Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PENDAHUALUAN
I. Konsep Kebutuhan Mobilisasi
1.1 Definisi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.2 Fisiologi sistem
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas:
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khusunya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,
tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang
seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar
pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang
dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang
terpisah dan lebih elastis padas masa anak-anak serta akan menyatu pada
masa dewasa (A. Aziz Alimul H. 2009).
b. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang
melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya tulang. Terputusnya
tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ
di tempat insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan
penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali (A. Aziz Alimul H.
2009).
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu
jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H. 2009).
d. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki
bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi sensorik dan
motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang
diinsersi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand
atau gangguan sensorik di daerah radial tangan (A. Aziz Alimul H. 2009).
e. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen
dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi,
misalnya sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul
sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu terdapat juga sendi bahu, sendi
panggul, lutut, dan sendi lainnya (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem
a. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari (A. Aziz Alimul H. 2009).
b. Proses penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena
adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit
tertentu (A. Aziz Alimul H. 2009).
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu
dilarang untuk beraktivitas (A. Aziz Alimul H. 2009).
d. Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat


melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
Seseorang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari (A. Aziz Alimul H.
2009).
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan manusia. Usia berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia,
kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan
dengan penuaan (A. Aziz Alimul H. 2009)
I.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai
keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih
ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter
dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering
disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena
peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter,
atau gangguan fungsi motorik dan rangka.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009).
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas fisik
bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan
internal dan eksternal.
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Mobilisasi
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan
imobilisasi, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat

mobilisasi dan imobilisasi, daerah terganggunya mobilitas dan


imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
c. Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis (kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan
tekanan intracranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla
spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark
miokard, gagal jantung kongestif), riwayat penyakit musculoskeletal
(osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan
(penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat
pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan sistem saraf

2.1.2

pusat, laksania, dan lain-lain.


d. Riwayat Penyakit Keluaraga
Pemeriksaan Fisik: data fokus
a. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
adalah sebagai berikut:

Tingkat Aktivitas/Mobilisasi
Tingkat 0
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3

Tingkat 4

Kategori
Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain.
Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.

b. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada
daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
Derajat
Tipe Gerakan

Rentang
Normal

Leher, Spina, Servikal


Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh

45
45
10

mungkin
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke

40-45

arah setiap bahu


Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan

180

sirkuler
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke

180

depan ke posisi di atas kepala


Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas

180
180

kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala


Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang

320

tubuh sejauh mungkin


Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan

90

menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam


dan ke belakang
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan

90

sampai ibu jari ke atas dan samping kepala


Lengan Bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga

70-90

telapak tangan menghadap ke atas


Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

70-90

menghadap ke bawah
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan

80-90

bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan,

80-90

dan lengan bawah berada dalam arah yang sama


Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan
miring (medial) ke ibu jari

Sampai 30

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring

30-50

(lateral) ke arah lima jari


Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan
Ekstensi : meluruskan jari tangan
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang

90
90
30-60

sejauh mungkin
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan
telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai yang
lain
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki

90
90
90-120
90-120

120-130
120-130
20-30
45-50

menekuk kebawah

c. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala

Persentase

Kekuatan Normal
0

10

25

50

75

100

Karakteristik
Paralisis sempurna.
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan

penuh
2.1.3

Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi
lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada kerusakan otot.
b.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
2.2.1Definisi
suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat
dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih.
2.2.2Batasan Karakteristik:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan membolak-balik
- Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya:
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, focus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
- Dyspnea setelah beraktivitas
- Perubahan cara berjalan
- Gerakan bergetar
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric halus
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
- Tremor akibat pergerakan
- Ketidakstabilan postur
- Pergerakan lambat
- Pergerakan tidak terkoordinasi
2.2.3Faktor yang berhubungan:
- Intoleran Aktivitas
- Perubahan metabolism seluler
- Ansietas
- Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
- Gangguan kognitif

Kontraktur
Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan perkembangan
Ketidaknyamanan
Kaku Sendi
Kurang dukungan lingkungan (missal: fisik atau social)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Kerusakan integritas struktur tulang

Diagosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum


Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
2.2.4 Batasan Karateristik
melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
2.2.5 Faktor yang berhubungan
Tirah Baring atau imobilisasi
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
2.3 Perecanaan
Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
2.3.1 Tujuan dan kriteria Hasil
- Untuk memenuhi kebutuhan dasar masnusia
- Untuk mencegah terjadainya trauma
- Untuk memepertahankan tingkat kesehatan
- Untuk memepertahankan intraksi social dan peran sehari-hari
- Untuk mencegah hilangnya kempuan fungi tubuh
Kriteria Hasil :
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
- Memeperbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
2.3.2
Intervensi

kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat
Bentu untuk mobilisasi (walker)
Intervensi dan Rasional
Rasional

Observasi laporan kelemahan,


Nyeri yang dirasakan
Perhatikan ketidakmampuan untuk
aktivitas sehari-hari.
Berpatisipai dalam aktivitas seharihari.
Berikan

lingkungan

tenang

dan Menghemat

energi

dapat

untuk

membatasi

aktivitas

dan

periode istirahat tanpa gangguan .


regenersi seloler
Dorong istirahat sebelum makan.
Penghematan energi, contoh: lebih Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas
baik dududk daripada berdiri,
Pengguan kursi untuk mandi.
Bantu aktivitas lain sesuai indikasi.

perawatan diri.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum


2.3.3
Tujuan dan kriteria hasil
mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasan
yang berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,
N, RR dan perubahan ECG
mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktifitas.
mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan
bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan

2.3.4 kriteria hasil


Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
2.3.5 intervensi dan rasional
Intervensi
Rasional
1. Tentukan penyebab keletihan:
1. Untuk
mengetahui
tentang
:nyeri, aktifitas, perawatan ,
penyebab nyeri yang terjadi akan
pengobatan
mengurangi ketegangan pasien
2. Kaji respon emosi, sosial dan
spiritual terhadap aktifitas.
dan memudahkan pasien untuk
3. Evaluasi motivasi dan keinginan
diajak
bekerjasama
dalam
klien untuk meningkatkan aktifitas.
melakukan tindakan.
4. Monitor respon kardiorespirasi
2.
Untuk mengetahui aktivitas yang
terhadap aktifitas : takikardi,
disritmia,
dispnea, diaforesis,
dilakukan
3. Memudahkan pasien untuk diajak
pucat.

5. Monitor asupan nutrisi untuk


memastikan ke adekuatan sumber
energi.
6. Monitor
respon
terhadap
pemberian oksigen : nadi, irama
jantung,
frekuensi
Respirasi
terhadap aktifitas perawatan diri.
7. Letakkan benda-benda yang sering
digunakan pada tempat yang
mudah dijangkau
8. Kelola energi pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan makanan,
cairan, kenyamanan / digendong
untuk mencegah tangisan yang
menurunkan energi.
9. Kaji pola istirahat klien dan adanya
faktor
yang
menyebabkan
kelelahan.

bekerjasama dalam melakukan


tindakan.
4. Untuk
mencegah

timbul/

memburuknya disritmia
5. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen
6. Untuk

mengetahui

kondisi

jantung pasien.
7. Untuk mempermudah aktivitas
8. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen didalam tubuh
9. Memfokuskan kembali perhatian
istirahat

Daftar pustaka
Alimul H., A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Heater Herdman, T.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan 20122014.Jakarta: EGC
Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7.Jakarta: Salemba
Medika
Suparmi, Yulia, dkk. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra Aji
Pramana

Anda mungkin juga menyukai