi mungkin berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul
temuan sendi yang obyektif. Pada sebagian anak gejala sistemik akan
berkurang secara perlahan sementara mereka terus mengalami penyakit
sendi poliartikular. Yang lain mengalami serangan demam, ruam, dan
keluhan sendi secara intermitten sepanjang masa kanak-kanak dan
bahkan sampai masa dewasa, tetapi diantara serangan mereka
mungkin terdapat massa normal.
Informasi lain yang perlu diperhatikan pada arthritis tipe ini adalah,
pemeriksaan darah dilakukan beberapa minggu dan bulan awal penyakit
untuk menilai perkembangan anak. Pada beberapa anak gejala sistemik
dari penyakit dan demam, dapat terlihat jelas setelah beberapa minggu
hingga bulan diawal penyakit, meskipun gejala-gejala arthritis yang
terkait sendi dapat dirasakan untuk waktu yang lebih lama. Onset ARJ
sistemik dapat hilang dalam setahun pada beberapa anak yang
terdiagnosis. Kekambuhan dapat terjadi tanpa peringatan sebelumnya,
atau setelah infeksi virus (contoh, cacar). Kebanyakan anak dengan ARJ
tipe sistemik dapat diobati dengan obat-obatan dalam sebulan hingga
setahun, untuk mengontrol perkembangan dari keduanya baik arthritis
maupun gejala-gejala sistemik seperti demam, ruam, anemia, dll. Uveitis
atau peradangan mata, jarang terjadi pada ARJ tipe sistemik, sehingga
mata mereka hanya perlu di periksa setahun sekali.4
Oligoartritis / Pausi-artikuler
Bentuk penykit yang paling sering terjadi pada ARJ, Diartikan sedikit
sendi, pauciarticular mengenai 4 sendi atau kurang. Sekitar 50% persen
dari anak-anak dengan ARJ tergolong dalam tipe ini. , lebih sering
mengenai satu sisi sendi dibandingkan kedua sisi sendi pada saat yang
bersamaan, tetapi sering pada dua, tiga, sampai 4 sendi dalam 6 bulan
berikutnya. Sering ditemukan mengenai sendi besar, paling banyak
mengenai lutut, pergelangan kaki, siku. Jarang terjadi pada sendi-sendi
kecil, jemari tangan, sendi ibu jari. Sebanyak 40 70% mempunyai tes
ANA positif, lebih sering pada anak perempuan dengan umur 1-3 tahun.
Dan sering dengan komplikasi uveitis kronik., unilateral atau bilateral.
Dari beberapa kasus merupakan kelompok arthritis psoriatic atau
ankilosing spondilitis. Sendi yang sering terserang adalah lutut,
pergelangan kaki, siku dan jari-jari tangan.Pada laki-laki lebih sering
terkait spondilitis ankilosing dengan HLA B27 positif.7,2
Dikelompokkan dua yaitu persisiten dan eksten, persisiten ditandai
dengan arthritis yang tidak bertambah meskipun telah lebih 6 bulan.
Sedangkan kelompok eksten artritisnya semakin meluas setelah 6
bulan. Angka mortalitasnya rendah dengan komplikasi yang tersering
kerusakan artikuler maupun periartikuler dan uveitis kronis.(ipd)
Sejumlah kecil anak yang menderita penyakit ini (8%) akan mengalami
bentuk poliartikular dengan prognosis serupa ARJ poliartikular.Namun
sebagian lagi menunjukkan kinerja yang baik dalam kaitanyya dengan
fungsi sendi.7
Dibagi juiga menjadi dua tipe , tipe pertama mengenai anak perempuan
dengan umur dibawah 7 tahun. Beberapa anak dengan tipe ini juga
disertai peradangan mata (iridocyclitis kronis atau uveitis kronis). Anakanak ini harus di tes ANA (antinuclear antibody). Dari sini dapat
diketahui, apakah anak tersebut memiliki resiko tinggi terkena uveitis.
