Anda di halaman 1dari 91

PROFIL BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA

1. Alamat
Jl. Selamanik No 16 A Banjarnegara
Telp (0286) 594972, 5803088
Fax (0286) 594972
Website : www.lokabanjarnegara.litbang.depkes.go.id
Email : loka_ban@litbang.depkes.go.id
loka_banjarnegara@yahoo.com
2. Visi dan Misi
Visi
Visi Sebagai centre of excellence penelitian dan pengembangan penyakit
bersumber binatang Misi
Misi
1. Menghimpun,

mengkaji,

mengembangkan,

dan

menyebarkan

informasi IPTEK tentang vektor, reservoir, bionomik serta dinamika


penularan P2B2.
2. Meningkatkan profesionalisme SDM dalam bidang pengamatan dan
pengkajian vektor, reservoir dan dinamika penularan serta cara
pengendaliannya.
3. Menggalang dan mengembangkan kemitraan lintas program dan sektor
terkait dalam pengamatan dan pengkajian vektor dan reservoir serta
dinamika penularan penyakit.

3. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia

Nomor 920/Menkes/PER/V/2011 tahun 2011 menetapkan:

4. Tugas dan Fungsi


Tugas
Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ber
sumber Binatang.
Fungsi
1. Penyusunan rencana dan program penelitian dan pengembangan
pengendalian penyakit bersumber binatang
2. Pelaksanaan kerjasama penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit bersumber binatang
3. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
4. penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber
binatang Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit sesuai keunggulannya.
5. Penentuan karakteristik epidemiologi penyakit bersumber binatang
6. Pengembangan metode dan teknik pengendalian penyakit bersumber
binatang
7. Pengelolaan sarana penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit bersumber binatang serta pelayanan masyarakat.
8. Pengembangan jejaring informasi dan ilmu pengetahuan teknologi
kesehatan

9. Pelaksanaan diseminasi dan promosi hasil-hasil penelitian dan


pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang
10. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan
banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh

faktor-faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury


yang terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi
ikan yang berasal dari pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana
ini, 41 orang meninggal dan juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi
Mercury tersebut. Dengan alas an tersebut, interaksi antara manusia dengan
lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan masyarakat.
Sebagai vektor (penular) penyakit, arthropoda dapat memindahkan suatu
penyakit dari orang yang sakit terhadap orang yang sehat dimana dalam hal
ini arthropoda secara aktif menularkan mikroorganisme penyakit dari
penderita kepada orang yang sehat dan juga sebagai tuan rumah perantara dari
mikroorganisme tersebut, contoh : nyamuk, lalat, kutu, kecoa dsb. Arthropoda
sebagai penyebab penyakit dimana arthropoda dapat menyebabkan penyakit
tanpa perantara penular penyakit dalam artian secara langsung, bisa itu dari
gangguan langsung maupun tidak langsung serta kendala lainnya adapun
penyakit yang ditimbulkan karena arthropoda sebagai penyebab penyakit
secara langsung diantaranya entomophoby, annoyance, kehilangan darah,
kerusakan alat indera, racun serangga, dermathosis, alergi, dan miyasis.
Hama adalah organisme yang tak hanya mengganggu, tapi juga merusak
dan merugikan manusia. Umumnya digunakan untuk hewan, termasuk bibit
penyakit. Pengendalian hama harus diupayakan agar efektif dan aman
terhadap lingkungan.
Cara pengendalian hama tercepat dan terpraktis memang dengan pestisida.
Namun jika tidak dilakukan dengan ketentuan yang benar, akan menimbulkan
banyak kerugian dalam penggunaannya. Misal, serangga semakin resistan
terhadap pestisida dan adanya residu serta racun yang mengontaminasi
lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik penangkapan nyamuk dan survei nyamuk malaria?
2. Bagaimana pembedahan saliva dan kelenjar liur nyamuk?
3. Bagaimana pembedahan ovarium nyamuk pada nyamuk?
4. Bagaimana survei tikus dan perangkap tikus?
5. Bagaimana teknik pengambilan ektoparasit tikus?
6. Bagaimana cara mengidentifikasi tikus?
7. Bagaimana cara pembedahan tikus dan pengambilan ektoparasit?

8. Bagaimana cara uji ELISA?


9. Bagaimana cara uji persipitin test?
10. Bagaimana teknik Bioassay pada dinding, kelambu dan kubus?
11. Bagaimana cara test succepbility test?
12. Bagaimana cara mengidentifikasi nyamuk?
13. Bagaimana cara pengawetan tikus kering?
14. Bagaimana cara IRS, Fogging, dan larvasiding dilakukan?
15. Bagaimana cara identifikasi pinjal tikus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik penangkapan nyamuk dan survei nyamuk
malaria.
2. Untuk mengetahui cara pembedahan saliva dan kelenjar liur nyamuk.
3. Untuk mengetahui cara pembedahan ovarium nyamuk pada nyamuk
4. Untuk mengetahui cara survei tikus dan perangkap tikus
5. Untuk mengetahui teknik pengambilan ektoparasit tikus
6. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi tikus.
7. Untuk mengetahui cara pembedahan tikus dan pengambilan ektoparasit.
8. Untuk mengetahui cara uji ELISA.
9. Untuk mengetahui cara uji persipitin test.
10. Untuk mengetahui cara teknik Bioassay pada dinding, kelambu dan kubus.
11. Untuk mengetahui cara test succepbility test.
12. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi nyamuk.
13. Untuk mengetahui cara pengawetan tikus kering.
14. Untuk mengetahui cara IRS, Fogging, dan larvasiding dilakukan.
15. Untuk mengetahui cara identifikasi pinjal tikus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Survei vektor malaria adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
untuk dokumentasi dan bahan pertimbangan menetapkan kebijaksanaan
operasional pemberantasan vektor malaria.
A. Beberapa Jenis Survei Malaria
1. Survei pendahuluan, data yang dikumpulkan mengenai data dasar
mengenai vektor malaria, yaitu: fauna nyamuk, konfirmasi vektor,
musim kepadatan vektor, kesenangan hinggap, kerentanan vektor
terhadap pestisida.
2. Survei longitudinal, survei yang dilakukan pada masa pemberantasan
vektor (biasanya untuk menilai apakah penularan telah terputus atau
masih berlangsung).
3. Survei intensif (survey khusus) dilakukan pada daerah yang terjadi
masalah malaria/KLB.
4. Survei sewaktu (spot survey), terdiri dari : survey penentuan daerah
potensial KLB, survey penentuan penghentian penyemprotan, survey
di daerah penyemprotan bermasalah, survei penentuan musim
penularan dan bionomik vektor (longitudinal survey).
B. Syarat umum tempat penangkapan catching station
1. Di daerah dengan kasus malaria tinggi atau ditemukan kasus malaria
pada bayi.
2. Dekat dengan tempat perindukan.
3. Tidak berhubungan langsung dengan angin (tidak dipinggir desa).
4. Jarak antar rumah penangkapan dengan tempat identifikasi tidak terlalu
jauh (10 menit).
5. Tidak sedang dalam masa efektif penyemprotan, kecuali untuk
uji/evaluasi.
6. Mudah didatangi setiap waktu.

7. Masyarakat mau bekerjasama.


8. Satuan terkecil adalah dusun atau kampung
C. Rumus-rumus dalam survei entomologi
1. MHD (Man Hour Density)
Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap per orang per jam
Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap

Jumlah penangkap Waktu penangkapan (Jam)


2. Kepadatan nyamuk resting di rumah
Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap di dalam rumah

Jumlah rumah tempat penangkapan nyamuk tersebut


3. Sporozoit Rate
Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoid

Jumlah nyamuk yang diperiksa kelenjar ludahnya


4. Parity Rate
Jumlah nyamuk paraous

Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya


2.2 Kelenjar Saliva/ Kelenjar Liur Nyamuk
Dalam siklus plasmodium penularan malaria, plasmodium yang terhisap
nyamuk dari orang yang terinfeksi malaria akan secara alami menuju ke
kelenjar ludah nyamuk agar plasmodium tersebut dapat kembali ke tubuh
manusia sebagai inang utamanya, karena plasmodium tidak dapat hidup lama
didalam tubuh nyamuk. Pembedahan saliva pada nyamuk sangat penting
dilakukan untuk mengetahui apakah nyamuk tersebut dapat menularkan
malaria atau tidak.
Dalam kaitanya dengan perhitungan kepadatan nyamuk untuk mengetahui
misalnya tingkat keberhasilan pemberantasan vektor nyamuk anopheles dapat
dilakukan pembedahan ovarium untuk menentukan umur nyamuk dan juga
perkiraan jumlah populasi serta telah beberapa kali nyamuk tersebut telah
bertelur dapat diketahui dilatasi mewakili 1 siklus gonotropik daerah tersebut,
karena daerah satu dengan yang lain siklus gonotropiknya bisa berbeda,
sedangkan umur populasi dapat dihitung dengan rumus p = A X B ( dari
nyamuk yang dibedah terlihat adanya ovarium , badan malpigi dan usus. Dari
hasil pemeriksaan didalam ovarium terdapat 1 simpul dilatasi, itu
menunujukan bahwa nyamuk tersebut telah bertelur 1 kali dan umurnya
selama 1 siklus gonotropik.
2.3 Ovarium Nyamuk

Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu


infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semag yang rentan. Bagi
dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vector yang
dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara
langsung juga sebagai perantara penularan penyakit. Hewan yang termasuk
kedalam vector penyakit yaitu salah satunya Nyamuk. Vector nyamuk yang
terdapat di pemukiman perkotaan dapat memberikan dampak terhadap
kesehatan masyarakat, antara lain nyamuk AedesAegypti (menyebabkan
penyakit demam beradarah dan cikungunya), Anopheles (menyebabkan
penyakit malaria) dan nyamuk Culex (menyebabkan penyakit kaki gajah).
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan
keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan
nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal didekat sarang, sampai nyamuk
betina keluar dari kepompong, setelah betina keluar, maka nyamuk jantan
akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidup
nyamuk betina hanya sekali kawin, dalam bertelur nyamuk betina dapat
mengeluarkan sampai 300 butir telur dan dalam perkembangan telur
bergantung pada beberapa factor antara lain temperature dan kelembaban serta
species dari nyamuk.
Tingginya populasi nyamuk sangat membahayakan kehidupan manusia.
Keberadaan vector sebagai suatu yang merugikan tersebut harus ditanggulangi
dengan pengendalian vector. Untuk itu dilakukan pembedahan pada nyamuk
untuk mengetahui pada bagian kelenjar liur ada tidaknya sporozooit, pada
lambung mengetahui ada tidaknya parasit, dan pada ovarium ditujukan untuk
mengetahui telah berapa kali nyamuk tersebut bertelur dan mengetahui umur
populasi. Ovarium nyamuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu ovarium
paraous dan nulliparous.
2.4 Survei Tikus dan Penangkapan Tikus
Kegiatan pengumpulan data tikus yang dilakukan untuk dokumentasi,
koleksi, dan bahan pertimbangan menetapkan kebijaksanaan operasional.
Hasil survei akan memberikan gambaran tentang biologi, ekologi dan tingkat
masalah yang ditimbulkannya.

Pengendalian yang paling sering kita gunakan biasanya menggunakan


metode gropyokan atau dengan memasang umpan, namun yang palig tepat
dilakukan adalah pengendalian terpadu.
Kalau kita menggunakan umpan beracun ada baiknya kita menggunakan
umpan yang tidak langsung membunuh dengan cepat, gunakanlah rodentisida
yang membunuh secara perlahan misal Klerat dan ratikus, karena seperti yang
saya bicarakan diatas tikus bila makan makanan yang beracun cepat reaksi
kematiannya, maka dia akan memberi sinyal suara kesakitan dan tanda bahaya
kepada temannya , sehingga teman-temannya akan waspada terhadap makanan
baru, dan tidak mau makan terhadap umpan yang kita berikan.
Pemberian umpan tersebut sebaiknya jangan disentuh dengan tangan sebab
indra penciuman tikus sangat tajam terhadap bau yang baru dan aneh termasuk
bau manusia.Lakukan pada saat paceklik pangan bagi tikus yaitu saat lahan
bera (tidak ditanami) sampai pada saat menjelang produksi pangan (bila pada
padi menjelang bunting).
2.5 Pengambilan Ektoparasit Tikus
Pyhlum chordata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus
sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan
penyakit pes, karena sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan
pada manusia, untuk itu keberadaan binatang penggangu tersebut harus di
tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai ke akarakarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan
populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak menggangu ataupun
membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan
tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatankegiatan atau proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas
populasi binatang pengganggu pada tingkay yang tidak membahayakan.
A. Klasifikasi Pinjal
Pinjal masuk ke dalam ordo Siphonaptera yang pada mulanya dikenal
sebagai ordo Aphniptera. Ordo Siphonaptera terdiri atas tiga super famili
yaitu Pulicoidea, Copysyllodea dan Ceratophylloidea. Ketiga super famili
ini terbagi menjadi Sembilan famili yaitu Pulicidae, Rophalopsyllidae,
Hystrichopsyllidae, Pyglopsyllidae, Stephanocircidae, Macropsyllidae,

Ischnopsyllidae dan Ceratophillidae. Dari semua famili dalam ordo


Siphonaptera paling penting dalam bidang kesehatan hewan adalahfamili
Pulicidae (Susanti,2001).
B. Morfologi Pinjal
Menurut Sen & Fetcher (1962) pinjal yang masuk ke dalam sub
spesies C. felis formatipica memiliki dahi yang memanjang dan meruncing
di ujung anterior. Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di belakang
lekuk antenna. Kaki belakang dari sub spesies ini terdiri dari enam ruas
dorsal dan manubriumnya tidak melebar di apical, sedangkan pinjal yang
masuk ke dalam sun spesies C. felis formatipica memiliki dahi yang
pendek dan melebar serta membulat di anterior. Pinjal pada sub spesies ini
memiliki jajaran rambut satu sampai delapan yang pendek di belakang
lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini terdiri atas tujuh ruas dorsal dan
manubrium melebar di apical.Pinjal merupakan insekta yang tidak
memiliki sayap dengan tubuh berbentuk pipih bilateral dengan panjang
1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang betina. Kedua jenis
kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal mempunyai kritin yang
tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum, mesonotum dan
metanotum (metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang,
baik untuk menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut saat
meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri
yang kuat berbentuk sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan tepat
diatas alat mulut pada beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk
sisir lainnya, yaitu ktenedium genal. Duri-duri tersebut sangat berguna
untuk membedakan jenis pinjal.
Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat
ujung posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan
yang jantan mempunyai alat seperti per melengkung, yaitu aedagus atau
penis berkitin di lokasi yang sama. Kedua jenis kelamin mmiliki struktur
seperti jarum kasur yang terletak di sebelah dorsal, yaitu pigidium pada
tergit yang kesembilan. Fungsinya tidak diketahui, tetapibarangkali
sebagai alat sensorik.Mulut pinjal bertipe penghisap dengan tiga silet

penusuk (epifaring dan stilet maksila).memiliki antenna yang pendek,


terdiri atas tiga ruas yang tersembunyi ke dalam lekuk kepala (Susanti,
2001)
C. Daur Hidup Pinjal
Pinjal termasuk serangga Holometabolaus atau metamorphosis
sempurna karena daur hidupnya melalui 4 stadium yaitu : telur-larva-pupadewasa. Pinjal betina bertelur diantara rambut inang. Jumlah telur yang
dikeluarkan pinjal betina berkisar antara 3-18 butir.betina dapat bertelur 26 kali sebanyak 400-500 butir selama hidupnya (Soviana dkk, 2003).
Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan berwarna keputihputihan. Perkembangan telur bervariasi tergantung suhu dan kelembaban.
Telur menetas menjagi larva dalam waktu 2 hari atau lebih. Kerabang telur
akan dipecahkan oleh semacam duri (spina) yang terdapat pada kepala
larva instar pertama.Larva yang muncul bentuknya memanjang, langsing
seperti ulat, terdiri atas 3 ruas toraks dan 10 ruas abdomen yang masingmasing dilengkapi dengan beberapa bulu-bulu yang panjang. Ruas
abdomen terakhir mempunyai dua tonjolan kait yang disebut anal struts,
berfungsi untuk memegang pada substrata tau untuk lokomosi. Larva
berwarna kuning krem dan sangat aktif, dan menghindari cahaya. Larva
mempunyai mulut untuk menggigit dan mengunyah makanan yang bisan
berupa darah kering, feses dan bahan organic lain yang jumlahnya cukup
sedikit. Larva dapat ditemukan di celah dan retahkan lantai, dibawah
karpet dan tempat-tempat serupa lainnya. Larva ini mengalami tiga kali
pergantian kulit sebelum menjadi pupa. Periode larva berlangsung selama
7-10 hari atau lebih tergantung suhu dan kelembaban. Larva dewasa
panjangnya sekitar 6 mm.
Larva ini akan menggulung hingga berukuran sekitar 4x2 mm dan
berubah menjadi pupa. Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10-17 hari
pada suhu yang sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang
optimal, dan pada suhu yang rendah bisa menyebabkan pinjal tetap
terbungkus di dalam kokon.Stadium pupa mempunyai tahapan yang tidak
aktif atau makan, dan berada dalam kokon yang tertutupi debris dan debu

sekeliling. Stadium ini sensitive terhadap adanya perubahan konsentrasi


CO2 di lingkungan sekitarnya juga terhadap getaran. Adanya perubahan
yang signifikan terhadap kedua factor ini, menyebabkan keluarnya pinjal
dewasa dari kepompong. Hudson dan Prince (1984) melaporkan pada suhu
26,6 C, pinjal betina akan muncul dari kokon setelah 5-8 hari, sedangkan
yang jantan setelah 7-10 hari.
Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada
dalam tubuh saat membutuhkan makanan dan tidak permanen. Jangka
hidup pinjal bervariasi pada spesies pinjal, tergantung dari makan atau
tidaknya pinjal dan tergantung pada derajat kelembaban lingkungan
sekitarnya. Pinjal tidak makan dan tidak dapat hidup lama di lingkungan
kering tetapi di lingkungan lembab, bila terdapat reruntuhan yang bisa
menjadi tempat persembunyian maka pinjal bisa hidup selama 1-4
bulan.Pinjal tidak spesifik dalam memilih inangnya dan dapat makan pada
inang lain. Pada saat tidak menemukan kehadiran inang yang
sesungguhnya dan pinjal mau makan inang lain serta dapat bertahan hidup
dalam periode lama (Soviana dkk, 2003).
D. Ekologi Pinjal
Menurut Susanti (2001), kehidupan pinjal dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. Suhu dan Kelembaban
Perkembangan setiap jenis pinjal mempunyai variasi musiman
yang berbeda-beda. Udara yang kering mempunyai pengaruh yang tidak
menguntungkan bagi kelangsungan hidup pinjal. Suhu dalam sarang
tikus lebuh tinggi selama musim dingin dan lebih tendah selama musim
panas daripada suhu luar. Suhu didalm dan diluar sarang memperlihtkan
bahwa suhu didalam sarang cncerung berbalik dengan suhu luar.
2. Cahaya
Beberapa jenis pinjal menghindri cahaya (fototaksis negatif). Pinjal
jenis ini bisaanya tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus yang
kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar
matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang
tikus yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan yang

berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang.


