Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS UJIAN

ODS PSEUDOFAKIA+ DRY EYE SYNDROME+ SUSPECT GLAUKOMA

Pembimbing:
Dr.Joko Heru Santosa Sp.M
DISUSUN OLEH:
Jessica

(406148039)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 5 DESEMBER 2016 7 JANUARI 2017

I.IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.M

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 81 tahun

Alamat

: Mijen Demak

Pekerjaan

: tidak bekerja

Pendidikan

: tidak bersekolah

Status Perkawinan

: Menikah

Suku bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 21 Desember 2016
Keluhan Utama

: Pasien datang untuk kontrol

Riwayat Penyakit Sekarang :. Pasien datang ke Poli mata RSUD Kudus untuk kontrol karena
obatnya habis. Pasien telah menjalani operasi katarak pada kedua matanya, yaitu pada mata
kanannya bulan April 2015 dan kemudian mata kirinya dioperasi pada bulan Mei 2015. Pada
saat ini pasien hanya merasakan matanya silau dan gatal serta pandangan kedua mata agak kabur.
Pasien rutin menggunakan obat tetes mata timolol 0,5% sejak bulan Juni 2015 dan rutin ke
dokter.Saat ini keluhannya sudah dirasakan membaik Nyeri pada mata dan kepala,
mual/muntah, dan melihat pelangi (halo) di sekitar lampu disangkal oleh pasien...Pasien
menyangkal adanya penyakit mata lain ataupun penyakit sistemik.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Alergi (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat Trauma (-)

Riwayat infeksi mata (-)

Riwayat memakai kacamata (+)

Riwayat operasi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga pasien tidak pernah ada yang mengalami keluhan serupa

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja lagi.Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS.Kesan ekonomi
kurang
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. VITAL SIGN
Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

75 x / menit

Suhu

Afebris

Pernafasan

17 x / menit

Keadaan Umum

Baik

Kesadaran

Compos mentis

Status Gizi

Cukup

B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD

OS

OCULI DEXTRA(OD)
6/9
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,

PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi

OCULI SINISTRA(OS)
6/7,5
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,

enoftalmus (-),

Bulbus okuli

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),

strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),

nyeri tekan (-),

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-),

Palpebra

blefarospasme (-),

lagoftalmus (-),

lagoftalmus (-)

ektropion (-),

ektropion (-),

entropion (-)
Edema (-),

entropion (-)
Edema (-),

Injeksi siliar (-)

injeksi siliar (-),

injeksi konjungtiva (-),

Konjungtiva

injeksi konjungtiva (-),

infiltrat (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-)

hiperemis (-)

Putih
Jernih

Sklera

Putih
Jernih

edema (-),

Kornea

edema (-),

arkus senilis (+)

arkus senilis (+)

keratik presipitat (-),infiltrat (-),

keratik presipitat (-),infiltrat

sikatriks (-)

(-), sikatriks (-)

hipopion (-),hifema (-)

Camera Oculi

hipopion (-),hifema (-)

Anterior
(COA)
Kripta(N), atrofi (-)

Kripta(N), atrofi (-)

coklat, edema(-),

coklat, edema(-),

synekia (-)

Iris

Regular, sentral

synekia (-)
Regular, sentral

Diameter 2mm,

Pupil

Diameter 2mm,

Refleks pupil L/TL: +/+


IOL jernih,tidak ada reaksi

Lensa

Refleks pupil L/TL: +/+


IOL jernih,tidak ada reaksi

inflamasi,letak di tengah
Papil batas tegas, CDR

Retina

0,5,AVR: 2:3, perdarahan(-)

inflamasi,letak di tengah
Papil batas tegas, CDR
0,5,AVR: 2:3, perdarahan (-),

eksudat(-),

eksudat (-),

sikatrik(-),neovaskularisasi(-)
Positif cemerlang (+)
N
Lakrimasi (-)

Fundus Refleks
TIO
Sistem Lakrimasi

sikatriks(-),neovaskularisasi(-)
Positif cemerlang(+)
N
Lakrimasi(-)

IV. RESUME
Subjektif: telah diperiksa seorng wanita
Objektif:
OCULI DEXTRA(OD)
6/9
IOL jernih,tidak ada reaksi

PEMERIKSAAN
Visus
Lensa

inflamasi,letak di tengah

OCULI SINISTRA(OS)
6/7,5
IOL jernih,tidak
ada reaksi
inflamasi,letak di

Papil batas tegas, CDR


0,5,AVR: 2:3, perdarahan(-)
eksudat(-),
sikatrik(-),neovaskularisasi(-)

Retina

tengah
Papil batas tegas,
CDR 0,5,AVR: 2:3,
perdarahan (-),
eksudat (-),

sikatriks(-),neovas
kularisasi(-)
V. DIAGNOSA BANDING
-Konjungtivitis alergi
-glaukoma sekunder sudut terbuka akut
- glaukoma sekunder sudut terbuka kronis
-glaukoma sekunder sudut tertutup kronis
VI. DIAGNOSA KERJA
ODS Pseudofakia + dry eye syndrome+ glaucoma
VII. DASAR DIAGNOSIS
Anamnesa : -Pasien telah menjalani operasi katarak pada kedua matanya yaitu pada bulan
April 2015 pada mata kanannya dan kemudian mata kirinya dioperasi pada bulan Mei
2015.
-Pasien mengeluh matanya silau,gatal,dan penglihatannya sedikit kabur
- Pasien menggunakan obat Timolol 0,5 % sejak bulan Juni 2015
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik diperoleh VOD 6/9 sedangkan VOS 6/7,5 dan tidak
dilakukan koreksi

