Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

OLEH :

KOMANG TRI PUTRI ANDRIASTUTI, S.IP


NPM : 15.22.123.002

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2016

RESUME BUKU I
Judul

: Kebijakan Publik di Indonesia

Pengarang

: Dr. Riant Nugroho

Penerbit

: Pustaka Pelajar

(Cetakan I, September 2016)

Visi pembangunan global mengedepankan kepentingan kepentingan global dengan


muatan yang sebagian sesuai dengan kepentingan dunia, sebagian sesuai dengan kepentingan
nasional, ada juga yang bertentangan visi pembangunan nasional. Konflik kepentingan global
dan nasional sudah menjadi pemahaman umum, khususnya diantara mereka yang menyukai
univeralisme atau global dengan menyukai partikularisme atau nasional. Dikatakan
sebagai pilihan, karena sifatnya preferensial atau subjektif, meski pertimbangan dan landasan
yang digunakan dapat diklaim sebagai objektif.
Pada akhir 2015, MDGs dinyatakan berakhir. Sebagai kelanjutannya, disepakati visi
pembangunan global Sustainable Development Growths (SDGs) atau Global Goals yang
dicanangkan oleh PBB secara resmi pada 25 September 2015. Keempat tren kebijakan global ini
dapat disebut sebagai global determinant policies, yang mengarahkan kebijakan kebijakan
diseluruh dunia kearah yang sama. Jika dua kebijakan pertama, pertumbuhan ekonomi dan
human development merupakan pengembangan gagasan unggulan diantara gagasan lain,
maka pada dua kebijakan terakhir MDGs dan SDGs merupakan kumpulan dari puncak
puncak masalah paling kronis diantara bangsa bangsa.
Terdapat gap antara pencapaian dengan target. Tiga hal yang kemungkinan menjadi
penghambat : pertama, sebagai turunan dari visi dan strategi pembangunan nasional, maka
kebijakan pembangunan Indonesia memang tidak sama dengan kebijakan yang seharusnya
dikembangkan dalam MDGs. Kedua, sebagai konsekuensinya, prioritas pembangunan nasional
Indonesia tidak sebangun dengan prioritas pembangunan global. Ketiga, dengan demikian,
efeknya adalah kepada distribusi dan alokasi sumber daya anggaran negara atau APBN.

Hari ini MDGs terdiri dari 8 tujuan, maka SDGs terdiri dari 17 tujuan, yaitu :
1. Menghapus kemiskinan dalam segala bentuknya dimanapun.
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai keamanan pangan dan perbaikan gizi, dan memajukan
pertanian berkelanjutan.
3. Memastikan hidup yang sehat dan memajukan kesejahteraan bagi semua orang disemua
usia.
4. Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan adil serta mempromosikan
kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak
perempuan.
6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi bagi yang berkelanjutan bagi
semua pemilihnya.
Selanjutnya, visi presiden Jokowi adalah Trisakti Kemandirian Bangsa, yaitu Indonesia
yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan. Ketiganya dijabarkan dalam strategi Nawacita yang merupakan Sembilan
agenda prioritas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju visi Trisakti Baru.
Dimana dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi,tujuan negara dapat dikerucutkan menjadi
Trisakti Kemandirian Bangsa, yaitu Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri
dalam bidang ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan. Metode untuk mencapainya adalah
dengan cara me-Nawacitakan kebijakan kebijakan pembangunan nasional Indonesia 20142019. Dengan demikian, tantangan kesenjangan antara SDGs dan Nawacita tidak perlu
dipermasalahkan, karena SDGs mempunyai konteks periferal atau pinggiran dalam
pembangunan nasional Indonesia.
Kebijakan publik yang mengintegrasikan SDGs ke dalam Nawacita akan terkluster kedalam
ketiga dimensi kebijakan tersebut. Dengan demikian dengan dikembangkan kebijakan
kebijakan di setiap kebijakan turunan SDGs-NC kedalam setiap kluster tersebut. Uniknya, pada
pelaksanaan tidak menjadi sulit, karena setiap kluster kebijakan sebenarnya sudah ada pada
setiap jenis kebijakan pada setiap unit kerja pemerintah.
Namun demikian, didalam praktik birokrasi, melakukan eksekusi terhadap kebijakan
kebijakan turunan SDGs-NC relative tidak mudah. Maka mengintegrasikan visi SDGs dengan
visi

Presiden,

akan

sulit

mendapatkan

hasil

sesuai

yang

diharapkan.

Dimana

pengimplementasiannya dilakukan secara selektif dengan hanya pada beberapa lembaga


