Anda di halaman 1dari 12

I.

IDENTITAS
Nama

:Ny.Hj. Menuk.

Umur

: 56 tahun, 8 bulan

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Status Perkawinan

: Kawin

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Purosari RT 05/10 Kembang, Ampel, Boyolali

Tanggal Masuk

: 21 September 2012 (12.10)

No.MR

: 33-56-39

II. ANAMNESA
1 Keluhan utama :

Sesak nafas sejak 3 hari SMRS

2 Keluhan tambahan

(-)

3 Riwayat Penyakit Sekarang :


3 HMRS os jatuh di rumahnya. Dada bagian kanan terbentur kursi yang
dipakainya untuk berpegangan tetapi ikut terjatuh dan menimpanya. Pingsan (-),
mual (-), muntah (-). Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluhan
ini dirasakan pasien sejak jatuh tertimpa kursi dirumahnya 3 hari yang lalu dan
semakin memberat sebelum datang ke IGD. Sesak tersebut tidak disertai batuk, ,
lemas (+), tampak jejas didada kanan (+), demam (-).Os dapat berinteraksi
verbal, dan dalam keadaan sadar penuh, tetapi tetap tampak sesak nafas.
4

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sesak nafas, nyeri dada

: disangkal

Riwayat asma dan penyakit paru dan jantung

: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Riwayat penyakit paru dan jantung

: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


1

Keadaan Umum

: Lemah, tampak sesak

Kesadaran Umum

: Compos mentis, E4M6V5

3.

Vital Sign

: Tensi

: 126/80 mmHg

Nadi

: 115 x/menit

Respirasi

: 37 x/menit

Suhu

: 36,5 C

SpO2

: 72 %

Status Umum
Pemeriksaan Kepala

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Mata, telinga, mulut

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Leher

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi

: Jejas dada dextra (+), membengkak (-), retraksi


intercostal (-), nafas dangkal, Asimetris dextra >
sinistra, ketinggalan gerak (+) dextra.

Palpasi

: Vokal fremitus kanan melemah < kiri.

Perkusi

: Hipersonor didada kanan (+)

Auskultasi

: Vesikuler menurun
Ronkhi basah kasar di basal paru (-),
Wheezing (-)

Jantung

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Abdomen : Dalam Batas Normal


Pemeriksaan Ekstremitas: Dalam Batas Normal
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1

Laboratorium
SGOT : 24 u/l
SGPT : 13 u/l
Ureum : 67
Kreatinin : 0,9
As.Urat : 7,7
Kolesterol Total : 134
Trigliserid : 77
Hb : 13,3 g/dl (16.00)
Leukosit : 12,5
Gula Darah Sewaktu : 110

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Radioligi (22-09-2012)
Pada pemeriksaan foto rontgen polos thorax Ny. M, 56 tahun, posisi PA :
-

Bayangan luscen tanpa corakan paru di hemithorax dextra suggestive


pneumothorax dextra, parenkim paru dextra tampak collaps.

Cardiomegali

V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
-

Sesak nafas tiba-tiba

Nyeri dada kiri dan paha kiri

Jejas di fasial, dada kiri

Riwayat trauma dada

B. Pemeriksaan fisik
-

Thorax :
Nafas dangkal
Perkusi hipersonor pada dada kiri
Auskultasi : vesikuler menurun

VI.

DIAGNOSIS KERJA :
1

Pneumothorax Sinistra e.c. traumatica

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Emfisema pulmonum
2. Kontusio pulmonum
VIII. TATA LAKSANA
A. Oksigenasi dengan mask NRB 8-10 l/m
B. IVFD : Asering 20 tpm
C. Tindakan Cito
- Water Seal Drainage (WSD)
Laporan pemasangan WSD (pasif)
WSD dipasang :

i.
ii.
iii.
iv.

Initial bubble (-)


Force expiration bubble (-)
Continuous bubble (-)
Darah (-)

-Radiologi (25-09-12)

Pada pemeriksaan foto rontgen polos thorax Ny. M, 56 tahun, posisi PA :


-

Bayangan luscen tanpa corakan paru di hemithorax dextra suggestive pneumothorax


dextra dalam decompresi dengan WSD, ujung distal diproyeksi costa 6 dextra aspek
posterior, parenkim paru dextra tampak collaps.

Cardiomegali

IX.PROGNOSIS : Dubia ad bonam.

