Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses
interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan
pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar
menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan
hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat
dikatakan sebagai sentral pembelajaran.
Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar,
gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu
dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi
lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan
membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan
pelajaran tersebut.
Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan
pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia
seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta
terhadap

tanah

air,

mempertebal

semangat

kebangsaan

dan

rasa

kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu


mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri
serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999).
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor
diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
karena

guru

secara

langsung

dapat

mempengaruhi,

membina

dan

meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi


permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal,

peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar
yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Tujuan pendidikan nasional seperti yang terdapat dalam Undangundang Nomor 2 tahuan 1989 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, sehat jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri
serta bertanggung jawab kemasyarakatan bangsa (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1998: 3). Tujuan pendidikan nasional ini sangat luas dan bersifat
umum sehingga perlu dijabarkan dalam Tujuan Institusional yang disesuaikan
dengan jenis dan tingkatan sekolah yang kemudian dijabarkan lagi menjadi
tujuan kurikuler yang merupakan tujuan kurikulum sekolah yang diperinci
menurut bidang studi/mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran
(Purwanto, 1988 :2). Tujuan instruksional dijabarkan menjadi Tujuan
Pembelajaran Umum dan kemudian dijabarkan lagi menjadi Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK).
Dalam mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus pada mata pelajaran
IPA di Sekolah Dasar, khususnya di SDN Sumberbulus 03 masih banyak
mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai mata
pelajaran IPA dibandingkan dengan nilai beberapa mata pelajaran lainnya,
mata pelajaran IPA peringkat nilainya menempati urutan paling bawah dari
enam mata pelajaran yang diebtanaskan, bertitik tolak dari hal tersebut di atas
perlu pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan yang harus dilalukan agar
siswa dalam mempelajari konsep-konsep IPA tidak mengalami kesulitan,
sehingga tujuan pembelajaran khusus yang dibuat oleh guru mata pelajaran
IPA dapat tercapai dengan baik dan hasilnya dapat memuaskan semua pihak.
Oleh sebab itu penggunaan metode pembelajaran dirasa sangat penting untuk
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep IPA.
Metode

pembelajaran

jenisnya

beragam

yang

masing-masing

memiliki kelebihan dan kelemahan, maka pemilihan metode yang sesuai

dengan topik atau pokok bahasan yang akan diajarkan harus betul-betul
dipikirkan oleh guru yang akan menyampaikan materi pelajaran.
Sedangkan penggunaan metode eksperimen

diharapkan dapat

meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dalam


proses belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya didominasi oleh guru,
dengan demikian siswa akan terlibat secara fisik, emosional dan intelektual
yang pada gilirannya diharapkan konsep perubahan benda yang diajarkan oleh
guru dapat dipahami oleh siswa. Berdasarkan uraian dari latar belakang
tersebut di atas maka dalam penelitian in memilih judul Strategi Belajar
Mengajar Dengan Menerapkan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar IPA Pada Siswa Kelas V SDN Sumberbulus 03 Ledokombo
Jember.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPA dengan diterapkannya
metode eksperimen?
2. Bagaimanakah pengaruh metode demostrasi terhadap motivasi belajar
siswa?
C. Tujuan Perbaikan
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya
metode eksperimen.
2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan
metode eksperimen.

D.

Manfaat Perbaikan
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA dengan metode
eksperimen.
2. Bagi guru dapat memberikan tambahan pengayaan cara mengajar dengan
bantuan metode demonstrasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapi
dengan baik.
3. Bagi lembaga dapat dijadikan sebagai bahan masukan informasi tentang
salah satu alternative cara pembelajaran IPA pada siswa dengan
pemanfaatan metode pengajaran dalam mencapai tujuan intruksional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berubah tingka laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. (KBBI, 1996: 14).
Sependapat

dengan

pernyataan

tersebut

Sutomo

(1993:

68)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan


seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar
untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula.
Sedangkan belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah
laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik,
tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya
pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120).
Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2000 tentang pendidikan
nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan
siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada
situasi tertentu.
B. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta,
tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan
pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7)
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat


memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA
bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan.
Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai
peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurn dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan
dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan
menggunakan

metode

ilmiah

dalam

rangkan

menemukan

suatu

kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana
konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk).
C. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen
atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya
saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan
(Usman, 200: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal
ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman,
2000: 5).