Sehingga pada sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal.
E. Parasit
Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit
pinjal yang mempengaruhi umur pinjal. Pinjal yang mengandung bakteri
pes pada suhu 10-15oC hanya bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan
pada suhu 27oC betahan hidup selama 23 hari. Pada kondisi normal,
bakteri pes akan berkembang cepat, kemudian akan menyumbat alat mulut
pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap darah dan akhirnya mati.
F. Predator
Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan
populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti semut dan
kumbang kecil telah diketahui memakn pinjal pradewasa dan pinjal
dewasa.
G. Makanan Pinjal
Pinjal pradewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan
fisiologi yang berbeda dengan pinjal dewasa, sehingga jenis makanan yang
dikonsumsi juga berbeda. Makanan larva pinjal terdiri dari bahan-bahan
organic yang ada disekitarnya, seperti darah yang dikeluarkan melalui
organ ekskresi pinjal (anus), bahan organic yang kaya akan protein dan
vitamin B. Bila bahan-bahan makanan tersebut terpenuhi, maka larva
pinjal akan tumbuh secara maksimum.
Pinjal, baik jantan maupun betina merupakan serangga penghisap
darah. Bagi pinjal betina, darah diperlukan untuk perkembangan telur.
Pinjal akan sering menghisap darah di musim panas daripada musim
penghujan atau dingin, karena di musim panas pinjal cepat kehilangan air
dari tubuhnya.
H. Jenis Pinjal
Insekta ini termasuk ordo Siphonaphtera. Nama tersebut berarti
bahwa mereka makan dengan menyifon (yaitu menghisap) darah. Pinjal
dibagi 6 genus yaitu :
1. Genus Ctenocephalides
Ctenocephalides adalah pinjal yang umum pada anjing dan kucing.
Pinjal ini juga menggigit hewan lain termasuk sapi dan manusia sebagai
induk semang antara cacing pita anjing (Dipylidum caninum) dan

cacing filarial anjing (Dipetalonema reconditum).Ctenocephalides felis


yang makan pada inangnya dan bisa hidup selam 58 hari serta tanpa
makan tetapi tinggal pada lingkungan yang lembab dan dapat hidup
selama 23hari (Soviana, ).
2. Genus Echidnophag
Echidnophaga adalah pinjal lekat unggas. Pinjal ini dapat juga
menyerang anjing, kucing, mamalia lain dan bahkan manusia. Pinjal ini
berbeda dari kebanyakan pinjal lain karena pinjal ini akan melompat
bila diganggu.
3. Genus Pulex
Pulex irritans adalah pinjal manusia. Pinjal ini umum terdapat di
California dan kadang-kadang terdapat di kandang-kandang ayam.
Pinjal tersebut dapat menyerang banyak hewan lain termasuk babi,
anjing, kucing dan tikus. Pinjal ini membawa tifus endemic. Pulex
irritans yang makan pada inangnya bisa hidup selama 125 hari dan
tanpa makan tetapi tinggal pada lingkungan yang lembab dan dapat
hidup selama 513 hari (Soviana, ).
4. Nosopsyllus fasciatus
Nosopsyllus fasciatus adalah pinjal tikus umum di daerah beriklim
sedang. Pinjal tersebut menyerang banyak hewan lain tapi tidak slalu
menggigit orang.
5. Genus Xenopsylla
Xenopsylla cheopis adalah pinjal tikus tropis. Pada tikus pinjal ini
lebih umum daripada Nosopsyllus fasciatus di Negara tropis dan
banyak menyerang orang. Pinjal ini sangat penting karena memerlukan
pes (disebabkan kuman Pasteurella pestis) dari tikus kepada manusia.
Bakteri tersebut berkembang biak di dalam proventikulus pinjal
sampai dapat memenuhinya. Kemudian bila pinjal terinfeksi bakteri ini
dan pinjal menggigit korban lain, pinjal tersebut tidak dapat menghisap
darah tetapi memuntahkan bakteri ke dalam luka. Pinjal ini juga
menularkan thyphus endemic (disebabkan oleh Rickettsia typhi) dari
tikus kepada manusia. X. cheopis merupakan pinjal kosmopolitan atau
synathropic murine rodent yang mempunyai ciri-ciri pedikel panjang,
bulu antepidigidal panjang dan kaku. Receptakel seminalis besar dan

berkitin dengan sudut ekor meruncig. Xenopsylla cheopis yang makan


pada inangnya bisa hidup selama 38 hari dan tanpa makan tetapi
tinggal pada lingkungan yang lembab dan dapat hidup selama 100 hari
(Soviana, ).
6. Genus Tungau
Tungau penetrans adalah pinjal pasir. Pinjal ini merupakan pinjal
yang terdapat di Negara-negara tropic dan sub tropic, pinjal ini sering
ditemukan pada orang-orang yang bekerja sebagai penjelajah di
Negara-negara tropis terutama di dataran Asia.
I. Interaksi Pinjal dengan Tikus
Tikus dan berinteraksi secara ektoparasit obligate sementara.
Dalam interaksi ini pinjal dewasa selalu hidup menempel pada permukaan
tubuh inang, sedangkan stadium pra dewasa tumbuh terlepas dari
inangnya. Interaksi ini lebih bersifat leluasa, tidak seperti kutu (Anoplura)
yang menetap selama hidupnya di tubuh tikus.
Istilah inang sejati (true host) sering digunakan untuk menandai
suatu inang tunggal atau inang pilihan yang dianggap paling utama jika
seandainya satu jenis pinjal menempati beberapa jenis inang. Inang utama
yaitu inang yang cocok atau sesuai untuk kelanjutan reproduksi pinjal
dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Istilah ini dipakai untuk
mengungkapkan hubungan asal nenek moyang.
Pada umumnya pinjal menyukai mamalia yang hidup didalam
sarang, lubang dan gua yang terinfeksi pinjal. Amalia yang membuat
sarang terbuka atau tidak terlindung dan terkena sinar matahari tidak
disukai oleh pinjal, namun beberapa jenis pinjal ditemukan hidup parasit
pada enguin dan burung laut yang sarangnya berada di pantai atau di
pulau-pulau terpencil tanpa pepohonan.Pinjal umumnya ditemukan pada
mamalia ordo Monotremata, Marsupialia, Insektivora, Chiroptera,
Edentata, Pholidota, Lagomarpha, Rodentia, Carnivora, Hyracoidea dan
Astiodaetyla, tetapi jarang ditemukan pada mamalia ordo Dermoptera,
Primata, Tubii dentate, Proboscidia, atau Perissodactyla
2.6 Identifikasi Tikus

Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan


manusia. Asosiasi tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus
mendapatkan keuntungan sedangkan manusia sebaliknya. Tikus sering
menimbulkan gangguan bagi manusia dibidang : kesehatan; pertanian;
peternakan; rumah tangga.
Menurut G. Serereg (1972, h. 2), pengertian tikus adalah binatang
menyusui kecil, termasuk dalam familia Muridaedari ordorodentiayang
mempunyai sifat pemakan segala.
Taksonomi Tikus
a Dunia
: Animalia.
b Phyllum (Filum)
: Chordata
c Sub filum
: Vertebrata (Craniata)
d Kelas
: Mammalia
e Sub kelas
: Theria
f Infra Kelas
: Eutheria
g Ordo
: Rodentia
h Sub ordo
: Myomorpha
i Famili
: Muridae
j Sub family
: Murinae
k Genus
: Bandicota
Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena
memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000
spesies untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya
kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang
paling berperan sebagai host (vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan
hama pertanian.
Delapan spesies tersebut :
a Rattus norvegicus (tikus riol/got/selokan/kota)
b Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap)
c Mus musculus (mencit rumah)
d Rattus exulans (tikus ladang)
e Bandicota indica (tikus wirok)
f Rattus tiomanicus (tikus pohon)
g Rattus argentiventer (tikus sawah)Dan Mus caroli (mencit ladang).

Tabel 1.1 Morfologi Tikus


No

Morfologi

Tikus roil

Tikus atap

Mencit rumah

Tikus ladang

1.

Tekstur rambut

Kasar dan agak panjang

Agak kasar

Lembut dan halus

Lembut dan halus

2.

Bentuk hidung

Kerucut terpotong

Kerucut

Kerucut

Kerucut

3.

Bentuk badan

Silindris, membesar

Silindris

Silindris

Silindris

4.

Warna badan bagian

kebelakang
Coklat hitam kelabu

Coklat hitam

Coklat hitam kelabu

Coklat kelabu

5.

punggung
Warna badan bagian

Coklat kelabu (pucat)

kelabu
Coklat hitam

Coklat hitam kelabu

Putih kelabu

6.

perut
Warna ekor bagian

Cokelat hitam

kelabu
Cokelat hitam

Cokelat hitam

Cokelat hitam

7.

atas
Habitat

Gudang, selokan, rumah

Rumah, gudang

Rumah gudang

Sawah, ladang

8.

Bobot tubuh (gr)

150-600

60-300

8-30

30-85

9.

Pjg kepala + badan

150-250

100-210

55-100

80-150

10.

(mm)
Panjang ekor (mm)

160-210

120-250

70-110

110-180

11.

Lebar daun telinga

18-24 (berambut)

19-23

9-12

16-20

12.

(mm)
Pjg tlpk kaki blkg

40-47

30-37

12-18

22-28

13.

(mm)
Lebar gigi pengerat

3.5

1.5

14.

(mm)
Jlh puting susu

6 (3+3) =12

5 (2+3) =10

5 (3+2) =10

(pasang)

2.7 Endoparasit Tikus

4 (2+2)=8

Parasit menurut sifat hidupnya, parasit dapat dikelompokan menurut


tempat hidupnya, keperluan akan hopses, jenis hospes yang dihinggapi dan
lamanya hidup.
1. Menurut tempat hidupnya, parasit dapat dikelompokan:
a. Ektoparasit, yaitu parasit yang hidup dipermukaan hospes.
b. Endoparasit, yaitu parasit yang hidup pada organ dalam hospes.
2. Menurut keperluan akan hospes, parasit dapat dikelompokan:
a. Parasit obligat, yaitu parasit yang selalu membutuhkan hospes tertentu
dan akan mati apabila tidak ada hospes itu.
b. Parasit fakultatif, yaitu parasit yang hidup dengan mengambil makanan
pada hospes tertentu, tetapi juga dapat hidup tanpa hospes itu.
3. Menurut jenis hospes yang dihinggapi, parasit dapat dikelompok:
a. Parasit monoksen, yaitu parasit yang hanya ditemukan pada satu jenis
hopses.
b. Parasit poliksan, yaitu parasit yang dapat ditemukan pada lebih dari satu
jenis hospes.
4. Menurut lamanya hidup pada hospes, parasit dapat dikelompokan:
a. Parasit permanen, yaitu parasit yang menetap pada hospes tertentu.
b. Parasit temporer, yaitu parasit yang sewaktu-waktu menghinggapi hospes
tertentu.
Endoparasit yang hidup di tubuh tikus sebagian besar adalah cacing dan
protozoa. Kebanyakan endoparasit itu hidup di luar sel jaringan tubuh
yang juga disebut parasit ekstraseluler, sebagai contoh cacing
Angiostrongylus cantonensis dan A. Costaricensis hidup di paru-paru
tikus. Namun demikian beberapa jenis endoparasit tikus ada yang hidup
di dalam sel jaringan tubuh (intra seluler), seperti larva cacing Trichinela
spiralis yang baru dilahirkan terdapat dalam sel 1 mukosa usus karnivora
dan omnivora, termasuk tikus. Kemudian larva berikutnya terdapat diluar
sel-sel otot bergaris yaitu diantaranya serabut-serabut otot. Toxoplasma
gondii terdapat dalam semua jenis sel tubuh tikus, kecuali sel darah
merah.
Endoparasit tersebar hampir disemua organ dalam tubuh tikus sesuai dengan
kesukaan dan adaptasi endoparasit tersbut terhadap organ dalam tubuh
tikus. Berikut ini adalah beberapa contoh jenis endoparasit tikus yang
pernah ditemukan pada organ dalam tubuh tikus:
1. Dalam Otak

Di otak tikus sering ditemukan cacing nematoda, Jenis Angiostrongylus


cantonensis sebagai bentuk dewasa. Cacing jenis ini pernah pula dilaporkan
pada otak manusia dan menyebabkan penyakit meningoensefalitis.
2. Dalam Hati
Beberapa jenis nematoda sering ditemukan berparasit dalam hati tikus,
antara lain ialah Capillaria hepatica, cacing dewasa ini dan telur-telurnya
menyebabkan reaksi granulomatosa intensif dalam hati tikus dan hewan
pengerat lainnya. Larva cacing pita C. Fasciolaris berbentuk kista terdapat
dalam hati tikus.
3. Dalam Paru
Jaringan paru adalah juga habitat yang baik bagi stadium tertentu nematoda
parasit yang dalam siklus hidupnya melalui lintasan paru. Disamping itu
juga cacing nematoda dan cacing trematoda dewasa terdapat berparasit
dalam paru. Cacing nematoda dewasa yang hidup didalam paru adalah
Capillaria earophila yang ditemukandalam saluran pernafasan kucing,
anjing dan tikus. Pada paru-paru tikus, tikus juga dihuni oleh cacing
nematoda Angiostrongylus cantonensis dan A. Costaricensis.
4. Dalam Jantung
Jantung tampaknya juga bukan habitat yang baik bagi parasit. Protozoa
Toxoplasma gondii pernah ditemukan dalam sel jaringan jantung tikus.
5. Dalam Ginjal
Ginjal tampaknya bukan habitat yang baiknya bagi parasit pada umumnya.
Parasit yang pernah ditemukan pada ginjal anjing dan manusia adalah
Dioctophyma renale dan khas terdapat dalam ginjal kanan saja. Dalam
ginjal babi hutan dan babi piaraan sering ditemukan Stephanurus denstatus
6. Dalam Otot Bergaris
Dalam otot bergaris herbivora dan karnivora, termasuk tikus sering
ditemukan larva cestoda dan larva nematoda. Sampai sekarang belum
pernah dilaporkan adanya cacing dewasa dalam otot bergaris
7. Di Bawah Kulit
Beberapa jenis cacing gelang dan cacing gilig lainnya hidup dalam jaringan
dibawah kulit, yang sering dilaporkan adalah cacing Onchoceca gibson, O.
Volvulus, O. Cervicalis yang terdapat dibawah kulit dan membentuk
jendolan-jendolan.
8. Dalam Saluran Pencernaan

Berbagai jenis Trematoda, Cestoda dan Nematoda berparasit dalam lumen


dan dibawah mukosa dinding saluran pencernaan tikus. Selain cacing,
berbagai jenis protozoa juga terdapat dalam salurn usus, umumnya dalam
kriptum protozoa juga terdapat dalam saluran usus, umumnya dalam
kriptum dan terlindung oleh selaput lendir. Beberapa jenis parasit usus,
antara lain koksidia terdapat dalam sel mukosa.
9. Dalam Limpa dan Pankreas
Cacing gelembung E. Multilocularis dan E.
2.8 Uji ELISA
A. Pengertian ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik
biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk
mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA
telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Dalam pengertian sederhana,
sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan,
kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga
akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu
enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah
oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA
fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang tertentu disinarkan
pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi
sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan
besarnya fluoresensi.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan
spesifitas untuk antigen tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak
diketahui diimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya berupa
lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik (melalui
penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui penangkapan oleh
antibodi lain yang spesifik untuk antigen yang sama, disebut sandwich
ELISA). Setelah antigen diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan,
membentuk kompleks dengan antigen. Antibodi pendeteksi dapat
berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi secara langsung oleh

antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di


antara tiap tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk
membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah
tahap pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan substrat enzimatik
untuk memproduksi sinyal yang visibel, yang menunjukkan kuantitas
antigen dalam sampel. Teknik ELISA yang lama menggunakan substrat
kromogenik, meskipun metode-metode terbaru mengembangkan substrat
fluorogenik yang jauh lebih sensitif .
B. Jenis-Jenis Metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
teknik ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau
konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang
menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada teknik ELISA
nonkompetitif, antibody kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan
enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini
seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia
macam jenis teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari
dilakukannya uji dengan teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh
hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa macam teknik ELISA yang
relatif sering digunakan, antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect,
ELISA Sandwich, dll.
5. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.
Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
konsentrasi antigen pada sampel ELISA direct menggunakan suatu
antibody spesifik (monoklonal) untuk mendetaksi keberadaan antigen
yang diinginkan pada sampel yang diuji. Pada ELISA direct, pertama
microtiter diisi dengan sampel yang mengandung antigen yang
diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat menempel pada bagian
dinding-dinding lubang microtiter, kemudian microtiter dibilas untuk
membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang
microtiter. Lalu antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal

dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga dapat


berinteraksi dengan antigen yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan
membilas microtiter untuk membuang antibody tertaut enzim signl
yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang
microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan
enzim signal, sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah
berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan berinteraksi dengan
substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi. Pendeteksian
interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat
dihitung dengan menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau
fluorescent end-point. ELISA direct memiliki beberapa kelemahan,
antara lain :
a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat
bertaut dengan enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan
mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label)
dari antibodi pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus
dimurnikan sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :
a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis
antibody.
b. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi
silang

dengan

antibody

lain

(antibody

sekunder)

dapat

diminimalisasi.
6. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT
ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA
yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang
dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan antibody. ELISA
indirect menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta
antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi
keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang diuji.

