Anda di halaman 1dari 8

TEKS 1

liputan6.com, Jakarta - Ajun Komisaris Besar Brotoseno tidak pernah menyangka. Bila
biasanya dia memeriksa tersangka dan saksi dugaan korupsi, justru berbalik. Kini dia yang
duduk di kursi pesakitan sebagai tersangka. Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
tersebut ditangkap Tim Sapu Bersih Pungutan Liar bekerjasama dengan Divisi Profesi dan
Pengamanan Polri, lantaran terendus 'mengamankan' kasus sawah fiktif.Brotoseno ditangkap
dikediamannya, Jumat 11 November 2016. Uanga senilai Rp 1,9 miliar disita sebagai barang
bukti penyuapan. Penangkapannya merupakan pengembangan penangkapan sebelumnya, tim
Saber Pungli menangkap seorang perwira menengah yang bertugas di Direktorat Tindak Pidana
Umum (Tipidum), Komisaris DSY.Sementara, rekannya Kompol D ditangkap saat berada mes
perwira Polri dengan barang bukti uang pecahan seratus ribu rupiah sekitar Rp 150 juta. "Yang
ditangkap lebih dulu itu Kompol D, diperiksa, baru berkembang ke AKBP BR. Kompol D
ditangkap di mes," ucap Boy.
Brotoseno adalah perwira menengah aktif yang berdinas di Direktorat Tindak Pidana
Korupsi (Tipidkor) Bareskrim. Sementara DSY merupakan penyidik di Direktorat Tindak Pidana
Umum (Tipidum).Broto memang tengah disibukan menangani kasus dugaan korupsi cetak
sawah. Sebuah proyek urunan perusahaan pelat merah yang saat itu dijabat Menteri BUMN
Dahlan Iskan. Proyek yang berlangsung 2012-2014 ini menghabiskan 360 miliar. Bareskrim
menetapkan mantan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin sebagai
tersangka. Sementara itu, nama Dahlan Iskan ikut terseret dalam pusara kasus tersebut. Dahlan
sampai saat ini masih berstatus saksi.Polri, Dalam pemeriksaan, baik AKBP Brotoseno maupun
Kompol D sudah mengakui perbuatan mereka. "Keduanya sudah ditahan terpisah, mereka
kooperatif dan mengakui bersalah," Boy menandaskan.
Selain dua perwira menengah, dua orang yang diduga menyuap dan mengaku sebagai
pengacara Dahlan Iskan juga ikut ditangkap. Sementara Dahlan, usai diperiksa di Polda Jatim
membantah mengenal dua orang yang mengaku sebagai pengacaranya."Dua orang sipil sebagai
perantara dalam perkara itu atau yang memberikan sejumlah uang juga ditetapkan tersangka.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sudah cukup bukti untuk ditingkatkan (menjadi tersangka)
sehingga total empat orang sudah dilakukan upaya paksa penahanan," ujar Inspektur Pengawasan
Umum (Irwasum) Polri Komjen Dwi Prayitno di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 18 November
2016.Keempatnya ditahan terpisah. Alasannya agar keempat tersangka tidak melakukan
pemufakatan di dalam sel yang sama. "AKBP B di Rutan Polda Metro Jaya, yang Kompol D di
Rutan Polres Jakarta Selatan. Sementara dua yang sipil di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua
Depok," ucap Dwi yang juga Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli itu.
Menurut dia, kasus penerimaan suap oleh dua perwira menengah Polri ini sudah masuk dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pada 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Untuk sementara Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 huruf a UU Tipikor karena ada yang memberi
sesuatu, menjanjikan hadiah dan menerima," tutur dia.