pemerintah yang sudah siap. Inilah yang disebut model praktik kebijakan Pragmatisme
Kebijakan Publik. Dalam konteks ini, tidak ada perubahan dalam kebijakan pembangunan
nasional, namun secara pragmatis dan strategis mengintegrasikan kebijakan global kedalamnya
dan memilih percontohan untuk dijadikan etalase global keberhasilan integrasi kebijakan
nasional-global.
Peradaban lain disejumlah negara yang menjadi pelopor dan kemudian pemenang dalam
globalisasi dengan persaingan global sebagai core valuenya menyusul masuk kedalam gerakan
globalisasi, dan menjadi bagian pemenang pemenang global. Tetapi, sebagian lagi gagal masuk
kedalam armada globalisasi, dan menjadi pemain pinggiran. Namun, ada juga yang menjadi
mangsa globalisasi. Paling buruk adalah negara yang terbuang dalam peradaban globalisasi.
Dalam membangun kebijakan kerjasama internasional diera globalisasi, khususnya dibidang
perdagangan yang pertama adalah membangun industri nasional yang efisien, kuat dan mampu
menang dalam persaingan global. Kedua, dalam tingkat tertentu perlunya pemahaman akan
filosofi politik ekonomi dari negara negara lain. Ideologi WTO terkini bukan lagi (neo)
liberal (atau idealis), melainkan (neo)realis. Jadi yang dicermati adalah seberapa jauh
pertandingan kepentingan juga memenangkan kepentingan kita secara setara sektor demi sektor.
Ketiga, pada tingkat tertentu, kerja sama bilateral bertentangan dengan prinsip WTO, yaitu
perdagangan bebas multilateral-global sehingga sama sepihak atau beberapa pihak secara prinsip
ibarat menggunting dalam lipatan terhadap kesepakatan WTO. Keempat, kerjasama
internasional adalah sebuah kebijakan politik karena berkenaan dengan pilihan pilihan politik
negara. Karena itu disarankan dalam prosesnya mengikuti good international cooperation
governance. Kelima, kerjasama internasional adalah sebuah keharusan peradaban. Indonesia
harus banyak membuat kebijakan kerjasama internasional.
Selain itu, masalah kebijakan lain yang sangat urgensi diera global ini adalah masalah
kebijakan korupsi. Salah satunya korupsi dalam lembaga yang paling dihormati oleh rakyat
Indonesia yaitu MK (Mahkamah Konstitusi). Dimana ia merupakan benteng terakhir dimana
kebenaran konstitusional dipertaruhkan. Dengan tertangkapnya ketua MK oleh KPK pada 3
Oktober 2013 maka robohlah keyakinan bahwa Indonesia dapat memerangi korupsi. Korupsi
merupakan perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang

dari kesucian, melanggar norma norma, agama, material, mental dan umum. Korupsi adalah
satu satunya aksi yang secara efektif menghancurkan bangsa dalam jangka waktu yang sangat
panjang bahkan selamanya.
Bangsa bangsa yang kehilangan harapan akan masa depan maka akan mudah menjadi
bangsa bangsa korup. Korupsi tidak berbeda dengan mencuri, mengambil yang bukan menjadi
haknya. Bangsa pencuri adalah bangsa yang berbudaya korupsi. Budaya korupsi bukan budaya
bawaan, tetapi budaya yang tercipta karena masyarakat dari suatu bangsa kehilangan harapan
akan masa depannya. Tanpa menunjuk bangsa lain, para pembuat kebijakan (policy makers)
Indonesia perlu menilai diri, apakah kebijakan publik yang dibangun dengan membawa misi
memberikan harapan pada rakyat Indonesia. Masalah ini merupakan masalah yang sangat serius,
ini diperkuat dengan banyaknya penelitian kebijakan publik kita yang sebaliknya. Dengan
kebijakan kebijakan publik yang membangun harapan tentang masa depan yang baik dan
penuh cita, maka mudahlah untuk membangun kebijakan anti korupsi dan pada gilirannya
membangun bangsa yang corruption-proof, karena kita tidak lagi mempunyai rakyat yang yakin
dengan kualitas yang kebalikannya. Dan perlu diingat saat menyebut kata rakyat maka artinya
setiap warga negara Indonesia, tidak terkecuali, dan terutama, para pimpinan disektor publik,
bisnis, dan sosial kemasyarakatan. Baik Presiden, Wakil Presiden, BI, Kapolri, Jaksa Agung,
Pimpinan MK, MA, KY, Anggota DPR, DPD, Gubernur, Walikota, Bupati dan semua jajarannya.
Oleh karena itu, korupsi yang merupakan masalah kecil jika kita mengetahui bagaimana
mengecilkannya dan membuatnya tidak relevan untuk dibicarakan, karena isu itu sudah tiada.
Bagaimana dengan kebijakan yang ada di Indonesia? Kebijakan di Indonesia menjadi kurang
efektif bisa dilihat dari dua penyebab : pertama karena kebijakannya memang buruk, kedua
kebijakannya tumpang tindih. Inilah faktor penyebab kebijakan yang ada tidak dapat bersinergi
menjadi kebijakan yang berpotensi membangun dan meningkatkan keefektifan kebijakan dari
suatu negara.
Penyebab lain yang menjadikan kebijakan publik di Indonesia selalu tumpang tindih adalah
pertama, masalah tata kelola organisasi pemerintahan, yaitu kewenangan antar organisasi di
Pemerintah tidak dibagi habis sebagaimana seharusnya organisasi pemerintahan/publik dan
organisasi pada umumnya. Dengan demikian sejak awal telah terjadi adanya tumpang tindih
kebijakan, solusinya adalah perlu audit kewenangan pada setiap organisasi pemerintah, dan

kemudian diselesaikan masalah pembagian kewenangan yang tidak selesai. Kedua, birokrasi
mempunyai penyakit khas, begitu diberi kewenangan, maka akan berusaha ditambahkan
kewenangan kewenangan baru, agar terkesan lebih berkuasa. Hal demikian tidak mudah
menghentikannya. Libido pujian ini menyebabkan setiap birokrat dan para pimpinan lembaga
tergoda untuk menambah nambah kewenangan, dan akhirnya berhasil, dengan akibat tumpang
tindih kebijakan semakin menjadi jadi.
Ketiga, yang paling krusial adalah Karena para pengajar kebijakan publik alpa untuk
mengelompokkan kebijakan publik sesuai dengan ranah atau ruang lingkupnya. Pada dasarnya,
terdapat dua jenis kebijakan sesuai dengan ruang lingkupnya, yaitu :
1. Kebijakan tunggal, atau bersendiri, atau standalone policy, yang kebijakan yang
mengatur hanya satu ranah saja, dan secara relatif tidak menjangkau ranah yang lain.
2. Kebijakan majemuk atau compound policy, yaitu kebijakan yang mengatur banyak ranah
tanpa bisa dibatasi secara mantap.
Masalahnya pada saat ini, hampir semua kebijakan publik adalah kebijakan majemuk yang
menyangkut semua elemen lembaga pemerintahan. Seharusnya, yang membuat kebijakan publik
hari ini dan dimasadepan adalah hanya Menteri Koordinator, dibantu oleh para menteri menteri
teknis terkait. Harus terdapat adanya harmonisasi koseptual, baru bisa dilaksanakan harmonisasi
operasional, yaitu pada pasal pasal. Sehingga dapat meniadakan secara efektif ketumpang
tindih kebijakan secara efektif akan membentuk kebijakan dengan pola dan kultur yang sama
ditingkat daerah. Harmonisasi tersebut dapat diletakkan pada bagian konsideran pada kebijakan.
Pada kesepakatan hari ini, konsideran dari Undang Undang adalah dimensi filosofis,
sosiologis, politis, yuridis dan administratif. Konsideran filosofis hingga politis dimasukan pada
menimbang Konsideran yuridis dimasukkan pada mengingat. Konsideran administratif
dimasukkan pada memperhatikan agar sebuah kebijakan menjadi lebih harmonis.
Era globalisasi yang membawa sebuah fakta baru yang khas dari kebijakan publik setiap
negara: kebijakan kebijakan antar negara cenderung menjadi sama, atau bahkan menjadi benar
benar sama dengan yang lain. Fenomena yang dapat muncul adalah similarisasi atau
penyamaan kebijakan, artinya kebijakan suatu negara sama dengan negara lain dan
kepenyerupaan kebijakan. Konvergensi , dominasi, konsolidasi, dan integrasi kebijakan muncul
sebagai fenomena actual dalam pengembangan kebijakan publik disetiap negara pada saat ini dan