Mengajar

merupakan

suatu

perbuatan

yang

memerlukan

tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya


membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan
dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang
menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam,
proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan
kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi
program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran IPA.
D. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang


dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya
setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut
dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian
diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui
sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi
belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara
langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses
belajar mengajar IPA.
E. Metode Eksperimen
Karena kemajuan teknologi dan ilmu pengertahuan, maka segala
sesuatu memerlukan eksperimentasi. Begitu juga dalam cara mengajar guru di
kelas digunakan teknik eksperimen. Yang dimaksud adalah salah satu cara
mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaulasi oleh guru.
Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mamapu mencari
dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang
dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih
dalam cra berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimaen
siswa menemukan bukti keberanaran dari teori sesuatu yang sedang
dipelajarinya.
Agar penggunaan teknik eksperimen itu efisien dan efektif, perlu
pelaksana memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka
jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.

2. Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang
meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi
alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.
3. Kemudian dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsetrasi dalam
mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama,
sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang
dipelajari itu.
4. Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu
diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memeproleh
pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan
sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen
itu.
5. Perlu dimengerti juga bahwa tidak semua masalah bisa dieksperimenkan,
seperti masalah yang mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial
dan keyakina manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu
alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya
belum ada.
Bila siswa akan melaksanakan suatu eksperimen perlu memperhatikan
prosedur sebagai berikut:
1. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus
mehami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
2. Kepada siswa perlu diterangkan pula tentang:
-

Alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalma percobaan.

Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variablevariabel yang harus dikontrol dengan ketat.

Urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.

Seluruh proses atau hal-hal yang penting saja yang akan dicatat.

Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian,


perhitungan, grafik dan sebagainya.

3. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa.


Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan
jalannya eksperimen.
4. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian
siswa, mendiskusikan ke kelas, dan mengavaluasi dengan tes atau sekedar
Tanya jawab.
Teknik eksperimen kerap kali digunkan karena memiliki keunggulan ialah:
1. Dengan eksperimen siswa berlatih menggunanakan metode ilmiah dalam
menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percayha apdda
sesuatu yang belum pasti kebenarannya, dan tidak mudah percaya pula
kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya.
2. Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat, hal mana itu sangat dikehendaki
oleh kegiatan mengajar belajar yang modern, di mana siswa lebih banyak
aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
3. Siswa dalam melaksanakan proses sendiri kebenaran sesuatu teori, sehigga
akan mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa-peristiwa yang
tidak masuk akal.
F. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang
menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah
laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan
dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar,

10

motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai


motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa
yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif
yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik
adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa
strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran
sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan
tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik
adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak

11

perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik


dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh
oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman,
2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik
adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motifmotif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa

cara

membangkitkan

motivasi

ekstrinsik

dalam

menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:


1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan
diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan
mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal
kegiatan

belajar

mengajar

guru,

hendaknya

terlebih

dahulu

menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan


demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
3) Tujaun yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.
Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang
bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan
sesuatu perbuatan.
4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan
kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian,
guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk

12

meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan


guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat
yang besar.
6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau
belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti
dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada
ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia
mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan
motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya
perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai
yang tinggi, dan lain sebagainya.
G. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki
bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya
dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai
penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu
oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik
auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa
yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan
kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka
mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau
kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung
dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang
sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa

13

bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak
sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis
cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22
diantaranya

rata-rata

dapat

belajar

dengan

efektif

selama

gurunya

mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan


kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk
pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras
untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan
pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan
ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.