PNEUMOTHORAKS
Pneumothoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya udara di dalam
rongga pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya penyakit paru
disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yang diebabkan oleh
penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.6,7
Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif selama siklus nafas
(tekanan udara di luar dianggap = 0) Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila
tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada:
1. Pneumothorax karena luka tusuk dari luar
2. Pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc atau pccahnya bronkus pada
trauma .
3. Hidro/hemato-thoraks. Pleural effusion.1
Gangguan - gangguan itu menyebabkan restriksi pengembangan para. Collaps paru karena
pneumothorax disebut coppression atelectasis, sedangkan yang disebabkan obstruksi jalan
nafas disebut dengan resorbtion atelectasis.1
Pneumothoraks terjadi akibat peninggian tekanan intrabronkus dan intra-alveolus pada
suatu tempat lemah dalam jaringan paru yang pecah, sehingga udara dapat masuk ke
dalam rongga pleura.
Tempat lemah dapat berupa bula dalam parenkim paru bagian perifer atau emfisema
interstitialis lokal (bleb) atau proses paru yang menimbulkan destruksi parenkim bagian
perifer dan pleura berdekatan, sehingga terbentuk suatu fistel bronkopleural.
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Insiden dan
prevalensi pneumotoraks ventil 3 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan
berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali,dan 50%
untuk yang ketiga kali.5
Etiologi
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks antara lain:
a. Trauma
- Tension pneumothorax akibat trauma tumpul dengan atau tanpa fraktur iga

Luka penetrasi yang menyebabkan masuknya udara dari lingkungan luar


kedalam kavum pleura sehingga menyebabkan udara terperangkap di

dalam kavum pleura


b. Iatrogenik pneumothorax, misalnya prosedur pemasangan chest tube yang kurang
tepat, terapi ventilasi mekanik, kanulasi vena sentral, resusitasi kardiopulmoner,
terapi oksigen hiperbarik, operasi daerah leher, dan sebagainya.
c. Tension pneumothorax sekunder dari kondisi medis yang sudad ada seperti :
- Asthma, PPOK, pneumonia, pertussis, tuberculosis, abses paru, cystic
-

fibrosis
Marfan sindrom

Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan pasien adalah nyeri dada (90%),
sesak napas (80%), gelisah, nyeri epigastrik akut (jarang) dan fatigue. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :
-

distress pernapasan atau respiratory arrest


suara napas melemah pada sisi yang sakit
adanya suara napas tambahan seperi ronchi atau wheezing yang ipsilateral
tachypneu lalu kemudian menjadi bradipneu pada kondisi terminal
hiperresonansi dinding dada pada perkusi (bisa tidak ada pada stadium lanjut)
hiperekspansi dinding dada
sianosis
takikardia
hipotensi
pulsus paradoxus
distensi vena jugularis
deviasi trakea (tanda-tanda lanjut)
distensi abdominal (akibat peningkatan tekanan intratoraks sehingga menyebabkan
deviasi ke kaudal dari diafragma)

Gambaran Radiologis
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa
struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis
yang berasal dari pleura viseral.
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk cembung,
yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila penumothoraksnya tidak
begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan
kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan

ekspirasi penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke
apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan
densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat
pneumothoraks, yakni terdapatnya kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi
tidak menaikkan densitas pneumothoraks.8
Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu dalam
menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih tebal/padat
dibanding pneumothoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi
ruang pneumothoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif pneumothoraks lebih
berhubungan dengan paru-paru sehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura
viseral lebih kecil berhubungan dengan pneumothoraks. Sehingga lebih mudah untuk
menggambarkannya. Foto lateral decubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumothorak dengan kista atau bulla. Pada pneumothorak udara bebas
dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.7,8
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau paru menjadi
kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain
itu sela iga menjadi lebih lebar2. Udara dalam ruang pleura jadi lebih radiolusen
dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan pneumothoraks tersebut, terutama
sekali jika paru-paru berkurang volumenya, dimampatkan atau terkena penyakit yang
meningkatkan kepadatan paru.
Ketika pneumothoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara terkumpul
dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis. Oleh karena itu
distribusi yang udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan pengempisan lobus.
Pada tension pneumothoraks pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan
kesan pada difragma sudah terlihat. Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara
atau gas pada film dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara
dengan cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh
karena penggabungan kadang-kadang pneumothoraks bisa terlihat pada subpulmonary,
terutama pada pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari
fungsi paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tengah dari paru bayi yang baru
lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan dengan
pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus, yang

mengindikasikan pneumothoraks bilateral, karena garis ini biasanya tidak terlihat pada
pada pasien. Pada bayi neonatus pneumothorak dapat dievaluasi dengan foto
anteroposterior atau lateral pada saat yang sama.8
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk atau
terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial sepanjang
medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral atau posteromedial
dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam celah interlobaus, terutama
sekali didalam celah kecil sisi kanan pneumothoraks. Tanda cekungan yang dalam
diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang pada pasien pneumothoraks. Foto ini
terdiri dari radiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yang
menandakan udara dalam area ini.
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena itu, CT
dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran pneumothoraks
adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada
CT sesuai potongan aksis. Secara ringkas, hasil diagnosa pneumothorax mungkin sulit
untuk dibuat dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien
dalam posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk mengkonfirmasikan
kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika
pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya, ketika
lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral diperlukan untuk
visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau
dibawah hilus pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas.