Perkara tersebut kini sudah dilimpahkan ke Bareskrim Polri untuk disidik pidananya. Menurut
Boy Rafli, hukuman berat menanti kedua pamen tersebut. Termasuk sanksi pemberhentian
dengan tidak hormat sebagai anggota Polri.
"Sanksi itu tunggu prosesnya dari paling ringan itu teguran, somasi, penundaan kenaikan
pangkat kalau memang ada, sampai pemberhentian tidak hormat," tegas Rikwanto. Boy
mengatakan, setiap anggota Polri wajib menjaga dan meningkatkan citra Polri dan menjaga
kehormatan polri. "Kemudian setiap anggota polri dilarang melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme dan gratifikasi," kata Boy. Polisi menyita barang bukti uang suap sebesar Rp 2,9
miliar dalam kasus."Barang bukti telah dihitung secara bersama yaitu Rp 2,9 miliar," kata Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Kombes Rikwanto dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com,
Jakarta, Sabtu (19/11/2016). Rinciannya, tutur Rikwanto, Rp 1,7 miliar disita dari tangan AKBP
Brotoseno. Rp 150 juta dari Kompol DSY dan uang sebesar Rp 1,1 miliar dari perantara suap
berinisial LMB. "Kemudian ada juga bonggol kertas pengikat uang yang bertuliskan nama salah
satu bank swasta nasional," ucap Rikwanto.

Ujian Usut 'keluarga' Sendiri


Sebelum kasus Brotoseno dan DSY mencuat, seorang perwira menengah, AKBP KPS, juga
dinon job-kan dari jabatannya. Dia diduga memeras salah seorang bandar jaringan Freddy
Budiman. KPS adalah reserse yang malang melintang mengungkap jaringan narkoba. Namun,
sayang kemampuannya dia salahgunakan untuk korupsi.KPS adalah perwira menengah yang
pernah dua kali mendapat penghargaan, yaitu saat dia bertugas di lingkungan Reserse Narkoba di
Polda Metro Jaya dan terakhir saat dia mengungkap pabrik narkoba yang berjaringan dengan
Freddy Budiman.Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan pihaknya akan menindaklanjuti
temuan tersebut. Salah satunya, memeriksa pamen berinisial KPS.
"Nanti akan saya berikan langkah-langkah. Prinsipnya kalau ada laporan seperti itu saya akan
print (laporan) dan minta untuk Propam mendalami melakukan pemeriksaan. Dan kalau memang
ada kode etik yang dilanggar, ya kode etik, kalau ada pidana ya kita pidanakan," kata Tito di
kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat 16 September 2016.
Di Bali, Komisaris Besar Franky Haryadi Parapat ditangkap karena memeras pihak yang
berperkara. Ada tujuh kasus narkoba di bawah 0,5 gram yang menjadi lahan Franky memeras
korbannya. Selain itu, dia juga memeras tersangka asal Belanda agar memberikannya sebuah
mobil SUV untuk mengamankan kasus yang menyandung warga negeri kincir angin tersebut.

Lebih jauh lagi, rekan satu atap KPS, AKBP Pentus Napitu, divonis penjara 4 tahun 8 bulan. Dia
terbukti menyalahgunakan wewenangnya dengan memeras dan merekayasa kasus narkotika
terhadap pemilik diskotek di Bandung.
Tidak tanggung-tanggung, Pentus memeras korbannya sebesar Rp 5 miliar. Polisi menyita US$
80 ribu dan 40 kilogram emas. Polisi juga menyita satu unit mobil SUV yang diduga dibeli dari
hasil pemerasan.
April 2016, Kasat Narkoba Polres Belawan AKP Ichwan Lubis ditangkap karana laporan
pemerasan. Hasil penyelidikan, dia meminta Rp 8 miliar kepada korbannya agar kasus tidak
bergulir ke meja hijau.
Di luar perkara narkoba, 2014 lalu dua perwira yaitu AKBP Murjoko dan AKP DS ditangkap
karena memeras tersangka judi online. AKBP Murjoko kala itu menjabat Kepala Sub Direktorat
Jataras Polda Jabar. Perkara yang ditanganinya saat itu adalah judi online. Murjoko meminta Rp
5 miliar kepada tersangka sebagai imbalan membuka rekening penampung uang judi.
Jauh sebelum itu, Bareskrim mengusut korupsi yang melibatkan Kabareskrim saat itu, Komjen
Susno Duadji. Tentunya ini menjadi jejak Bareskrim, khususnya Direktorat Tipikor, dalam
pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Upaya membuat jera para polisi nakal terus
digalakan agar tidak ada lagi anggotanya yang melanggar hukum.
Kasus Brotoseno kembali menjadi ujian bagi Polri dalam menjalankan profesionalitasnya
sebagai penegak hukum. Berkas Brotoseno yang juga penyidik di Dit Tipikor sudah berada di
meja direktorat yang menaunginya. Tanpa pandang bulu, kasus tersebut harus berjalan hingga ke
meja hijau.

