Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.

LATAR BELAKANG
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka
sendiri. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku, dan
koping yang efektif, konsep diri positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain otonomi dan
kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi ketidakpastian hidup, harga
diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan manajemen stress. American
Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu sindrom
atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada
seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau disabilitas disertai peningkatan
resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan. Gangguan
jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,
tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk, 2005)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi sensori adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah
satu gangguan hubungan sosial pada klien gangguan jiwa adalah isolasi sosial
merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
gangguan jiwa. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. klien mungkin merasa ditolak , tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Salah satu
penanganannya yaitu dengan melakukan terapi aktivitas kelompok yang bertujuan
agar klien mampu/dapat berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSJ ATMA HUSADA
Kalimantan Timur terdapat kasus isolasi sosial. Oleh karena itu, perlu diadakan
Terapi Aktivitas Kelompok tentang isolasi.
2.

MANFAAT
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :
1.

Umum
a.

Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui


komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

b.

Membentuk sosialisasi

c.

Meningkatkan fungsi psikologis yaitu meningkatkan kesadaran tentang


hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

d.

Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti


kognitif dan afektif.

2.

Khusus
a.

Meningkatkan identitas diri

b.

Menyalurkan emosi secara konstrultif

c.

Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari

d.

Bersifat rehabilitatif : meningkatkan kemapuan ekspresi diri, keterampilan


sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan menigkatkan kemapuan
tentang masalah -masalah kehidupan dan pemecahannya. (yosep, 2007)

3.

TUJUAN
1.

Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap

2.

Tujuan khusus
a.

Klien mampu memperkenalkan diri

b.

Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

c.

Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d.

Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

e.

Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada


orang lain

f.

Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

g.

Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK yang


telah dilakukan.

BAB II
LANDASAN TEORI
1.

DEFINISI TAK
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung,
saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru
yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive.

2.

JENIS TAK

Terapi aktifitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan jiwa yang paling


banyak ditemukan ditemukan dikelompok sebagai berikut :
1.

TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik ).

2.

TAK stimulasi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sansori ).

3.

TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah mengontrol


halusinasinya, klien waham yang telah dapat berorientasi kepada realita dan
sehat secara fisik).

4.

TAK stimulasi persepsi : halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)

5.

TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan HDR)

6.

TAK penyaluran energy (untuk klien perilau kekerasan yang telah dapat
mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang dapat
berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehat secara fisik)

3.

TAHAPAN DALAM TAK


Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu : Fase prakelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, fase terminasi kelompok
( Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
1.

Fase kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut
Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal

Dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang, sedangkan jumlah minimum 4


dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti
TAK adalah sudah punya diagnosa yang jelas , tidak terlalu gelisah, tidak
agresif waham tidak terlalu berat (yosep, 2007).
2.

Fase awal kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman
(1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu
forming, storming, dan norming.
1) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan
anggota.
2) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku
perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
3.

Fase kerja kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
4.

Fase terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman


kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

5.

PENGERTIAN ISOLASI SOSIAL


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

6.

ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL


1.

Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a.

Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh, akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1)

Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara
ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang

mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi


hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
2)

Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

3)

Masa Praremaja dan Remaja


Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis
akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.

4)

Masa Dewasa Muda


Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.

Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan


pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik
hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).

5)

Masa Dewasa Tengah


Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu

untuk

mengembangkan

aktivitas

baru

yang

dapat

meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh


dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6)

Masa Dewasa Akhir


Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan

atau

peran.

Dengan

adanya

kehilangan

tersebut

ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian


yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b.

Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1)

Sikap bermusuhan/hostilitas

2)

Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

3)

Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk


mengungkapkan pendapatnya.

4)

Kurang

kehangatan,

kurang

memperhatikan

ketertarikan

pada

pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,


kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam

pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan


musyawarah.
5)

Ekspresi emosi yang tinggi

6)

Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan


yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

c.

Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga. Seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d.

Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2.

Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor


internal maupun eksternal, meliputi:
a.

Stressor Sosial Budaya


Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai,
Kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.

b.

Stressor Biokimia

1)

Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik


serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2)

Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan


meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

3)

Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada


pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.

4)

Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala


psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur selsel otak.

c.

Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial


Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

d.

Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang
berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai


usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masingmasing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a)

Tingkah laku curiga: proyeksi

b) Dependency: reaksi formasi


c)

Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial


e)

Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f)

Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,


represi dan regrasi.

2.

POHON MASALAH

3.

TANDA DAN GEJALA

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:

4.

a.

Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

b.

Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

c.

Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

d.

Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

e.

Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

f.

Pasien merasa tidak berguna

g.

Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

PENATALAKSANAAN

A. Terapi Psikofarmaka
1)

Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal
(distonia

akut,

akathsia

sindrom

parkinson).

Gangguan

endoktrin

(amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya


untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
2)

Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

3)

Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

B. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi

pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab


isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).
C. Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan


bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.

Activity Daily Living (ADL)


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:

Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu


bangun tidur.

Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.

Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan


berganti pakaian.

Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.

Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan


kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat


menjaga

keselamatan

dirinya

sendiri,

seperti,

tidak

menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok


sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.

Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada
gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b.

Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:

Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.

Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.

Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul


dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).

Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan


ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat


mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak

meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan


sebagainya.

BAB III

PENGORGANISASIAN
1.

2.

Metode TAK
a.

Dinamika kelompok

b.

Diskusi dan tanya jawab

c.

Bermain peran atau stimulasi

Waktu dan tempat

Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada :

3.