14

BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut

Oja

dan

Sumarjan

(dalam

Titik

Sugiarti,

1997:

8)

mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru


sebagai penelitia; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d)
administrasi social eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian
tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru
secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun,
kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan
seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan
didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
kelas V SDN Sumberbulus 03 Tahun Pelajaran 2008/2009
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April
Mei semester genap tahun pelajaran 2008/2009

15

3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi KelasV SDN Sumberbulus
03 Tahun Pelajaran 2008/2009 pada pokok bahasan Perubahan Cahaya
dan Sifatnya.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang
bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam

melaksanakan tugas,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu,


serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan
(dalam Mukhlis,

2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk


kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun

tujuan

utama

dari

PTK

adalah

untuk

memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan,


sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahaptahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

16

Putar
an 1

Refleksi

Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan

Putar
an 2

Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Refleksi
Tindakan/
Observasi

Putar
an 3

Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Refleksi
Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK


Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran

model

eksperimen .
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus
berikutnya.

17

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3,


dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang
sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan
untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu
proses pengumpulan data hasil eksperimen.
4. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA
pada pokok bahasan cahaya dan sifatnya. Tes formatif ini diberikan setiap
akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif).
Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba,
kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji
validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk
memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil
data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:

18

a. Validitas Tes
Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk
mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga
dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat
kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:
N XY X Y

rxy

N X

N Y

(Suharsimi Arikunto,

2001: 72)
Dengan: rxy

: Koefisien korelasi product moment

: Jumlah peserta tes

: Jumlah skor total

: Jumlah skor butir soal

X2

: Jumlah kuadrat skor butir soal

XY : Jumlah hasil kali skor butir soal


b. Reliabilitas
Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus
belah dua sebagai berikut:
r11

2r1 / 21 / 2
(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)
(1 r1 / 21 / 2 )

Dengan: r11
r1/21/2

: Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan


: Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih


besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut
reliabel.
c. Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal
adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan
taraf kesukaran adalah:
P

B
Js

(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P

: Indeks kesukaran

19

: Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js

: Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai


berikut:
-

Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
D

B A BB

PA PB
JA JB

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
PA

BA
Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
JA

PB

BB
Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JB

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda


butir soal sebagai berikut:
-

Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

20

D. Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan belajar dengan metode eksperimen, observasi aktivitas
siswa dan guru, dan tes formatif.
E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga
untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan
cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X

X
N

Dengan

: X

= Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa


N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas

21

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

Siswa. yang.tuntas.belajar x100%


Siswa

22

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data
observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar dengan metode eksperimen dan
pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes
formatif siswa pada setiap siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang
betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat
validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa
setelah diterapkan belajar dengan metode eksperimen.
A. Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian
berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan
dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis
tes yang dilakukan meliputi:
1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes
sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari
perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil
dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid
2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26,

Soal Tidak Valid


1, 5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22,

27, 28, 29, 30, 31, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45

24, 32, 33, 34, 35, 40, 46

2. Reliabilitas

23

Soal-soal

yang

telah

memenuhi

syarat

validitas

diuji

reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r 11


sebesar 0, 596. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk
jumlah siswa (N = 23) dengan r (95%) = 0,413. Dengan demikian soalsoal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
3. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran
soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
-

21 soal mudah

15 soal sedang

10 soal sukar

4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan
soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria
jelek sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 22 soal, berkriteria baik 8 soal.
Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarasyarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
B. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 2 April 2009 di Kelas V dengan jumlah
siswa 23 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun

24

proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah


dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil
penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus I
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