kedepan, membuat aktor aktor kebijakan publik ditingkat global, dan aktor aktor yang
dibawa negara dominan, menjadi aktor aktor penentu kebijakan publik setiap negara pada saat
ini dan kedepan. Mereka adalah para pemimpin dari organisasi global, seperti PBB, WTO, IMF
dll. Tantangan bagi setiap negara berkembang khususnya Indonesia, adalah meletakkan
warganegaranya pada organisasi organisasi dunia tersebut, untuk kemudian menjadi bagian
dari dominator dalam aglomerasi kebijakan ditingkat dunia yang menjadi tren pada saat ini dan
pada masa depan.
Setelah reformasi, para pengembang kebijakan (para ahli) dan pembuat kebijakan (politisi
dan birokrasi), cenderung untuk meniru kebijakan negara lain, atau yang didiktekan oleh negara
asing yang mempunyai pengaruh dominan atas Indonesia, dan inferior terhadap desakan lembaga
keuangan internasional untuk mengikuti arahan mereka-khususnya IMF-sehingga dalam 15
tahun terakhir, Indonesia mengalami proses eklektikisasi kebijakan publik, dan memasukan
Indonesia ke dalam konvergensi kebijakan, dominasi, konsolidasi, bahkan integrasi kebijakan.
Di ASEAN, Indonesia menjadi pengikut dari penandatanganan kebijakan perekonomian bebas
di ASEAN, ASEAN-China, ASEAN-Jepang yang sedang dikerjakan dalam setahun terakhir.
Sementara itu, Singapura, Malaysia, dan China cenderung tetap mempertahankan tradisi
kemandirian kebijakan, dengan hasil ketiga negara tersebut, khususnya Singapura dan China,
menjadi pemain penentu kawasan regional dan global.
Sedangkan Indonesia, pasca 15 tahun reformasi, memberikan gambaran yang kurang
memuaskan, tetapi mebangun kebijakan baru yang lepas dari kebijakan yang sudah terlanjur
ada, juga pekerjaan yang sulit. Mulai kebijakan demokratisasi-liberal hingga liberalisasiekonomi. Setelah dilantik 10 bulan Presiden Joko Widodo melakukan perombakan (reshuffle)
kabinet. Penyebab utamanya adalah menurunnya kinerja ekonomi nasional dan menurunnya
komunikasi politik presiden dengan partai partai lainnya. Faktor ekonomi menyumbangkan
hamper 72% dari total krisis yang dihadapi presiden. Jokowinomics oleh bapak Jokowi adalah
konsep ekonomi yang baik dan memadai, tetapi perlu tiga ceteris paribus. Pertama, perlu tim
ekonomi yang sesuai. Selama 10 tahun terakhir, Jokowinomics mendapatkan tim ekonomi yang
baik tetapi kurang memadai. Kedua, tim ekonomi teknis perlu dibantu dengan tim yang multitalent, untuk merespons tantangan kebijakan yang multifaset. Tidak bisa tantangan keuangan
dihadapi dengan cara keuangan saja, namun memerlukan cara keuangan, perdagangan, industri,

dan cara kebijakan. Ketiga, Jokowinomics dan Nawacita-nya harus menjadi sebuah konsep yang
adaptif, bahkan pro-aktif kepada perubahan