Pada pemeriksaan retina didapatkan CDR ODS 0,5

VIII. TERAPI
Medikamentosa
-

Timolol 0,5 % 3 x 2 tetes ODS

Cendo Lyteers 3x 2 tetes ODS

Methylcobalamin tab 500 mg 2 dd 1

IX. PROGNOSIS
Quo Ad Visam:
Quo Ad Sanam
Quo Ad Kosmetikam
Quo Ad Vitam

OKULI DEKSTRA (OD)

OKULI SINISTRA(OS)

bonam
:
bonam
:
bonam
:
bonam

bonam
bonam
bonam

bonam

X. USUL DAN SARAN


Usul : -Pengawasan dan evaluasi TIO dengan tonometri secara rutin dan berulang pada
kedua mata 1 bulan sekali saat pasien kontrol
-memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
- melakukan pemeriksaan lapang pandang 6 bulan sekali
-melakukan pemeriksaan seperti tes Schirmer
Saran: -menjaga kebersihan mata
-Menggunakan tetes mata dan minum obat secara teratur
-Sering memejamkan mata
-Kontrol ke dokter secara teratur

TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA

A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular (Vaughan, 2009). Glaukoma berasal dari kata
yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut
pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2009).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:
a. Glaukoma primer
i. Glaukoma sudut terbuka
1. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik,
glaukoma simpleks kronik)
2. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
ii. Glaukoma sudut tertutup
1. Akut
2. Subakut
3. Kronik
4. Iris plateau
b. Glaukoma kongenital
i. Glaukoma kongenital primer
ii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
1. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan

2. Aniridia
iii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
c. Glaukoma sekunder
i. Glaukoma pigmentasi
ii. Sindrom eksfoliasi
iii. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
iv. Akibat kelainan traktus uvea
v. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
vi. Trauma
vii. Pascaoperasi
viii. Glaukoma neovaskular
ix. Peningkatan tekanan vena episklera
x. Akibat steroid
d. Glaukoma absolut
Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras,
tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
a. Glaukoma sudut terbuka

Membran pratrabekular

Kelainan trabekular

Kelainan pascatrabekular

b. Glaukoma sudut tertutup

Sumbatan pupil (iris bombe)

Pergeseran lensa ke anterior

Pendesakan sudut

Sinekia anterior perifer

(Vaughan, 2009)
C. PATOFISIOLOGI

Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
keadaan fisiologis pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan
dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm,sclera spur, garis
Schwalbe dan jonjot iris. Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik
posterior oleh badan siliar, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar
dari bola mata melalui trabekula meshwork ke canalis schlemm.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup).

Pada glaukoma sudut terbuka kelainan terjadi pada jaringan trabekular, sedangkan
sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intra okuler meningkat karena adanya
hambatan outflow humor akuos akibat kelainan pada jaringan trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jaringan trabekular normal sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan
seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yan sempit (tertutup).
(Wijana, 1993)

D. GEJALA DAN TANDA


Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena berkembang tanpa ditandai
dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya diketahui disaat
penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.
Pada fase lanjut glaukoma, gejala-gejala berikut mungkin timbul:
-

Hilangnya lapang pandang perifer

Sakit kepala

Penglihatan kabur

Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya.


Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan penurunan
persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang progresif. Yang
pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya hanya akan
menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision). Penderita biasanya
tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang perifer ini karena lapang pandang
sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea, mata
merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan (Ilyas, 2009).
Pembagian glaukoma sudut tertutup :
a. Stadium prodromal/subakut :
Gejala : sakit kepala sebelah pada mata yang sakit ( timbul pada waktu
sore hari/ ditempat gelap), penglihatan sedikit menurun, melihat hallo
disekitar lampu, mata merah
Tanda : injeksi silier ringan, edema kornea ringan, TIO meningkat
b. Stadium akut/ inflamasi
Gejala : sakit kepala hebat sebelah pada mata yang sakit, kadang disertai
mual muntah, mata merah, penglihatan kabur, melihat hallo
Tanda : injeksi silier, edema kornea, COA dangkal, Tyndall effect (+),
pupil melebar/lonjong, reflek pupil (-), TIO sangat tinggi

c. Stadium kronis
Gejala : sakit kepala hebat sebelah pada mata yang sakit, kadang disertai
mual muntah, mata merah, penglihatan kabur, melihat hallo
Tanda : terdapat sinekia closure persisten, injeksi silier, edema kornea,
COA dangkal, Tyndall effect (+), pupil melebar/lonjong, reflek pupil (-),
TIO sangat tinggi
d. Absolut
Gejala dan tanda : penglihatan buta (visus = 0), sakit kepala, mata merah,
TIO sangat tinggi, kesakitan
e. Degenerative
Gejala dan tanda : visus = 0, degenerasi kornea ( bullae,vesikel), mata
perih sekali, TIO tinggi tanpa rasa sakit.

E. DIAGNOSIS
1. Funduskopi.
Untuk melihat gambaran dan menilai keadaan bagian dalam bola mata terutama saraf
optik.

2. Tonometri.
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan bola mata, baik dengan alat kontak menyentuh
bola mata ) maupun non kontak.