NAMA SISWA

SKOR
60
30
80
60
40
80
70
80
80
70
60
80
50
100
70
70
80
70
80
60
80
70
50

Andrik Afriandi
Abdul Rasid
Hamidi
Hamari
Junaidi
Mutmainnahsolihin
Fitriah
Erfan Efendi
Mery Ningsih
Moh. Erfan
Muhakki Romadhan
Rohiki Mahtub
Siti Kholifah
Shofiatul Ningsih
Suningsih
Vian Lestari
Wanib Habibi
Yuliatin
Zuyyinatul Jannah
Ida Mujriwati
Rudianto
Fitriatul Jannah
Abdullah

Keterangan:

KETERANGAN
T
TT
TT
TT
T
TT
TT
T
T
T
T
T
TT
T
TT
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
TT

T
TT
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang belum tuntas
Klasikal

: Tuntas
: Tidak Tuntas
: 15
:8
: Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I


No

Uraian

25

Hasil Siklus I

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

68,26
15
65,22

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan


metode eksperimen diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 70,29 dan ketuntasan belajar mencapai 70,59% atau ada 24
siswa dari 23 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 70,59% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.
Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum
mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menerapkan metode eksperimen.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif II dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2003 di Kelas V dengan jumlah
siswa 23 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun
proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang

26

digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada
siklus II adalah sebagai berikut.
Table 4.4. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus II
NO

NAMA SISWA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Andrik Afriandi
Abdul Rasid
Hamidi
Hamari
Junaidi
Mutmainnahsolihin
Fitriah
Erfan Efendi
Mery Ningsih
Moh. Erfan
Muhakki Romadhan
Rohiki Mahtub
Siti Kholifah
Shofiatul Ningsih
Suningsih
Vian Lestari
Wanib Habibi
Yuliatin
Zuyyinatul Jannah
Ida Mujriwati
Rudianto
Fitriatul Jannah
Abdullah

Keterangan:

SKOR
80
60
60
70
70
90
70
80
80
70
60
80
70
90
80
90
90
80
80
60
80
70
60

KETERANGAN
T
TT
T
TT
TT
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
TT

T
TT
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang belum tuntas
Klasikal

: Tuntas
: Tidak Tuntas
: 18
:5
: Belum tuntas

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus II


No

Uraian

27

Hasil Siklus II

Nilai rata-rata tes formatif

74,78

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

18
78,26

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa


adalah 74,78 dan ketuntasan belajar mencapai 78,26% atau ada 18
siswa dari 23 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap
akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan
berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga
sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru
dengan menerapkan metode eksperimen.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III
dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2003 di Kelas dengan
jumlah siswa 23 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang

28

digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada
siklus III adalah sebagai berikut.
Table 4.6. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus III
NO

NAMA SISWA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Andrik Afriandi
Abdul Rasid
Hamidi
Hamari
Junaidi
Mutmainnahsolihin
Fitriah
Erfan Efendi
Mery Ningsih
Moh. Erfan
Muhakki Romadhan
Rohiki Mahtub
Siti Kholifah
Shofiatul Ningsih
Suningsih
Vian Lestari
Wanib Habibi
Yuliatin
Zuyyinatul Jannah
Ida Mujriwati
Rudianto
Fitriatul Jannah
Abdullah

Keterangan:

SKOR
80
60
60
90
90
90
90
80
90
80
80
80
70
100
80
90
90
80
90
80
100
80
60

KETERANGAN
T
TT
T
TT
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
TT

T
TT
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang belum tuntas
Klasikal

: Tuntas
: Tidak Tuntas
: 20
:3
: Tuntas

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus III


No
1

Uraian
Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus III


82,60
20
86,95

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif


sebesar 82,60 dan dari 23 siswa yang telah tuntas sebanyak 20 siswa

29

dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal


ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,95% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan
lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus
III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan belajar dengan metode eksperimen sehingga siswa
menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar
dengan Penerapan metode eksperimen. Dari data-data yang telah
diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua
pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masingmasing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan belajar dengan metode
eksperimen dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang
perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan
dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode

30

eksperimen dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga


tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode
eksperimen memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari
sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 65,22%, 78,26%, dan 86,95%.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran IPA pada pokok bahasan perubahan cahaya dan sifatnya
dengan metode eksperimen yang paling dominan adalah mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah belajar dengan metode eksperimen dengan
baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan
LKS/menemukan

konsep,

menjelaskan,

memberi

umpan

balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup


besar.

