PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka
sendiri. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku, dan
koping yang efektif, konsep diri positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain otonomi dan
kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi ketidakpastian hidup, harga
diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan manajemen stress. American
Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu sindrom
atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada
seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau disabilitas disertai peningkatan
resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan. Gangguan
jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,
tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk, 2005)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi sensori adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah
satu gangguan hubungan sosial pada klien gangguan jiwa adalah isolasi sosial
merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
gangguan jiwa. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. klien mungkin merasa ditolak , tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Salah satu
penanganannya yaitu dengan melakukan terapi aktivitas kelompok yang bertujuan
agar klien mampu/dapat berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSJ ATMA HUSADA
Kalimantan Timur terdapat kasus isolasi sosial. Oleh karena itu, perlu diadakan
Terapi Aktivitas Kelompok tentang isolasi.
2.
MANFAAT
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :
1.
Umum
a.
b.
Membentuk sosialisasi
c.
d.
2.
Khusus
a.
b.
c.
d.
3.
TUJUAN
1.
Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap
2.
Tujuan khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
DEFINISI TAK
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung,
saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru
yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive.
2.
JENIS TAK
TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik ).
2.
3.
4.
5.
6.
TAK penyaluran energy (untuk klien perilau kekerasan yang telah dapat
mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang dapat
berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehat secara fisik)
3.
Fase kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut
Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman
(1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu
forming, storming, dan norming.
1) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan
anggota.
2) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku
perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
3.
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
4.
Fase terminasi
5.
6.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a.
Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh, akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1)
Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara
ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang
Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3)
4)
5)
untuk
mengembangkan
aktivitas
baru
yang
dapat
atau
peran.
Dengan
adanya
kehilangan
tersebut
Sikap bermusuhan/hostilitas
2)
3)
4)
Kurang
kehangatan,
kurang
memperhatikan
ketertarikan
pada
6)
c.
d.
Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2.
Faktor Presipitasi
b.
Stressor Biokimia
1)
2)
3)
4)
c.
d.
Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang
berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
f)
2.
POHON MASALAH
3.
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
4.
a.
b.
c.
Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d.
e.
f.
g.
PENATALAKSANAAN
A. Terapi Psikofarmaka
1)
Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal
(distonia
akut,
akathsia
sindrom
parkinson).
Gangguan
endoktrin
Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3)
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
B. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
keselamatan
dirinya
sendiri,
seperti,
tidak
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada
gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b.
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
BAB III
PENGORGANISASIAN
1.
2.
Metode TAK
a.
Dinamika kelompok
b.
c.
3.
Hari, Tanggal
: 2 Desember 2016
Waktu
: 10.00 WITA
Tempat
4.
5.
Tn. F
Tn. N
Tn. M
Tn. M
Tn. A
Tn. B
Spidol
b.
c.
Alat Tulis
Susunan kegiatan
Leader
b.
Co. Leader
: Rasnianti
7.
No
1
c.
Fasilitator 1
: Anita
d.
Fasilitator 2
: Firdaus Dipo
e.
Fasilitator 3
: Herlina Agustin
f.
Fasilitator 4
: Yuni Ulianingrum
g.
Fasilitator 5
h.
Fasilitator 6
: Ratna Juwita
i.
Fasilitator 7
j.
Observer
: Siti Aisyah
k.
Observer
l.
Operator
: M Arif Rifiuddin
Pengorganisasian
Pengorganisasian
Leader
Co Leader
Uraian Tugas
Mengkoordinasi seluruh kegiatan
Memimpin diskusi
Mencatat nama pasien
Mengkoordinasi musik
Memberi Reinforcement
Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan
setelah kegiatan
Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk
3
melaksanakan kegiatan
fasilitator
masalah
observer
8.
Struktur pengorganisasian
: Leader
: Co Leader
: Fasilitator
: Pasien
: Observer
6.
Langkah kegiatan
a.
b.
Persiapan
1)
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial: menarik diri
2)
3)
Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
c.
1)
2)
Kontrak:
1)
2)
Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta izin
kepada terapis.
d.
Tahap kerja
1)
2)
Hidupkan musik pada laptop dan edarkan spidol berlawanan jarum jam.
3)
4)
Tulis nama panggilan pada kertas atau papan nama dan tempel atau pakai.
5)
6)
e.
Tahap terminasi.
1)
2)
Evaluasi.
3)
f.
Evaluasi
Sesi I TAKS
Kemampuan Memperkenalkan Diri
a)
Kemampuan Verbal
No
1
nama lengkap
Menyebutkan
3
4
nama panggilan
Menyebutkan asal
Menyebutkan hobi
jumlah
b)
No
1
2
3
Nama Klien
Nama Klien
bahasa
tubuh
yang sesuai
Mengikuti kegiatan
Petunjuk :
Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda cek list ( ) jika
ditemukan kemampuan pada klien, atau tanda () jika tidak ditemukan.
Jumlah kemampuan yang ditemukan, jika 3 atau 4 klien mampu, dan jika 0,1 atau 2
klien belum mampu.
g.
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mengikuti sesi I TAKS, klien mampu
memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal, dianjurkan memperkenalkan diri
pada klien lain di ruang rawat (buat jadwal).
h.
Antisipasi Masalah
1)
Memanggil klien
2)
3)
Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih
Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh klien tersebut
Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut
DAFTAR PUSTAKA