TEKS 2
TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Dwi Priyatno
mengatakan tim Divisi Profesi dan Pengamanan telah menangkap kepala unit di Direktorat
Tindak Pidana Korupsi, Ajun Komisaris Besar Brotoseno. Dalam operasi tangkap tangan
tersebut, tim Satuan Tugas Profesi dan Pengamanan Polri menyita barang bukti sebanyak Rp 3
miliar.
"Sekarang masih diperiksa intensif di Divisi Propam, kata Dwi melalui pesan pendek, Kamis,
17 November 2016. Ia enggan menerangkan kronologi penangkapan Brotoseno. Juru bicara
Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, juga belum memberikan keterangan. Ia hanya
berujar, Brotoseno ditangkap di Jakarta. Dua hari lalu ditangkapnya. Kabarnya, terkait dengan
kasus cetak sawah, ujar Boy.
Baca Juga
Ahok Yakin Menang 1 Putaran, Setya: Tergantung Sopan-Santun
Blusukan, Ahok Merasa Gayanya Mirip Jokowi
Boy enggan menerangkan lebih gamblang soal kasus Brotoseno. Ia menuturkan belum ada hasil
pemeriksaan terkait dengan eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. Boy juga
enggan menerangkan siapa yang telah diperas Brotoseno. Rencananya, ia akan menggelar
konferensi pers terkait dengan kasus suami Angelina Sondakh itu siang ini, Jumat, 18 November
2016.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi tengah menangani dugaan korupsi proyek cetak sawah fiktif
2012-2014. Sebelumnya, kepala kepolisian saat itu, Jenderal Badrodin Haiti, menyatakan, dari
4.000 hektare yang menjadi perencanaan awal, hanya terealisasi 100 hektare. Padahal targetnya
sekitar 100 ribu hektare sawah baru. Kondisi lahan yang terealisasi itu pun tak terawat.
Badrodin menambahkan, lahan yang dipilih di Ketapang, Kalimantan Barat, tidak layak menjadi
lokasi proyek. "Atas dasar itulah, saya katakan bahwa proyek pencetakan sawah tersebut fiktif,"
tutur Badrodin di depan Komisi Hukum DPR. Proyek senilai Rp 360 miliar tersebut
didanai corporate social responsibility (CSR) dari tujuh perusahaan pelat merah, antara lain PT
Perusahaan Gas Negara dan PT Pertamina.
Simak Juga
Pengacara Buni Yani Yakin Dua Timses Ahok ini Jadi Tersangka
Nilai Jokowi Hindari Pendemo, Rizieq Minta DPR Memanggilnya