3. Gonioskopi.
Adalah pemeriksaan untuk menilai keadaan sudut bilik mata, adakah hambatan
pengaliran humor aquos.
4. Perimetri.
Pemeriksaan lapang pandangan dengan komputer, untuk mendeteksi atau menilai
hilangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf penglihatan. Pemeriksaan lengkap
ini hanya dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita glaukoma saja.
5. Tes provokasi
a. Untuk glaukoma sudut terbuka
i. Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian
disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokuler diukur
setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih
dianggap mengidap glaukoma.

ii. Pressure congestion test


Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.
Kemudian ukur tensi intraokulernya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
iii. Kombinasi test minum dengan pressure congestion test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestion test.
Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau
lebih pasti patologis.
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gt 1 selama 2 minggu. Kenaikan
tensi intraokuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
b. Untuk glaukoma sudut tertutup
i. Tes kamar gelap

Orang sakit duduk di tempat gelap selama 1 jam, tak boleh tertidur. Di
tempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik
mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10 mmHg pasti
patologis, sedang kenaikan 8 mmHg mencurigakan.
ii. Tes membaca
Penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45 menit.
Kenaikan tensi 10-15 mmHg patologis.
iii. Tes midriasis
Dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2%, homatropin 1% atau
neosynephrine 10%. Tensi diukur setiap jam selama 1 jam. Kenaikan 5
mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti patologis.
Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya glaukoma akut, sekarang
sudah banyak ditinggalkan.
iv. Tes bersujud (prone position test)
Penderita disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8-10 mmHg
menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu disusun dengan
gonioskopi. Dengan bersujud, lensa letaknya lebih ke depan mendorong
iris ke depan, menyebabkan sudut bilik depan menjadi sempit
(Wijana, 1993)
F. DIAGNOSA BANDING
Glaukoma primer sudut terbuka:

Glaukoma sudut tertutup kronik

Glaukoma sekunder dengan sudut terbuka

Glaukoma primer sudut tertutup:


Stadium SubAkut
Stadium Akut
Stadium Kronis
Stadium Absolut
Stadium degeneratif

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut. Obat-obatan yang kerap
digunakan adalah:
a. Obat kolinergik (Parasimpatomimetik) kerja-langsung

Pilocarpine Hydrochloride & Nitrate


Sediaan: Larutan, 0,25%, 0,5-6%, 8%, dan 10%, gel 4%. Juga ada
dalam bentuk lepas berkala (Ocusert)
Dosis: 1 tetes sampai 6 kali sehari; kira-kira sepanjang inci gel
dimasukkan dalam cul-de-sac konjungtiva inferior sebelum tidur.

Carbachol, Topikal
Sediaan: Larutan, 0,75%, 1,5%, 2,25%, dan 3%
Dosis: 1 tetes pada setiap mata, tiga atau empat kali sehari.
Carbachol kurang diabsorpsi melalui kornea dan umumnya dipakai
jika pilocarpine tidak efektif. Lama kerjanya 4-6 jam. Jika
benzalkonium chloride digunakan sebagai vehiculum, daya serap
carbachol sangat meningkat. Farmakodinamik carbachol juga
meliputi kerja tak langsung.

b. Obat Antikolinesterase Kerja-Tak Langsung

Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)


Sediaan: Larutan, 0,25%, dan salep 0,25%
Dosis: 1 tetes tiga atau empat kali sehari atau salep sepanjang
inci satu atau dua kali sehari.
Obat-obat parasimpatomimetik berikut ini poten dan bekerja lama,
serta digunakan bila obat-obat antiglaukoma lain tidak dapat
mengendalikan tekanan intra okuler. Saat ini mereka kurang
dipakai dibanding dulu. Miosis yang dihasilkan sangat kuat;
spasme siliaris dan miopia sering terjadi. Iritasi lokal sering

ditemukan dan phospholine iodide diduga bersifat kataraktogenik


pada beberapa pasien. Dapat terjadi blokade pupil. Dengan
semakin berkembangnya obat antiglaukoma modern, obat-obat ini
semakin jarang dipakai dibandingkan dulu.

Echothiophate Iodine (Phospholine Iodide)


Sediaan: Larutan 0,03%, 0,06%, 0,125%, dan 0,25%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari atau lebih jarang lagi,
tergantung responnya.
Echothiophate iodide adalah obat yang bekerja lama serupa dengan
isoflurophate, yang mempunyai keuntungan karena larut-air dan
kurang menimbulkan iritasi lokal. Toksisitas sistemik dapat timbul
dalam bentuk stimulasi kolinergik, antara lain banyak liur, mual,
muntah, dan diare. Efek samping pada mata adalah pembentukan
katarak, spasme akomodasi, dan pembentukan kista iris.

Demecarium Bromide (Humorsol)


Sediaan: Larutan, 0,125% dan 0,25%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Mungkin

terjadi

toksisitas

sistemik

yang

serupa

dengan

echothiophate iodide.

c. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Nonspesifik

Epinefrin 0,5-2%, 2 dd 1 tetes sehari.


Pada pengobatan glaukoma, epinephrine mempunyai keuntungan
berupa durasi kerja yang lama (12-72 jam) dan tidak menimbulkan
miosis. Ini terutama penting bagi pasien dengan katarak insipiens
(efek pada penglihatan tidak menonjol). Sedikitnya 25% pasien
menunjukkan alergi lokal; yang lain mengeluh sakit kepala dan
palpitasi jantung. Epinephrine menimbulkan efek pada tempattempat yang memiliki reseptor alfa maupun beta.