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk


mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya
ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen
tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara
adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan
menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi
konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine
serum albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua
lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking,
karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein
lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi
dengan sampel serum dari antigen yang tidak diketahui,
dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk
antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi
karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus
sama dengan antigen standar.
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen
yang diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan
mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan
pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi
pendeteksi, ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini
akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap
ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan
enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi
yang tidak terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk
mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer
atau alat optik/ elektrokimia lainnya.

2.9 Presipitin Test


Uji presipitin (Precipitin Test) adalah suatu uji untuk mengetahui jenis
darah yang terkandung di dalam lambung nyamuk. Darah yang berwarna
merah di dalam lambung nyamuk bukan merupakan darah nyamuk yang
bersangkutan, tetapi darah yang berasal dari organism lain yang dihisap
(digigit). Darah yang terkandung dalam lambung nyamuk ini perlu diuji atau
diperiksa, untuk mengetahui macam/jenis darah tersebut.
Data hasil uji presipitin sangat penting untuk diketahui, oleh karena
besar/kecilnya indeks darah orang (Human Blood Index) dari hasil
pemeriksaan merupakan salah satu parameter utama untuk menghitung
besarnya kapasitas vektorial dari nyamuk bersangkutan kaitannya dengan
penularan penyakit malaria. Kecuali untuk mendapatkan gambaran tentang
kapasitas vektorial, dari hasil uji presipitin kesenangan nyamuk akan sumber
darah dapat diketahui. Dilihat dari besarnya indeks darah orang (Human
Blood Index) nyamuk dapat dibedakan menjadi antrofilik atau zoofilik.
Metode serologis untuk mengidentifikasi pakan darah serangga ialah uji
presipitin (precipitin test). Sejak diperkenalkannya metode ini oleh Nuttall
(1904) dalam studi sistimatika mamalia dan adaptasinya yang dilakukan oleh
Bull dan King (1923) sampai sekarang telah banyak dilakukan modifikasi
teknik dasar metode tersebut untuk keperluan indentifikasi pakan darah
nyamuk. Uji itu dibutuhkan peralatan yang sedikit dan relatif mudah
dilakukan.
Lima prosedur dasar presipitin digunakan dalam studi inang-vektor. Dua
diantaranya serupa dan mempunyai kepekaan yang setara. Uji cincin (ring
test) merupakan uji presipitin yang paling sederhana karena hanya
membutuhkan sebuah tabung uji kecil dimana darah yang belum diketahui
sumber pakan darahnya secara hati-hati ditaruhkan di atas antiserum yang
berada di dasar tabung. Terbentuknya cincin pemisah diantara dua reagent
menunjukkan terjadinya reaksi positif. Pada prosedur lain, tabung uji diganti
tabung kapiler dan reaksi positif ditunjukkan dengan adanya pemisah yang
keruh diantara dua reagent.

Tiga prosedur presipitin lainnya yaitu agar gel diffusion; microplate dan
gel surface precipitin test. Pada agar gel diffusion test pakan darah dan
antiserum berdiffusi satu sama lain dan membentuk pita presipitin bila
reaksinya positif. Teknik ini kurang peka dibanding uji cincin atau kapiler.
Metode microplate hanya digunakan di laboratorium dan memiliki
kelemahan/kekurangan karena dibutuhkan pakan darah dalam jumlah besar.
Pada gel surface precipitin test antiserum dicampur dengan agar dan
diletakkan di atas slide. Pakan darah yang telah tersedia diteteskan (1 3 ml)
ke permukaan slide. Akan tetapi metode ini tidak tepat diaplikasikan untuk
spesimen

hasil

koleksi

lapangan.

Walaupun uji kapiler peka dan mudah dilakukan namun ekstrak pakan darah
dari sejumlah serangga menjadi terbuang setelah 10 15 kali uji. Modifikasi
metode CCIE (counter-current immunoelectrophoresis) presipitasi gel oleh
Culliford (1964) diadaptasi untuk identifikasi pakan darah. Metode tersebut
berdasar pada prinsip bahwa albumin pakan darah yang berada di sumuran
katode akan pindah ke anode dengan adanya arus listrik, sementara
immunoglobulin di sumuran anode akan keluar bergerak menuju katode oleh
aliran endo-osmose melalui medium perantara. Antigen dan antibodi akan
bertemu diantara kedua sumuran dalam waktu yang relatif pendek dan
hasilnya berupa terbentuknya pita presipitin. Uji ini membutuhkan lebih
sedikit material antigenik daripada uji kapiler dan tidak sulit dilakukan.
Akan tetapi dengan standard serologi sekarang, uji presipitin bukan sistem
yang spesifik dan peka. Kepekaan menjadi berkurang manakala serangga yang
diuji hanya mengisap darah dalam jumlah sangat sedikit dan uji ini tidak dapat
membedakan pakan darah dari hewan yang sangat dekat kekerabatannya.
Untuk membedakan pakan darah dari hewan yang dekat kekerabatannya,
Weitz (1956) mengadaptasi uji PHI (passive haemagglutination inhibition)
untuk mengidentifikasi pakan darah pada lalat tse-tse. Uji tersebut di atas juga
digunakan untuk culicoides dan nyamuk. Kepekaan uji tersebut hingga
ketingkat genetik namun jarang digunakan dan merupakan uji yang sulit

dibanding uji presipitin sehingga hanya digunakan sebagai pendukung uji


presipitin.
Metode serologis lain yang digunakan untuk mengindentifikasi pakan
darah serangga antara lain teknik flourescent antibody; kristalisasi
hemoglobin; uji agglutinasi latex; uji fiksasi complement dan ELISA (enzymlinked immunosorbent assay). Untuk uji flourescent antibody dan aglutinasi
latex tidak ada laporan perihal penggunaannya untuk kepentingan indentifikasi
pakan darah spesimen yang dikoleksi dari lapangan. Uji flourescent antibody
tampaknya tidak praktis sementara kelemahan yang paling besar pada uji
aglutinasi latex ialah kurang peka dibanding uji presipitin. Sedang dua uji
lainnya tidak mudah dilakukan seperti ELISA yang karena kepekaannya
cukup tinggi dan dapat diotomatisasi maka mempunyai potensi cukup besar.
Kepekaan dalam mengidentifikasi pakan darah dapat digunakan dan
spesifikasinya hingga tingkat genetik. Dewasa ini hanya uji PHI yang terbukti
mampu mengidentifikasi pakan darah dari genus sampai apesies. Ada 3 cara
pengambilan sampel darah untuk analisis. Metode pertama yang paling umum
digunakan ialah apus (smear) pakan darah ke kertas saring, lalu dianginanginkan agar kering sebelum dimasukkan ke dalam kantung plastik bertutup
dan disimpan pada suhu minus 20C. Metode kedua ialah memasukkan dan
menyimpan serangga ke dalam kapsul gelatin. Cara ini sangat baik untuk
keperluan pengiriman dan penyimpanan sebab bila digunakan kertas saring
maka ada kemungkinan protein pakan darah yang penting akan hilang karena
terabsorpsi kertas saring tersebut. Metode ke tiga ialah menyimpan spesimen
di dalam vial dan disimpan di dalam nitrogen cair. Hal penting dalam
mempelajari penyakit tular vektor ialah mengetahui inang kesukaan vektor
sebagai sumber pakan darahnya. Informasi yang didapat tersebut bila
digabungkan dengan studi lain akan membantu pemahaman epidemiologi
penyakit dan sangat membantu dalam menentukan strategi pengendalian.
Berkaitan dengan pola serangga menggigit inang ada 2 hal yang
membutuhkan perhatian. Pertama yang ada hubungannya dengan sifat
menggigit berulang kali yakni pakan darah diperoleh dari menggigit sebanyak

2 kali atau lebih, dimana gigitan terakhir dilakukan sebelum protein hasil
pengisapan

darah

pertama

cukup

tercerna

sehingga

mencegah

teridentifikasinya asal pakan darah. Hal lain yang masih berkaitan ialah faktor
intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi vektor dalam pemilihan inang.
Untuk uji presipitin dengan sampel pakan darah yang diambil menggunakan
kertas saring maka beberapa hal berikut harus diperhatikan:
1. Lokasi/tempat koleksi
2. Spesies nyamuk
3. Hewan inang yang terdapat di lokasi koleksi
4. Tanggal koleksi
Pengambilan dan pengiriman sampel
1. Tiap kertas saring dibagi menjadi 16 juring tiap juring untuk satu pakan
darah
2. Tiap kertas saring dan juring diberi bernomor
3. Angin-anginkan kertas saring sebelum dikemas
4. Untuk pengiriman, antar kertas saring dilapisi kertas anti lemak (grease)
untuk mencegah terkontaminasinya pakan darah
2.10 Bioasssay
Pengendalian vektor yaitu menerapkan bermacam 2 cara sehingga vektor
tidak nenularkan penyakit dengan tidak menimbulkan kerusakan/gangguan
terhadap lingkungan. pengendalian vektor yg tepat guna yaitu pengendalian
secara tepat sasaran, tepat waktu, tepat insektisida, tepat cara, dan tepat
dosis. Pengendalian hayati yaitu Ilmu terapan yang membicarakan
pengendalian jasad pengganggu, menggunakan musuh-musuh alaminya baik
sebagai predator, parasit maupun patogen. Bioinsektisida adalah Insektisida
biologi yang dapat digunakan untuk mengendalikan jentik vektor secara
hayati.
Uji Bioassay adalah suatu cara untuk mengukur efektivitas suatu
insektisida terhadap vektor penyakit. Ada 3 jenis Uji Bioassay yaitu :
a. Uji bioassay kontak langsung (residu)
b. Uji bioassay kontak tidak langsung (air bioassay) (residu)
c. Uji bioassay untuk pengasapan (fogging/ULV)
Proses perkembangan nyamuk merupakan peristiwa yang paling
menakjubkan. Di bawah ini uraian singkat tentang metamorfosis nyamuk
dimulai dari larva mungil melalui sejumlah fase perkembangan yang
berbeda hingga pada akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina

menaruh telurnya, yang diberi makan berupa darah agar dapat tumbuh dan
berkembang, pada dedaunan lembab atau kolam-kolam yang tak berair di
musim panas atau gugur. Sebelumnya, nyamuk betina ini menjelajahi
wilayah yang ada dengan sangat teliti menggunakan reseptornya yang
sangat peka yang terletak pada perutnya. Setelah menemukan tempat yang
cocok, nyamuk mulai meletakkan telur-telurnya. Telur yangpanjangnya
kurang dari 1 mm ini diletakkan secara teratur hingga membentuk sebuah
barisan teratur. Beberapa spesies nyamuk meletakkan telur-telurnya
sedemikian hingga berbentuk seperti sebuah sampan. Beberapa koloni telur
ini ada yang terdiri dari 300 buah telur. Telur-telur yang berwarna putih ini
kemudian berubah warna menjadi semakin gelap, dan dalam beberapa jam
menjadi hitam legam. Warna gelap ini berfungsi untuk melindungi telurtelur tersebut agar tidak terlihat oleh serangga maupun burung pemangsa.
Sejumlah larva-larva yang lain juga berubah warna, menyesuaikan dengan
warna tempat di mana mereka berada, hal ini berfungsi sebagai kamuflase
agar tidak mudah terlihat oleh pemangsa. Larva-larva ini berubah warna
melalui berbagai proses kimia yang terjadi pada tubuhnya. Tidak diragukan
lagi bahwa telur, larva maupun nyamuk betina bukanlah yang menciptakan
sendiri ataupun mengendalikan berbagai proses kimia yang mengakibatkan
perubahan warna tersebut seiring dengan perjalanan metamorfosis nyamuk.
Ketika periode inkubasi telur telah berlalu, para larva lalu keluar dari
telurtelur mereka dalam waktu yang hampir bersamaan. Larva (jentik
nyamuk) yang makan terus-menerus ini tumbuh sangat cepat hingga pada
akhirnya kulit pembungkus tubuhnya menjadi sangat ketat dan sempit. Hal
ini tidak memungkinkan tubuhnya untuk tumbuh membesar lagi. Ini
pertanda bahwa mereka harus mengganti kulit. Pada tahap ini, kulit yang
keras dan rapuh ini dengan mudah pecah dan mengelupas. Para larva
tersebut mengalami dua kali pergantian kulit sebelum menyelesaikan
periode hidup mereka sebagai larva. Jentik nyamuk mendapatkan makanan
dengan cara membuat pusaran air kecil dalam air dengan menggunakan
bagian ujung dari tubuh yang ditumbuhi bulu sehingga mirip kipas. Kisaran

air tersebut menyebabkan bakteri dan mikroorganisme lainnya tersedot dan


masuk ke dalam mulut larva nyamuk. Proses pernapasan jentik nyamuk,
yang posisinya terbalik di bawah permukaan air, terjadi melalui sebuah pipa
udara yang mirip dengan snorkel (pipa saluran pernapasan) yang biasa
digunakan oleh para penyelam. Tubuh jentik mengeluarkan cairan yang
kental yang mampu mencegah air untuk memasuki lubang tempat
berlangsungnya pernapasan. Sungguh, sistem pernapasan yang canggih ini
tidak mungkin dibuat oleh jentik itu sendiri. Ini tidak lain adalah bukti keMahakuasaan Allah dan kasih sayang-Nya pada makhluk yang mungil ini,
agar dapat bernapas dengan mudah. Pada tahap larva (jentik), terjadi
pergantian kulit sekali lagi. Pada tahap ini, larva tersebut berpindah menuju
bagian akhir dari perkembangan mereka yakni tahap kepompong (pupal
stage). Ketika kulit kepompong terasa sudah sempit dan ketat, ini pertanda
bagi larva untuk keluar dari kepompongnya. Selama masa perubahan
terakhir ini, larva nyamuk menghadapi tantangan yang membahayakan
jiwanya, yakni masuknya air yang dapat menyumbat saluran pernapasan.
Hal ini dikarenakan lubang pernapasannya, yang dihubungkan dengan pipa
udara dan menyembul di atas permukaan air, akan segera ditutup. Jadi sejak
penutupan ini, dan seterusnya, pernapasan tidak lagi melalui lubang
tersebut, akan tetapi melalui dua pipa yang baru terbentuk di bagian depan
nyamuk muda. Tidak mengherankan jika dua pipa ini muncul ke permukaan
air sebelum pergantian kulit terjadi (yakni sebelum nyamuk keluar
meninggalkan kepompong). Nyamuk yang berada dalam kepompong kini
telah menjadi dewasa dan siap untuk keluar dan terbang. Binatang ini telah
dilengkapi dengan seluruh organ dan organelnya seperti antena, kaki, dada,
sayap, abdomen dan matanya yang besar. Kemunculan nyamuk dari
kepompong diawali dengan robeknya kulit kepompong di bagian atas.
Resiko terbesar pada tahap ini adalah masuknya air ke dalam
kepompong.Bagian atas kepompong yang sobek tersebut dilapisi oleh cairan
kental khusus yang berfungsi melindungi kepala nyamuk yang baru lahir
ini dari bersinggungan dengan air. Masa-masa ini sangatlah kritis. Sebab

tiupan angin yang sangat lembut sekalipun dapat berakibatkan kematian jika
nyamuk muda tersebut jatuh ke dalam air. Nyamuk muda ini harus keluar
dari kepompongnya dan memanjat ke atas permukaan air dengan kakikakinya sekedar menyentuh permukaan air.
2.11 Test Succepbility Test.
Suceptibility test atau uji kerentanan adalah suatu test untuk mengetahui
tingkat

kerentanan

atau

kekebalan

serangga,

terhadap

suatu

racun/insektisida. Uji ini bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kekebalan


atau tidak, dan kalau ada, kapan timbulnya. Oleh karena itu uji ini tidak
cukup hanya dilakukan sekali saja, melainkan berulang-ulang sejak sebelum
ada penyemprotan sampai sesudahnya. Uji ini untuk menyelidiki kekebalan
fisiologis, bukan untuk mengetahui kekuatan racun/insektisida. Jadi pada
dasarnya, uji ini untuk mengetahui basic LD50 beserta perubahanperubahan
yang terjadi. Perubahan LD50 ini bisa jadi tambah besar, yang berarti
nyamuknya tambah kebal; atau tetap, atau bahkan kadangkala malah
sebaliknya yakni LD50 bertambah kecil. Hal demikian terjadi karena
adanya index absorbsi yang berlainan, ada tidaknya jaringan tubuh yang
dapat menyimpan racun (misal: lemak), organ ekskresi yang berlainan,
kemampuan regenerasi dan detoksikasi yang dimiliki, dan karena perilaku
yang berubah/berbeda (misal: mampu menghindari racun).
1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi nyamuk.
2. Untuk mengetahui cara pengawetan tikus kering.
3. Untuk mengetahui cara IRS, Fogging, dan larvasiding dilakukan.
4. Untuk mengetahui cara identifikasi pinjal tikus.
2.12 IRS
IRS Adalah Penyemprotan rumah dengan efek residual (IRS = Indoor
Residual Spraying). telah lama dilakukan dalam pemberantasan malaria di
Indonesia. Sampai sekarang cara ini masih dipakai karena dipandang paling
tepat dan besar manfaatnya untuk memutuskan transmisi, murah dan
ekonomis. Penyemprotan IRS adalah suatu cara pemberantasan vektor
dengan menempelkan racun serangga tertentu dengan jumlah (dosis)
tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot dengan
tujuan untuk memutus rantai penularan karena umur nyamuk menjadi lebih

pendek sehingga tidak sempat menghasilkan sporozoit didalam kelenjar


ludahnya (Depkes, 2003).
Dalam melaksanakan penyemprotan IRS (indoor residual spraying)
diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Cakupan Bangunan yang Disemprot (Coverage)
Rumah atau bangunan dalam daerah tersebut harus diusahakan
agar semuanya disemprot. Yang dimaksud rumah atau bangunan yaitu
tempat tinggal yang digunakan malam hari untuk tidur.
2. Cakupan Permukaan yang Disemprot (Completeness)
Cakupan permukaan yang disemprot adalah semua permukaan
3.

