Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penggunaan beton sebagai bahan material bangunan lebih banyak digunakan
umeric
penggunaan beton lebih diminati, diantaranya : beton mudah dicetak dan dibentuk dengan
kondisi penampang apapun, beton harganya
umeric
kompetitornya yaitu baja, dan beton memiliki kekuatan serta kekauan yang tinggi. Akan
tetapi, beton juga memiliki kekurangan, yaitu : beton hanya mampu menerima gaya tekan
sehingga sangat lemah dalam gaya tarik, oleh karena itu beton dikombinasikan dengan
material baja tulangan. Komponen-komponen struktur gedung yang terbuat dari beton
misalnya saja yaitu pondasi, kolom, pelat lantai, dan balok. Setiap komponen struktur
tersebut akan menahan beban rencana yang diberikan. Jika ada suatu aksi maka akan ada
reaksi yang diberikan. Seperti pada balok beton yang diberikan suatu reaksi akan
menimbulkan aksi yaitu lendutan yang terjadi pada balok tersebut. Besarnya beban yang
diberikan akan berpengaruh terhadap besarnya lendutan yang terjadi, ketika beban sudah
melampaui batas kekuatan balok, dan jika bebannya semakin besar maka akan terjadi retak
pada daerah yang mengalami tarik. Selain karena beban yang diberikan melampaui batas,
retakan atau lendutan yang terjadi pada balok juga dipengaruhi oleh besi tulangan yang ada
pada balok bertulang tersebut. Rasio tulangan yang bervariasi tentu akan mempengaruhi
retakan atau lendutan pada balok beton bertulang. Maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai
analisis lendutan pada balok beton bertulang dengan variasi rasio tulangan.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pakpahan dan Sitorus
(2015), yang meneliti analisa lendutan balok dengan diameter tulangan
dan letak tulangan berbeda dengan menggunakan software berbasis
metode elemen hingga, menunjukkan bahwa ukuran diameter tulangan
yang digunakan pada balok beton bertulang, dan posisi letak tulangan
akan mempengaruhi lendutan yang terjadi akibat kemampuan balok
menahan gaya lentur yang ada. Kemampuan balok untuk menahan
beban yang ada dipengaruhi oleh tinggi efektif penampang pada beton
tersebut. Besarnya lendutan juga dipengaruhi oleh perbedaan bentuk
1
rasio
tulangan
akan
mempengaruhi
efesiensi
bertulang.
Seperti
diketahui
ada
beberapa
syarat
dalam
Begitupun
halnya
dengan
perilaku
lendutan
atau
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menganalisa perilaku
Batasan Masalah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Serviceability dan Pentingnya Penyelidikan Defleksi (Nawy, 2003)
Serviceability (kemampuan layan) suatu struktur ditentukan oleh
lendutan, retak, korosi tulangan, dan rusaknya permukaan betonnya.
Rusaknya permukaan dapat dikurangi dengan kontrol yang baik pada
waktu pengadukan, pengecoran, dan perawatan betonnya. Penggunaan
selimut beton yang cukup, kontrol retak, dan kriteria lendutan dalam
desain, dapat mengurangi atau mungkin dapat menghapuskan masalahmasalah tersebut.
Dalam tegangan kerja (working stress design) dan analisisnya
yang digunakan sebelum tahun 1970-an membatasi tegangan pada
beton sampai sekitar 45% dari kekuatan tekannya, dan tegangan pada
baja sampai 50% dari kekuatan lelehnya. Analisis elastis digunakan
untuk desain rangka structural, juga pada penampang beton bertulang.
Elemen structural dirancang untuk mampu memikul momen kerja di
sepanjang bentang batang dengan seringkali pengabaian redistribusi
momen. Akan tetapi, sebagai akibatnya, penampang akan mempunyai
kekuatan cadangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang
diperoleh dengan pendekatan cara kekuatan batas (ultimate strength).
Semakin berkembangnya pengetahuan mengenai sifat-sifat material
4
pada
balok
dapat
menyebabkan
rusaknya
partisi
di
Ec =4700 f ' c
(1.2)
young Es dari tulangan lebih besar daripada modulus young beton Ec.
Daerah praretak berhenti pada saat mulainya retak lentur
pertama dimana tegangan beton memcapai kekuatan modulus rupturenya fr. Untuk keperluan desain, besarnya modulus tersebut untuk beton
berbobot normal, yaitu sebagai berikut:
f r=7.5 f ' c
Jika jarak serat tarik terluar ke pusat berat penampang adalah
momen retaknya
I f
M cr = g r
yt
(1.2)
yt
dan
M cr , maka:
(1.3)
(1.4)
Dimana h adalah tebal total balok. Perhitungan defleksi untuk daerah ini
tidak begitu penting, karena hanya sedikit balok beton bertulang yang
tidak retak pada beban aktualnya. Akan tetapi, pengetahuan matematis
mengenai variasi besaran kekauan sangat penting sebab segmensegmen balok di sepanjang bentang bisa saja belum retak.