yang menjelang tanpa harus kehilangan inti

konsepsinya. Disini, menjadi perlu bagi presiden untuk membangun sebuah charger dan bahkan
sebuah oase pada saat Jokowinomics menemui kebuntuan. Bukan sebuah organisasi
kepresidenan, tetapi sebuah ekosistem dimana Presiden dengan Jokowinomicsnya dapat
berenang dengan leluasa.
Tantangan kebijakan ekonomi Jokowi yang pertama adalah, kuatro defisit keuangan
negara, yaitu defisit anggaran (fiscal), defisit neraca perdagangan, defisit neraca transaksi
berjalan, dan defisit neraca pembayaran. Tantangan ini memerlukan respons kebijakan keuangan
yang lebih dari businessas usual. Kedua adalah merespons bonus demografi di tahun 2020-2030,
dimana jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70persen,
sedangkan sisanya adalah penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi ini membawa
dampak ekonomi, karena sangat rendahnya tingkat ketergantungan penduduk nonproduktif
terhadap penduduk produktif, akan terjadi akumulasi tabungan yang eksponensial. Untuk itu,
diperlukan respons kebijakan yang mampu menciptakan lapangan kerja secara massif untuk
merespons ledakan banjir tenaga kerja yang sangat banyak. Jika ledakan tenaga kerja produktif
tidak diimbangi terciptanya lapangan kerja yang setara, maka yang ada adalah banjir
pengangguran. Akibatnya Indonesia akan menjadi negara gagal.
Disatu sisi kita memiliki kebijakan ketenagakerjaan yang disinsetif terhadap investasi
atau kebijakan batu sandungan untuk merespons bonus demografi, dan disisi yang sama kita juga
berhadapan dengan karakter investasi yang cenderung non-padat karya, serta kondisi SDM yang
relative terbatas. Maka disisi lain kita berhadapan dengan fakta bahwa AFTA telah dimulai.
Dengan keberhasilan pertumbuhan investasi dan ekonomi Indonesia, pada akhirnya lapangan
kerja bukan lagi hanya untuk rakyat Indonesia, tetapi diperebutkan oleh rakyat se-ASEAN.
Tantangan ketiga, membina BUMN sebagai pelaku ekonomi nasional yang kuat.
Pemerintah perlu mendorong BUMN untuk menjadi pelau bisnis yang normal dan dikelola
secara professional dan mendorong mereka keluar dari ketiak birokrasi dan perlindungan
politik. Tantangan keempat adalah masalah pengangguran. Akar kemiskinan adalah
pengangguran, karena dengan menganggur orang tidak mempunyai penghasilan untuk hidup

layak, sekaligus tidak mempunyai kehormatan untuk berperilaku sosial dengan layak. Respons
kebijakan yang diperlukan adalah menyiapkan konsep penanggulangan yang efektif.
Tantangan kelima adalah mengatasi tantangan nexus keamanan terkini yang berada ditiga
sektor prinsip: energi, pangan dan air. Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus segera merespons
kelima tantangan ekonomi tersebut. Dengan memahami dan memberikan pemahaman kepada
menteri menteri ekonominya bahwa diperlukan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang
tidak semata mata ekonomi, memilih pendekatan yang lebih pragmatis daripada akademis,
karena pada dasarnya teori ekonomi sudah mengalami kemiskinan teori untuk dapat merespons
problem aktual secara efektif.
Ada tiga jenis kesalahan kebijakan yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin
pemerintah. Petama, salah pikir. Konsekuensinya adalah kebijakan yang dihasilkan ruwet, tidak
jelas, dan membawa konflik. Kedua, salah komunikasi atau salah ucap, baik salah dipesannya,
media komunikasinya, ataupun waktu penyampainnya. Ketiga salah tindak atau salah
melaksanakan. Sehingga walaupun telah bekera keras tetapi hasilnya tidak pernah dicapai dan
belum sesuai harapan.
Pernyataan kebijakan publik, dari pejabat publik di depan publik adalah salah satu
kebijakan publik. Karena itu, seorang pejabat publik disarankan untuk selalu cermat dan
bijaksana dalam memberikan pernyataan. Secara politikm kebijakan MenPAN-Rebiro cenderung
kontra-produktif karena secara tidak disadari membuat pemisah antara Presiden Jokowi dan
PNS. Memang ada sejumlah Presiden yang bekerja dengan tidak baik, tetapi membangun
manusia PNS memang tugas MenPAN-Rebiro. Memberhentikan PNS juga tidak semudah
memberhentikan pegawai perusahaan. Biaya memberhentikan, golden handshake, tidak pula
boleh menjadi beban APBN.
Sehingga, pada pembelajaran dan praktik kebijakan publik, dikelas maupun disejumlah
lembaga negara dan pemerintahan, di Indonesia dan dimancanegara, ada tiga agenda yang
dikedepankan. Pertama, keunggulan negara semakin ditentukan keunggulan kebijkan publiknya
disbanding hal hal lain. Kedua, untuk membangun kebijakan publik unggul, diperlukan tiga
syarat: kebijakan harus cerdas, bijaksana, dan memberi harapan. Ketiga, leader matter.

Praktik kebijakan publik di Indonesia dan negara sahabat yang kita bisa berbagi, bahwa
setiap negara memerlukan kebijakan publik bermutu total untuk mampu mentransformasikan
negara berkembang menjadi negara maju. Kebijakan adalah kompas atau pedoman untuk
mencapai tujuan yang ditentukam sebelumnya. Kebijakan sebagai sebuah pedoman terdiri dari
dua nilai luhur, yaitu bahwa kebijakan harus cerdas (intelligent) yang secara sederhana dapat
dipahami sebagai suatu cara yang mampu menyelesaikan maslah sesuai dengan masalahnya
sehingga sebuah kebijakan harus disusun setelah meneliti data dan menyusunnya dengan cara
cara ilmiah.
Kebijakan publik yang ideal mempunyai tiga ciri utama, yaitu :
1. Cerdas, yaitu memecahkan masalah pada inti permasalahannya. Kecerdasan membuat
pengambil keputusan kebijakan publik fokus kepada isu kebijakan yang hendak dikelola
dalam kebijakan publik daripada popularitasnya sebagai pengambil keputusan kebijakan
2. Bijaksana, yaitu tidak menghasilkan masalah baru yang lebih besar daripada masalah
yang dipecahkan. Kebijaksanaan membuat pengambil keputusan kebijakan publik tidak
menghindarkan diri dari kesalahan yang tidak perlu.
3. Memberikan harapan, yaitu memberikan harapan kepada seluruh warga bahwa mereka
dapat memasuki hari esok yang lebih baik dari hari ini. dengan memberikan harapan,
maka kebijakan publik menjadi a seamless pipe of transfer of prosperity dalam suatu
kehidupan bersama. Sebuah sistem yang bisa make poverity a history.
Faktor kunci yang akhirnya menjadi penentu keunggulan kebijakan publik adalah kinerja
pemimpinnya. Adalah menguntungkan apabila mempunyai pemimpin yang pandai, apalagi
genius, namun pada kondisi tertentu, tidak mempunyai super-pandai pun, tidak menjadi
penghalang untuk dapat membangun kebijakan yang unggul. Akhirnya, harapan kepada
pemimoin adalah kemampuan untuk melihat jauh kedepan dan mengajak setiap orang untuk
menuju masa depan yang gemilang. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu
membangun kebijakan kebijakan publik yang mampu membangun kebijakan kebijakan
publik yang memberdayakan seluruh pengikutnya-seluruh warga negara.