(dinding, pintu, jendela, almari dsb) yang seharusnya disemprot. 3


Pemenuhan dosis (sufficiency)
Dosis yang dipergunakan yaitu dosis sesuai petunjuk pemakaian
yang tertera pada tiap saset insektisida. Untuk memperoleh hasil yang
maksimal

dari

kegiatan

tersebut

diperlukan

pengetahuan

dan

keterampilan mengenai tujuan penyemprotan, syarat-syarat yang harus


dipenuhi dalam penyemprotan, cara membuat suspensi dan cara
menyemprot.
Sasaran penyemprotan Indoor Residual Spraying dalam kegiatan program
pemberantasan penyakit malaria sebagai berikut (Depkes, 2003) :
1. Sasaran lokasi
a. Daerah/desa endemis malaria tinggi.
b. Desa dengan angka positif malaria > 5 penduduk adanya bayi
positif malaria.
c. Daerah potensi KLB atau pernah terjadi KLB 2 (dua) tahun terakhir.
d. Daerah bencana.
e. Terjadinya perubahan lingkungan sehingga memungkinkan adanya
tempat perindukan.
f. Bercampurnya penduduk dari daerah non endemis dengan daerah
endemis.
g. Penanggulangan KLB.
2. Sasaran Bangunan
Semua bangunan yang pada malam hari digunakan sebagai tempat
menginap atau kegiatan lain (masjid, gardu ronda) kandang ternak besar
disekitar rumah tinggal. Penyemprotan efektif apabila:
a. Penularan terjadi di dalam rumah (indoor bitting, kejadian bayi
positif).
b. Vektor resting di dinding.

c. Kandang ternak besar disekitar rumah.


3. Kualitas Penyemprotan
Tujuan operasional penyemprotan adalah menempelkan racun
serangga tertentu dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada
permukaaan yang disemprot. Untuk mendapatkan dosis yang telah
a.

ditentukan perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut (Depkes, 2003) :


Konsentrasi suspensi
Sesuai ketentuan WHO, larutan suspensi yang optimal diperlukan
untuk menyemprot 1 m2 permukaan dinding adalah 40 ml. Dengan
demikian suspensi (kepekatan) yang diperlukan dengan rumus
suspensi/ kepekatan larutan sebagai berikut :
Dosis (gr) x 100 ml
40 ml
Contoh : untuk mendapatkan dosis Bendiocarb 0.2 gr/m2 konsentrasi
suspensi
yang diperlukan adalah
0.2 gr x 100 % = 0.5%
40 ml

BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1 Peralatan Teknik Penangkapan Nyamuk dan Survei Nyamuk Malaria
1. Aspirator atau tabung reaksi
2. Senter dan baterai
3. Cangkir kertas / plastic
4. Kain kasa & karet
5. Kertas label
6. Kapas
7. Handuk
8. Chloroform
9. Mikroskop/Loop
10. Form pencatatan
11. Kotak Nyamuk
3.2 Peralatan Pembedahan Saliva
1. Mikroskop
2. Jarum seksi
3. Klorofom
4. Nyamuk
5. NaCl 0,05 %
6. Pipet
7. Objek Glass
8. Petri disk
9. Kapas
3.3 Peralatan Pembedahan Nyamuk
1. Mikroskop
2. Jarum seksi
3. Klorofom
4. Nyamuk
5. NaCl 0,05 %
6. Objek Glass

7. Petri disk
8. Pipet
9. Kapas
3.4 Peralatan Survei Tikus dan Penangkapan Tikus
1. Perangkap tikus hidup (live trap)
2. Kompor gas Portable
3. Gas 500 gram
4. Umpan (Kelapa/ikan asin)
5. Stiker rumah
6. Stiker lapangan
7. Meja Penyiapan contoh uji
8. GPS
3.5 Peralatan Pengambilan Ektoparasit Tikus
1. Spuit 1 cc
2. Atropin
3. Ketamin
4. Alkohol 70%
5. Sikat
6. Wadah dengan permukaan lebar dan licin /nampan putih.
7. Pinset
8. Botol kecil
3.6 Peralatan Identifikasi Tikus
1. Penggaris besi 50 cm
2. Timbangan pegas
3. Jangka sorong
4. Tikus yang sudah di bius
3.7 Peralatan Pembedahan Tikus dan Pengambilan Endoparasit
1. Dissecting kit (gunting bedah, pinset) steril 2 set
2. Nampan plastic
3. Alcohol 70%
4. Kapas
5. Vial berisi buffer
6. Plastic wrap
7. Waterproof marker
8. Trash bag
3.8 Peralatan Uji ELISA
1. Agar PCA/ NA
2. Jarum seksi
3. Plat tetes
4. Cawan petri
5. Nyamuk blood fat
6. Sarung tangan
7. Masker
3.9 Peralatan Uji Presifitin Test
1. Nyamuk

2. Kertas saring yang berbentuk lingkaran dengan garis


tengah 10 cm.
3. Agar gel yang dicetak dalam petri dish dan diberi lubang
4. Mikro pipet
5. Senter
6. Larutan PBS
7. Pelat tetes
8. Lumpang porselin
9. Human antisera
3.10 Peralatan Teknik Biossay pada Dinding, Kelambu dan Kubus
1. Nyamuk
2. Cone
3. Kelambu berinsektisida
4. Kertas kontrol
5. Kertas insektisida
6. Alat insektisida
7. Aspirator
8. Kandang nyamuk
3.11 Peralatan Test Succepbilitiy Test
1. Suspectibility test (Holding Tube)
2. Aspirator
3. Krurungan Nyamuk.
4. Termometer dan Hygrometer.
3.12 Peralatan untuk Mengidentifikasi Nyamuk.
1. Aspirator
2. Nyamuk dalam kandang
3. Kapas
4. Chlorofrom
5. Objek glas
6. Mikroskop
7. Paper cup
8. Karet
9. Kasa
10. Jarum Seksi
3.13 Peralatan Pengawetan Tikus Kering.
1. Spuit 1 cc
2. Atropin
3. Ketamin
4. Borak
5. Pisau bedah
6. Gunting
7. Tang bedah

8. Tikus
9. Karung
10. Kapas
11. Alkohol
12. Tabung serum
13. Sarung tangan
14. Masker
15. Penutup Kepala
3.14 Peralatan IRS, Fogging, dan larvasiding
1. Alat IRS
Alat semprot yang dipakai adalah merk Hudson X pert dengan
volume 8.5 liter. Untuk Bendiocarb dengan kepekatan 0.5% diperlukan
Bendiocarb murni (100%) sebanyak 8.5 x 1000 ml x 0.5% = 42.5 gram.
Oleh karena pada umumnya yang dipakai adalah bentuk formulasi 80 WP
maka untuk mendapatkan Bendiocarb murni dibutuhkan :
100 x 42.5 gr = 53 gram
80
Dengan mengikuti cara yang tersebut diatas, konsentrasi suspensi
insektisida dan jumlahnya dalam bentuk formulasi yang diperlukan untuk
setiap spraycan seperti pada tabel berikut. Insektisida yang saat ini
dipakai dalam pemberantasan malaria dan banyaknya untuk setiap
spraycan.
No

1.
2.
3.

Jenis Insektisida

KonsentrasiBahan Aktif

Jumlah yang diperlukan per

(Dosis)

(Suspense)

Spraycan (Formulasi)

Bendiocarb
Etofenproks
Lamdasihalotrin

80 WP (0.2 gr/m2) 0.5%


20 WP (0.1 gr/m2) 0.25%
10 WP (0.025 gr/m2)
0.0625%

2. Swig fog
3. Larvasiding
3.15 Peralatan Identifikasi Pinjal Tikus.
1. Pinjal tikus dalam tabung berisi alkohol
2. Pinset
3. Objek glass
4. Paper glass
5. Pinset

53 gram
104 gram
53 ram

BAB IV
PROSEDUR KERJA
4.1 Prosedur Kerja Teknik Penangkapan Nyamuk dan Survei Nyamuk
Malaria
A. Cara penangkapan dengan aspirator
1.
Gulung celana sampai lutut
2. Penangkap menghisap nyamuk yang landing, hinggap maupun
istirahat

3. Terangi nyamuk sasaran dengan senter. Arahkan mulut ke pipa


gelas kira-kira 0,5-1 cm dari nyamuk di depan, dihisap, jangan
terlalu kuat.
4. Masukkan nyamuk kedalam gelas kertas yang telah disiapkan
(jangan terlalu keras) sesuai label (waktu/ periode,
lokasi/jenis=UOL,UOD, RD, RK, RP, RPA)
5. Kolektor tidak boleh merokok selama penangkapan
B. Cara menangkap dengan tabung reaksi
1. Mulut tabung reaksi langsung dilekatkan atau ditempelkan
dihadapan atau di atas nyamuk sasaran
2. Nyamuk akan terbang ke dalam tabung
3. Tutuplah tabung dengan jari telunjuk
4. Kemudian tutuplah mulut tabung dengan kapas
C. Cara Penangkapan
1. Penangkap mencari nyamuk di sekitar kandang bukan di badan
ternak
2. Penangkapan di sekitar dinding rumah bagian dalam maupin luar
rumah
3. Yang lain-lain seperti biasa

4.2

Prosedur Kerja Pembedahan Saliva


1. Nyamuk setelah dibunuh dengan klorofom diidentifikasi untuk
menentukan speciesnya. Kemudian nyamuk disimpan dalam petridis
yang diberi alas kapas dan ditutup kertas saring yang dibasahi. Hal ini
dilakukan untuk menjaga nymuk tetap lunak
2. Nyamuk yang akan dibedah dibersihkan dengan melepaskan kaki dan
sayapnya, agar sisik-sisik sayap/kaki tidak mengotori kaca benda yang
digunakan sebagai alas untuk pembedahan nyamuk
3. Nyamuk kemudian diletakkan di atas kaca benda yang telah ditetesi air
tau air garam 0,05 %. Kemudian nyamuk diatur sedemikian rupa hingga
kepala menghadap ke kanan

4. Tusukkan jarum di tangan kiri perlahan-lahan ke dalam dada nyamuk


tepat dibawah kelenjar ludah. Kemudian dengan jarum di tangan kanan,
potonglah leher nyamuk didekat kepala
5. Dengan jarum di tangan kanan tekanlah dengan pelan-pelan bagian dada
sedikit di atas jarum kiri, supaya kelenjar liur keluar dari dada
6. Dengan ujung jarum di tangan kanan larutan garam dihubungkan dengan
kelenjar liur.
7. Kembalikan nyamuk yang telah terpotong ke petri disk untuk
pembedahan lambung da ovarium.
8. Kaca benda yang ada kelenjar ludah ditutup dengan kaca penutup tepat di
atas kelenjar ludah.
9. Periksa di bawah mikroskop kompoun dengan obyektif pembesaran kecil
(10 kali).
10. Setelah itu obyektif diganti dengan perbesaran yang lebih besar, lalu
gelas penutup ditekan dengan tangkai jarum seksi untuk memecah
ludah. Bila ada sporozoit di dalamnya, sporozoit akan keluar
(menyebar dalam kaca benda).

4.3

Prosedur Kerja Pembedahan Ovarium Nyamuk


1. Nyamuk yang akan dibedah diletakkan di atas kaca benda yang telah
ditetesi air atau air garam 0,05 % . Bagian atas perut nyamuk berada
disebelah kanan.
2. Tangan kiri memegang jarum seksi dan ditusukkan ke bagian dada
nyamuk untuk menahan tubuh nyamuk agar tidak bergerak.
3. Tangan kanan memegang jarum seksi. Dengan menggunakan tangan
kanan kedua sisi ujung ruang perut ke-7 dirobek sedikit.
4. Selanjutnya ujung abdomen (ruang perut terakhir) ditarik perlahan-lahan
ke belakang karena sifat organ yang dibedah sangat elastis/kenyal.
Hentikan sejenak dan tarik lagi perlahan-lahan sampai indung telur
keluar.
5. Periksa kandung telur dan sisi perut lainnya.
Gambar 1.1 Teknik Pembedahan Ovarium Nyamuk

Gambar 1.2 Gambar Ovarium Nyamuk Parrous dan Nuli Parrous

4.4 Prosedur Kerja Survei Tikus dan Penangkapan Tikus


A. Persiapan Awal Penangkapan Tikus
1. Menyiapkan lab lapangan pada teras rumah penduduk atau tempat
yang teduh dengan cara menggelar meja penyiapan contoh uji,
membongkar perangkap, menyiapkan kompor gas portable dan gas
500 gram, menyiapkan stiker rumah dan stiker lapangan.
2. Menyiapkan umpan yang akan digunakan dengan cara membakar
kelapa/ikan asin diatas kompor gas portable sampai mengeluarkan
bau harum.

3. Memasang umpan yang sudah dibakar tersebut pada pengait yang


ada di dalam perangkap
4. Mengikat stiker lapangan ke perangkap
5. Meletakkan perangkap pada pagi hari di dalam rumah dan/atau di
luar rumah dengan memperhatikan tempat-tempat yang sering
dilewati tikus dengan jarak antar perangkap 5-10 meter.
6. Memasang stiker rumah pada rumah yang di pasangi perangkap di
bagian depan rumah yang mudah terlihat.
7. Meninggalkan perangkap selama 1 malam.
B. Penangkapan tikus tertangkap
1.
Mengumpulkan perangkap yang berisi tikus di lab lapangan
2. Memasukkan perangkap berisi tikus ke dalam kantong kain,
kemudian membuka pintu perangkap dan mengarahkan tikus ke
dalam kantong kain.
3. Mengikat kantong kain yang sudah berisi tikus dengan cara
membundel ujung kantong kain
4. Memindahkan label lapangan dari perangkap ke kantong kain
5. Menimbang tikus
4.5 Prosedur Kerja Pengambilan Ektoparasit Tikus
A. Pembiusan
1. Menyiapkan volume atropin dan ketamin menggunakan spuit 1 cc,
sesuai kebutuhan ( 0,1 ml/100 gram berat badan )
2. Membatasi gerak tikus dalam kantong dengan memegang kepala dan
dada tikus dalam kantong.
3. Sementara tikus masih dipegang dengan tangan yang satu, membuka
ikatan kantong kain dengspet an menggunakan tangan yang lainnya.
4. Mengeluarkan kaki belakang tikus. Pastikan kepala tikus dipegang
dengan lembut agar tikus tidak bergerak dan mati.
5. Membersihkan bagian paha tikus dengan kapas yang dibasahi
alcohol 70%
6. Menyuntikkan atropine pada bagian paha tikus
7. Menyuntikan Ketamin ke paha tikus.
8. Menunggu sampai tikus pingsan dan tidak bergerak
Gambar 1.3 Teknik Menyuntikan Zat Pembius

Gambar 1.4 Teknik Menyuntikan Zat Pembius Pada Bagian Paha

B. Pengambilan Ektoparasit
1. Tikus atau mencit yang telah lemas disikat atau disisir di atas nampan
putih
2. Ektoparasit yang terkumpul dinampan diseleksi jenisnya, dihitung dan
dicatat di tabel yang tersedia.
3. Bila ektoparasit ini akan diisolasi rickettsia/virus yang dikandung
maka ektoparasit dibiarkan hidup terisolasi dan apabila tidak akan
mengisolasi rickettsia/virus, maka ektoparasit dimasukan ke dalam
botol kecil berisi alkohol 70 % dan ditutup
4.6 Prosedur Kerja Identifikasi Tikus
1. Mengeluarkan tikus dari kantong kain dan meletakkan tikus di atas
meja penyiapan contoh uji.
2. Mengukur panjang total (PT) tikus, dari ujung hidung sampai ujung
ekor dengan menggunakan penggaris besi dan mencatat ke form
trapping record (dalam mm)
3. Mengukur panjang ekor (PE), dari pangkal (anus) sampai ujung ekor
dengan menggunakan penggaris besi dan mencatat ke form trapping
record(dalam mm)
4. Mengukur panjang telapak kaki belakang (KB), dari tumit sampai
ujung jari terpanjang menggunakan jangka sorong dan mencatat ke
form trapping record (dalam mm)

5. Mengukur lebar telinga dari pangkal daun telinga sampai ujung daun
telinga (T), menggunakan jangka sorong dan mencatat ke form
trapping record (dalam mm).
6. Menimbang berat tikus dengan menggunakan timbangan pegas dan
mencatat ke form trapping record (dalam gram).
7. Menghitung jumlah mammae pada tikus betina, yaitu jumlah puting
susu di bagian dada dan perut (Dada (D) + Perut (P)). Contoh 2 + 3 =
10 artinya 2 pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut sama
dengan 10 buah dan mencatat ke form trapping record .
8. Mengidentifikasi warna dan jenis rambut, warna dan panjang ekor,
bentuk dan ukuran tengkorak

Gambar 1.5 Pengukuran Panjang Tikus

Gambar 1.6 Pengukuran Ekor Tikus

Gambar 1.7 Pengukuran Panjang Kaki Tikus

Gambar 1.8 Pengukuran Panjang Telingga Tikus

Gambar 1.9 Perhitungan Punting Mamae Pada Tikus Betina

4.7 Prosedur Kerja Pembedahan Tikus dan Pengambilan Endoparasit


1. Meletakkan tikus dalam posisi telentang diatas nampan plaastik
2. Membasahi rambut di bagian perut dengan kapas yang telah dibasahi
dengan alcohol
3. Menggunting kulit dan otot di bagian perut dengan menggunakan
gunting bedah dibantu dengan pinset
4. Menggunting kulit perut secara membujur ke arah kepala

5. Menggunting kulit di bagian lipatan paha dan lengan ke arah luar


sehingga seluruh organ dalam perut tikus terlihat
6. Memisahkan ginjal dari jaringan pengikat dengan menggunakan
gunting bedah dan pinset yang steril sehingga ginjal terlepas dari tubuh
tikus
7. Memotong ginjal menjadi 8 (delapan) bagian dengan menggunakan
gunting bedah.
8. Memasukkan potongan ginjal tersebut ke dalam vial yang berisi buffer
dengan menggunakan pinset, hingga potongan ginjal tersebut terendam
buffer.
9. Menutup vial dan menyegel dengan plastik wrap
10. Memberi label vial dengan menuliskan informasi mengenai ginjal
dengan menggunakan waterproof marker.
11. Memasukkan vial ke dalam ice box yang telah berisi ice pack beku
12. Memasukkan bangkai tikus kedalam trash bag
13. Membersihkan gunting dan pinset yang digunakan untuk menggunting
kulit dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan menggunakan
tisu . setelah itu dilap dengan kapas yang sudah diberikan alkohol 70%
14. Membakar bangkai tikus dengan cara membuat lubang dan meletakkan
tikus dalam lubang tersebut serta membakarnya sampai menjadi abu.
Gambar 1.10 Pembedahan Tikus

4.8 Prosedur Kerja Uji ELISA


1. Bagian nyamuk yang di pakai dalam uji elisa yakni bagian thorax ke
atas.
2. Masukan nyamuk bagian tertentu tersebut ke dalam microtube
3. Tambahkan larutan PBS sebanyak 0,2 ml
4. Bagian nyamuk di grinder menggunakan mikropesto, haluskan sampai
benar-benar halus.