2.2.2. Taraf Beban Pasca Retak : Daerah II
Daerah praretak diakhiri dengan mulainya retak pertama dan
maulai bergerak menuju daerah II pada diagram beban defleksi seperti
yang diperlihatkan pada Gambar. Hampir semua baok terletak pada
daerah ini pada saat beban kerja. Suatu balok dapat mengalami
berbagai taraf keretakan di sepanjang bentangnya sesuai dengan taraf
tegangan dan defleksi pada masing-masing bagiannya. Untuk suatu
balok di atas tumpuan sederhana, retak akan semakin lebar dan
semakin dalam pada lapangan, sedangkan pada tumpuan hanya terjadi
retak minor yang tidak lebar.
Apabila sudah terjadi retak lentur, kontribusi kekuatan tarik beton
sudah dapat dikatakan tidak ada lagi. Hal ini menunjukkan bahwa
6
Semakin
besar
retaknya,
akan
semakin
berkurang
(1.5)
fc=EC C maka
(1.6)
= s
c dc
(1.7)
atau
d
s= c ( 1)
c
(1.8)
(1.9)
Atau
7
As Es d
bc
( 1)=
Ec c
2
(1.10)
Dengan menuliskan angka perbandingan modulus Es/Ec sebagai
n,
(1.11)
Besarnya c dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan kuadrat
(1.11). Momen inersia Icr dapat diperoleh dari
b
I cr= c +n A s (dc )2
3
3
(1.12)
3
bc
Dimana suku 3
inersia luas bc yang tertekan terhadap sumbu netral yang disebut dasar
kekuatan tekan dengan mengabaikan bagian luas penampang yang
tertarik, yaitu di bawah sumbu netral. Luas tulangan dikalikan dengan n
untuk
ditransformasikan
menjadi
luas
beton
ekuivalen
sebagai
[ ( )]
M cr 3
M
I e=
I g +1 1 cr
Ma
Ma
( )
I cr I g
(1.13)
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk
3
M cr
I e=I cr +
(I gI cr ) I g
Ma
( )
(1.14)
Momen inersia efektif Ie seperti yang ditunjukkan pada persamaan
(1.14), bergantung pada momen maksimum Mu disepanjang bentang
dan kapasitas momen retak Mcr penampangnya.
2.2.3.
Taraf
Retak
Postserviceability
dan
Keadaan
Limit
Perilaku
beban-defleksi
pada
daerah
III
jauh
lebih
datar
keruntuhan
tekan
sekunder
yang
dapat
mengakibatkan
yaitu:
W l 3n
max=K
48 E I c
(1.15)
dimana,
W = beban total pada bentang
l n = panjang bentang bersih
E = modulus elastisitas beton
l C = momen inersia penampang
K = suatu faktor yang bergantung pada derajat kekakuan tumpuan
Persamaan (1.15) dapat juga dinyatakan dalam momen lentur sehingga
defleksi pada suatu titik balok adalah:
ML2
=k
Ec I e
(1.16)
dimana,
k = suatu faktor yang bergantung pada kekakuan tumpuan dan kondisi
pembebanan
M = momen yang bekerja pada penampang
l e = momen inersia efektif
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
q=10 kN/m=10N/mm
A
B
6m
h=400
b=250
dengan
mengumpulkan
bermacam-macam
teori
dan
kebutuhan
jumlah
tulangan
pada
SAP2000v15
yang
Analisa Perhitungan Lendutan Pada Balok Bertulang Dengan Variasi Rasio Tulangan Dengan Program Abaqus
Beban-Lendutan
Selesai
12
tulangan berdasarkan model balok yang sudah ditentukan. Balom dimodel pada SAP2000,
dengan beban merata yang sudah ditentukan, kombinasi beban yang bekerja adalah 1,4D,
sedangkan berat sendiri balok diabaikan. Setelah dianalisis kemudian diperoleh rasio
tulangan maka akan ditentukan model balok yang akan dianalisis pada Abaqus nantinya.
Data-data material ditentukan sebagai berikut:
: 25 Mpa
: 400 Mpa
: 240 Mpa
: 23500 MPa
: 200000 MPa
13
Gambar 3.4 Diagram Momen Balok Pada SAP2000 (satuan dalam Nmm)
: 25 Mpa
: 400 Mpa
: 240 Mpa
: 25/40
14
: 50 mm
min
f 'c
25
0.003125
4 fy 4 400
min
1 .4 1 .4
0.0035
fy 400
=
max
0.85 f ' c
600
fy
600 fy
0.85 25
600
0.85
400
600 400
0.75 b
0.75 0.027
= 0.027
= 0.0203
min max
0.0035 0.0203
Jika lebih kecil dari min maka yang digunakan adalah min.