31

BAB V
PENUTUP

32

A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga
siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan metode eksperimen memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,22%),
siklus II (78,26%), siklus III (86,95%).
2. Penerapan metode eksperimen mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata
jawaban siswa hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik
dan berminat dengn metode eksperimen sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan belajar dengan metode eksperimen memerlukan
persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan
atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode
eksperimen dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,
memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau
mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA

33

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineksa Cipta
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and
Bacon, Inc. Boston.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses
Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.
Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

34

Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.


Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria
Dearcin University Press.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran. Bandung.
Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Saliwangi, B. 1988. Pengantar Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.
Malang: IKIP Malang.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAUPPAI, Universitas Terbuka.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

35

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan
Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.

Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

36

SIKLUS 1
Mata Pelajaran

: IPA

Kelas/ Semester

: V/ 2

Alokasi Waktu: 2 x 35 menit


Hari, Tanggal

: Kamis, 9 April 2009

Kompetensi Dasar
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Indikator
6.1.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran berlangsung diharapkan siswa dapat menyebutkan sifatsifat cahaya dengan benar
Materi Ajar
Cahaya dan Sifatnya
Metode
Eksperimen
Kegiatan Pembelajaran
o Kegiatan Awal

Salam

Absensi

Apersepsi

o Kegiatan Inti

Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok

Siswa mempraktekkan sifat-sifat cahaya

Siswa mendiskusikan hasil praktikum dengan teman sekelompok

Siswa menyimpulkan sifat-sifat cahaya

o Kegiatan Akhir

Siswa dan guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan

37

Evaluasi

Salam

Alat, Bahan dan Sumber Belajar


o

Kurikulum IPA, KTSP

Buku IPA, Pusat Perbukuan Depdiknas

Karton, Lilin, Korek

Baskom, Air, Kelereng, Gelas, Pensil

Penilaian
o Bentuk Penilaian
Tes tulis
Performance tes
o Instrumen Penilaian
Soal
1. Sebutkan sifat cahaya yang terjadi pada percobaan tadi?
2. Mengapa kelereng yang dimasukkan ke dalam air posisinya seakanakan berubah?
3. Kita dapat melihat bayangan kita dicermin, mengapa?
4. Terjadinya pelangi merupakan penerapan sifat cahaya, yaitu.
5. Mengapa dasar sungai yang airnya keroh tidak bias kita lihat?
Kunci Jawaban
1.

cahaya merambat lurus, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat


dibiaskan

2.

karena terjadi pembiasan cahaya

3.

karena cahaya yang datang dipantulkan ke mata kita

4.

penguraian cahaya

5.

karena cahaya tidak dapat menembus benda keruh

Pedoman Penskoran

38

Nilai Maksimal = 100


Nilai
NilaiMaksimal

Ledokombo, 2 April 2009


Guru Kelas

AHMADIYANTO
NIM. 813661975

Lampiran 2

39

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


SIKLUS 2
Mata Pelajaran

: IPA

Kelas/ Semester

: V/ 2

Alokasi Waktu: 2 x 35 menit


Hari, Tanggal

: Kamis, 2 April 2009

Kompetensi Dasar
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Indikator
6.1.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran berlangsung diharapkan siswa dapat menyebutkan sifatsifat cahaya dengan benar
Materi Ajar
Cahaya dan Sifatnya
Metode
Eksperimen
Kegiatan Pembelajaran
o Kegiatan Awal