5. Masukan kedalam mikriplate


6. Cara memasukan bahan kedalam mikroplate :

4.9

a. Sampel positif

: Sampel , anti sera dan substrat

b. Sampel negatif

: Sampel , Aquades steril dan substrat

Prosedur Kerja Uji Presifitin Test

1.

Pengumpulan sampel darah dari tubuh nyamuk

2.

Kertas saring dibagi menjadi 16 bagian


3. Nyamuk dari spesias dengan metode penangkapan yang sama di
keluarkan darahnya dengan menekan ujung abdomen di atas kertas
saring dengan menggunakan jarum seksi atau sudut kaca benda.
4. Darah nyamuk di atas kertas di ratakan sehingga meresap.
5. Bersihkan jarum seksi atau kaca benda untuk menghindari kontaminasi
antara tetes darah dari nyamuk satu dengan yang lainnya.
6. Setelah kertas saring terisi semua dengan tetes darah di lanjutkan
dengan kertas saring berikutnya.
7. Seluruh kertas saring yang telah terisi darah kemudian di masukkan
kedalam amplop yang ukurannya lebih besar dari kertas saring tersebut.
8. Amplop berisi specimen tersebut di masukkan kedalam kotak kardus
yang telah di isi dengan silika gel lalu dibawa ke laboratorium tempat
pengujian dilaksanakan.

4.10

Prosedur Kerja Teknik Biossay pada Dinding, Kelambu dan

Kubus
A. Pada Dinding Bilik
1. Semprotkan insektisida sesuai dosis yang telah ditentukan atau
dapat dilihat pada label
2. Ambilah cone dan rekatkan menggunakan solatif atau paku
payung
3. Masukkan nyamuk kedalam cone sebanyak 25 ekor menggunkan
aspirator dari kadang nyamuk
4. Setelah itu lakukan pengamatan selama 30 menit

5. Ambilah nyamuk dan lakukanlah holding pada kadang nyamuk


lakukan pengamatan ini selama 1 X 24 Jam
B. Pada Kelambu
1. Rendamlah kelambu dengan insektisida yang telah ditentukan
konsentrasinya
2. Ambilah cone tempelkan pada kelambu yaitu pada bagian depan
kelambu dan pada bagian belakang kelambu ini bertujuan agar
nyamuk tidak dapat keluar atau menembus kelambu pada saat uji
coba
3. Masukan nyamuk sebanyak 25 ekor kedalam cone menggunakan
aspirator dari kandang nyamuk
4. Lakukan pengamatan selama 3 menit setelah itu lihatlah kematian
nyamuk
5. Lakukanlah holding pada kandang nyamuk selama 1 X 24 jam
C. Pada Dinding
1. Semprotkan insektisida sesuai dosis yang telah ditentukan atau
dapat dilihat pada label
2. Ambilah cone dan rekatkan menggunakan solatif atau paku
payung
3. Masukkan nyamuk kedalam cone sebanyak 25 ekor menggunkan
aspirator dari kadang nyamuk
4. Setelah itu lakukan pengamatan selama 30 menit
5. Ambilah nyamuk dan lakukanlah holding pada kadang nyamuk
lakukan pengamatan ini selama 1 X 24 Jam
4.11
Prosedur Kerja Test Succepbilitiy Test
1. Nyamuk yang akan diuji harus dalam kondisi yang sama (Umur,
kesehatan, kondisi perut)
2. Disiapkan test kit dengan impregnated paper dari konsentrasi dari
konsentrasi insektisida yang berbeda-beda.
3. Uji kerentanan secara sederhana dilakukan dengan dua tahap yaitu
A.

Uji pendahuluan dan uji lanjutan.


Uji Pendahuluan:
a. Siapkan 25 ekor nyamuk untuk tiap-tiap tabung pada masingmasing perlakuan dan kelompok kontrol.
b. Tabung yang berisi racun disebut exposure tube (tanda
merah) dan yang kelompok kontrol disebut control exposure
tube (tanda hijau).

c. Nyamuk dipindahkan dikurungan nyamuk kedalam masingmasing holding tube dengan menggunakan aspirator.
d. Masing-masing nyamuk dimasukan/dikontakkan selama satu
jam, kedalam exposure tube yang sudah berisi impregnated
paper dengan tingkat konsentrasi insektisida tertentu.
e. Selama satu jam diamati dan dicatat ada tidaknya nyamuk
B.

yang mati.
Uji Lanjutan:
1. Kemudian nyamuk yang masih hidup dipindahkan kembali ke
masing- masing tabung holding tube, disini nyamuk perlu
diberi makan air gula.
2. Nyamuk disimpan selama 24 jam. Tempat penyimpanan
hendaknya kondisinya sesuai untuk hidup nyamuk dan lembab,
gelap, suhu maximum 300C, bebas dari serangga.
3. Setelah 24 jam diperiksa dan dicatat jumlah nyamuk yang
mati, temperatur udara dan kelembabannya. Interpretasi
a.
b.
c.
4.12
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4.13
1.

Suspectibility Test. Bila kematian nyamuk :


98% - 100% Rentan Suspectible.
80% - 97% Meragukan.
< 80% Resisten (kebal)
Prosedur Kerja untuk Mengidentifikasi Nyamuk.
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Ambilah nyamuk menggunakan aspirator
Masukanlah nyamuk kedalam paper cup
Biuslah menggunakan chlorofom
Tutuplah paper cup menggunakan cawan petri
Ambilah nyamuk menggunakan pinset
Simpanlah nyamuk diatas objek glass
Dan indentifikasilah diatas mikroskop
Prosedur Kerja Pengawetan Tikus Kering.
Menyiapkan volume atropin dan ketamin menggunakan spuit 1 cc,

sesuai kebutuhan ( 0,1 ml/100 gram berat badan )


2. Membatasi gerak tikus dalam kantong dengan memegang kepala dan
dada tikus dalam kantong.
3. Sementara tikus masih dipegang dengan tangan yang satu, membuka
ikatan kantong kain dengspet an menggunakan tangan yang lainnya.
4. Mengeluarkan kaki belakang tikus. Pastikan kepala tikus dipegang
dengan lembut agar tikus tidak bergerak dan mati.

5. Membersihkan bagian paha tikus dengan kapas yang dibasahi alcohol


6.
7.
8.
9.

70%
Menyuntikkan atropine pada bagian paha tikus
Menyuntikan Ketamin ke paha tikus.
Menunggu sampai tikus pingsan dan tidak bergerak
Ambilah tikus dalam karung dan sisirlah pinjal tikus diatas nampan

yang licin menggunakan sikat


10. Tidurkan tikus dengan terlentang dan siapkanlah pisau bedah
11. Bedahlah bagian perut secara perlahan-lahan
12. Setelah itu kulisti tikus, kulitilah kearah bawah yaitu dengan
mengkuliti kaki bagian tikus dan potonglah bagian kaki tikus
belakang menggunakan tang bedah
13. Tariklah bagian ekor tikus
14. Bedahlah hal yang sama pada bagian kaki bagian depan serupa
dengan kaki bagian belakang
15. Kulitilah bagian kepala tikus
16. Lumuri semua bagian dalam tikus menggunakan boraks, jika ada
lapisan lemak maka buanglah lapisan lemak tersebut
17. Ambilah kawat, berilah lem pada kawat dan lapisi kawat dengan
kapas dan masukan kedalam ekor tikus
18. Masukan kapas ke seluruh badan tikus dan jahitlah tikus sehingga
4.14

kapas dalam keadaan rapi pada bagian tubuh tikus.


Prosedur Kerja Peralatan IRS, Fogging, dan larvasiding
A. Nozzle yang Dipakai.
Nozzle untuk kegiatan penyemprotan terdiri atas 4 jenis yaitu
sebagai berikut :
1. Solid stream, tebaran/larutan pestisida berbentuk lurus. Flat
spray/berbentuk kipas, tebaran/larutan pestisida berbentuk kipas.
2. Hollow cone berbentuk lingkaran kosong tengah, dipergunakan
untuk menebarkan larvisida dan pemberantasan vegetasi dalam
pengendalian caplak atau tungau.
3. Solid cone bentuk lingkaran penuh. dipergunakan untuk
penebaran larvisida dan pengendalian/ pengawasan vegetasi
didaerah tertentu. Sedangkan nozzle tip yang dipergunakan dalam
penyemprotan IRS adalah yang berkode 8002 E HSS yang
berarti :
a. Mempunyai sudut pancaran 80 derajat pada tekanan 2.8
kg/cm2.

b. Memancarkan 0.2 galon (757 cc) suspensi setiap menitnya.


c. HSS singkatan Hardened Stainless Steel (tahan karat)
(Depkes, 2003b).
B. Tekanan Dalam Tangki
Alat penyemprot tangan (hand sprayers) merupakan salah satu
alat yang paling banyak dipergunakan dalam aplikasi pestisida.
Jenis-jenis alat penyemprot ada 3 macam yaitu :
1. Alat semprot tekanan udara (compressed air sprayers).
2. Alat semprot atomizer (hand pump atomizer).
3. Alat semprot aerosols (aerosols dispenser).
Tekanan dalam tangki sangat menentukan efektifitas
penyemprotan. Sedapat mungkin harus dijaga agar tekanan tetap
stabil

yaitu

2.8

kg/cm2.

Dalam

prakteknya

sangat

sulit

mempertahankan tekanan sebesar itu sehingga diambil interval


tekanan antara 1.8 3.8 kg/cm2 atau 25-55 PSI.
Untuk mendapatkan tekanan 3.8 kg/cm2 (55 PSI) dalam tangki
spraycan yang berisi 8.5 liter perlu dipompa sempurna 55 kali. Yang
dimaksud dipompa sempurna adalah cara memompa yang baik dan
benar yaitu dengan menarik pegangan pompa sampai maksimal dan
menekannya kembali sampai kebawah secara maksimal pula. Hal ini
dilakukan berulang kali sampai 55 kali untuk mengetahui jumlah
tekanan dalam tangki setelah dipompa sempurna sebanyak 55 kali
maka dapat diukur dengan alat khusus.
Setelah disemprot selama 3 menit terus menerus, tekanan dalam
tangki akan turun menjadi 2.1 kg/cm2 (30 PSI) dan telah
mengeluarkan suspensi sebanyak 3 x 757 cc = 2.271 liter. Supaya
tekanan dalam tangki berada antara 1.8 3.8 kg/cm2 maka setelah
disemprotkan selama 3 menit perlu dipompa sebanyak 25 kali.
Jadi untuk menghabiskan sebanyak 8.5 liter dilakukan tindakan
sebagai berikut (Depkes, 2003b):
a. Pompa sebanyak 55 kali.
b. Semprotkan selama 3 menit, cairan yang keluar sebanyak 2.3 liter.
c. Pompa lagi sebanyak 25 kali.
d. Semprotkan selama 3 menit, cairan yang keluar sebanyak 4.5 liter.
e. Pompa lagi 25 kali dan semprotkan sampai cairan dalam tangki
habis.

C.

Jarak Nozzle & Permukaan yang Disemprot


Untuk mendapatkan dosis yang telah ditentukan diperlukan jarak
nozzle dengan permukaan dinding sejauh 46 cm. Pada jarak 46 cm
ini tekanan dalam tangki 2.8 kg/cm2, nozzle yang dipakai 8002 HSS
akan diperoleh lebar pancaran 75 cm. Dalam prakteknya lebar
pancar 70 cm (bagian tengah) artinya racun serangga yang
menempel dibagian tepi pancaran ditumpangkan 5 cm pada kolom
pancaran sebelumnya.

D.

Kecepatan Menyemprot
Mengingat larutan yang keluar per menit sebanyak 757 cc, maka
larutan yang keluar per menit untuk insektisida bendiocarb 80 WP
dosis 0.2 gram per m2 dan konsentrasi 0.5% adalah :
757 / 100 x 0.5 = 3.78 gram dibulatkan jadi 3.8 gram
Luas permukaan yang disemprot dalam 1 menit adalah 3.8 : 0.2 =
19 m2. Dengan ketentuan bahwa tinggi penyemprotan maksimal 3
meter dari lantai dengan luas 19 m2, panjang permukaan yang

4.15
1.
2.
3.
4.
5.

disemprot adalah 19 m2 : 3 m = 6.33 m.


Prosedur Kerja Identifikasi Pinjal Tikus.
Siapkan botol yang berisi pinjal dan alkohol
Ambilah pinjal menggunakan pinset
Simpan pinjal tikus diatas objek glass
Tutup menggunakan cover glass
Periksalah dibawah mikroskop dengan pembesaran 40X

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Dan Pembahasan Teknik Penangkapan Nyamuk dan Survei
Nyamuk Malaria
Beradasarkan hasil praktikum lapangan didapatkan data sebagai beikut
yaitu:
Tabel 1.2 Man Hour Density
N
o
1.
2.
3.

Man Hour Density


Nyamuk yang tertangkap
Penangkap
Waktu penangkapan

Jumlah
15 ekor
12 Orang
36 jam

Tabel 1.3 Kepadatan Nyamuk Resting didalam Rumah


N

Kepadatan Nyamuk Resting di Rumah

o
1.
2.

Jumlah nyamuk hinggap dalam rumah


Rumah penangkapan nyamuk

Jumlah
1 ekor
1 rumah

Rumus yang digunakan dalam penangkapan nyamuk dan survei


nyamuk malaria adalah sebagai berikut
1. MHD (Man Hour Density)
Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap per orang per jam
Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap

Jumlah penangkap Waktu penangkapan (Jam)

15
12 X 3 jam

15
36 jam
0,42 jam

2. Kepadatan nyamuk resting di rumah


Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap di dalam rumah

Jumlah rumah tempat penangkapan nyamuk tersebut

1
1
= 1 ekor

Jadi man hour density yang didapatkan dalam penangkapan nyamuk


dan survei nyamuk adalah 0,42 jam dan sedangkan kepdatan nyamuk
resting dalam rumah yaitu sebanyak 1 ekor
5.2 Hasil Dan Pembahasan Saliva dan Kelenjar Liur Nyamuk
Berdasarkan hasil pemeriksaan kelenjar saliva dan kelenjar liur
nyamuk didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1.4 Sporozoit Rate
N

Kepadatan Nyamuk Resting di Rumah

o
1.
2.

Jumlah nyamuk mengandung sporozoid


Jumlah nyamuk yang diperiksa

Jumlah
1 ekor
8 ekor

Rumus yang digunakan untuk menghitung sporozoit rate adalah


sebagai berikut:
Sporozoit

Rate

Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoid


Jumlah nyamuk yang diperiksa kelenjar ludahnya
=

1
8

= 0,125
Jadi kelenjar saliva dan kelenjar liur nyamuk yang diperiksa
didapatkan sporozoit rate adalah sebesar 0,125

Tabel 1.5 Gambar Sporozoit dan Kelenjar Ludah Nyamuk


N

Spesies Nyamuk

o
1.

Anopheles sp

2.

Anopheles sp

Gambar

3.

Anopheles sp

5.3 Hasil Dan Pembahasan Pembedahan Ovarium Nyamuk Pada


Nyamuk
Berdasarkan hasil pemeriksaan ovarium nyamuk didapatkan data
sebagai berikut:
Tabel 1.6 Sporozoit Rate
N

Kepadatan Nyamuk Resting di Rumah

o
1.
2.

Nyamuk Parrous
Jumlah nyamuk yang diperiksa

Jumlah
2 ekor
8 ekor

Rumus yang digunakan untuk menghitung parity rate adalah sebagai


berikut:

Jumlah nyamuk paraous


Parity Rate Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

2
8

= 0,25
Jadi kelenjar saliva dan kelenjar liur nyamuk yang diperiksa
didapatkan parity rate adalah sebesar 0,25

Tabel 1.7 Gambar Ovarium Nyamuk


No
1.

Spesies Nyamuk
Anopheles sp

2.

Culex sp

Gambar Ovarium Nyamuk dan Telur Nyamuk

3.

Anopheles sp

5.4 Hasil Dan Pembahasan Survei Tikus Dan Perangkap Tikus


Kepadatan Tikus
Berdasarkan hasil survei tikus menggunakan perangkap tikus
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.8 Hasil Survei Tikus
N
o
1.
2.