Epinephrine terutama bekerja dengan meningkatkan pengeluaran


humor akuous. Namun obat ini juga mampu mengurangi produksi
humor akuous pada pemakaian yang lama.
Dosis semuanya sama, yakni 1 tetes dua kali sehari. Dipivefrin,
bentuk epinephrine yang teresterifikasi, cepat dihidrolisis menjadi
epinephrine. Farmakodinamiknya sama dengan farmakodinamik
epinephrine.
Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5%, 1%, dan 2%
Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%, 1%
dan 2%.
Dipivefrin hydrochloride (Propine) 0,1%.
d. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Relatif Spesifik-Alfa 2

Apraclonidine Hydrochloride (Iopidine)


Sediaan: Larutan, 0,5% dan 1%
Dosis: 1 tetes larutan 1% sebelum terapi laser segmen anterior dan
tetesan kedua setelah tindakan hampir selesai. Satu tetes larutan
0,5% dua atau tiga kali sehari sebagai pengobatan tambahan
jangka-pendek pada pasien glaukoma yang menggunakan obatobat lain.
Apraclonidine hydrochloride adalah agonis adrenergik alfa-2 yang
relatif selektif; dipakai secara topikal untuk mencegah dan
mengendalikan tekanan intraokular agar tidak naik setelah
prosedur laser pada segmen anterior. Obat ini juga dipakai sebagai
terapi tambahan jangka-pendek pada pasien dengan terapi medis
maksimal yang masih ditoleransi yang masih memerlukan
penurunan tekanan intraokular. Apraclonidine menurunkan tekanan
intraokular dengan menekan pembentukan humor akuous, yang
mekanisme sebenarnya belum jelas diketahui. Berbeda dengan
clonidine, apraclonidine ternyata tidak mudah melalui sawar
jaringan darah dan menimbulkan sedikit efek samping. Efek
samping sistemik yang jarang dilaporkan adalah turunnya tekanan

diastolik (jarang), bradikardia, dan gejala-gejala sistem saraf pusat


seperti insomnia, irritabilitas, dan penurunan libido. Efek samping
pada mata adalah memucatnya konjungtiva, elevasi palpebra
superior, midriasis, dan rasa terbakar.

Brimonidine Tartrate (Alphagan-P)


Brimonidine adalah agonis adrenergik alfa-2 yang relatif spesifik,
yang menurunkan tekanan intraokular dengan menekan produksi
humor akuous dan mungkin juga dengan meningkatkan pengaliran
keluar humor akuous melalui jalur uveosklera. Obat ini
mempunyai efek minimum pada frekuensi janrung dan tekanan
darah.
Sediaan: Larutan, 0,15%
Dosis: 1 tetes dua atau tiga kali sehari. Mungkin digunakan sebagai
monoterapi atau dikombinasikan dengan obat glaukoma lain.
Sering kali digunakan sebagai obat pengganti pada pasien yang
tidak tahan obat penyekat beta.
Toksisitas: mulut kering, rasa menyengat, dan kemerahan
merupakan efek samping yang paling sering ditemukan.

e. Obat Penyekat Adrenergik-Beta (Simpatolitik)

Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE, Betimol)


Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,25% dan 0,5%
Dosis: 1 tetes larutan 0,25% atau 0,5% di setiap mata, satu atau
dua kali sehari bila perlu. Satu tetes gel sekali sehari.
Timolol maleate adalah obat penyekat adrenergik-beta non selektif
yang diberikan secara topikal untuk pengobatan glaukoma sudut
terbuka, glaukoma afakik, dan beberapa jenis glaukoma sekunder.
Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular selama 1224 jam. Timolol ternyata efektif pada beberapa pasien glaukoma
berat yang tidak dapat terkontrol dengan obat-obat antiglaukoma
lain

yang

telah

memperngaruhi

ditoleransi

ukuran

pupil

maksimal.
atau

Obat

ketajaman

ini

tidak

penglihatan.

Meskipun timolol biasanya ditoleransi baik, pemberiannya harus


hati-hati pada pasien-pasien yang diketahui kontraindikasi terhadap
penggunaan sistemik obat penyekat adrenergik-beta (misalnya
asma, gagal jantung)

Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)


Sediaan: :Larutan, 0,25% (Betoptic S) dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Betaxolol mempunyai efikasi sebanding dengan timolol dalam
pengobatan glaukoma. Selektivitas relatif terhadap reseptor- 1
mengurangi risiko efek samping pulmoner, khususnya pada pasien
dengan penyakit jalan nafas reaktif.

Levobunolol Hydrochloride (Betagan)


Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Levobunolol adalah penyekat 1 dan 2 non-selektif. Obat ini
mempunyai

efek

yang

sebanding

dengan

timolol

dalam

pengobatan glaukoma.

Metipranolol Hydrochloride (OptiPranolol)


Sediaan: Larutan, 0,3%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Metipranolol adalah penyekat 1 dan 2 non-selektif dengan efek
pada mata yang serupa dengan timolol.

