PESANTREN
Oleh: Fauzan Adhim
Seiring dengan irama dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dinamis,
pergeseran dari satu paradigma menuju paradigma lain, dari satu model menuju
model lainnya, menandakan bahwa masing-masing entitas memiliki kelindan.
Kemunculan ragam pengetahuan bukan distingsi yang harus dibenturkan
melainkan suatu eksistensi yang harus dipertautkan. Mengingat, setiap ilmu
mengetahuan yang lahir dalam satu masa atau periode tertentu merupakan hasil
dari dialog zamannya.
Dunia pendidikan, merupakan satu dari sekian entitas yang keberadaanya
memiliki corak yang beragam. Di Indonesia, layanan pendidikan dapat diakses
melalui jalur formal, informal dan nonformal, (Sisdiknas:2003). Masing-masing
jalur seakan menunjukkan geliat perubahan kearah yang dinamis, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Keberadaan sekolah Alam di Banyuwangi besutan
Farid dan Qoryah Thayyibah di Salatiga besutan Baharuddin merupakan bukti
adanya sebuah gerakan sadar pendidikan yang ditampilkan melalui jalur
nonformal. Sehingga secara kualitas tidak dapat dikatakan bahwa pendidikan
formal lebih baik dari pada informal dan nonformal.
Kenyataan tersebut semakin diperjelas dengan munculnya beberapa
pesantren yang berhasil melakukan perubahan, inovasi, mendesain pendidikan
yang dikelolahnya sehingga dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
Pesantren, pada mulanya hanya menyediakan akses pendidikan keagamaan murni,
saat ini telah mampu melebarkan sayapnya guna menyediakan akses pendidikan
umum. Ilmu-ilmu yang dipelajari berkisar Nahwu, Sharraf, Fikih, Tasawwuf, dan
Akidah, saat ini telah di tambah dengan materi Matematik, Biologi, Kimia, Fisika,
Ekonomi dan lainya. Upaya ini dilakukan guna keluar dari paradigma Formisme
yang selalu memandang dunia melalui pandangan dikotomis. Dimana, segala
sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, laki-laki Vs perempuan, Atas
keberlangsungan
dan
keberhasilan
lembaga
pendidikan
yang
akibat
dari
ajaran
pragmatisme
yang
menekankan
terhadap
itu,
progresivisme juga percaya kepada kemajuan masyarakat melalui langkahlangkah yang tersusun, ke arah masa depan (futurisme) namun
bukan suatu
utopia masa depan. Spirit progresif ini lah yang kemudian banyak mengilhami
perilaku organisasi dan praktik manajemen di lingkungan pondok pesantren.
Melalui penyusunan tata kelola sistem, proses rekrutmen, seleksi, staffing,
pelatihan dan pembinaan, sejatinya merupakan bagian dari spektrum manajemen
pondok pesantren. Gejala-gejala demikian ini sebagai bukti adanya progresfitas
pengelolaan pondok pesantren.
sistem pengelolaan manajemen pondok pesantren. Hanya sanya perlu diselipi oleh
nilai-nilai moral nan islami.
Sebagai koreksi terhadap gejala pragmatisme di pondok pesantren, maka
diperlukan upaya untuk membatasi wilayah berfikir, bersikap pragmatis pada
aspek formal kelembagaan saja. Sehingga paradigma tersebut tidak sampai
menyentuh pada aspek transenden masyarakat pesantren. Karena, jika yang
demikian itu terjadi, maka pragmatisme akan menjadi ancaman buat eksistensi
pesantren. Gaya kerja yang berorientasi hasil, munculnya kegemaran terhadap halhal yang serba instan merupakan corak pemikiran pragmatis yang tidak perlu
dilestarikan.