KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah tentang Korupsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.
Jatinangor, Oktober 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan
suatu
negara
sangat
ditentukan
oleh
kemampuan
dan
harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini
akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi
sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas
dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
1.2.
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian korupsi.
Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas
korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan
dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan
berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam
Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan
korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari
pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan
yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-
kewenangan,kesempatan
atau
dapat
merugikan
keuangan
2001)
2001)
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
-
2001)
Pegawai
negeri
atau
Penyelenggara
Negara
yang
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi
dirinya
sendiri
(pasal
12
undang-undang
Nomor
20
tahun
2001)
(huruf
f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan
barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal
tersebut
bukan
merupakan
hutang
(huruf
g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
2001)
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
BAB III
ANALISIS
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu
orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam
segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah
hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang
merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain
yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat,
sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara
memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi
suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya
merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana
korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan
secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3
(tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
-
1.
Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat
upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan
upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi.
2.
Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila
suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan
yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini
sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi
3.
tersebut
dapat
dilakukan
secara
cepat
dan
tepat.
Namun
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat
dan martabat kehidupan
Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31
Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik
yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum
atau perkumpulan.
2.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3.
Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4.
Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31
5.
6.
7.
Tahun 1999).
Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada
para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami
rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam
menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan
korupsi yang sangat jitu dan tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan
korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran
dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnya
sumber
daya
manusia,
serta
struktur
ekonomi.Korupsi
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit
Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html