Carteolol Hydrochloride (Ocupress)


Sediaan: Larutan, 1%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Carteolol

adalah

penyekat-beta

nonselektif

dengan

efek

farmakologik serupa dengan penyekat-beta topikal lain yang


dipakai pada pengobatan glaukoma.
f. Penghambat Anhidrase Karbonat; diberikan per oral
Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliare mengurangi sekresi
humor akuous. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per oral

terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular pada kasus


glaukoma sudut terbuka tertentu dan dapat dipakai pada glaukoma sudut
tertutup dengan sedikit efek.
Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan adalah derivat-derivat
sulfonamide. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum kira-kira
setelah 2 jam; pemberian intravena, setelah 20 menit. Lama efek maksimal
adalah 4-6 jam setelah pemberian per oral.
Penghambat anhidrase karbonat pada pasien dengan tekanan intraokular
yang tidak dapat dikendalikan dengan tetes mata. Untuk itu obat-obat ini
berguna, tetapi punya banyak efek samping yang tidak diinginkan, seperti
deplesi kalium, gangguan lambung, diare, dermatitis eksfoliatif,
pembentukkan batu ginjal, nafas pendek, fatigue, asidosis, dan kesemutan
pada ekstremitas. Penghambat anhidrase karbonat sistemik jadi lebih
jarang dipakai sejak ada timolol, penghambat anhidrase karbonat topikal
dan terapi laser.

Acetazolamide (Diamox)
Sediaan dan dosis:
Oral: Tablet, 125 mg dan 250 mg; berikan 125-250 mg, dua sampai
empat kali sehari (jangan melebihi 1 g dalam 24 jam). Kapsul
lepas-berkala, 500 mg; berikan 1 kapsul, satu atau dua kali sehari.
Parenteral: Dapat diberikan ampul 500 mg intramuskular atau
intravena untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima per
oral.

Methazolamide
Sediaan: Tablet, 25 mg dan 50 mg.
Dosis: 50-100 mg, dua atau tiga kali sehari (total tidak melebihi
600 mg/hari)

Dichlorphenamide (Daranide)
Sediaan: Tablet, 50 mg.
Dosis: Dosis awal 100-200 mg, diikuti 100 mg setiap 12 jam
sampai tercapai respon yang diinginkan. Dosis pemeliharaan

(maintenance) yang umum untuk glaukoma adalah 25-50 mg tiga


atau empat kali sehari. Dosis harian total jangan melebihi 300 mg.
g. Penghambat Anhidrase Karbonat; Diberikan Topikal
Dorzolamide dan brinzolamide adalah obat-obat penghambat anhidrase
karbonat topikal. Keduanya merupakan produk sulfonamide dengan
penetrasi kornea yang cukup untuk mencapai epitel sekretorik corpus
ciliare dan dapat menurunkan tekanan intraokular dengan menekan sekresi
humor akuous.

Dorzolamide Hydrochloride (Trusopt)


Sediaan: Larutan 2%
Dosis: 1 tetes dua sampia empat kali sehari. Dapat dipakai preparat
yang mana pun (dorzolamide atau brinzolamide). Oabt ini bisa
digunakan sebagai monoterapi, tetapi lebih sering dikombinasikan
dengan obat-obat glaukoma lain.
Toksisitas: reaksi-reaksi lokal, seperti rasa terbakar dan tersengat,
keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi pada konjungtiva.
Rasa pahit pasca-penetesan sering didapat. Efek samping sistemik,
seperti yang ditemukan pada pemberian oral, jarang ditemukan.

Brinzolamide Opthalmide Suspension (Azopt)


Sediaan: Suspensi 1%
Dosis: 1 tetes dua sampai empat kali sehari

h. Analog Prostaglandin
Obat-obat ini tampaknya menurunkan tekanan intraokular dengan cara
meningkatkan aliran keluar humor akuous, terutama melalui jalur
uveosklera. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat-obat
glaukoma lain.

Latanoprost (Xalatan)
Sediaan: Larutan, 0,005%
Dosis: 1 tetes sehari.

Travoprost (Travatan)
Sediaan: Larutan, 0,004%

Dosis: 1 tetes sehari

Bimatoprost (Lumigan)
Sediaan: Larutan, 0,03%
Dosis: 1 tetes sehari

Unoprostone Isopropyl (Rescula)


Sediaan: Larutan, 0,15%
Dosis: 2 tetes sehari
Toksisitas: Keempat sediaan menyebabkan peningkatan pigmentasi
coklat pada iris, konjungtiva hiperemis, keratopati epitelial
pungtata, dan sensasi benda asing. Sebagai tambahan, obat-obat ini
bisa memperburuk peradangan mata dan telah dihubungkan
dengan berkembangnya edema makula kistoid.

i. Preparat Topikal Kombinasi


Saat ini makin dikembangkan sediaan obat yang menggabungkan berbagai
senyawa dengan farmakologi yang berbeda, yang terutama ditujukan
untuk meningkatkan kepatuhan pasien meskipun besar efek penurunan
tekanan intaokular yang didapat tidak sebesar jumlah efek yang diperoleh
pada penggunaan senyawa-senyawa tersebut secara terpisah. Contoh
sediaan obat tersebut:

Xalacom (Latanoprost 0,005% dan timolol 0,5%) sekali sehari di


waktu pagi

Cosopt (dorzolamide 2% dan timolol 0,5%) dua kali sehari.

Combigan (Brimonidine 0,2% dan timolol 0,5%) dua kali sehari

Duotrav (Travoprost 0,004% dan timolol 0,5%) sekali sehari

Ganfort (Bimatoprost 0,03% dan timolol 0,5%) sekali sehari

j. Obat Osmotik
Obat-obat hiperosmotik dipakai untuk mengurangi tekanan intraokular
dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap humor akuous. Obatobat ini pada umumnya dipakai dalam penanganan glaukoma akut (sudut

tertutup) dan kadang-kadang pra-atau pasca bedah bila diindikasikan


penurunan tekanan intraokular. Dosis semua obat rata-rata 1,5 g/kg.

