Pendahuluan
Kondisi minyak bumi dan berbagai kondisi yang terjadi dari adanya
pemakaian minyak bumi
o Kondisi keberadaan minyak bumi
Isi
o Pro
o Pro
Kesimpulan
INDONESIA BELUM MAMPU MENJADI NEGARA PENGHASIL
BIODIESEL PADA TAHUN 2030 DARI ASPEK EKONOMI DAN
LINGKUNGAN.
Banyak negara di Amerika, Afrika, dan Asia juga menunjukkan ketertarikan pada
produksi biodiesel. Amerika mengubah kedelai untuk menghasilkan biodiesel hingga 76
juta liter pada tahun 2004. Diprediksikan, USA akan menggunakan 25% biodiesel
kebutuhan dieselnya unntuk 20 tahun ke depan. Pada tahun 2002, Brazil menargetkan
penggunaan biodiesel pada tahun 2007, 2013, dan 2020 masing-masing sebesar 2%, 5%,
dan 20% untuk campuran bahan bakar kendaraan. Implementasi dari target ini
membutuhkan produksi sebesar masing-masing 800 ML/tahun, 2000 ML/tahun, dan
12000 ML/tahun. Kolombia memperkenalkan kebutuhan 5% biodiesel pada campuran
bahan bakar trasnportasidari September 2005. Hal ini meningkatkan pertumbuhan
investasi biodiesel di Kolombia. Pada April 2006, Argentina menyetujui Pakta Biofuel
yang mengusungkan kebutuhan 5% biodiesel dalam derivat minyak bumi pada awal
Januari 2010. Kebutuhan produksi minimum tahunan yang harus terpenuhi hingga
600000 ton biodiesel. Thailand dipertimbangkan akan menjadi pendatang baru yang
sukses memasuki pasar biofuel yang menargetkan campuran biodiesel pada campuran
bahan bakar transportasi, perencanaan investasi dan instalasi biofuel, dan implementasi
skema dari Special Purpose Vehicle (SPV) atau kendaraan khusus untuk meningkatkan
investasi lokal. Beberapa negara penghasil kelapa sawit dan kelapa termasuk Malaysia,
Indonesia, dan Filipina berencana untuk meningkatkan skala produksi biodiesel di Asia.
Di Indonesia, sumber suplai utama untuk produksi biodiesel berupa minyak kelapa sawit
dan J. Curcas. Sektor kelapa sawit pertama kali dibangun oleh Franco-Belgian
Corporation SOCFIN in 1911 di Sumatera Utara (Wakker dalam Rahmadi, 2003).
Indonesia digadang-gadang sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia,
terhitung dari setengah produksi dunia. Produksi minyak kelapa sawit indonesia
mengalahkan Malaysia pada tahun 2006 mengingat ekspansi yang cepat dari luas wilayah
penanaman kelapa sawit (Kharina, 2016). Produksi biodiesel dari sumber-sumber ini
berpotensi menjadi industri yang signifikan di Indonesia. Crude Palm Oil (CPO)
merupakan salah satu penyuplai biodiesel paling umum dengan produksi yang diestimasi
sebesr 32 juta MT. Walaupun produksi CPO diperkirakan akan terus bertumbuh, suplai
jangka pendek akan menjadi hambatan mengingat musim panas berkeppanjangan pada
tahun 2015. Produksi kapasitas biodiesel Indonesia terus bertumbuh. Setidaknya terdapat
dua pemurnian pada tahun 2015/2016 dengan total kapasitas produksi sebesar 877 juta
liter, terdapat 340 milar liter pemurnian diharapkan dihasilkan pada tahun 2016/2017.
CPO dan Crude J.curcas Oil (CJCO) menyediakan indonesia dengan sumber non-minyak
bumi terbesar dan diperkirakan akan meningkat di masa depan. Indonesia sedang berada
pada posisi yang kuat untuk mengembangkan CJCO lebih jauh dan lebih besar serta
memberikan keuntungan lebih bagi industri biodiesel. Indoenesia memiliki potensi yang
sangat besar sebagai pemain utama di dunia, hal ini dapat saja tercapai seandainya diikuti
oleh adanya usaha penginstalasian alat untuk produksi biodiesel. Kombinasi atas kekyaan
alam, orang-orang cerdas dan berdedikasi meningkatkan teknologi biodiesel mampu
membentuk Indonesia sebagai pemain utama biodiesel di dunia
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 520000 ton biodiesel
diproduksi pada tahun 2007, hal ini sebanding dengan 590000 kL. Berdasarkan proyeksi
pencapaian 2,41 juta kL pada tahun 2010, Indonesia sudah mencapai 24,4% dari
targetnya. Pada tahun 2010, Indonesia menargetkan penggunaan biodiesel sebesar 10%
dari total penggunaan solar untuk transportasi sedangkan pada sektor industri,
penggunaan energi terbarukan yang dicampur diperbolehkan melebihi 10%.
