Anda di halaman 1dari 12

Defenisi

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi


defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare
disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon
(colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan
sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum,
2002)
a.

Virus :

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa
jenis virus penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau
water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b.

Bakteri :

Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu


faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada
usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang
menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea.
ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari
membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas
disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme

timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang


peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel
epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan
2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan
diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cellwall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi
dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan
neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to
person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus
dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative
colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person
jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat
mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya
enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti
accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua
toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa
yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c.

Protozoa :

Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis


masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme
asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah
dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas

rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan


manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan
gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari
kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan
tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan
gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten
terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d.

Helminths :

Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa


dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan
nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang
disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang
dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI,
1999; Yatsuyanagi, 2002)
a.

Infeksi :

1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,


Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2)

Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)

3)

Parasit

a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto


Sparidium)
b)

Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)

c)

Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens

b.

Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.

c.

Alergi: alergi makanan

d.

Keracunan :

1)

Keracunan bahan-bahan kimia

2)

Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

a)

Jazad renik, Algae

b)

Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

e.

Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll

f.
Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan
cemas

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a.

Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

b.

Kram perut

c.

Demam

d.

Mual

e.

Muntah

f.

Kembung

g.

Anoreksia

h.

Lemah

i.

Pucat

j.

Urin output menurun (oliguria, anuria)

k.
l.

Turgor kulit menurun sampai jelek


Ubun-ubun / fontanela cekung

m. Kelopak mata cekung


n.

Membran mukosa kering

KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan
secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001;
Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C.
jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C.
jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan

motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.


Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum
diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang

PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a.

Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut
disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b.

Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9
bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak
berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x
sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian
untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin
dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c.

Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman


tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1)

Ambil air dari sumber air yang bersih

2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
3)

Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

4)

Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan cukup.

d.

Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting


dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum
makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian
diare sebesar 47%).

e.

Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan


jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban
dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :


1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.
2)

Bersihkan jamban secara teratur.

3)

Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

f.

Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1)

Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.

g.

Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai
diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh
karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2. Penyehatan Lingkungan
a.

Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata,
dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas
dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari
termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harustersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.

b.

Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor


penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti
bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit
tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap
hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

c.

Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

Anda mungkin juga menyukai