RESUME BUKU II

Judul : Metode Penelitian Kebijakan


Pengarang : Dr. Riant Nugroho
Penerbit : Pustaka Pelajar
(Cetakan Pertama, Mei 2013)

Jenis Jenis Kebijakan Publik


Kebijakan Publik adalah Keputusan politik yang dibuat oleh lembaga publik Lembaga
publik adalah lembaga yang didanai dari dana atau uang publik, yaitu uang yang dipungut secara
kolektif dari publik, baik berupa pajak, retribusi, atau pungutan-pungutan lain yang ditetapkan
secara formal.
Jenis Kebijakan Publik secara generik
1. Kebijakan Formal adalah keputusan-keputusan yang dikodifikasikan secara tertulis dan
disahkan atau diformalkan agar dapat berlaku. Kebijakan publik diformalkan dalam
bentuk legal-legal tidak senantiasa identik dengan hokum. Kebijakan formal
dikelompokkan menjadi 3 yaitu : perundangan-undangan, hukum, regulasi.
Perundang-undangan adalah kebijakan publik berkenaan dengan

usaha-usaha

pembangunan nasional, baik berkenaan dengan Negara (state) maupun masyarakat/rakyat


(society). Bentuk kedua dari kebijakan formal adalah hokum. Hukum atau law adalah
aturan yang bersifat membatasi dan melarang, tujuannya adalah untuk menciptakan
ketertiban publik. Bentuk ketiga adalah regulasi. Regulasi berkenaan dengan alokasi aset
dan kekuasaan Negara oleh pemerintah sebagai wakil lembaga Negara kepada pihak non
pemerintah, termasuk didalamnya lembaga bisnis dan nirlaba. Regulasi yang bersifat
umum adalah pemberian izin atau lisensi kepada suatu organisasi bisnis atau
kemasyarakatan/nirlaba untuk menyelenggarakan misi menjadi bagian untuk membangun
masyarakat.
2. Kebiasaan umum lembaga publik yang telah diterima bersama (konvensi). Kebijakan ini
biasanya ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik.

3. Pernyataan pejabat publik dalam forum publik. Pernyataan pejabat publik harus dan
selalu mewakili lembaga publik yang diwakili atau dipimpinnya. Dengan demikian,
setiap pejabat publik harus bijaksana dalam mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
berkenaan dengan tugas dan kewenangan dari lembaga publik yang diwakilinya
4. Perilaku pejabat publik . kebijakan jenis ini merupakan bentuk kebijakan yang paling
jarang diangkat sebagai isu kebijakan. padahal, khususnya dinegara berkembang seperti
di Indonesia, pada praktiknya perilaku pejabat publik akan ditiru rakyat
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan
Internasional disebut sebagai publik policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama
yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi
sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat
oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik,
jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum
namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi
kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang
berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah
menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden
termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus
ditaati.
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan
harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak
kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada
yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari
pemerintah sebagai publik actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman
bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada
kepentingan rakyat.

Seorang pakar mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk
mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat
strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh. Bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan
kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan
lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology dan adalah sistem nilai
kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.
Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi
suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model
kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional,
model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem.
Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model pengamatan
terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi, kebijakan menurut
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu pedoman yang
menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan arah sasaran
tindakan yang akan dilakukan pemimpin.
Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik
yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah
atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk
tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.
Namun demikian berdasarkan perspektif sejarah, maka aktivitas kebijakan dalam tataran ilmiah
yang disebut analisis kebijakan, memang berupaya mensinkronkan antara pengetahuan dan
tindakan.
Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan
suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika

pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit
dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.
Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika
publik actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan
administrasi negara. administrasi negara mempunyai peranan penting dalam merumuskan
kebijakan negara dan ini merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam
mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai
tujuan dalam bentuk kebijakan.
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka
melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil. kebijakan publik
biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu
kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan
khusus di bawahnya. dan dalam konsep kebijakan pemerintahan kebijakan publik merupakan
suatu sistem nilai yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.
Jenis-Jenis Metodelogi Penelitian dan macam-macam metodelogi penelitian
Secara umum metodelogi penelitian dapat kita bagi dalam 7 jenis metodelogi, diantaranya;
1. Penelitian historis penelitian yang bertujuan membuat rekunstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverfikasi, serta
mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat
dan akurat.
2. Penelitian diskriptif penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu objek penelitian tertentu.
3. Penelitian pengembangan penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki suatu pola dan
perurutan pertumbuhan atau perubahan suatu objek atau gejala. Dimana peneliti ingin
melihat hasil yang lebih efektif dan efisien dari hasil yang akan dicapainya.
4. Penelitian kasus (lapangan); penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang dan intraksi lingkungan suatu unit sosial, baik
individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

5. Penelitian korelasional penelitian yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara variabel atau gejala tertentu terhadap variabel atau gejala lainnya.
6. Penelitian tindakan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilanketerampilan baru, cara pendekatan baru atau suatu produk pengetahuan baru

untuk

memecahkan masalah dengan penerapan langsung di lapangan secara nyata.