Peningkatan popularitas biofuel, terutama biodiesel bukannya tanpa alasan. Energi
sebagai materi fundamental pada kualitas hidup, menjadi roda utama bergeraknya sektor
ekonomi modern. Pentingnya pemenuhan kebutuhan energi berkelanjutan yang
meningkat menjadi tantangan di abad ke-21. Indonesia sebagai negara ke-4 dengan
dan pupuk (Outlook Energi Indonesia, 2014) Pertumbuhan ini pun diiringi dengan
penyediaan produksi listrik. Berdasarkaan Outlook Energi Indonesia 2014, pertumbuhan
kebutuhan tersebut akan diiringi dengan penyediaan produksi yang ikut meningkat
sebesar 2,2 % per tahun. Sedangkan, kebutuhan listrik sektor transportasi pada tahun
2035 akan meningkat dua kali lipat menjadi 734 TWh atau 3,9 % per tahun (IEO, 2014)
Peningkatan kebutuhan energi dalam bidang transportasi tidak hanya dalam bentuk listrik.
Pengoperasian kendaraan membutuhkan bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin
kendaraan, sehingga permintaan terhadap transportasi untuk memenuhi kebutuhan
mobilitas manusia dapat terpenuhi. Demand terhadap transportasi dimulai dari peradaban
dahulu dimana internal combustion engine (ICE) yang berbahan bakar gas dan diesel
menjadi penggerak kendaraan paling baik hingga masa kini. Sekian abad berlalu untuk
meningkatkan internal combustion engine (ICE) yang berbahan bakar gas dan diesel
sebagai mesin dari 250 juta mobil dan truk yang berada di Amerika Serikat Penggunaan
ICE mengubah dunia, bagaimana orang-orang dan barang ditransportasikan,
memudahkan pekerjaan di rumah, kebun, dan industri menjadi lebih efektif. Transportasi
yang berfungsi sebagai pengangkut penumpang dan barang kebutuhan manusia dari satu
tempat ke tempat lain pun memiliki hubungan dengan tingkatan jumlah populasi serta
kegiatan ekonomi. Jumlah penduduk yang semakin besar meningkatkan demand terhadap
jumlah moda transportasi sebagai alat mobilitas. Peningkatan jumlah penduduk
meningkatkan berbagai jenis aktivitas perekonomian, aktivitas semakin padat menuntut
penambahan jumlah angkutan. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dari
Asal Tujuan Transportasi Nasional tahun 2001, moda angkutan yang masih mendominasi
merupakan moda jalan dengan jumlah 2,5 juta ton/tahun atau sekitar 90,34% dengan
pertumbuhan angkutan barang sekitar 4,7% per tahun hingga tahun 2009 mencapai 3,5
juta ton/tahun. Pergerakan penumpang juga menunjukkan gejala yang demikian. Jumlah
produksi perjalanan di Indonesia mencapai 3,8 milyar pada tahun 2001 dengan jumlah
peningkatan tiap tahunnya sebesar 3,8%. Peningkatan terjadi dari tahun 1998 dengan
jumlah penumpang moda jalan sebesar 279,4 juta penumpang/tahun menjadi 462 juta
penumpang/tahun di tahun 2009. Jumlah ppeningkatan ini berbanding lurus pula dengan
peningkatan kondumsi bahan bakar yang digunakan pada tiap moda transportasi.
Transportasi manusia dan barang membutuhkan sekitar 25% dari total konsumsi energi
dunia. Transportasi penumpang merupakan salah satu komponen dari transportasi yang
mengonsumsi energi dalam jumlah terbesar dengan penggunan kendaraan baik pribadi
maupun umum, bahkan mobilitas penumpang memakan energi lebih besar dibandingkan
kendaraan pengangkut besar seperti truk dan kereta. Total persentase penggunaan bahan
bakar pada sektor transportasi diperkirakan mencapai 20,4% kebutuhan total pada tahun
2030. Menurut Tamin, 2011, dari data Konsumsi Energi, Direktorat Jenderal Energi
Terbarukan, BBM yang dikonsumsi untuk transportasi dan kegiatan rumah tangga
Indonesia di tahun 2007 mencapai 70% dengan konsumsi transportasi sebesar 56% dari
total kebutuhan energi dengan konsumsi terbesar berasal dari sektor industri dengan besar
48% (Sililtonga, 2011).