Selain dua perusahaan minyak dan gas itu, proyek cetak lahan sawah tersebut juga dibiayai Bank
Nasional Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Kesehatan, PT Sang Hyang Seri, dan
PT Hutama Karya. Tujuh BUMN tersebut menyetorkan uang masing-masing Rp 15-100 miliar.
Badan Pemeriksa Keuangan pun telah menemukan kejanggalan proyek fiktif tersebut.
Berdasarkan temuan BPK, dari rencana program mencetak 100 ribu hektare lahan sawah, hanya
ditemukan 100 hektare atau 0,1 persen dari target program. Sawah yang ada pun diduga
bermasalah karena kepemilikannya masih atas nama penduduk. BPK mengindikasikan ada
kerugian negara Rp 208,64 miliar akibat penyimpangan proyek tersebut. Nama perwira
menengah Kepolisian, AKBP Brotoseno kembali mencuat. Namun kali ini bukan
lantaran kisah asmaranya dengan mantan Puteri lndonesia, Angelina Sondakh.
Melainkan lantaran kasus dugaan suap yang dilakukannya.Brotoseno ditangkap tim
Sapu Bersih Pungutan Liar setelah dia diduga menerima suap hingga miliaran
rupiah. Suap tersebut diduga masih terkait dengan penanganan perkara korupsi
yang ditangani Brotoseno di Bareskrim Polri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Polisi
Rikwanto menegaskan, Polri masih mendalami motif dua anggotanya dalam kasus korupsi Cetak
Sawah yang tengah ditangani Bareskrim Polri. Uang sejumlah Rp1,9 miliar sudah kita sita, dan
kemudian didalami apakah ada akibat dari perbuatan tersebut untuk memperpendek kasus (cetak
sawah) atau untuk menghilangkan kasusnya, ini masih didalami, kata Rikwanto di kantornya,
Jakarta Selatan, Jumat, 18 November 2016. Brotoseno tercatat merupakan alumnus Akademi
Kepolisian tahun 1999. Dia sempat menempati sejumlah posisi sebelum akhirnya mendapat
penugasan di KPK pada tahun 2007.
Saat berkarir di KPK, Brotoseno sempat menangani sejumlah kasus. Termasuk kasus
dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang.Namun, hanya sekitar 4 tahun
Brotoseno berkiprah di KPK. Dia yang kala itu masih menyandang pangkat Komisaris,
dikembalikan KPK ke Mabes Polri. Mabes Polri ketika itu menyebut Brotoseno dikembalikan
lantaran dinilai KPK tidak layak dan tidak cakap. Selain itu, pengembalian Brotoseno ke Mabes
Polri juga santer dikabarkan lantaran kedekatannya dengan Angelina Sondakh. Angie ketika itu
merupakan anggota DPR dari Demokrat sekaligus menyandang status tersangka dugaan korupsi
Wisma Atlet. Brotoseno tidak menampik kedekatannya dengan janda Adjie Massaid itu, bahkan
dia mengaku kenal sejak tahun 2005. Brotoseno bahkan sempat terlihat mengunjungi Angie di
Rutan saat Angie tengah ditahan penyidik terkait kasus yang menjeratnya itu. Setelah ditarik ke
Mabes, Brotoseno sempat beberapa saat tidak mempunyai jabatan. Hingga akhirnya dia
mendapat posisi pada Staf Sumber Daya Manusia Mabes Polri. Saat ini, Brotoseno menjabat
sebagai Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri dengan pangkat AKBP.