7. Penelitian eksperimental penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sebab akibat tertentu
dengan memberikan perlakuan tertentu atau kondisi yang berbeda.
Dari jenis-jenis penelitian diatas lebih bersifat umum atau pertinjauan dari jenis penelitian secara
mendalam dan skarang kita siap membagi beberapa penelitian berdasarkan beberapa
pertimbangan atau kualifikasi tertentu
Macam macam penelitian sebagai berikut :
Secara paradigmatik dikenal ada 3 (tiga) macam paradigma penelitian:
1. Positivistik fokusnya mencari hubungan antar-variabel Akar penelitian kuantitatif.
2. Interpretif (fokusnya pada makna suatu tindakan) Akar penelitian kualitatif.
3. Kritik (fokusnya pada wacana, wacana merupakan medan beroperasinya kekuasaan)
(ideologi dan kekuasaan)
Secara metodologik, terdapat 4 (dua) macam metode penelitian :
1. Metode Kuantitatif dasarnya adalah semua persoalan kehidupan terjadi dalam hubungan
sebab akibat. Tindakan manusia merupakan akibat dari sebab-sebab tertentu.
2. Metode Kualitatif dasarnya adalah manusia merupakan makhluk berkehendak bebas (free
will) yang bertindak atas dasar keinginan pribadi.
3. Metode Campuran (Mixing Methods) Kuantitatif dan Kualitatif dasarnya adalah logika
triangulasi (hasil kualitatif bisa dikembangkan untuk diuji kuantitatif, atau hasil kuantitatif
perlu diperdalam kepada para aktor secara kualitatif).
4. Metode Kritis/Refleksif dasarnya adalah fungsi praksis (perbaikan) ilmu pengetahuan untuk
mengkritisi dan mengubah situasi yang tidak manusiawi.
Berdasarkan dorongannya, terdapat 2 (dua) macam penelitian:
1. applied (terapan) tujuannya untuk menyelesaikan persoalan dengan cepat
2. pure (murni) tujuannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Berdasarkan jenis realitasnya (unit of analysis), terdapat 4 (empat) jenis penelitian :
a. penelitian mikro objektif (misalnya tentang tindakan-tindakan individual)
b. penelitian mikro subjektif (misalnya tentang pendapat, ide, pengalaman individual).
c. penelitian makro objektif (misalnya tentang pola-pola struktural umum yang kasat mata,
seperti masyarakat, birokrasi, hukum, arsitektur, pendidikan dsb).

d. penelitian makro subjektif (misalnya tentang pola-pola struktural umum yang tidak kasat
mata, seperti kultur, norma, dan nilai yang ada di masyarakat)
e. penelitian pertautan (linkage) antar dua atau lebih kuwadran (mikro-makro, subjektifobjektif)
Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian terdapat
a.
b.
c.
d.
e.

Penelitian eksploratori: Menjelajahi fenomena baru


Penelitian deskriptif: Memaparkan fenomena/fakta
Penelitian eksplanatori: Menjelaskan (hubungan) dua atau lebih fenomena/fakta
Penelitian Prediktif: Meramalkan kecenderungan fenomena/fakta berdasarkan data sekarang
Penelitian Interpretif: Memahami fenomena (khususnya melalui tindakan verbal dan

diskursif pelaku)
f. Penelitian kritis: Memberikan penafsiran tandingan (alternatif) atas fenomena berdasarkan
pendirian tertentu
g. Penelitian historis: merekonstruksi rangkaian kejadian penting masa lalu.
Berdasarkan perolehan data, terdapat 2 (dua) macam jenis penelitian:
a. lapangan (field) (field research)
b. teks (text analysis/studies)
Berdasarkan jenis data yang dikaji, terdapat 3 (tiga) kelompok besar analisis data kualitatif:
a. analisis teks dan bahasa
b. analisis tema budaya
c. analisis kinerja, dan pngalaman individual serta perilaku institusi
Berdasarkan metodenya, teks dan bahasa dapat diteliti dengan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Analisis Isi (Content Analysis)


Analisis Wacana (Discourse Analysis)
Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)
Analisis Bingkai (Framing Analysis)
Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Analisis Konstruksi Sosial (Sosial Construction Analysis)
Hermeneutika (Hermeneutics):
Hermeneutika Intensionalisme makna teks ditelusur dari penyusun teks.
Hermeneutika Gadamerian makna teks ditelusur pada pembacanya.

Penelitian Kebijakan
Penelitian kebijakan menjadi salah satu bidang kajian penting dalam ilmu sosial. Penelitian
kebijakan adalah penelitian yang berkenaan dengan perumusan dan rumusan kebijakan,
implementasi kebijakan, kinerja kebijakan, dan lingkungan kebijakan.

Penelitian kebijakan menggunakan beragam pendekatan penelitian didalam pelaksanaannya.


Disamping itu, penelitian kebijakan juga memiliki fungsi yang tidak tunggal. Dua funsinya yaitu
penelitian untuk kebijakan dan penelitian tentang kebijakan. Penelitian kebijakan juga berupa
suatu kontinum atau rentang. Artinya penelitian kebijkan dapat dilakukan mulai dari perumusan
masalah, rumusan masalah, diseminasi kebijakan, implementasi kebijakan, lingkungan
kebijakan, kinerja kebijakan, sampai dampak kebijakan.
Untuk melakukan penelitian kebijakan yang berdaya guna, perlu keterlibatan pengetahuan
subtansif dan pengetahuan metodologi penelitian. Bagi peneliti kebijakan yang paling penting
adalah diperolehnya hasil penelitian yang dapat digunakan dan terumuskannya rekomendasi
yang dapat diimplementasiakan yang diperlukan oleh para pembuat kebijakan.
Aspek-aspek yang relevan dari arena pembuat kebijakan perlu dipahami oleh peneliti
kebijakan dan karenanya dipandang perlu menyajikannya secara rinci. Majchrzak (1984)
mengemukakan bahwa ada tiga latar penelitian kebijakan yang sunggh-sungguh harus dipahami
oleh peneliti, yaitu :
1. Penemuan yang diperoleh dalam penelitian kebijakan hanyalah salah satu dari banyak
masukan yang diperlukan bagi buatan kebijakan.
2. Kebijakan itu tidak dibuat, bahwa kebijakan merupakan suatu akumulasi.
3. Kompleksitas kebijakan pada hakikatnya sama dengan kompleksitas masalah sosial.
Para perumus kebijakan merumuskan kebijakan atas dasar prioritas yang paling urgen,
khususnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah sosial atau pun masalah publik. Semakin
kompleks dan luas tugas-tugas keorganisasiannya, maka semakin banyak pula masalah yang
dihadapi, sehingga tidak dapat dipecahkan sendiri tanpa pendapat atau informasi yang memadai,
baik kuantitatif maupun kualitatif.
Disinilah hadir urgensi penelitian kebijakan. Penelitian kebijakan (policy research) secara
spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan (policymaker) dalam menyusun rencana
kebijakan, dengan jalan memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk
memecahkan masalah yang kita hadapi sehari-hari. Dengan demikian, penelitian kebijakan
merupakan rangkaian aktifitas yang diawali dengan persiapan peneliti untuk mengadakan
penelitian atau kajian, pelaksanaan penelitian, dan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.
Selain itu penelitian kebijakan juga dipersepsikan sebagai :