Kebutuhan manusia dalam berpindah tempat, logistik kebutuhan manusia serta beragam
aktivitas manusia, yang berkaitan dengan transportasi dan kegiatan produktif lainnya
sangat bertumpu pada bahan bakar, penggerak roda kehidupan. Bahan bakar yang
umumnya bersumber dari sisa-sisa fosil tersebut dapat berupa minyak bumi dan batu
bara. Dahulu, bahan bakar yang pertama kali ditemukan dalam bentuk biofuel, beberapa
lama kemudian tergantikan oleh penggunaan bahan bakar fosil karena dianggap lebih
murah, mudah dieksplorasi, dan memiliki tingkat availabilitas yang lebih tinggi. Oleh
karena itu, Indonesia bahkan dunia masih sangat bergantung pada kedua sumber daya ini
walaupun sudah ditermukan berbagai sumber daya lain. Batu bara merupakan salah satu
sumber energi terbesar yang akan terus mendukung menghasilkan tenaga listrik bagi
Indonesia. Cadangan energi batu bara di Indonesia cukup besar yaitu sebesar 104,8 miliar
ton, yang 70% nya merupakan batubara mengandung ter dan 30% nya merupakan batu
bara berkualitas rendah. 40% batubara di Indonesia sudah tereksplorasi melalui tambang
yang sudah ada dan tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Cadangan batu bara Indonesia
diprediksi dapat bertahan hingga 80 tahun ke depan temasuk dalam memberikan suplai
bagi listrik Indonesia.
Pengolahan minyak bumi di Indonesia sendiri dilaksanakan oleh pihak Pertamina dengan
menggunakan 8 kilang minyak yang juga dimiliki oleh Pertamina. Produksi kilang
tersebut mencapai 1,6 juta bpd dengan 74% laju penggunaan (ADB, 2014). Pertamina
berencana untuk memperbesar kapasitas kilangnya dalam rangka meningkatkan hasil
lapangan, namun rencana ini ditunda oleh keraguan investor terhadap keuntungannya.
Indonesia berencana mengajak kerja sama Kuwait Petroleum dan Saudi Aramco dalam
usaha memperkuat hasil kilang hingga didapatkan hasil kilang tambahan sebesar 600.000
bpd. Indonesia juga turut bergagung dalam perjanjian antara Iraq dengan Thailand untuk
membangun kilang terbaru dalam beberapa dekade ke depan.
Namun
nyatanya,
kondisi
perminyakan Indonesia sudah berada
pada titik kritis. Menurut data ASEAN
Development Bank, 2014, konsumsi
minyak di Indonesia sudah melebih
kemampuan
Indonesia
dalam
memproduksi
minyak
bumi.
Pertumbuhan kebutuhan tidak lagi
sesuai dan berbanding terbalik
dengan hasil produksi.
Ketimpangan jumlah antara bahan bakar fosil dan energi terbarukan ini mengindikaasikan
bahwa penggunaan energi-energi terbarukan di Indonesia yang berpotensi besar tidak
dikelola dengan maksimal. Sedangkan, bahan bakar fosil memiliki cadangan yang
terbatas. Peneliti dan berbagai perusahaan dunia berusaha menemukan subtitusi energi
melalui pengembangan air, udara, panas bumi, angin, termasuk biofuel atau biodiesel.
Biofuel terutama biodiesel merupakan salah satu usaha Indonesia dalam mencapai
ketahanan energi. Kekayaan alam yang melimpah ruah berupa lahan disertai tanaman
kelapa sawit menjadi andalan baru pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan energi,
bahkan Indonesia berusaha untuk mengembangkannya hingga menjadi negara penghasil
biodiesel nomor satu di dunia. Tapi, apakah sesungguhnya Indonesia telah memenuhi
aspek-aspek pemenuh yang mumpuni untuk mencapai mimpi besar tersebut?
Referensi
http://pubs.iied.org/pdfs/15504IIED.pdf
http://www.ocl-journal.org/articles/ocl/pdf/2013/06/ocl130012.pdf
Kharina, Anastasia, Chris Malins, dan Stephanie Searle. 2016. White Paper: Biofuels
Policy in Indonesia: Overview and Status Report. International Council on Clean
Transportain: Washington DC.
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.715.4202&rep=rep1&type=pdf
http://www.bappenas.go.id/files/ekps/2012/13.Kajian%20Evaluasi%20Pembangunan%20
Bidang%20Transportasi%20di%20Indonesia.pdf
http://www.lppm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/OFYAR_Z_TAMINDIALOG_ENERGI.pdf
http://www.pwc.com/id/en/publications/assets/electricity-guide-2013.pdf
http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Outlook%20Energi%202014.pdf
https://www.worldenergy.org/wpcontent/uploads/2013/09/Complete_WER_2013_Survey.pdf