Sebuah
kata
yang
cukup
sering
diucapkan
untuk
mengekspresikan ketidakrelaan akan sesuatu. Sesuatu itu bisa
berarti harta, kesempatan atau yang lain. Apa saja. Dan dua kata
itu biasanya kita ucapkan dengan ekspresi yang cukup untuk
menunjukan ke orang lain bahwa ini aku saja yang menikmati,
tidak kamu.
Memang tidak mudah menjadi orang yang pemurah. Yang tidak
terikat oleh kenikmatan-kenikmatan pemuas nafsu. Yang
tidak terikat oleh keinginan-keinginan fana.
Ketika kita dihadapkan oleh sebuah pilihan antara memberi dan
meminta, pasti kebanyakan dari kita akan memilih pilihan yang
kedua. Kenapa? Karna kita ingin seluruh dunia ini kita telan. Kita
ingin seluruh dunia ini menjadi milik kita sehingga ketakutan
-karna tidak mendapat bagian- menjadikan kita kikir memberi
yang enak untuk orang lain. Kita lebih rela memberi yang tidak
enak-enak saja. Yang enak untukku, yang tidak enak untuk orang
lain. Maka ringanlah kata enak saja!! meluncur dari mulut kita.
Terbayang dalam benak seorang kerdil seperti saya, seandainya
dari sekarang mulai belajar mengunci mulut agar tidak lagi
meluncur kata enak saja untuk siapapun dan apapun.
Selanjutnya, belajar tekun memberi yang enak-enak saja untuk
siapapun dan apapun. Semoga dengan cara begitu kita bisa hidup
lebih enak.
"Maksudnya, bahwa Baginda sangat mencintai istri dan anakanak Baginda sendiri. Padahal mereka dapat menjadi fitnah bagi
Baginda. Bukan begitu Baginda?"
Harun Al Rasyid pun hanya bisa geleng-geleng kepala. "Lantas,
kenapa kamu teriak-teriak di pasar? Yang nggak ngerti
omonganmu kan bisa marah."
"Yah, kalau masyarakat marah. Nanti kan Saya dipanggil oleh,
Baginda."
"Kalau Aku sudah memanggil, memang kenapa?"
"Hmmmm....Yah...biar dikasih hadiah, Baginda," ucap Abu Nawas
lirih.
Baginda pun hanya bisa tersenyum simpul. Lalu diberikannya
sekantung uang dinar ke Abu Nawas.