TEKS 3
Tertangkap Tangan
Lama tak terdengar, nama Brotoseno kembali muncul pada hari Kamis 17 November
2016. Dia dikabarkan tertangkap tangan Tim sapu bersih pungutan liar pimpinan Irwasum Polri,
Komjen Dwi Prayitno.Brotoseno dikabarkan ditangkap bersama uang Rp1,9 miliar yang diduga
merupakan hasil pemerasan yang dilakukannya. Dia diduga memeras terkait kasus cetak sawah
di Ketapang, Kalimantan Barat yang tengah ditangani Bareskrim.Brotoseno bersama satu orang
penyidik Bareskrim lain berinisial D ditangkap usai diduga menerima uang dari seorang
pengacara berinisial H melalui rekannya LM.Rencananya seluruh (suap) Rp3 miliar, namun dari
saudara HR itu menyerahkan Rp1,9 miliar, sisanya belum, kata Kombes Rikwanto di kantornya,
Jumat, 18 November 2016.
Akibat perbuatannya, Brotoseno serta penyidik Bareskrim lain yang tertangkap tangan itu,
terancam sanksi etik serta hukuman pidana. Brotoseno dan seorang rekannya sesama penyidik
ditahan Bareskrim Polri.Menilik kasus cetak sawah, Direktorat Tindak Pidana Korupsi
Bareskrim Polri mengendus proyek cetak sawah fiktif 2012-2014. Dari 4.000 hektare lahan yang
menjadi perencanaan awal, hanya terealisasi 100 hektare. Padahal targetnya sekitar 100 ribu
hektare sawah baru.
Proyek ini dinisiasi Dahlan Iskan pada tahun 2012 semasa dia menjabat sebagai Menteri Badan
Usaha Milik Negara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek senilai Rp360 miliar
tersebut didanai corporate social responsibility (CSR) dari tujuh perusahaan pelat merah, antara
lain PT Perusahaan Gas Negara, PT Pertamina, BNI, BRI, Asuransi Kesehatan PT Sang Hyang
Seri dan PT Hutama Karya.Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keungan (BPK),
ditemukan dugaan kerugian negara di program cetak sawah sebesar Rp208,68 miliar.
Program cetak sawah merupakan salah satu program yang menerima pengalihan dari program
BUMN Membangun Desa yang gagal mencapai tujuan. BPK juga menemukan indikasi kerugian
dalam program BUMN lain.

TEKS 4
Nama perwira menengah Kepolisian, AKBP Brotoseno kembali mencuat. Namun kali ini
bukan lantaran kisah asmaranya dengan mantan Puteri lndonesia, Angelina Sondakh. Melainkan
lantaran kasus dugaan suap yang dilakukannya. Brotoseno ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan
Liar setelah dia diduga menerima suap hingga miliaran rupiah. Suap tersebut diduga masih
terkait dengan penanganan perkara korupsi yang ditangani Brotoseno di Bareskrim Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris
Besar Polisi Rikwanto menegaskan, Polri masih mendalami motif dua anggotanya dalam kasus
korupsi Cetak Sawah yang tengah ditangani Bareskrim Polri. "Uang sejumlah Rp1,9 miliar
sudah kita sita, dan kemudian didalami apakah ada akibat dari perbuatan tersebut untuk
memperpendek kasus (cetak sawah) atau untuk menghilangkan kasusnya, ini masih didalami,"
kata Rikwanto di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 18 November 2016. Brotoseno tercatat
merupakan alumnus Akademi Kepolisian tahun 1999. Dia sempat menempati sejumlah posisi
sebelum akhirnya mendapat penugasan di KPK pada tahun 2007.
Saat berkarir di KPK, Brotoseno sempat menangani sejumlah kasus. Termasuk kasus
dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang. Namun, hanya sekitar 4 tahun
Brotoseno berkiprah di KPK. Dia yang kala itu masih menyandang pangkat Komisaris,
dikembalikan KPK ke Mabes Polri. Mabes Polri ketika itu menyebut Brotoseno dikembalikan
lantaran dinilai KPK tidak layak dan tidak cakap. Selain itu, pengembalian Brotoseno ke Mabes
Polri juga santer dikabarkan lantaran kedekatannya dengan Angelina Sondakh.
Angie ketika itu merupakan anggota DPR dari Demokrat sekaligus menyandang status
tersangka dugaan korupsi Wisma Atlet. Brotoseno tidak menampik kedekatannya dengan janda
Adjie Massaid itu, bahkan dia mengaku kenal sejak tahun 2005. Brotoseno bahkan sempat
terlihat mengunjungi Angie di Rutan saat Angie tengah ditahan penyidik terkait kasus yang
menjeratnya itu. Setelah ditarik ke Mabes, Brotoseno sempat beberapa saat tidak mempunyai
jabatan. Hingga akhirnya dia mendapat posisi pada Staf Sumber Daya Manusia Mabes Polri.

Saat ini, Brotoseno menjabat sebagai Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri
dengan pangkat AKBP.

Anda mungkin juga menyukai