Pemeriksaan Pencitraan
Foto polos thoraks
- terlihat bayangan linear dari pleura visceralis tanpa adanya bayangan paru-paru di
-

perifer bayangan tersebut, menandakan paru-paru kolaps


pada posisi berbaring, terlihat sulcus sign yang radiolusen sepanjang sulcus

costophrenicus dapat membantu mengidentifikasi pneumothoraks.


Pergeseran mediastinum ke kontralateral
Efusi pleura minimal sering ditemukan
dapat ditemukan adanya diskontinuitas tulang iga sebagai tanda fraktur iga

Patofisiologi Pneumothorax

Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan
negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding
dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang
udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun,
maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan
tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada
hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan
masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.3
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis,
dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini
oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab
pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor
sebagai penyebabnya.
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :5
1. Berdasarkan etiologinya.
(a) Pneumothoraks simptomatika
(b) Pneumothoraks idiopatika
Pneumothoraks yang etiologinya tidak diketahui secara pasti.
2. Berdasarkan terjadinya.
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks

yang

ditemukan

pada

penderita

yang

sebelumnya

tidak

menunjukkan tanda-tanda sakit.


(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,
tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga
pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat.
Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi
tuberkulosis paru.

3. Berdasarkan lokalisasi.
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis
4. Berdasarkan derajat kolaps jaringan paru.
(a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks
mengalami kolaps.
(b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.
Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen
dengan rumus sebagai berikut:
Rumus mengukur volumenya : (A x B) (a x b) X 100%
(A x B)

Gambar: Menghitung Volume Collaps Paru


5. Berdasarkan jenis fistel.
(a) Pneumotoraks ventil (pneumothoraks tension)
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam
rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di
dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum
ke arah kontra lateral.
(b) Pneumotoraks terbuka
Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka
dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama
dengan tekanan di udara bebas.
(c) Pneumotoraks tertutup
Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan akan
diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini
sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat
berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi
pneumotoraks ventil.

Kontusio Pulmonum
Trauma pada paru yng disebabkan oleh benda tumpul (tidak terdapat port
dentre). Pada kasus ini opasitas dari paru sama dengan infeksi dengan adanya
haemorrhagik eksudatif ke dalam alveoli dan ruang interstitial. Bayangan opak akan
muncul beberapa jam (2-4 jam) post trauma, meningkat dan mencapai puncaknya dalam 2
hari dan kembali direasorbsi dalam 3-4 hari post trauma. Jadi paru akan kembali
menunjukkan gambaran normal. Jika dalam 4 hari belum kembali normal perlu dicurigai
infeksi ataupun metastase. Perlu dilakukan evaluasi ulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahardjo E. Penanganan Gangguan Nafas Dan Pernafasan Buatan Mekanik. 1997:
1- 5.
2. J. P. Janssen, M. Noppen. 2006. Management Of Spontaneous Pneumothoraks State
Of The Art. European Respiratory Journal. Diunduh Dari Http://Www.Ers.Com/
3. Canadian Lung Association. Pneumothorax. Agustus 2009. Diunduh Dari
Http://Www.Canadianlung.Com/
4. Boedi Swidarmoko. Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan. Bagian
Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Unit Paru RS Persahabatan,
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995: 13-17

5. H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.Edisi 2.


Surabaya: 2002.
6. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. Dinding Toraks Dan Pleura. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Jakarta; Egc. 408-410.
7. Anonym.Http://Medicastore.Com/Penyakit/148/Kolaps_ParuParu_Pneumothorax.Ht
ml:Http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Pneumothorax
8. Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks Di Dalam Praktek. Cermin Dunia
Kedokteran No. 38 1985: 22-25
9. Noppen, Et Al. Manual Aspiration Vs CT Drainage In 1st Epidsodes Of PSP: A
Multicenter Prospective Randomized Pilot Study. Am J Respir Crit Care Med. May
2002.
10. Onuki, Et Al. Thoracoscopic Surgery For PTX In Older Patients. Surg Endosc Feb
2002.
11. M Henry, T Arnold. 2003. BTS Guidelines For The Management Of Spontaneous

Pneumothorax. Thorax. Diunduh Dari Http://Www.Thorax.Bmj.Com/

Anda mungkin juga menyukai