Survei Perangkap Tikus


Trapping Tikus Tertangkap
Trapping Terpasang

Jumlah
20 ekor
100 ekor

A. Survey Langsung (Trapping)


Area 1 Ha : Trapping 100 buah umpan bervariasi
TR=

Jumlah Trapping + Tikus


100
Jumlah Trapping yang di Pasang

20+20
TR 100 100
TR =

40
100
100

TR = 40%
Bila :
TR > 25%
: Sangat Padat
TR > 17,5 25%
: Padat
TR > 10,0 17,5%
: Cukup Padat
TR > 0,0 10,0%
: Rendah
Jadi berdasarkan hasil perhitungan TR maka dapat disimpulkan
bahwa daerah Desa Kali deres sangat padat tikus yaitu sebesar 40%,
maka perlu diadakan pengendalian tikus sebagai binatang binatang
penggangu.
B. Survey Perkiraan (estimasi)
Asumsi :
Bila ketemu 1 ekor tikus hidup/mati, berarti :
Di suatu wilayah/daerah terdapat 20 ekor tikus untuk 10 m3
Misal
: Volume gedung 30 m3 terdapat 10 ekor tikus
Maka
: Jumlah trapping dipasang = 30/10 X 20 = 60 buah
TR = 10/60 X 100 = 16 % Cukup Padat
5.5 Hasil Dan Pembahasan Teknik Pengambilan Ektoparasit Tikus
Berdasarkan hasil penyisiran pinjal tikus didapatkan data sebagai
berikut:
Tabel 1.9 Indeks Pinjal
N

Kepadatan Nyamuk Resting di Rumah

o
1.
2.

Pinjal
Tikus

Jumlah
30 Pinjal
20 ekor

Rumus untuk menghitung indeks pinjal (Ektoparasit pada tikus)


adalah sebagai berikut :
Jumlah Pinjal di Dapat
IP=
Jumlah Tikus diperiksa

IP =

30
20

IP = 1,5

Jadi berasarkan perhitungan indeks pinjal didapatkan indeks pinjal


sebesar 1,5. Maka Bila = IP > 1, terdapat 30% Tikus dihuni pinjal dan 25%
Pinjal : Xe. Cheopis, dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut atau
wilayah daerah tersebut rentan terhadap penyakit Pes dan nilai IP menjadi
indikator retan atau tidak suatau daerah terhadap penyakit Pes
5.6 Hasil Dan Pembahasan Cara Identifikasi Tikus
Dari hasil pengamatan tikus yang di identifikasi, diperoleh dari
penangkapan di sekitar rumah penduduk telah didapatkan spesies jenis
Rattus Tanezumi dengan ciri-ciri total panjang badan 310 mm, panjang kaki
29,48 mm, panjang kaki belakang 23 38 mm, warna ekor hitam coklat
polos

5.7 Hasil Dan Pembahasan Cara Pembedahan Tikus Dan Pengambilan


Endoparasit
Tabel 1.10 Gambar Endoparasit Tikus
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Spesies Tikus
Rattus tanezumi
Rattus tanezumi
Rattus tanezumi
Rattus tanezumi
Rattus tanezumi
Rattus tanezumi

Kode
KL-001
KL-002
KL-003
KL-004
KL-005
KL-006

Bagian Organ
Hati, usus, hati, dan ginjal
Hati, usus, hati, dan ginjal
Hati, usus, hati, dan ginjal
Hati, usus, hati, dan ginjal
Hati, usus, hati, dan ginjal
Hati, usus, hati, dan ginjal

Jenis Endoparasit
Nematoda dan cestoda
Nematoda dan cestoda
Nematoda dan cestoda
Nematoda dan cestoda
Nematoda dan cestoda
Nematoda dan cestoda

Berdasarkan hasil pengambilan endoparasit dalam tikus bagian organ


tikus yang diambil adalah: hati, usus, hati, dan ginjal. Jenis endoparasit
yang diperiksa adalah nematoda dan cestoda, namun dalam penelitian ini
kami tidak mengindentifikasi nematoda dan cestoda lebih lanjut untuk
mengetahui jenis nematoda dan cestoda harus dilanjutkan uji yang beriku.
Inilah contoh gambar sampel organ tikus yang siap diuji adalah sebagai
berikut:
Gambar 1.2 Pengiriman Sampel Organ DalamTikus

5.8 Hasil Dan Pembahasan Uji Elisa


ELISA adalah suatu metode yang dikerjakan sebagai sarana
mengukur kadar antigen atau antibodi dalam suatu medium cair, seperti
serum atau organ yang telah dicairkan/dilarutkan. Metode ELISA yang
dilakukan dalam praktikum ini merupakan metode untuk mengukur kadar
IL-6 dalam serum pasien. Prinsipnya adalah adanya ikatan antigenantibodi yang akan dibaca dengan reaksi enzimatis yang dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas warna pada larutan.
Intensitas warna ini kemudian akan diukur pada ELISA reader.
Metode ELISA dengan cara diatas adalah model ELISA indirek atau
tidak langsung. Metode ini menggunakan ikatan antara antibodi primer
dengan antibodi sekunder yang telah dikonjugasikan dengan biotin dan
biotin ini akan diikat oleh enzim SAHRP yang akan bereaksi dengan
substrat TMB. Penggunaan model ELISA ini bertujuan supaya terjadi
amplifikasi reaksi enzimatis yang sehingga intensitas warna yang terjadi
akan lebih kuat dan pembacaannya juga lebih mudah.
Secara umum, proses pelaksanaan langkah-langkah ELISA sudah
diterapkan dengan benar dibawah bimbingan laboran dar Lab.Biomedik,
dan semua peserta mengikuti dengan antusias prosesnya mulai dari awal,
namun karena memang keterbatasan alat, tidak semua mahasiswa mencoba

dari awal sampai akhir, dan dilakukan prosesnya secara bergantian pada
tiap-tiap proses.
Karena prosesnya yang berganti-gantian, didapatkan ketidak akuratan
pada hasil standart IL-6,Kemungkinan penyebab dari ketidak akuratan
standart bisa karena kekuatan pipetting dan akurasi tiap mahasiswa yang
tidak sama.Ada yang benar saat pippeting, dan mungkin saja ada yang
kurang benar saat melaksanakannya Oleh karena itu metode ELISA
seharusnya dilakukan oleh 1 orang saja sehingga keakuratan dan kekuatan
dalam melaksanakan langkah-langkah ELISA akan konsisten.
Karena standart IL-6 yang kurang akurat, maka untuk melanjutkan
pelatihan digunakan standart sampel lain yaitu (uPAR) untuk menghitung
kadar IL-6 dari sampel. Seharusnya standart yang digunakan adalah
standart yang di-running bersama dengan sampel pada saat yang sama.
Walaupun zat yang diukur sama, kita tidak boleh menggunakan standart
suatu zat dari ELISA sebelumnya untuk digunakan pada ELISA yang
sedang di-running, apalagi menggunakan standart zat yang berbeda.
Kembal lagi pada tujuan pembelajaran praktikum ini, maka hal tersebut
kami lakukan agar proses pembelajaran berjalan sesuai, dan yang
terpenting mahasiswa mengetahui mana yang benar, dan mana yang salah,
serta memahami solusi pemecahan masalahnya.
Untuk menghitung kadar dari IL-6 digunakan cara regresi linier, sama
dengan cara yang digunakan untuk elektroforesis, namun persamaan garis
yang dipakai pada standart adalah persamaan logaritma. Pertama,
absorbansi IL-6 hasil spectrophotometri dibuat pada tabel pada Ms. Exel.
Kemudian dibuat logaritma dari data absorbansi tersebut dan dibuat
logaritma dari standart,lalu dibuatlah persamaan garis terhadap Log
absorbansi dan Log konsentrasi dengan sumbu X sebagai Log konsentrasi
dan sumbu Y sebagai Log absorbansi. Absorbansi dari sampel selanjutnya
juga dibuat logaritmanya. Dengan persamaan garis tersebut, dapat dihitung
dan diketahui logaritma konsentrasi dari IL-6. Berikutnya dibuat antilogaritma dari Log konsentrasi IL-6 yang sudah didapatkan, sehingga akan
diketahui konsentrasi IL-6. Namun konsentrasi IL-6 ini adalah konsentrasi

dalam pengenceran 25 kali, sehingga untuk mengetahui konsentrasi IL-6


sesungguhnya dalam sampel, konsentrasi yang telah kita dapat ini dikali.
5.9 Hasil Dan Pembahasan Uji Persipitin Test
Didapatakn 3 garis yaitu merupakan garis yang melintang antara
lubang antisera dan lubang sampel, garis tersebut menandakan bahwa
darah yang diuji merupakan darah manusia.

5.10

Hasil Dan Pembahasan Teknik Bioassay Pada Dinding,

Kelambu Dan Kubus


Hasil dari teknik bioassay telah didapatkan pada dinding dengan
menempelkan cone pada jenis dinding ( tembok, triplek dan bilik ),
dengan sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor
nyamuk selama 1 jam dengan konsentrasi insektisida sesuai aturan bila
70% kematian nyamuk maka insektisida tersebut masih efektif.
Dengan kelambu yang sudah diberi insektisida dipasang 2 cone
dengan sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor
nyamuk selama 3 menit bila 80% kematian nyamuk maka insektisida
tersebut masih efektif.
Dengan teknik kubus dipasang di rumah dengan bagian dalam 2
cone, dan bagian luar 1 cone, beserta 1 rumah untuk control dengan
sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor nyamuk
selama 1 jam dengan cara di fogging bila kematian 70% kematian
nyamuk maka insektisida tersebut masih efektif.
5.11

Hasil Dan Pembahasan Test Succepbility Test


Berdasarkan pengamatan selama satu jam dapat diketahui bahwa

jumlah nyamuk yang mati pada tabung exposure tube adalah 10 ekor dari
total jumlah nyamuk yaitu 10ekor. Sehingga dapat diketahui nyamuk
tersebut rentan terhadap disemprotkan sebanyak tiga kali yaitu dengan

jumlah kematian nyamuk adalah 100%. Sedangkan prosentase kematian


untuk tabung control exposure tube 0%.

5.12

Hasil Dan Pembahasan Identifikasi Nyamuk


Berdasarkan pengamatan hasil identifikasi Anopheles sundaicus

berdasarkan bergambar untuk Anopheles betina di Indonesia


Tabel 1.11 Pengamatan Indentifikasi Nyamuk
No
1.

Ciri-ciri
Femur dan Tibia Berbercak BintikBintik Pucat

2.

Palpi dengan 3 Gelang Pucat

3.

Tidak ada noda pucat di jumbai sayap


di antara urat 5.1. dan 5.2 ; kaki
belakang meskipun berbercak, tanpa
gelang-gelang pucat yang sempurna

4.

Pada urat 1 terdapat 2 bagian yang


gelap, di bawahnya bagian yang gelap
di tengah costa ; dijumbai antara urat
5.2. dan 6, jarang terdapat noda

Gambar

5.13

Hasil Dan Pembahasan Pengawetan Tikus Kering


Spesimen tikus yang ada di dalam kantong kemudian dibius dengan

kloroform. Apabila dibutuhkan ektoparasit agar tetap hidup, cara


mematikan tikus tidak diperkenankan menggunakan zat pembius, tetapi
dengan memegang kepala dan menarik ekor bersama dengan kakinya
sampai tikus menjadi lemas. Untuk mengambil ektoparasit, badan tikus
disisir (kepala, punggung, dan perut)

berlawanan arah dengan arah

rambutnya. Kantong kain bekas tikus diperiksa secara seksama baik


dalam dan luar kantong. Selanjutnya tikus

ditimbang, lalu diukur

panjang total (PT), panjang ekot (PE), panjang telapak kakai belakang
(K), panjang telinga (T). Semua data yang diperoleh dicatat dengan
teliti di tabel yang tersedia.
Selain data tersebut di atas, yang merupakan tanda-tanda khusus
spesimen, diperlukan

pula awetan

spesimennya, sebagai

specimen. Spesimen awetan ini sangat penting


dengan spesimen yang sudah

teridentifikasi

voucher

untuk dibandingkan

dengan benar sebagai

koleksi referensi yang tersimpan dimuseum.


Ada dua cara pengawetan koleksi tikus dan mencit, yaitu :
d. Pengawetan secara utuh, yaitu dengan cara merendam spesimen ke
dalam campuran larutan formalin 10 % atau alkohol 70 % sebanyak
1 000 ml volume atau disesuaikan dengan besar tikus. Hal yang
penting diperhatikan adalah seluruh badan tikus termasuk ekor benarbenar terendam dalam larutan formalin atau alkohol. Sebelum
dimasukkan ke dalam campuran larutan tersebut, perut spesimen
dibedah agak lebar agar larutan pengawet merasuk ke dalamnya. Cara
ini sering digunakan untuk penelitian anotomi binatang atau
identifikasi secara genetis dimasa depan.
b. Pengawetan kulit, yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara
pembuatan awetan kulit diawali dengan badan tikus diletakan di
baki/meja dengan sisi ventral menghadap ke atas, kulit di bagian
perut diiris membujur sepanjang

3-4 cm. Kemudian kulit dibuka

dengan hati-hati, sehingga daging perut bagian dalam terlihat.

Gambar 1.3 Pengirisan Kulit Perut Tikus Membujur Sepanjang 3-4 Cm

Kulit yang menempel pada daging perut ditekan sedemikian rupa


ke arah kiri atau kanan bergantian sehingga daging paha kaki belakang
dapat diangkat keluar (Gambar 1.3). Kaki belakang kiri dan kanan
dikeluarkan secara bergantian dan tulang

sebatas lutut

dipotong

dengan gunting.
Gambar 1.4 Pengelupasan Kulit Dari Tulang Kaki

Daging yang melekat pada potongan kaki dibersihkan. (Gambar


2). Selanjutnya kulit dilepaskan dengan hati-hati ke arah ekor. Untuk
mengurangi licinnya kulit bagian dalam, digunakan serbuk gergaji.
Gambar 1.5 Pelepasan Kulit Dari Badan Tikus

Ekor dicabut keluar secara hati-hati (Gambar 1.5). Setelah ekor


keluar pelepasan kulit dilanjutkan ke arah kepala.
Gambar 1.5 Pelepasan kulit dari kepala tikus

Setelah sampai di bagian kaki depan tulang kaki depan di potong


sampai kepangkal pergelangan kaki depan (Gambar 1.6).
Gambar 1.6 Pelepasan Kulit Dari Telinga Tikus

Kemudian dilanjutkan pelepasan kulit kearah kepala secara hatihati, pada saat sampai ditelinga, pangkal telinga kanan dan kiri
dipotong dengan pisau yang tajam (skapel), demikian pula pada bagian
mata (Gambar 1.7).

Gambar 1.7 Pelepasan Kulit Dari Telinga Tikus

Selanjutnya kulit ditarik kedepan secara perlahan-lahan sampai


ujung hidung, pelepasan kepala dilakukan dengan menggunakan
skapel atau gunting kecil (Gambar 1.8).
Gambar 1.8 Pelepasan Kulit Dari Ujung Hidung Tikus

Kulit dibersihkan dari semua daging yang menempel, kemudian


kulit bagian

dalam dilumuri

serbuk boraks untuk pengawetan.

Mempersiapkan kapas yang disesuaikan dengan ukuran badan tikus ,


yaitu lembaran kapas yang diperkirakan sesuai dengan ukuran tikus
dipotong, diguling sehingga membentuk bentuk padat lonjong sesuai
dengan besar badan tikus (Gambar 1.8)

Gambar 1.8 Mempersiapkan Kapas Disesuaikan Dengan Ukuran


Badan Tikus

Mempersiapkan kawat kecil dengan ukuran panjang ekor tikus,


tetapi panjang kawat sebaiknya 34 cm lebih panjang dari ekor tikus.
Kawat dilapisi seluruhnya dengan kapas secara dipilin sedikit demi
sedikit, dibentuk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan
volume ekor. Kawat dimasukkkan ke dalam ekor, hingga ekor menjadi
padat (Gambar 1.9).
Gambar 1.9 Mempersiapkan Pilinan Kapas Pada Kawat Disesuaikan
Dengan Panjang Ekor Tikus

Kapas yang dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan kepala dan


badan tersebut, dimasukkan secara hati-hati ke dalam kulit tikus lewat
mulut dengan menggunakan pinset. Usahakan badan terisi penuh
dengan kapas (Gambar 1.10).

Gambar 1.10 Memasukkan Kapas Lewat Mulut Tikus

Mulut dijahit dari sebelah dalam dengan menghubungkan ketiga


potongan bibir dengan benang dan diikat (Gambar 1.11).
Gambar 1.11 Menjahit Mulut Tikus

Tulang kaki depan dan kaki belakang dibalut/diisi kapas dan


dikembalikan seperti semula. Setelah badan tikus terbentuk , bagian
perut yang diiris dijahit kembali secara zigzag (Gambar 1.12).