Gliserin (Osmoglyn)
Sediaan dan dosis: Gliserin umumnya diberikan per oral dalam
larutan 50% dengan air, jus jeruk, atau larutan garam beraroma
dengan es (1 ml Gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1-1,5 g/kg.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum dicapai dalam 1
jam dan bertahan 4-5 jam.
Toksisitas: Mual, muntah, dan sakit kepala kadang-kadang terjadi.
Pemberian per oral dan tiadanya efek diuretik adalah keuntungan
gliserin dibanding obat-obat hiperosmotik lain.

Isosorbide (Ismotic)
Sediaan: Larutan 45%
Dosis: 1,5 g/kg per oral
Mulai dan jam kerja: seperti gliserin
Berbeda dengan gliserin, isosorbide tidak menghasilkan kalori atau
menaikkan kadar gula darah. Reaksi samping lainnya serupa
dengan reaksi gliserin. Setiap 220 ml isosorbide mengandung 4,6
meq natrium.

Mannitol (Osmitrol)
Sediaan: Larutan 5-25% untuk suntikan.
Dosis: 1,5-2 g/kg intravena, biasanya dengan kadar 20%.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum terjadi dalam 1
jam dan bertahan 5-6 jam.
Masalah overload kardiovaskular dan edema paru lebih sering
pada obat ini karena besarnya volume cairan yang dibutuhkan.

Urea (Ureaphil)
Sediaan: Larutan 30% lyophilized urea dalam gula invert.
Dosis: 1-1,5 g/kg per intravena
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensi maksimum terjadi dalam 1
jam dan bertahan 5-6 jam.

Toksisitas: Ekstravasasi aksidental pada tempat suntikan dapat


menimbulkan reaksi lokal, yang berkisar dari iritasi ringan sampai
nekrosis jaringan.
2.

Terapi bedah
Trabekuloplasti jika TIO tetap tidak bisa terkontrol dengan pengobatan

medikamentosa yang maksimal.


Iridectomy ataupun Trabekulotomi (bedah drainase) jika trabekuloplasti gagal,
atau kontraindikasi dengan trabekuloplasti atau diperlukan TIO yang lebih rendah
lagi. Dapat juga dilakukan cryotherapi (altrnatif terakhir) pada mata yang
prognosanya sudah sangat jelek.

H.

PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,
tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah

kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka
akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata (Ilyas, 2009).

A. TINJAUAN PUSTAKA
Keratokonjunctivitis sika adalah keadaan keringnya permukaan kornea dan konjunctiva
akibat berkurangnya fungsi air mata. Kelainan kelainan ini terjadi pada penyakit yang
mengakibatkan:
1. Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya : blefaritis menahun, distikiasis,
dan akibat pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata : sindrom Syogren, sindrom Riley Day, alakrimia
kongenital, aplasi kongenital saraf trigeminus, sarkoidosis, limfoma kelenjar air
mata, obat-obat diuretik, atropin, dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musim : Benign ocular pempigoid
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik, hidup di
gurun pasir, keratitis logaftalmus
5. karena parut pada kornea atau menghilannyamikrovili kornea
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, dan penglihatan kabur. Mata akan
memberikan gejala sekrsi mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata
tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjunctiva bulbi edema, hiperemik menebal, dan
kusam. Kadang-kadang terdapat benag mukus kekuning-kuningan pada forniks konjunctiva
bagian bawah.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya serta diberikan air mata buatan. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, serta
neovaskularisasi kornea (Ilyas, Sidarta. 2008).

Patofisiologi
Permukaan mata dilapisi oeh tiga lapisan air mata yaitu lapisan lipid, akuos dan musin.
Ketiganya membentuk lapisan air mata yang stabil diantara kedipan mata. Lapisan air mata yang
stabil ini membuat mat terasa nyaman dan penglihatan jelas. Ketidakstabilan lapisan ini akan
membuat bercak kering dipermukaan mata yang menyebabkan sensasi rasa kering terasa seperti
berpasir dan kadang-kadang penglihatan menjadi kabur. Mata kering merupakan keadaan yang
sangat sering terjadi terutama pada usia lebih dari 40 tahun. Penyebab mata kering yaitu:
a. Kualitas air mata yang kurang baik
b. Masalah pada lapisan air mata
i. Lapisan minyak
Lapisan luar ini diproduksi oleh kelenjar meibom yang terdapat ditepi
kelopak mata. Lapisan ini berfungsi untuk mengurangi penguapan pada
lapisan dibawahnya. Jika lapisan minyak ini berkurang maka penguapan
lapisan akuous akan bertambah cepat. Masalah ini sering terjadi pada
orang-orang yang mengalami peradangan pada tepi kelopak mata, acne
dan beberapa kelainan kulit lainnya.
ii. Lapisan air / akuos
Merupakan lapisan paling tebal dan diproduksi oleh kelenjar air mata.
Lapisan

ini

berfungsi

untuk membersihkan

mata

dari

kotoran,

membersihkan dari benda iritan yang mengiritasi mata, serta untuk


melembabkan mata. Lapisan akuos 98 % terdiri dari air, dan komposisi
lainya aslah garam, protein, dan senyawa lainnya.
iii. Lapisan musin
Lapisan ini berfungsi untuk mempertahankan kedua lapisan diatasnya
tetap berada di permukaan mata.
Ketiga lapisan air mata ini diproduksi oleh berbagai kelenjar dalam mata.
Lapisan akuos diproduksi oleh kelenjar lakrimal yang berlokasi di