a.Basic sosial research; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan secara sesuai prosedur
kerja ilmiah.
b. Technical sosial researh; yakni bahwa penelitian kebijakan harus mampu merumuskan
kebijakan-kebijakan strategis yang dapat dikembangkan instrumen-instrumen teknisnya.
c.Policy research harus menghasilkan kebijakan publik.
d. Komprehensif yakni penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait
dan relevan dengan persoalan yang sedang dikaji untuk dirumuskan kebijakan
penyelesaiannya.
Berdasarkan paparan dua kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian kebijakan harus
dipersepsi dari sisi kemanfaatannya. Walaupun sebuah penelitian semestinya bernuansa ilmiah,
namun penelitian kebijakan kiranya belum perlu dipersepsikan sebagai kajian ilmiah atau tidak,
melainkan harus dilihat dari kemanfaatannya bagi pemecahan masalah sosial atau masalah
publik. Tentu saja jika rekomendasai yang dihasilkan oleh peneliti kebijakan dapat
diimplementasikan oleh pembuat kebijakan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
luas.
Penelitian kebijakan memiliki sifat yang sangat khas. Kekhasan penelitian ini terletak pada
fokusnya, yaitu berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah sosial yang unik, yang
jika tidak dipecahkan akan member efek negatif yang sangat luas. Tidak ada ukuran pasti
mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial.
Bentuk-bentuk penelitian sebagai berikut :
1. Penelitian kebijakan yang diselenggarakan atas permintaan penyandang dana dan pengguna
hasil studi. Penelitian kebijakan dimungkinkan didanai oleh banyak sumber yang berbeda,
seperti organisasi pemerintah, kelompok dengan minat khusus atau konstituensi, organisasi
swasta atau yayasan. Kebanyakan penelitian kebijakan diselenggarakan atas dana
pemerintah, swasta atau yayasan. Mereka tidak saja dapat berkepentingan langsung dengan
hasil penelitian itu, Artinya dalam konteks ini mereka hanya berkedudukan sebagai
penyandang dana, oleh karena mereka tidak punya kepentingan langsung dengan hasil
penelitian itu. Dalam banyak kasus, penyandang dana langsung berkedudukan sebagai
pengguna hasil penelitian. Meskipun sepenuhnya sama dalam makna leksikal, di Indonesia
dikenal frasa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Studi Kelayakan (SK).
Pada kedua jenis studi ini, penyandang dana hampir dipastikan duduk sebagai user hasil

studi. Sebagai misal, AMDAL untuk keperluan pendirian sebuah pabrik atau studi kelayakan
usaha (SKU) untuk keperluan pengembangan sebuah koperasi, dapat dipastikan bahwa
hubungan kerja antara peneliti dan penyandang dana bersifat langsung. Hubungan langsung
ini hampir dipastikan pula memberi corak tersendiri pada penyelenggaraan penelitian,
dimana peneliti hanya mengikuti kemauan penyandang dana. Apa-apa yang diidentifikasi
pada diskusi pertama antara peneliti dengan penyandang dana, itulah hasil akhir penelitian.
Penyelenggaraan studi, akhirnya menjadi semacam seremonial, yang dalam tradisi
kpenelitian akademik merupakan sebuah kejahatan ilmiah.
2. Penelitian kebijakan yang berfokus pada perumusan atau pemecahan masalah. Masalah
utama yang dihadapi oleh para peneliti kebijakan adalah dengan cara apa masalah sosial
dapat dijelaskan. Untuk maksud ini, maka perlu dilakukan penelitian terhadap penyebab dan
cara pemecahan masalah itu. Jika ternyata masalah yang akan diteliti oleh para peneliti
kebijakan ternyata masih terlalu rawan didefinisikan, studi penelitian kebijakan terlebih
dahulu harus difokuskan kepada definisi dan identifikasi masalah, dan pemecahan masalah
tidak perlu dipikirkan. Melakukan penelitian kebijakan untuk tujuan mendefinisikan atau
merumuskan masalah, disebut sebagai fungsi pencerahan atau enlightment function dari
penelitiian sosial. Enlightment function dari penelitian sosial. Enlightment function atau
fungsi pencerahan merupakan satu fase kerja penelitian kebijakan untuk tujuan
mendefinisikan masalah-masalah sosial yang ada di permukaan, namun belum jelas adanya.
3. Penelitian Kebijakan Sebagai Kajian Terhadap Setting Organisasi
Penelitian

kebijakan

dapat

dilakukan

dalam

keanekaragaman

setting

organisasi

(organizational setting), terutama berkenaan dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan


ancaman yang ada padanya. Dalam konteks ini penelitian kebijakan dapat berfokus pada
a.
b.
c.