Hasil positif ANA mengindikasikan resiko tinggi terkena peradangan
mata. Yang perlu diperhatikan, mata dalam kondisi tenang, artinya
kerusakan mungkin tidak nampak pada anak.2
Tipe kedua dari pauciarticular biasa mengenai anak lelaki diatas 8
tahun. Sendi-sendi yang sering terkena pada tipe ini adalah: sendi
sakroiliaka, lutut, pergelangan kaki, tendon. Anak-anak yang
terdiagnosis dengan pauciarticular ARJ dan memiliki hasil positif ANA
dan usianya dibawah 7 tahun, memiliki resiko besar untuk terkena
uveitis kronis.Mata mereka harus diperiksa setiap 3 bulan,untuk
beberapa tahun.2
Poliartritis7
Insidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerang perempuan,
gambaran artritisnya mirip arthritis rematoid dewasa, lebih banyak
menyerang perempuan umur 12-16 tahun, biasanya disertai gejala
sistemik yang ringan, RF bisa positif maupun negatif. Pasien seronegatif
cenderung berusia lebih muda dan lebih responsif terhadap pemberian
terapi NSAID konvensional. Anak dengan ARJ poliartikular mungkin
memperlihatkan beberapa gambaran sistemik, tetapi lebih ringan
daripada yang tampak pada penyakit awitan sistemik.
Gejala lainnya lemah, demam, penurunan berat badan, dan anemia,
uveitis sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya bersifat simetris, baik
pada sendi kecil maupun besar, tetapi dapat pula diawali dengan arthritis
yang hanya pada beberapa sendidan baru beberapa bulan kemudian
menjadi poliartritis, sendi servikal C1-2 seringkali terkena dan seringkali
menimbulkan subluksasi. Pada kelompok RF positif biasanya pada usia
yang lebih muda ditandai dengan erosi sendi yang hebat, dengan
manifestasi ekstraartikuler jarang., 25% didapatkan tes ANA positif,pada
Pemeriksaan Radiologi7,1
Tidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran erosi,
biasanya hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak,
sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok poliartikular.
Pemeriksaan pencitraan ARJ dilakukan untuk mengetahui seberapa
jauh kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan
radiologik yang terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan
jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan
kelainan yang agak jarang seperti formasi tulang baru periostal. Pada
tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi
tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Angkilosis
dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran
nekrosis aseptik jarang dijumpai pada ARJ walaupun dengan
pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang.
Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi
tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi
jaringan lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan
beberapa gambaran radiologik yang menurut mereka khas untuk ARJ
sistemik, yaitu a) tulang panjang yang memendek, melengkung, dan
melebar, b) metafisis mengembang, dan c) fragmentasi iregular epifisis
pada masa awal sakit yang kemudian secara bertahap bergabung ke
dalam metafisis. Pemeriksaan foto Rontgen tidak sensitif untuk
mendeteksi penyakit tulang atau manifestasi jaringan lunak pada fase
awal. Selain dengan foto Rontgen biasa kelainan tulang dan sendi ARJ
dapat pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi dengan technetium
99m. Pemeriksaan radionuklida ini sensitif namun kurang spesifik.
Skintigrafi menunjukkan keadaan hemodinamik dan aktivitas metabolik
di tulang dan sendi saat pemeriksaan dilakukan, sehingga dapat
menunjukkan inflamasi sendi secara dini. Ultrasonografi merupakan
sarana paling baik untuk mengetahui keadaan cairan intra-artrikular,
terutama pada sendi-sendi yang susah dilakukan pemeriksaan cairan
secara klinis, seperti pinggul dan bahu.
Ultrasonografi juga dapat menilai efusi atau sinovitis dengan menilai
penebalan membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan
sangat tinggi, hal ini dapat dikurangi dengan cara mengurangi konsumsi
alcohol dan mengurangi obat-obatan hepatotoksik. (4) Glukokortikoid,
baik untuk mengontrol gejala sistemik arthritis, perikarditis, dan demam.
Dosis yang dipakai 0,5-2mg/kg/hari. Dosis tinggi hanya digunakan pada
kasus-kasus yang berat. Injeksi intra- artikular bermanfaat untuk arthritis
yang tidak terlalu banyak menyerang sendi. Pada kasus dengan uveitis
anterior biasanya diberikan topikal. Bila berat dapat diberikan peroral
dengan dosis 30 mg/Kg/hari selama 3 hari berturut-turut, pada kasus
tertentu membutuhkan imunosupresan, efek samping kortikosteroid,
infeksi varisela.