Salam

Absensi

Apersepsi

o Kegiatan Inti

Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok

Siswa dalam kelompok memilih judul praktek yang disediakan guru

Siswa mempraktekkan sifat-sifat cahaya

Siswa mendiskusikan hasil praktikum dengan teman sekelompok

Siswa menyimpulkan sifat-sifat cahaya

40

o Kegiatan Akhir

Siswa dan guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan

Evaluasi

Salam

Alat, Bahan dan Sumber Belajar


o

Kurikulum IPA, KTSP

Buku IPA, Pusat Perbukuan Depdiknas

Karton, Lilin, Korek

Baskom, Air, Kelereng, Gelas, Pensil

Penilaian
o Bentuk Penilaian
Tes tulis
Performance tes
o Instrumen Penilaian
Lembar pengamatan performance
NO

NAMA
SISWA

keaktifan

Aspek Penilaian
ketrampilan
penggunaan
keruntutan
alat

kerapian

JUMLAH

1
2
3
4
5

Keterangan:

rentang skor

Keaktifan

: 0 - 25

Ketrampilan Alat

: 0 - 25

Keruntutan

: 0 - 25

Kerapian

: 0 25
Ledokombo, 9 April 2009
Guru Kelas
AHMADIYANTO
NIM. 813661975
Lampiran 3

41

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


SIKLUS 3
Mata Pelajaran

: IPA

Kelas/ Semester

: V/ 2

Alokasi Waktu: 2 x 35 menit


Hari, Tanggal

: Kamis, 16 April 2009

Kompetensi Dasar
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Indikator
6.1.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran berlangsung diharapkan siswa dapat menyebutkan sifatsifat cahaya dengan benar
Materi Ajar
Cahaya dan Sifatnya
Metode
Eksperimen
Kegiatan Pembelajaran
o Kegiatan Awal

Salam

Absensi

Apersepsi

o Kegiatan Inti

Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok

Siswa dalam kelompok memilih judul praktek yang disediakan guru

Siswa mempraktekkan sifat-sifat cahaya

Siswa membacakan hasil eksperimen yang dilakukan

42

Siswa melakukan tanya jawab seputar eksperimen yang telah


dilakukan

Siswa menyimpulkan sifat-sifat cahaya

o Kegiatan Akhir

Siswa dan guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan

Evaluasi

Salam

Alat, Bahan dan Sumber Belajar


o

Kurikulum IPA, KTSP

Buku IPA, Pusat Perbukuan Depdiknas

Karton, Lilin, Korek

Baskom, Air, Kelereng, Gelas, Pensil

Penilaian
o Bentuk Penilaian
Tes tulis
Performance tes
o Instrumen Penilaian
Lembar pengamatan performance
NO

NAMA
SISWA

keaktifan

Aspek Penilaian
ketrampilan
penggunaan
keruntutan
alat

1
2
3
4
5

43

kerapian

JUMLAH

Keterangan:

rentang skor

Keaktifan

: 0 - 25

Ketrampilan Alat

: 0 - 25

Keruntutan

: 0 - 25

Kerapian

: 0 25

Ledokombo, 9 April 2009


Guru Kelas

AHMADIYANTO
NIM. 813661975

44

Lampiran 4
DATA KEADAAN SISWA KELAS V
SDN SUMBERBULUS 03 LEDOKOMBO JEMBER
TAHUN PELAJARAN 2008/2009

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

NAMA SISWA

L/P

Andrik Afriandi
Abdul Rasid
Hamidi
Hamari
Junaidi
Mutmainnahsolihin
Fitriah
Erfan Efendi
Mery Ningsih
Moh. Erfan
Muhakki Romadhan
Rohiki Mahtub
Siti Kholifah
Shofiatul Ningsih
Suningsih
Vian Lestari
Wanib Habibi
Yuliatin
Zuyyinatul Jannah
Ida Mujriwati
Rudianto
Fitriatul Jannah
Abdullah

L
L
L
L
L
P
P
L
P
L
L
P
P
P
P
P
L
P
P
P
L
P
L
L
P

45

Alamat
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus
Sumberbulus

11
12

46

Anda mungkin juga menyukai