Studi penelitian kebijakan tentang sumber- sumber dan alokasi anggaran organisasi
Studi penelitian kebijakan tentang tata struktur kantor/ sket tata ruang
Studi penelitian kebijakan untuk menyusun perncanaan program organisasi yang
relevan bagi kepentingan sosial. Studi penelitian kebijakan untuk rencana
pengembangan organisasi.Studi penelitian kebijakan atau studi evaluasi degeree of
effectiveness organisasi dalam menangani masalah sosial yang menjadi tugas

d.

utamanya.
Penelitian Kebijakan Sebagai Disiplin Akademik Peneliti

Peneliti kebijakan berasal dari berbagai disiplin ilmu, sejalan dengan penelitian kebijakan
yang umumnya bersifat multifaset dan mensyaratkan multidisiplin (multidicipline). Beberapa

displin ilmu yang terpaut dalam penelitian kebijakan, baik dalam makna subject matter maupun
substansinya antara lain :
Setiap jenis penelitian tentu memiliki karakteristik masing-masing. Demikian juga
dengan penelitian kebijakan. Kekhususan karakteristik penelitian kebijakan terutama pada proses
kerjanya. Karakteristik penelitian kebijakan adalah sebagai berikut :
1. Fokus penelitian bersifat multidimensional atau banyak dimensi
2. Kebijakan publik secara tipikal dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah sosial
yang kompleks yang munculnya disebabkan oleh banyak dimensi, faktor, efek dan peristiwa.
3. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif.
4. Penelitian kebijakan menggunakan pendekatan empiris-induktif, karena itu penelitian ini
diawali dengan pemahaman terhadap masalah-masalah sosial dan usaha-usaha empiris untuk
menyususn konsep dan teori-teori kausal sebagai kajian dari perkembangan masalahmasalah sosial.
5. Menggabungkan dimensi masa depan dan masa kini.
6. Merespon kebutuhan pemakai hasil studi.
7. Penelitian ini responsif terhadap kebutuhan pemakai hasil studi. Penelitian kebijakan dapat
dilakukan atas biaya lembaga tertentu yang berkepentingan langsung terhadap hasil studi
penelitian tersebut dan dapat tidak. Terlepas dari siapa penyandang dana dan bagaimana
hubungan mereka dengan peneliti kebijakan, yang pasti penelitian kebijakan dimaksudkan
untuk merespon kebutuhan calon pemakai hasil studi.
8. Menonjolkan dimensi kerja sama secara eksplisit.
9. Penelitian kebijakan mensyaratkan kerjasama. Penelitian kebijakan meruapakan proses sarat
nilai, dimana para pembuat kebijakan banyak terlibat di dalam usaha-usaha penelitian.
10. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa nilai spesial karakteristik penelitian kebijakan
adalah pada penekanan-penekanan khusus dari masing-masing karakteristik tersebut serta
kepaduannya.
Keragaman pendekatan metodologi pada penelitian kebijakan merupakan fakta bahwa penelitian
kebijkan dapat menemukan atau memahami suatu fakta kebijakan dari berbagai dimensi di mana
masing-masing dimensi dapat menghasilkan suatu mosaik dari pasangan-pasangan puzzle, atau
bahkan menghasilkan kebingungan penelitian. Sama seperti cerita orang buta hendak mengerti
tantang gajah. Ada yang memegang dari samping, akan mengatakan gajah sama dengan tembok.
Dari bagian belakang yang hanya memegang ekor, akan mengatakan gajah identik dengan sapu
ijuk. Jika ada yang memegang dari bawah, akan memegang kaki, dan mengatakan gajah seperti
pilar. Sementara itu yang dari depan mengatakan seperti ular (karena memegang belalai) atau

seperti tombak (karena memegang gading yang runcing). Pada tingkat tertentu,para peneliti
mungkin dapat secara bersama-sama membuat rekonstruksi gajah yang mendekati gajah yang
dapat dilihat oleh mata yang tidak buta. Akan tetapi, pada tingkat tertentu, karena arogansi
keilmuan, yang terjadi adalah perdebatan tanpa akhir tentang kebenaran bentuk dari sang gajah.
Pada akhirnya, dalam dimensi praktis, kunci pokok untuk melaksanakan penelitian
kebijakan yang terbaik adalah dengan melihat dari mana hendak memahami suatu kebijakan.
apakah dari sudut pandang kelembagaan atau aktornya (atau individu), atau kombinasi keduanya.
Pada perspektif ini, proses dianggap dapat terjadi baik pada tingkat lembaga maupun pada
tingkat aktor. Pilihan pendekatan ini akan memberikan hasil penelitian yang berbeda tingkat
kebenaran keilmuannya. Perbedaan ini pada akhirnya terpulang dari kebutuhan praktis dari
penelitian kebijakan itu sendiri. Apakah hendak melakukan pembuktian atau pemahaman di
lokus kelembagaan, aktor, atau keduanya apakah penelitian ditujukan untuk kepentingan
keilmuan ataukah untuk kepentingan praktis. Apakah tujuan dari penelitan untuk menjatuhkan
suatu kebijkan, ataukah untuk menudkung suatu kebijakan. pilihan-pilihan ini pada akhirnya
jatuh pada-pada pilihan-pilihan etis dari peneliti dan penelitian yang dilaksanakannya. Dimensi
ini berada pada tataran yang berbeda dari sekadar dimensi objektivitas yang naf dari suatu
pemahaman tentang penelitian kebijakan.
Penelitian kebijakan dikelompokkan menjadi dua penelitian untuk kepentingan ilmiah,
yang disebut sebagai penelitian tentang kebijakan, disarankan keduanya tidak dicampur-adukkan
agar hasilnya menjadi sesuai dengan harapan, baik dari segi pragmatis, yaitu tujuan penelitian,
maupun etis, yaitu tentang bagaimana seharusnya sebuah proses tindakan dilaksanakan dnegan
baik.

Anda mungkin juga menyukai