Biologic Response Modifiers9
Pendekatan terapi terbaru menggunakan etanercept sebagai agen
biologik yang berfungsi sebagai penghambat Tumor Necrosis
Factor(TNF), sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin yang
berperan dalam proses inflamasi. Etanercept akan terikat pada
komponen Fc imunoglobulin dan efektif dalam mengontrol poliartritis
yang tidak memberikan respon dengan terapi konvensional ataupun
imunosupresan. Sebelum diberikan terapi, data dasar laboratorium
(darah perifer, LED, CRP, urinalisis) harus diambil dan uji tuberkulin kulit
dengan PPD (purified protein derivative) menunjukkan hasil negatif.
Dosis yang digunakan untuk anak usia 4-17 tahun yaitu 0,4 mg/kgBB
subkutan 2 kali dalam seminggu, minimal dengan jangka waktu terpisah
72-96 jam (maksimum 25 mg/dosis). Obat sebelumnya, baik AINS atau
metotreksat tetap dilanjutkan. Sedangkan untuk usia 17 tahun keatas
diberikan dengan dosis dewasa, yaitu diberikan bersamaan dengan
metotreksat dalam infus intravena 3 mg/kgBB pada minggu 0, 2, 6 dan
setelah itu setiap 8 minggu untuk pemeliharaan. Pilihan lain adalah
pemberian dosis tunggal etanercept setiap minggu untuk dosis 25 mg
atau kurang pada pasien baru atau usia 4-17 tahun. Apabila dosis
mingguan melebihi 25 mg, maka digunakan dua lokasi suntikan
subkutan. Obat ini tidak boleh digunakan pada anak dengan infeksi atau
riwayat infeksi rekuren.
Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIG) dalam mengatasi onset
poliartritis dan sistemik belum menunjukkan hasil klinis yang konsisten.
Pada sebuah studi, penggunaan IVIG pada onset sistemik tidak
ini biasanya berhubungan dengan berat dan lamanya sakit, tetapi dapat
pula akibat efek pengobatan steroid. Adanya nyeri abdomen yang
berhubungan dengan ulkus atau gastritis, hepatotoksik atau nefrotoksik
menandakan perlunya pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang dapat
juga terjadi vaskulitis atau ensefalitis pada ARJ. Amiloidosis sekunder
jarang terjadi, tetapi dapat memberikan akibat lanjut yang berat sampai
gagal ginjal.
Selain komplikasi di atas, artritis tipe onset sistemik mempunyai
komplikasi berupa anemia hemolitik dan perikarditis. Oligoartritis
mempunyai komplikasi uveitis yang sering asimtomatik. Komplikasi
lainnya yang cukup penting adalah masalah psikologi anak akibat
penyakit ini, seperti depresi, ansietas dan masalah di sekolah.
Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder
dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.
Uveitis merupakan penyakit peradangan pada mata,merupakan
keadaan serius dari ocular yang secara spesifik mengenai satu atau
lebih dari tiga bagian yang membentuk uvea. Iris, badan siliar, choroid,.
Keadaan ini diperkirakan 10-15% menjadi penyebab dari kebutaan di
Negara berkembang. Dapat mengenai kedua mata, dapat berhubungan
dengan ifeksi atau penyakit sisitemik, uveitis adalah penyakit yang bisa
ditangani, meskipun apabila kejadiannya meninggalkan sisa, atau
episode pengulangan dari peradangan, ini dapat mengenai jaringan dan
kebutaan.
II.12 Prognosis7
Perjalanan penyakit ARJ berkembang dengan variasi yang sangat
banyak tergantung umur saat onset penyakit serta tipe dari ARJ pada
tipe sistremik arthritis dengan demam tinggi, membutuhkan steroid dosis
tinggi, dan trombositosis menunjukkan prognosis yang jelek, hanya 25%
tipe poliartikular remisi dalam 5 tahun dan 2/3 pasien ARJ mengalami
erosi sendi.
Beberapa faktor merupakan indikator prognosis buruk: (1) tipe sistemik
yang aktif pada 6 bulan pertama, (2) Poliartritis, (3) Perempuan, (4)
Faktor rheumatoid positif, (5) Kaku sendi yang persisten, (6)
Tenosinovitis, (7) Nodul Subkutan, (8) Tes ANA +, (9) Artritis pada jari
tangan dan kaki pada awal penyakit, (10) erosi yang progresif, (11)
Pausiartikuler tipe eksten
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/09/juvenile-rheumatoidarthritis_01.html#ixzz2jv1xmffW
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
Nyeri persendian
persendian Bengkak
Demam (pireksia)
Anemia (pucat)
Kekuatan berkurang