Gambar 1.12 Menjahit Badan Tikus

Tikus yang sudah berisi

kapas

diletakan

pada papan triplek

dengan sisi ventral menghadap ke bawah dan ke dua pasang kaki di


atur sedemikian rupa sehingga kaki depan lurus ke depan dan kaki
belakang lurus ke belakang sejajar dengan badan. Ujung ujung kaki
dipaku sedang ujung ekor dijepit dengan dua paku di kanan kirinya.
Spesimen dikeringkan (Gambar 1.13).
Gambar 1.13 Awetan Tikus Diletakkan Di Papan Dengan Posisi
Lurus

Kepala yang masih menyatu dengan badan tikus dipotong dengan


menggunakan gunting dan direbus (Gambar 1.13). Setelah dagingnya
lunak dibersihkan dan disimpan di dalam tabung plastik setelah
diberi label berisi nomer, lokasi, tgl. dan kolektor.
Gambar 1.14 Tengkorak Tikus Yang Diberi Label

Awetan tikus yang telah terbentuk sempurna, sebelum disimpan di


dalam kantong plastik diberi label yang lengkap sebagai berikut ;
Gambar 1.15 Contoh Label

5.14
Hasil Dan Pembahasan IRS, Fogging, Dan Larvasiding
1. Spray can (Alat semprot bertekanan yang dioperasikan dengan
tangan (Compression Sprayer)
Gambar 1.3 Spray Can untuk Pengendalian Malaria

Alat semprot ini terutama digunakan untuk penyemprotan residual


pada permukaan dinding dengan Insektisida, terdiri dari tangki
formulasi yang berbentuk silinder dilengkapi dengan pompa yang
dioperasikan dengan tangan dengan 2 (dua) pegangan pada ujung
batang pompa (bila dikehendaki), komponen pengaman tekanan,
selang yang tersambung di bagian atas batang pengisap, trigger valve
dengan pengunci, tangkai semprotan, pengatur keluaran dan nozzle
dan komponen tambahan lainnya yang dinyatakan oleh produsen.
Alat semprot harus mempunyai tempat meletakkan tangkai semprot
ketika tidak digunakan, tidak ada bagian yang tajam sehingga dapat
melukai operator dan tidak terdapat komponen yang terbuat dari
kayu. Jenis bahan termasuk penutup lubang pengisian harus
dinyatakan secara jelas dan harus tahan terhadap korosi, tekanan dan
sinar ultra violet. Tidak boleh terjadi kerusakan, kebocoran pada (las)
sambungan atau keretakan ketika dilakukan uji daya tahan ( Fatique
test). Tidak boleh ada kandungan timbale atau seng pada bahan
penyolder kecuali pada sambungan, tangkai semprotan, trigger valve,
badan nozzle dan pipa pengisap. Dalam keadaan terisi penuh pada
pengoperasian normal,beratnya harus dinyatakan dan tidak boleh

melebihi 25 Kg. Tangki formulasi alat semprot ini dengan volume


untuk operasional secara normal dinyatakan, diameter lubang
pengisian tidak kurang dari 90 mm dan klep tekanan/ klep pembuang
tekanan harus terletak di bagian atas alat semprot dan mampu
membuang habis tekanan sebelum tangki dibuka dan ketika
beroperasi harus mampu menahan tekanan agar alat semprot dapat
bekerja normal. Klep tekanan keamanan (safety pressure valve)
maksimum mampu menahan +/- 10 persen dari tekanan kerja
maksimum dan harus mampu menahan tekanan agar alat semprot
dapat bekerja normal. Tali sandang dan gesper, minimal lebarnya 50
mm dan panjang yang dapat diatur dengan minmal 100 cm. Tali
sandang dan pengencangnya harus mampu bertahan pada uji jatuh
(drop test). Pompa dengan tangki yang berisi penuh sesuai kapasitas
dan semua komponen terpasang, harus mampu mencapai tekanan
kerja maksimum dengan pemompaan tidak melebihi ke 60. Klep
udara pompa harus mampu menahan cairan agar tidak masuk ke
dalam silender pompa ketika tekanan pompa pada tekanan kerja
maksimum dan tangkai pompa berada posisi terdorong penuh ke
dalam. Ukuran penyaring (filter) yang apabila filter tidak tersedia
pada nozzle yang lubangnya antara 0,3 mm 0,5 mm, maka filter
pada trigger valve harus lebih kecil dari lubang pada nozzle terpasang
dan tidak lebih besar dari 50 mesh. Alat semprot setidaknya
dilengkapi dengan 1 atau 2 penyaring dengan ukuran mesh yang
dapat mencegah terjadinya penyumbatan. Salah satu penyaring
terletak persis di belakang nozzle. Panjang selang dinyatakan dan
tidak kurang dari 1500 mm terbuat dari bahan yang memenuhi syarat.
Tuas buka / tutup aliran (Trigger valve). Tipe dari trigger valve
dinyatakan dan harus tidak terjadi kebocoran ketika dilakukan
pengujian sesuai B.1.9.2. Lebar penuas tidak kurang dari 100 mm
diukur mulai dari titik gerak dengan pemasangan maksimum 1,5
newton Komponen pengatur keluaran harus terpasang dan tipenya

harus dinyatakan. Komponen pengatur keluaran harus mampu


keseragaman pengeluaran dengan deviasi +/- 5%. Tipe nozzle dan
jumlah keluaran (flow rate) harus dinyatakan dan sesuai dengan
standard internasional. Tekanan kerja maksimum dinyatakan. Tangki
harus mampu menahan tekanan dari dalam yang besarnya 2 (dua) kali
besarnya tekanan kerja dan memenuhi syarat pada B.1.15. dan setelah
perlakuan uji jatuh sesuai B.1.17.1. Uji jatuh dilakukan tanpa dan
dengan tekanan kerja yang dianjurkan pada posisi horizontal, vertical
dan miring 45 setelah pengujian tersebut alat semprot tidak boleh
mengalami kebocoran pada keadaan tanpa tekanan.
2. Mist blower bermotor (model gendong)
Gambar 1.4 Mist-Blower Bermotor (Model Gendong)

Alat yang digunakan untuk menyemprotkan insektisida sampai


rumah atau area lain yang sulit atau tidak bias dicapai dengan alat
semprot bertekanan yang dioperasikan dengan tangan untuk tujuan
residual. Berupa alat semprot yang dilengkapi dengan mesin
penggerak yang memutar kipas agar menghasilkan hembusan udara
yang kuat kearah cairan formulasi Insektisida di masukkan secara
terukur.

Mesin

penggerak

dilengkapi

dengan

sistem

untuk

menghidupkan / mematikan mesin. Tangki bahan bakar terletak


dibawah mesin penggerak. Semua bagian yang bergerak atau knalpot

terlindung agar tidak menimbulkan cidera pada operator. Semua


tombol / tuas mudah terlihat oleh operator. Mesin penggerak/fan
dipasang pada sebuah rangka sehingga nyaman untuk digendong
belakang oleh operator. Penyangga punggung yang tidak menyerap
cairan terpasang. Engine mounting pada frame dapat menyerap
getaran mesin. Komponen yang terpasang tidak tajam dan kekuatan
semburan tidak dapat mencederai operator pada pengoperasian
normal. Semua tombol / tuas pengatur terpasang secara permanen dan
ditandai. Beratnya tidak lebih dari 25 Kg pada pengoperasian normal
dengan semua tangki terisi penuh. Lubang pengisian tangki
dinyatakan ukurannya dan tidak melebihi diameter 90 mm dan
dilengkapi penutup yang membuat kedap udara. Filter harus
sedemikian rupa bentuknya dan cukup dalam masuk ke dalam tangki
agar waktu pengisian tangki tidak lebih dari 60 detik tanpa
menyebabkan ceceran. Klep pembuang tekanan dinyatakan pada
semua mesin yang bekerja dengan tekanan dan dapat membuang
habis tekanan sebelum tutupnya dibuka. Jenis bahan bakar dan
kapasitasnya dinyatakan dan tandanya terpasang secara permanen di
mesin. Pipa udara dari blower disalurkan melalui pipa menuju nozzle.
Pipa udara tersebut sedemikian rupa sehingga mudah digerakkan
kearah penyemprotan yang dikehendaki. Cairan dari tangki atau
pompa dialirkan ke nozzle melalui sebuah alat pengatur aliran.
Sebuah saringan 50 mesh dipasang sebelum nozzle mencegah
terjadinya penyumbatan. Alat pengatur besarnya aliran cairan yang
terpasang tetap atau dapat dipertukarkan dinyatakan. Alat ini
terpasang pada pipa untuk mengatur besarnya aliran rata-rata. Ukuran
partikel dengan berbagai besar aliran (flow rate) dan jenis cairan
dinyatakan. Volume median diameter (VMD) berada pada 50 100
mikron dinyatakan berdasarkan pengujian. Daya tahan mampu
dioperasikan selama 50 jam dalam 10 hari berurutan. Salah satunya 8
jam non stop sebagai simulasi penanganan kejadian luar biasa. Setiap

penghentian pengoperasian harus dicatat alasannya dan perbaikan


yang dilakukan. Data jumlah pemakaian bahan bakar dicatat. Tali
sandang dengan lebar,inimal 50 mm dinyatakan. Tali sandang dengan
penyangga pada bahu dapat diatur panjangnya dengan minimal 750
mm.

3. Mesin Pengkabut Panas (Hot Fogger) model jinjing


Gambar 1.5 Mesin Pengkabut Panas

Mesin pengkabut panas digunakan untuk penyemprotan ruang


di dalam bangunan atau ruang terbuka yang tidak dapat dicapai
dengan mesin pengkabut panas yang dioperasikan di atas
kendaraan pengangkut. Mesin pengkabut panas portabel harus
memiliki sebuah nozzle energi panas tempat larutan Insektisida
dalam minyak atau campuran dengan air dimasukkan secara
terukur. Komponen utama harus terpasang pada rangka yang kuat.
Bila diinginkan mesin dapat dilengkapi mekanisme menghidupkan
mesin yang terdiri dari : baterai, coil, sistem busi, pompa tangan
atau pompa yang digerakkan oleh tenaga baterai untuk memberi
tekanan kepada saluran bahan bakar ketika menghidupkan mesin.
Semua permukaan yang panas yang terlindungi dengan cukup
untuk mencegah kejadian luka bakar pada operator. Tidak boleh
terdapat bagian yang tajam yang dapat menyebabkan cidera pada

operator pada pemakaian normal. Semua komponen yang harus


diatur selama pengoperasian harus terpasang secara permanen dan
ditandai dengan jelas. Mesin harus

mempunyai

petunjuk

keselamatan yang jelas yang menyatakan bahwa mesin tidak boleh


ditinggalkan tanpa pengawasan selama pengoperasian. Bahan harus
dinyatakan dan semua komponen yang bersentuhan langsung
dengan insektisida harus tahan korosi, tidak menyerap dan
memenuhi syarat yang ditentukan pada mesin tipe pulsa-jet harus
mempunyai resonator baja yang tahansuhu 1500 C. Dengan
semua tangki terisi penuh untuk pengoperasian normal, beratnya
dinyatakan dan tidak lebih dari 20 Kg. Kapasitas tangki yang dapat
diganti-ganti atau terpasang tetap harus dinyatakan. Apabila bahan
tangki bukan dari bahan yang tembus pandang atau berskala maka
sebuah batang pengukur harus disediakan untuk mengukur
banyaknya isi cairan di dalam tangki. Lubang pengisian harus
berada disisi atas mesin dan ukurannya dinyatakan. Corong
bersaring harus disediakan apabila diameter lubang pengisian
kurang dari 90 mm. Apabila posisi lubang pengisian tidak dibagian
atas, corong bersaring bengkok harus disediakan. Kapasitas tangki
dan besarnya konsumsi harus dinyatakan serta harus cukup untuk
menyemprotkan habis formulasi pada jumlah keluaran (flow rate)
terkecil tanpa harus mengisi ulang. Jenis bahan bakar harus
dinyatakan. Bila menggunakan pompa tangan, mesin harus sudah
dapat hidup pada hitungan pemompaan tidak lebih dari 10 kali.
Beberapa

mesin

kemungkinan

menggunakan

pompa

yang

digerakkan oleh tenaga listrik. Klep buka / tutup untuk menutup


secara otomatis aliran formulasi insektisida menuju nozzle apabila
mesin mati sebagai tambahan dari klep buka / tutup manual yang
terpasang dinyatakan. Klep pengatur besarnya aliran meskipun
dapat dipertukarkan harus terpasang tetap pada mesin. Pembatas
aliran tersebut harus dinyatakan. Rentang ukuran partikel pada

jumlah keluaran baku dan jumlah keluaran lainnya harus


dinyatakan. Volume median diameter (VMD) harus lebih kecil dari
30 mikron Lebarnya tali sandang harus dinyatakan, dan tidak
kurang dari 50 mm pada posisi bahu dan dapat diatur panjangnya
dengan sebuah pengencang sehingga tidak kurang dari 750 mm
serta harus memenuhi ketentuan daya serap kurang dari 10 % dari
berat keringnya. Tidak terjadi kebocoran pada tangki dan
komponen lainnya selama pengoperasian secara normal dan harus
lulus test yang ditentukan. Jumlah jam operasi tanpa kegagalan
pada pengoperasian dan menghidupkan mesin harus dinyatakan.
Test ketahanan yang ditentukan dilakukan dengan air dengan
pembatas aliran terbesar dengan interval buka / tutup masingmasing selama 15 menit.
5.15 Hasil Dan Pembahasan Identifikasi Pinjal Tikus
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapat hasil bahwa
jenis pinjal tersebut yaitu dari genus Xenopsylla cheopis, dengan
jenis kelamin jantan dan betina. Ciri-ciri pinjal tersebut adalah
1.
2.
3.

sebagai berikut:
Tanpa sisir genal, pronotal, dan abdominal.
Mesotoraks dengan garis pleural.
Bulga spermateka tidak lebih lebar dari pangkal hilla.
4. Hilla panjang, pangkal hilla ramping dan lebih meluas daripada
bulga spermateka.

Tabel 1.12 Identifikasi Pinjal Tikus


No
1.

Nama Pinjal Tikus


Xenopsylla cheopis

2.

Xenopsylla cheopis

Gambar

BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan Teknik Penangkapan Nyamuk dan Survei Nyamuk
Malaria

Jadi man hour density yang didapatkan dalam penangkapan nyamuk


dan survei nyamuk adalah 0,42 jam dan sedangkan kepdatan nyamuk
resting dalam rumah yaitu sebanyak 1 ekor
6.2 Kesimpulan Saliva dan Kelenjar Liur Nyamuk
Kelenjar saliva dan kelenjar liur nyamuk yang diperiksa didapatkan
sporozoit rate adalah sebesar 0,125.
6.3 Kesimpulan Pembedahan Ovarium Nyamuk Pada Nyamuk
Kelenjar saliva dan kelenjar liur nyamuk yang diperiksa didapatkan
parity rate adalah sebesar 0,25
6.4 Kesimpulan Survei Tikus Dan Perangkap Tikus Kepadatan Tikus
Berdasarkan hasil perhitungan TR maka dapat disimpulkan bahwa
daerah Desa Kali deres sangat padat tikus yaitu sebesar 40%, maka perlu
diadakan pengendalian tikus sebagai binatang binatang penggangu.
Bila ketemu 1 ekor tikus hidup/mati, berarti :
Di suatu wilayah/daerah terdapat 20 ekor tikus untuk 10 m3
Misal : Volume gedung 30 m3 terdapat 10 ekor tikus
Maka : Jumlah trapping dipasang = 30/10 X 20 = 60 buah
TR = 10/60 X 100 = 16 % Cukup Padat
6.5 KesimpulanTeknik Pengambilan Ektoparasit Tikus
Berasarkan perhitungan indeks pinjal didapatkan indeks pinjal sebesar
1,5. Maka Bila = IP > 1, terdapat 30% Tikus dihuni pinjal dan 25% Pinjal :
Xe. Cheopis, dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut atau wilayah
daerah tersebut rentan terhadap penyakit Pes dan nilai IP menjadi indikator
retan atau tidak suatau daerah terhadap penyakit Pes
6.6 Kesimpulan Identifikasi Tikus
Dari hasil pengamatan tikus yang di identifikasi, diperoleh dari
penangkapan di sekitar rumah penduduk telah didapatkan spesies jenis
Rattus Tanezumi dengan ciri-ciri total panjang badan 310 mm, panjang
kaki 29,48 mm, panjang kaki belakang 23 38 mm, warna ekor hitam
coklat polos
6.7 Kesimpulan Pembedahan Tikus Dan Pengambilan Endoparasit
Hasil pengambilan endoparasit dalam tikus bagian organ tikus yang
diambil adalah: hati, usus, hati, dan ginjal. Jenis endoparasit yang

diperiksa adalah nematoda dan cestoda, namun dalam penelitian ini kami
tidak mengindentifikasi nematoda dan cestoda lebih lanjut untuk
mengetahui jenis nematoda dan cestoda harus dilanjutkan uji yang berikut.
6.8 Kesimpulan Uji Elisa
ELISA adalah suatu metode yang dikerjakan sebagai sarana
mengukur kadar antigen atau antibodi dalam suatu medium cair, seperti
serum atau organ yang telah dicairkan/dilarutkan. Metode ELISA yang
dilakukan dalam praktikum ini merupakan metode untuk mengukur kadar
IL-6 dalam serum pasien. Prinsipnya adalah adanya ikatan antigenantibodi yang akan dibaca dengan reaksi enzimatis yang dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas warna pada larutan.
Intensitas warna ini kemudian akan diukur pada ELISA reader.
Metode ELISA dengan cara diatas adalah model ELISA indirek atau
tidak langsung. Metode ini menggunakan ikatan antara antibodi primer
dengan antibodi sekunder yang telah dikonjugasikan dengan biotin dan
biotin ini akan diikat oleh enzim SAHRP yang akan bereaksi dengan
substrat TMB. Penggunaan model ELISA ini bertujuan supaya terjadi
amplifikasi reaksi enzimatis yang sehingga intensitas warna yang terjadi
akan lebih kuat dan pembacaannya juga lebih mudah.

6.9 Kesimpulan Uji Persipitin Test


Didapatakn 3 garis yaitu merupakan garis yang melintang antara
lubang antisera dan lubang sampel, garis tersebut menandakan bahwa
darah yang diuji merupakan darah manusia.
6.10
Kesmpulan Teknik Bioassay Pada Dinding, Kelambu Dan
Kubus
Hasil dari teknik bioassay telah didapatkan pada dinding dengan
menempelkan cone pada jenis dinding ( tembok, triplek dan bilik ),
dengan sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor
nyamuk selama 1 jam dengan konsentrasi insektisida sesuai aturan bila
70% kematian nyamuk maka insektisida tersebut masih efektif.
Dengan kelambu yang sudah diberi insektisida dipasang 2 cone

dengan sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor


nyamuk selama 3 menit bila 80% kematian nyamuk maka insektisida
tersebut masih efektif. Dengan teknik kubus dipasang di rumah dengan
bagian dalam 2 cone, dan bagian luar 1 cone, beserta 1 rumah untuk
control dengan sampel nyamuk Anopheles sp dengan jumlah 15 20 ekor
nyamuk selama 1 jam dengan cara di fogging bila kematian 70%
kematian nyamuk maka insektisida tersebut masih efektif.
6.11
Kesimpulan Test Succepbility Test
Berdasarkan pengamatan selama satu jam dapat diketahui bahwa
jumlah nyamuk yang mati pada tabung exposure tube adalah 10 ekor dari
total jumlah nyamuk yaitu 10ekor. Sehingga dapat diketahui nyamuk
tersebut rentan terhadap disemprotkan sebanyak tiga kali yaitu dengan
jumlah kematian nyamuk adalah 100%. Sedangkan prosentase kematian
untuk tabung control exposure tube 0%.