samping luar kelopak mata atas. Kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar


keringat di kelopak juga membantu produksi dari lapisan mukus dan
lapisan lemak. Apabila kita berkedip, maka kelopak mata akan
menyebarkan lapisan air mata di seluruh permukaan mata. Air mata yang
berlebih akan mengalir melalui dua saluran yang amat kecil di sudut
dalam mata, yang berhubungan dengan hidung
c. Produksi air mata yang kurang
Salah satu penyebab sindroma mata kering ini adalah proses penuaan yang
normal. Saat memasuki fase penuaan, tubuh kita memproduksi semakin sedikit
lemak. Sebagai ilustrasi, pada saat usia 65 tahun, produksi lemak tubuh
berkurang 60% dibandingkan usia 18 tahun. Hal ini sering terjadi pada wanita,
yang memang bertendensi untuk memiliki kulit yang lebih kering daripada pria.
Kekurangan lemak ini, mempengaruhi lapisan air mata terutama jenis lapisan
lemak (lapisan terluar dari lapisan air mata). Tanpa lapisan lemak ini, maka
lapisan air mata lebih cepat menguap sehingga meninggalkan area yang kering
pada kornea
d. Fungsi kelopak mata yang berkurang
Kelopak mata akan meratakan lapisan tipis air mata ke permukaan mata
dengan cara mengedipkan mata setiap 12 detik.
e. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menyebabkan berkurangnya lapisan air mata,
antara lain :
-

Diuretika, umumnya digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi

Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor untuk mengobati tekanan darah


tinggi

Antihistamin dan decongestan

Obat tidur

Obat-obatan KB

Beberapa antidepresan
f. Lingkungan yang kering
Gejala mata kering semakin bertambah dengan adanya lingkungan yang
kering, panas matahari yang menyengat, dan pada daerah dengan ketinggian
tertentu. Demikian pula pada pekerja yang membutuhkan konsentrasi tinggi
seperti bekerja di depan komputer, menyetir, atau membaca akan menurunkan
jumlah kedipan sehingga penguapan air mata menjadi lebih banyak.

Air mata juga diproduksi sebagai respon refleks terhadap rangsangan baik trauma
ataupun rangsangan emosional. Akan tetapi, air mata yang muncul karena rangsangan reflek ini,
tidak banyak membantu dalam lubrikasi mata. Dari sini kita tahu bahwa, kadang orang dengan
mata yang nrocoh (watery eyes) tetap mengeluhkan iritasi pada matanya

Gejala dan Keluhan

Gejala dan keluhan mata kering biasanya mengenai kedua mata, antara lain :
-

Mata sering gatal, rasa seperti terbakar, panas, dan pedih

Mata sering merah dan iritasi

Pandangan kabur yang sering membaik dengan kedipan

Watery Eyes

Sering timbul perasaan tidak nyaman setelah membaca, komputer maupun


melihat televisi

Diagnosis

Diagnosis dan derajat mata kering dapat diperoleh dengan melakukan cara diagnostik berikut ini:
a. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip schirmer
(kertas saring Whatman No.41) ke dalam cul-de-sac konjunctiva inferior pada batas
sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi
dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang
aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring tersebut. Tes Schirmer yang
dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0,5 %) mengukur fungsi kelenjar lakrimal
tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schimer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Hasil dari tes ini ada
false-positive dan false-negative. Hasil rendah kadang dijumpai pada orang normal dan
tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi
musin (Vaughan Daniel G., Asbury T. 2002).
Nilai normal
* Schirmer 1 tes

: 10-30 mm filter basah

* Basal secretion tes

: > 8 mm filter basah

* Schirmer 2 tes

: > 15 mm filter basah

Nilai kritis
Schirmer 1 tes :

vm

< 5 mm selamanya disertai sindrome Sjogren

Nilai abnormal ini mengukur kedua refleks atau sekresi basal

Basal secretion tes :

< 8 mm; suggests impaired basic tear secretion

Schirmer 2 tes :

< 15 mm, dicurigai kekurangan sekresi refleks air mata

Uji Schirmer merupakan hasil kuantitatif dengan dengan teknik yang kasar produksi otal air
mata. Berbagai uji lainnya akan mempersulit penilaian. Uji ini sulit dipercaya pada dry eye
yang ringan dan uji schirmer terutama dipakai untuk membedakan keadaan normal dan dry
eye berat. Pemeriksaan ini tidak mungkin membedakan sekresi basal dengan refleks air mata.
Diagnosis bandingnya sangat lebar dan etiologi sukar ditentukan dengan dasar gambaran
klinik. Uji Schirmer merupakan pemeriksaan yang cepat terutama bila hasil pembasahan
nyata (< 5 mm basah)
Teknik:

Pasien diperiksa dalam kamar dengan penerangan redup, atau tidak terlalu terang dan
tidak ada sinar langsung ke dalam ruangan.

Diperiksa tanpa atau dengan lokal anestesi

Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata secara bersamaan

Lipatan kertas filter diletakkan pada 1/3 lateral forniks inferior, dengan bagian lekukan 5
mm diletakkan di belakang kelopak.

Pasien diminta memfiksasi matanya pada titik di atas bidang horizontal selama 5 menit

Mata diminta tidak berkedip terlalu banyak

Kertas filter diangkat

Dilihat bagian filter yang basah sesudah 5 menit dan diukur dari bagian filter yang
dilipat.