Hari, Tanggal

: 2 Desember 2016

Waktu

: 10.00 WITA

Tempat

: Ruang Gelatik RSJD ATMA HUSADA MAHAKAN

Nama Pasien dan Ruangan

Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 6 orang, sedangkan sisanya sebagai


cadangan jika klien yang ditunjuk berhalangan. Adapun nama-nama klien yang akan
mengikuti TAK serta pasien sebagai cadangan yaitu :
Klien peserta TAK :

4.

5.

Tn. F

Tn. N

Tn. M

Tn. M

Tn. A

Tn. B

Media dan Alat


a.

Spidol

b.

Laptop & Speakers

c.

Alat Tulis

Susunan kegiatan

Susunan TAKS sebagai berikut :


a.

Leader

: Dwi Atikah Nur Amrinah

b.

Co. Leader

: Rasnianti

7.
No
1

c.

Fasilitator 1

: Anita

d.

Fasilitator 2

: Firdaus Dipo

e.

Fasilitator 3

: Herlina Agustin

f.

Fasilitator 4

: Yuni Ulianingrum

g.

Fasilitator 5

: Riski Suci Maya Sari

h.

Fasilitator 6

: Ratna Juwita

i.

Fasilitator 7

: Risdianta Budi Pahlepi

j.

Observer

: Siti Aisyah

k.

Observer

: Nur Solekha Oktaviana

l.

Operator

: M Arif Rifiuddin

Pengorganisasian
Pengorganisasian
Leader

Co Leader

Uraian Tugas
Mengkoordinasi seluruh kegiatan

Memimpin jalannya terapi kelompok

Memimpin diskusi
Mencatat nama pasien

Mengkoordinasi musik

Memberi Reinforcement
Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan

setelah kegiatan
Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk
3

melaksanakan kegiatan

fasilitator

Membimbing kelompok selama permainan diskusi


Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
Bertanggung jawab terhadap program antisipasi

masalah

observer

Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan


dengan waktu, tempat dan jalannya acara

Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua


anggota kelompok dengan evaluasi kelompok

8.

Struktur pengorganisasian

: Leader

: Co Leader
: Fasilitator
: Pasien

: Observer

6.

Langkah kegiatan
a.

b.

Persiapan
1)

Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial: menarik diri

2)

Membuat kontrak dengan klien

3)

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :

c.

1)

Memberikan salam terapeutik: salam dari terapis

2)

Evaluasi / validasi: menanyakan perasaan klien saat ini

Kontrak:
1)

Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri

2)

Menjelaskan aturan main sebagai berikut :

Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta izin
kepada terapis.

d.

Lama kegiatan kurang lebih 45 menit.

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.

Tahap kerja
1)

Jelaskan kegiatan yaitu musik pada laptop akan di hidupkan dengan


speakers, serta spidol diedarkan berlawanan arah jarum jam, dan pada saat
musik di matikan, maka anggota kelompok yang memegang bola
memperkenalkan diri.

2)

Hidupkan musik pada laptop dan edarkan spidol berlawanan jarum jam.

3)

Pada saat musik di hentikan, anggota kelompok yang memegang spidol


mendapat giliran untuk menyebutkan: salam, nama lengkap, nama
panggilan, hoby, dan asal di mulai dari terapis sebagai contoh.

4)

Tulis nama panggilan pada kertas atau papan nama dan tempel atau pakai.

5)

Ulangi sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

6)

Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi


tepuk tangan.

e.

Tahap terminasi.
1)

2)

Evaluasi.

Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

Rencana tindak lanjut.

Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri


kepada orang lain di kehidupan sehari-hari.

Masukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian


klien.

3)

Kontrak yang akan dating.

Menyepakati kegiatan berikut yaitu berkenalan dengan anggota


kelompok.

f.

Menyiapkan waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi


1)

Evaluasi
Sesi I TAKS
Kemampuan Memperkenalkan Diri

a)

Kemampuan Verbal

No
1

Aspek yang dinilai


Menyebutkan

nama lengkap
Menyebutkan

3
4

nama panggilan
Menyebutkan asal
Menyebutkan hobi
jumlah

b)

Kemampuan non verbal

No
1
2
3

Aspek yang dinilai


Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan

Nama Klien

Nama Klien

bahasa

tubuh

yang sesuai
Mengikuti kegiatan

dari awal sampai


akhir
jumlah

Petunjuk :

Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.

Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda cek list ( ) jika
ditemukan kemampuan pada klien, atau tanda () jika tidak ditemukan.

Jumlah kemampuan yang ditemukan, jika 3 atau 4 klien mampu, dan jika 0,1 atau 2
klien belum mampu.

g.

Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mengikuti sesi I TAKS, klien mampu
memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal, dianjurkan memperkenalkan diri
pada klien lain di ruang rawat (buat jadwal).

h.

Antisipasi Masalah
1)

Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok

Memanggil klien

Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat


atau klien yang lain

2)

Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit :

Panggil nama klien

Tanya alasan klien meninggalkan permainan

Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada


klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh
kembali lagi

3)

Bila ada klien lain ingin ikut

Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih

Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh klien tersebut

Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Keliat,Akemat.2005.Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.Jakarta:EGC


Herawaty, Netty. 1999. Materi Kuliah Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Stuart, Gail Wiscart & Sandra J. Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC

Carpenito.L.J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC, 2001.

Depkes RI. Komunikasi Terapeutik dalam Asuhan Keperawatan. Jakarta:


Pusdiknakes Depkes RI, 1993.

Anda mungkin juga menyukai