6.12

Hasil Dan Pembahasan Identifikasi Nyamuk


Berdasarkan pengamatan hasil identifikasi Anopheles sundaicus

berdasarkan bergambar untuk Anopheles betina di Indonesia


6.13
Kesimpulan Pengawetan Tikus Kering
Spesimen tikus yang ada di dalam kantong kemudian dibius dengan
kloroform. Apabila dibutuhkan ektoparasit agar tetap hidup, cara
mematikan tikus tidak diperkenankan menggunakan zat pembius, tetapi
dengan memegang kepala dan menarik ekor bersama dengan kakinya
sampai tikus menjadi lemas. Untuk mengambil ektoparasit, badan tikus
disisir (kepala, punggung, dan perut)

berlawanan arah dengan arah

rambutnya. Kantong kain bekas tikus diperiksa secara seksama baik


dalam dan luar kantong. Selanjutnya tikus

ditimbang, lalu diukur

panjang total (PT), panjang ekot (PE), panjang telapak kakai belakang

(K), panjang telinga (T). Semua data yang diperoleh dicatat dengan
teliti di tabel yang tersedia.
Selain data tersebut di atas, yang merupakan tanda-tanda khusus
spesimen, diperlukan

pula awetan

spesimennya, sebagai

specimen. Spesimen awetan ini sangat penting


dengan spesimen yang sudah

teridentifikasi

voucher

untuk dibandingkan

dengan benar sebagai

koleksi referensi yang tersimpan dimuseum.


Ada dua cara pengawetan koleksi tikus dan mencit, yaitu :
a. Pengawetan secara utuh, yaitu dengan cara merendam spesimen ke
dalam campuran larutan formalin 10 % atau alkohol 70 % sebanyak
1 000 ml volume atau disesuaikan dengan besar tikus. Hal yang
penting diperhatikan adalah seluruh badan tikus termasuk ekor benarbenar terendam dalam larutan formalin atau alkohol. Sebelum
dimasukkan ke dalam campuran larutan tersebut, perut spesimen
dibedah agak lebar agar larutan pengawet merasuk ke dalamnya. Cara
ini sering digunakan untuk penelitian anotomi binatang atau
identifikasi secara genetis dimasa depan.
c. Pengawetan kulit, yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara
pembuatan awetan kulit diawali dengan badan tikus diletakan di
baki/meja dengan sisi ventral menghadap ke atas, kulit di bagian
perut diiris membujur sepanjang 3-4 cm.
6.14
Hasil Dan Pembahasan IRS, Fogging, Dan Larvasiding
1. Spray can (Alat semprot bertekanan yang dioperasikan dengan
tangan (Compression Sprayer)
Gambar 1.3 Spray Can untuk Pengendalian Malaria

Alat semprot ini terutama digunakan untuk penyemprotan residual


pada permukaan dinding dengan Insektisida, terdiri dari tangki
formulasi yang berbentuk silinder dilengkapi dengan pompa yang
dioperasikan dengan tangan dengan 2 (dua) pegangan pada ujung
batang pompa (bila dikehendaki), komponen pengaman tekanan,
selang yang tersambung di bagian atas batang pengisap, trigger valve
dengan pengunci, tangkai semprotan, pengatur keluaran dan nozzle
dan komponen tambahan lainnya yang dinyatakan oleh produsen.
Alat semprot harus mempunyai tempat meletakkan tangkai semprot
ketika tidak digunakan, tidak ada bagian yang tajam sehingga dapat
melukai operator dan tidak terdapat komponen yang terbuat dari
kayu. Jenis bahan termasuk penutup lubang pengisian harus
dinyatakan secara jelas dan harus tahan terhadap korosi, tekanan dan
sinar ultra violet. Tidak boleh terjadi kerusakan, kebocoran pada (las)
sambungan atau keretakan ketika dilakukan uji daya tahan ( Fatique
test). Tidak boleh ada kandungan timbale atau seng pada bahan
penyolder kecuali pada sambungan, tangkai semprotan, trigger valve,
badan nozzle dan pipa pengisap. Dalam keadaan terisi penuh pada
pengoperasian normal,beratnya harus dinyatakan dan tidak boleh

melebihi 25 Kg. Tangki formulasi alat semprot ini dengan volume


untuk operasional secara normal dinyatakan, diameter lubang
pengisian tidak kurang dari 90 mm dan klep tekanan/ klep pembuang
tekanan harus terletak di bagian atas alat semprot dan mampu
membuang habis tekanan sebelum tangki dibuka dan ketika
beroperasi harus mampu menahan tekanan agar alat semprot dapat
bekerja normal. Klep tekanan keamanan (safety pressure valve)
maksimum mampu menahan +/- 10 persen dari tekanan kerja
maksimum dan harus mampu menahan tekanan agar alat semprot
dapat bekerja normal. Tali sandang dan gesper, minimal lebarnya 50
mm dan panjang yang dapat diatur dengan minmal 100 cm. Tali
sandang dan pengencangnya harus mampu bertahan pada uji jatuh
(drop test). Pompa dengan tangki yang berisi penuh sesuai kapasitas
dan semua komponen terpasang, harus mampu mencapai tekanan
kerja maksimum dengan pemompaan tidak melebihi ke 60. Klep
udara pompa harus mampu menahan cairan agar tidak masuk ke
dalam silender pompa ketika tekanan pompa pada tekanan kerja
maksimum dan tangkai pompa berada posisi terdorong penuh ke
dalam. Ukuran penyaring (filter) yang apabila filter tidak tersedia
pada nozzle yang lubangnya antara 0,3 mm 0,5 mm, maka filter
pada trigger valve harus lebih kecil dari lubang pada nozzle terpasang
dan tidak lebih besar dari 50 mesh. Alat semprot setidaknya
dilengkapi dengan 1 atau 2 penyaring dengan ukuran mesh yang
dapat mencegah terjadinya penyumbatan. Salah satu penyaring
terletak persis di belakang nozzle. Panjang selang dinyatakan dan
tidak kurang dari 1500 mm terbuat dari bahan yang memenuhi syarat.
Tuas buka / tutup aliran (Trigger valve). Tipe dari trigger valve
dinyatakan dan harus tidak terjadi kebocoran ketika dilakukan
pengujian sesuai B.1.9.2. Lebar penuas tidak kurang dari 100 mm
diukur mulai dari titik gerak dengan pemasangan maksimum 1,5
newton Komponen pengatur keluaran harus terpasang dan tipenya

harus dinyatakan. Komponen pengatur keluaran harus mampu


keseragaman pengeluaran dengan deviasi +/- 5%. Tipe nozzle dan
jumlah keluaran (flow rate) harus dinyatakan dan sesuai dengan
standard internasional. Tekanan kerja maksimum dinyatakan. Tangki
harus mampu menahan tekanan dari dalam yang besarnya 2 (dua) kali
besarnya tekanan kerja dan memenuhi syarat pada B.1.15. dan setelah
perlakuan uji jatuh sesuai B.1.17.1. Uji jatuh dilakukan tanpa dan
dengan tekanan kerja yang dianjurkan pada posisi horizontal, vertical
dan miring 45 setelah pengujian tersebut alat semprot tidak boleh
mengalami kebocoran pada keadaan tanpa tekanan.

2. Mist blower bermotor (model gendong)


Gambar 1.4 Mist-Blower Bermotor (Model Gendong)

Alat yang digunakan untuk menyemprotkan insektisida sampai


rumah atau area lain yang sulit atau tidak bias dicapai dengan alat

semprot bertekanan yang dioperasikan dengan tangan untuk tujuan


residual. Berupa alat semprot yang dilengkapi dengan mesin
penggerak yang memutar kipas agar menghasilkan hembusan udara
yang kuat kearah cairan formulasi Insektisida di masukkan secara
terukur.

Mesin

penggerak

dilengkapi

dengan

sistem

untuk

menghidupkan / mematikan mesin. Tangki bahan bakar terletak


dibawah mesin penggerak. Semua bagian yang bergerak atau knalpot
terlindung agar tidak menimbulkan cidera pada operator. Semua
tombol / tuas mudah terlihat oleh operator. Mesin penggerak/fan
dipasang pada sebuah rangka sehingga nyaman untuk digendong
belakang oleh operator. Penyangga punggung yang tidak menyerap
cairan terpasang. Engine mounting pada frame dapat menyerap
getaran mesin. Komponen yang terpasang tidak tajam dan kekuatan
semburan tidak dapat mencederai operator pada pengoperasian
normal. Semua tombol / tuas pengatur terpasang secara permanen dan
ditandai. Beratnya tidak lebih dari 25 Kg pada pengoperasian normal
dengan semua tangki terisi penuh. Lubang pengisian tangki
dinyatakan ukurannya dan tidak melebihi diameter 90 mm dan
dilengkapi penutup yang membuat kedap udara. Filter harus
sedemikian rupa bentuknya dan cukup dalam masuk ke dalam tangki
agar waktu pengisian tangki tidak lebih dari 60 detik tanpa
menyebabkan ceceran. Klep pembuang tekanan dinyatakan pada
semua mesin yang bekerja dengan tekanan dan dapat membuang
habis tekanan sebelum tutupnya dibuka. Jenis bahan bakar dan
kapasitasnya dinyatakan dan tandanya terpasang secara permanen di
mesin. Pipa udara dari blower disalurkan melalui pipa menuju nozzle.
Pipa udara tersebut sedemikian rupa sehingga mudah digerakkan
kearah penyemprotan yang dikehendaki. Cairan dari tangki atau
pompa dialirkan ke nozzle melalui sebuah alat pengatur aliran.
Sebuah saringan 50 mesh dipasang sebelum nozzle mencegah
terjadinya penyumbatan. Alat pengatur besarnya aliran cairan yang

terpasang tetap atau dapat dipertukarkan dinyatakan. Alat ini


terpasang pada pipa untuk mengatur besarnya aliran rata-rata. Ukuran
partikel dengan berbagai besar aliran (flow rate) dan jenis cairan
dinyatakan. Volume median diameter (VMD) berada pada 50 100
mikron dinyatakan berdasarkan pengujian. Daya tahan mampu
dioperasikan selama 50 jam dalam 10 hari berurutan. Salah satunya 8
jam non stop sebagai simulasi penanganan kejadian luar biasa. Setiap
penghentian pengoperasian harus dicatat alasannya dan perbaikan
yang dilakukan. Data jumlah pemakaian bahan bakar dicatat. Tali
sandang dengan lebar,inimal 50 mm dinyatakan. Tali sandang dengan
penyangga pada bahu dapat diatur panjangnya dengan minimal 750
mm.

3. Mesin Pengkabut Panas (Hot Fogger) model jinjing


Gambar 1.5 Mesin Pengkabut Panas

Mesin pengkabut panas digunakan untuk penyemprotan ruang


di dalam bangunan atau ruang terbuka yang tidak dapat dicapai
dengan mesin pengkabut panas yang dioperasikan di atas
kendaraan pengangkut. Mesin pengkabut panas portabel harus
memiliki sebuah nozzle energi panas tempat larutan Insektisida
dalam minyak atau campuran dengan air dimasukkan secara
terukur. Komponen utama harus terpasang pada rangka yang kuat.

Bila diinginkan mesin dapat dilengkapi mekanisme menghidupkan


mesin yang terdiri dari : baterai, coil, sistem busi, pompa tangan
atau pompa yang digerakkan oleh tenaga baterai untuk memberi
tekanan kepada saluran bahan bakar ketika menghidupkan mesin.
Semua permukaan yang panas yang terlindungi dengan cukup
untuk mencegah kejadian luka bakar pada operator. Tidak boleh
terdapat bagian yang tajam yang dapat menyebabkan cidera pada
operator pada pemakaian normal. Semua komponen yang harus
diatur selama pengoperasian harus terpasang secara permanen dan
ditandai dengan jelas. Mesin harus

mempunyai

petunjuk

keselamatan yang jelas yang menyatakan bahwa mesin tidak boleh


ditinggalkan tanpa pengawasan selama pengoperasian. Bahan harus
dinyatakan dan semua komponen yang bersentuhan langsung
dengan insektisida harus tahan korosi, tidak menyerap dan
memenuhi syarat yang ditentukan pada mesin tipe pulsa-jet harus
mempunyai resonator baja yang tahansuhu 1500 C. Dengan
semua tangki terisi penuh untuk pengoperasian normal, beratnya
dinyatakan dan tidak lebih dari 20 Kg. Kapasitas tangki yang dapat
diganti-ganti atau terpasang tetap harus dinyatakan. Apabila bahan
tangki bukan dari bahan yang tembus pandang atau berskala maka
sebuah batang pengukur harus disediakan untuk mengukur
banyaknya isi cairan di dalam tangki. Lubang pengisian harus
berada disisi atas mesin dan ukurannya dinyatakan. Corong
bersaring harus disediakan apabila diameter lubang pengisian
kurang dari 90 mm. Apabila posisi lubang pengisian tidak dibagian
atas, corong bersaring bengkok harus disediakan. Kapasitas tangki
dan besarnya konsumsi harus dinyatakan serta harus cukup untuk
menyemprotkan habis formulasi pada jumlah keluaran (flow rate)
terkecil tanpa harus mengisi ulang. Jenis bahan bakar harus
dinyatakan. Bila menggunakan pompa tangan, mesin harus sudah
dapat hidup pada hitungan pemompaan tidak lebih dari 10 kali.

Beberapa

mesin

kemungkinan

menggunakan

pompa

yang

digerakkan oleh tenaga listrik. Klep buka / tutup untuk menutup


secara otomatis aliran formulasi insektisida menuju nozzle apabila
mesin mati sebagai tambahan dari klep buka / tutup manual yang
terpasang dinyatakan. Klep pengatur besarnya aliran meskipun
dapat dipertukarkan harus terpasang tetap pada mesin. Pembatas
aliran tersebut harus dinyatakan. Rentang ukuran partikel pada
jumlah keluaran baku dan jumlah keluaran lainnya harus
dinyatakan. Volume median diameter (VMD) harus lebih kecil dari
30 mikron Lebarnya tali sandang harus dinyatakan, dan tidak
kurang dari 50 mm pada posisi bahu dan dapat diatur panjangnya
dengan sebuah pengencang sehingga tidak kurang dari 750 mm
serta harus memenuhi ketentuan daya serap kurang dari 10 % dari
berat keringnya. Tidak terjadi kebocoran pada tangki dan
komponen lainnya selama pengoperasian secara normal dan harus
lulus test yang ditentukan. Jumlah jam operasi tanpa kegagalan
pada pengoperasian dan menghidupkan mesin harus dinyatakan.
Test ketahanan yang ditentukan dilakukan dengan air dengan
pembatas aliran terbesar dengan interval buka / tutup masingmasing selama 15 menit.
5.16 Hasil Dan Pembahasan Identifikasi Pinjal Tikus
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapat hasil bahwa
jenis pinjal tersebut yaitu dari genus Xenopsylla cheopis, dengan
jenis kelamin jantan dan betina. Ciri-ciri pinjal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tanpa sisir genal, pronotal, dan abdominal.
2. Mesotoraks dengan garis pleural.
3. Bulga spermateka tidak lebih lebar dari pangkal hilla.
4. Hilla panjang, pangkal hilla ramping dan lebih meluas daripada
bulga spermateka.

DAFTAR PUSTAKA
Admin.

2008.

Ctenocephalides

felis

pada

/Ctenocephalides-felis-pada-kucing.html.

kucing
Diakses

.www.vet-klinik.com/
pada

tanggal

21

Desember 2016
Anonim.

Tanpa

tahun.

Integrated

Pes

http://www.p2pays.org/ref/14/13183.pdf.

Management
Diakses

pada

for

Fleas.

tanggal

21

Desember 2016
Anonim.

Tanpa

tahun.

Least-toxic

Control

of

Fleas.

http://www.beyondpesicides.org/alternatives/factsheets/FLEA
%20CONTROL.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2016
Anonim.

Tanpa

tahun.

Fleas.

http://www.vetmed.vt.edu/vth/sa/clin/cp_handouts/Flea_Information.pdf.
Diakses pada tanggal 21 Desember 2016
Anonim. Tanpa tahun. Kapita Selekta Kedokteran Hewan: Dermatose dan
ektoparasit.http://books.google.co.id/books?
id=sCvWX2OvjMcC&pg=PA134&lpg=PA134&dq=pendahuluan+permasal
ahan+pinjal+pada+kucing&source=bl&ot.
Desember 2016

Diakses

pada

tanggal

21

Anonim. Tanpa Tahun. Flea. http://en.wikipedia.org/wiki/Flea. Diakses pada


tanggal 21 Desember 2016
Anonim.

2010.

Kutu

loncat

pinjal

(flea)

dan

caplak

(tick).

www.hewanpeliharaan.com/index2.php?option=com. Diakses pada tanggal


21 Desember 2016
Anonim. 2010. Siklus Hidup Pinjal (Flea). www.kucingkita.com Kategori
Artikel Penyakit. Diakses pada tanggal 21 Desember 2016
Anonim. 2010. Waspadai Kutu Pinjal pada Hewan Peliharaan Anda.
www.pietklinik.com/wmview.php?ArtID=5. Diakses

pada tanggal 21

Desember 2016
Anonim.

Tanpa

tahun.

Oriental

Tikus

Kutu.

http://en.wikipedia.org/wiki/OrientalTikusKutu. Diakses pada tanggal 21


Desember 2016
Diakses

pada

tanggal

20

Mei

2011.

Zentko. 1997. Infestasi Pinjal. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/


jtptunimus-gdl-s1-2008-abdulmutho-483-3-bab2.pdf. Diakses pada tanggal
20 Mei 2011 http://juarakontes.blogspot.com/2011/06/pinjal-dan-metodepengendaliannya.html
http://www.scribd.com/doc/14268248/praktek-pvbp-baru

Diakses

pada tanggal 21 Desember 2016


Soviana, Susi dan Upik Kesumawati Hadi. 2003. Hama Pemukiman Indonesia.
IPB unit Kajian pengendalian hama pemukiman fakultas kedokteran hewan.
Bogor.
Susanti, M. 2001. Infestasi Pinjal Ctenocephalides felis (Siphonaptera :
Pulicidae)

Pada

Kucing

Di

Bogor.

Bogor

IPB

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/21339/B01dms.pdf?
sequence=2.

Anda mungkin juga menyukai