Penilaian

Apabila filter basah 10 30 mm maka sekresi lakrimal normal atau ada pseudoepifora

Apabila basah lebih dari 30 mm, hal ini tidak ada arti, pasien ini pseudoepifora,
hipersekresi, atau normal

Pada orang tua bagian filter basah dapat kurang dari 15 mm

Apabila kurang dari 5 mm menunjukkan sekresi basal kurang (Ilyas, Sidarta. 2006).

b. Tear Film Break-up Time


Tes ini terkadang berguna untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata.
Kekurangan mucin mungkin tidak mempengaruhi tes schirmer namun dapat berakibat
tidak stabilnya film air mata. Hal ini yang menyebabkan lapisan air mata cepat pecah.

Bintik-bintik kering terbentuk dalam film air mata sehingga memaparkan epitel kornea
atau konjunctiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel yang dapat dipulas
dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi fluorescein.
c. Tes Ferning Mata
Tei ini merupakan sebuah tes sederhana untuk meneliti mukus konjunctiva yang
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjunctiva di atas kaca objek bersih.
Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien dengan
konjunctivitis yang meninggalkan parut (pemphigoid mata, SSJ, parut konjunciva difus),
arborisasi mukus menghilang atau berkurang.
d. Sitologi Impresi
Sitologi Impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjunctiva.
Pada mata normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel
goblet ditemukan pada kasus keratokonjunctivitis sicca, trachoma, pemphigoid mata
sikatriks, sindrom Steven-Johnson, dan Avitaminosis A.
e. Pemulasan Fluorescein
Menyentuh konjunctiva dengan secarik kertas kering berfluorescein adalah indikator baik
untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah dilihat
f. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna itu akan memulas semua sel
epitel non-vital yang mengering dari kornea dan konjunctiva.
g. Pengujian kadar lizozim air mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pada awal perjalanan sindrom
Sjogren dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kerta
sSchirmer dan diuji kadarnya.
h. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada konjunctivitis sicca dan pemakai kontak
lensa serta dianggap akibat dari berkurangnya sensitivitas kornea. Tes ini merupakan tes
yang paling spesifik untu keratokonjunctivitis sicca.
i. Lactoferin

Lactoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar
lakrimal (Vaughan Daniel G., Asbury T. 2002).
Pengobatan
Sindroma mata kering adalah kondisi penyakit yang kronis, yang tidak dapat
disembuhkan tapi dapat di atasi gejala-gejalanya (simptomatic treatment). Penanganan sindroma
ini sangat bergantung dari penyebab sindroma mata kering tersebut.
Apabila penyebabnya adalah lingkungan (iklim yang terlalu panas atau sangat dingin)
maka penanganannya adalah dengan menggunakan kaca mata hitam (sun glasses) terutama saat
berada di luar ruangan. Kaca mata hitam yang diperlukan adalah kacamata hitam dengan bentuk
yang cukup lebar dan menutupi daerah samping mata, sehingga penguapan air mata dapat
dihindari. Apabila berada dalam ruangan, maka air cleaner dan humidifier akan sangat
membantu menangani masalah ini.
Dokter mata akan memberikan tetes air mata buatan (artificial tears), yang berfungsi
untuk membantu mengurangi iritasi dan gejala-gejala yang timbul. Frekuensi pemakaian
artificial tears ini bergantung pada jenis dari artificial tears tersebut. Apabila artificial tears yang
dipakai adalah jenis yang non preservative atau tidak memakai bahan pengawet, maka bisa
diteteskan tiap 30 menit atau 1 jam. Apabila yang dipakai adalah jenis yang ada bahan
pengawetnya, maka penggunaanya cukup 4-6 kali sehari.
Pengguna lensa kontak yang mengalami sindroma mata kering, harus melepas lensa kontaknya
tiap kali memakai air mata buatan ini. Hal ini disebabkan tidak semua lensa kontak tahan
terhadap bahan-bahan di tetes air mata buatan ini. Paling tidak lensa kontak harus dilepas selama
15 menit. Apabila gejala mata keringnya tidak terlalu parah maka contact lens rewetting drops
cukup untuk membuat mata terasa nyaman tanpa perlu diberi tetes air mata buatan.
Suplemen nutrisi yang mengandung asam lemak esensial (linoleic and gamma-linolenic)
dikatakan dapat mengurangi gejala-gejala dari sindroma mata kering. Selain itu asam lemak
esensial dapat diperoleh dengan memakan ikan-ikan yang mengandung Omega 3 seperti:
Salmon, Herring, ikan Cod, Sardine dan Tuna (Zulkarnain, Rosalina. 2006).
Komplikasi

Sindroma mata kering ini tidak menimbulkan gangguan pada tajam penglihatan. Namun,
pada kasus yang sangat parah dapat menimbulkan kekeruhan pada kornea. Apabila ini terjadi,
tentu saja penglihatan akan terganggu. Tidak ada usaha pencegahan yang dapat dilakukan
mengingat sebagian besar penyebabnya adalah proses penuaan normal, namun apabila kita sudah
merasa memiliki salah satu gejala diatas, sebaiknya kita pergi ke dokter mata untuk kepastian
diagnosa dan mendapatkan penanganan yang tepat untuk menghindari komplikasi kekeruhan
pada kornea. (Zulkarnain, Rosalina. 2006)
Pada kasus yang berlanjut dapat terjadi erosi kornea, ulkus kornea, dan perforasi.
Terkadang ada infeksi sekunder. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini
(Vaughan Daniel G., Asbury T. 2002).

Anda mungkin juga menyukai