Setelah mendapatkan analisis pada hasil SAP2000, maka akan ditentukan variasi rasio
tulangan untuk analisis lendutan dengan abaqus, yaitu:
min =0.0035
analisis=0.0055
Perhitungan Balok I
= 0.0035
As
bd
As
1
D2
4
15
306.25
132.732
= 2.3
3 buah
Maka dipasang tulangan longitudinal 3D13 dengan luas tulangan Ast = 398.20 mm2.
Kapasitas Terpasang :
Mnt
Ast fy
0.85 f ' c b
(398.20) 400
0.85 25 250
= 29.98 mm
Ast fy d
2
29.98
= 53360392.8 Nmm
Mnt = 53360392.8 Nmm > Mn = 52500000 Nmm.............................................OK!
Jadi banyak tulangan longitudinal yang digunakan 3D13
2D13
400
3D13
50
250
Gambar 3.8 Model Balok Type I
Perhitungan Balok II
= 0.0055
As
bd
16
As
1
D2
4
481.25
201.06
= 2.39
3 buah
Maka dipasang tulangan longitudinal 3D16 dengan luas tulangan Ast = 603.18 mm2.
Kapasitas Terpasang :
Mnt
Ast fy
0.85 f ' c b
(603.18) 400
0.85 25 250
= 45.42 mm
Ast fy d
2
45.42
= 78965912.88 Nmm
Mnt = 78965912.88 Nmm > Mn = 52500000 Nmm...........................................OK!
Jadi banyak tulangan longitudinal yang digunakan 4D13
2D16
400
3D16
50
250
= 0.0203
17
As
bd
1
D2
4
1776.25
283.52
= 6.26
7 buah
Maka dipasang tulangan longitudinal 7D19 dengan luas tulangan Ast = 1990.90 mm2.
Kapasitas Terpasang :
Mnt
Ast fy
0.85 f ' c b
(1990.90) 400
0.85 25 250
= 149.9 mm
Ast fy d
2
149.9
= 219038818 Nmm
Mnt = 219038818Nmm > Mn = 52500000 Nmm...............................................OK!
Jadi banyak tulangan longitudinal yang digunakan 7D19
2D19
400
7D19
50
250
18
Tulangan sengkang
Dimensi Balok
= 25/40
= 350 mm
= 8 mm
Sehingga :
VU = 42000 N
1
VC =
f 'c b d
1
25 250 350
6
= 72916.67 N
VC = 0.75 72916.67 N
= 54687 N
1
VC
2
= 27343 N
1
VC
2
< VU <
VC
Av 1200 fy
Smaks =
75 fc' bw
Av = 2
=2
1
4
1
4
d2
82 = 100.57 mm2
75 25 250
= 308.955 mm 300 mm
Jadi digunakan 8 200 sebagai tulangan Transversal.
19
3.3.
memiliki fungsi yang spesifik untuk mendefinisikan data. Berikut langkah langkah input
data dalam masing-masing modul untuk pemodelan balok beton bertulang dengan variasi
rasio tulangan.
3.3.1. Modul Geometri (Part)
Menggambar geometri dilakukan dengan modul part, terdapat 3 part yang perlu
digambar untuk pemodelan ini, yaitu
Type
Solid Ekstrusion
Wire Planar
Wire Planar
Material
Beton f'c 25
Mpa
Baja fy 400 MPa
Section
Solid Homogen
Truss
20
Tulangan Sengkang
Tuss
21
3.3.4. Step
Pada modul ini analisys step diciptakan dan kemudian dikonfigurasikan. Selain itu
output request juga dapat dikonfigurasikan disini sesuai kebutuhan.
23
25
Berikut ini merupakan gambar model 3D pada Abaqus untuk model balok type I dan II,
karena dari segi penampang sama, dan jumlah tulangan sama tetapi diameter berbeda,
disini hanya akan ditampilkan salah satu model balok.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
28
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-28472013). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Nawy, E. G. 2003. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: Refika Aditama,
Bandung.
Pakpahan, Y. R dan Sitorus, T. 2015. Analisa Lendutan Balok Beton Bertulang Dengan
Variasi Diameter Tulangan Berbeda Dan Letak Tulangan Berbeda Namun Luas
Penampang Tetap Sama Dengan Cara Teoritis Dan Simulasi Program FEA. Jurnal
Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Vol. 4, No 1.
Wiyono, D, R dan Trisna, W. 2013. Analisa Lendutan Seketika dan Lendutan Jangka
Panjang Pada Struktur Balok. Jurnal Teknik Sipil Universitas Kristen Maranatha.
Vol. 9, No. 1.
32