Anda di halaman 1dari 2

Jadi dalam praktikum keluar yang kami laksanakan di BPAP Situbondo untuk

kesehatan lingkungannya. Dalam kegiatan monitoring, pengumpulan data permasalahan


budidaya dilakukan bukan hanya melalui wawancara dengan pemilik atau teknisi tambak,
tetapi juga dilakukan penggambilan sampel air dan udang untuk selanjutnya di analisa di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Analisa air meliputi analisa bakteri, analisa kimia air (pH, salinitas, bahan organik, nitrat,
amoniak, alkalinitas, pospat, dan logam berat) dan juga analisa PCR untuk deteksi
penyakit viral. Balai Budidaya Air Payau Situbondo sebagai berkewajiban untuk
membantu para petambak untuk memecahkan permasalahan tersebut serta melakukan
pemantauan penggunaan antibiotik pada budidaya udang. Oleh kerana itu Balai Budidaya
Situbondo secara rutin menurunkan timnya untuk melakukan pengawasan atau monitoring
penyakit dan lingkungan. Wilayah pengawasan meliputi kawasan budidaya di perairan
pantai utara Jawa Timur mulai dari Kabupaten Banyuwangi hingga Kabupaten Rembang,
dan Juga di Kawasan Pantai Selatan Kabupaten Jember, Lumajang, Malang dan Blitar.
Selain di kawasan budidaya di Propinsi Jawa Timur, pengawasan juga di dilakukan di
kawasan budidaya payau di Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan juga di beberapa
lokasi di Kalimantan dan Sulawesi.

Dewasa ini disinyalir air yang dipakai untuk budidaya udang maupun ikan sudah terkontaminasi oleh bahan
organik maupun anorganik seperti logam berat dan pestisida dari pembuangan limbah indsutri maupun
limbah pertanian. Selain itu, peningkatan teknologi dari ekstensif, semi intensif sampai intensif semakin
meningkatkan pemakain pakan buatan untuk menghasilkan pertumbuhan udang yang optimal. Pakan dan
manajemen pemberian pakan yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan sekitar
wilayah budidaya. Akibat dari degradasi lingkungan ini adalah munculnya masalah penyakit yang
mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat bahkan mengakibatkan kematian. Selain itu isu penggunaan
antiobiotik pada pembudidayaan udang secara kurang bijaksana mengakibatkan produk yang dihasilkan dari
kegiatan budidaya tersebut tidak diterima di pasar internasional karena mengandung residu antibiotik.
Balai Budidaya Air Payau Situbondo sebagai berkewajiban untuk membantu para petambak untuk
memecahkan permasalahan tersebut serta melakukan pemantauan penggunaan antibiotik pada budidaya
udang. Oleh kerana itu Balai Budidaya Situbondo secara rutin menurunkan timnya untuk melakukan
pengawasan atau monitoring penyakit dan lingkungan. Wilayah pengawasan meliputi kawasan budidaya di
perairan pantai utara Jawa Timur mulai dari Kabupaten Banyuwangi hingga Kabupaten Rembang, dan Juga
di Kawasan Pantai Selatan Kabupaten Jember, Lumajang, Malang dan Blitar. Selain di kawasan budidaya di
Propinsi Jawa Timur, pengawasan juga di dilakukan di kawasan budidaya payau di Propinsi Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan juga di beberapa lokasi di Kalimantan dan Sulawesi.
Dalam kegiatan monitoring, pengumpulan data permasalahan budidaya dilakukan bukan hanya melalui
wawancara dengan pemilik atau teknisi tambak, tetapi juga dilakukan penggambilan sampel air dan udang
untuk selanjutnya di analisa di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Air Payau
Situbondo. Analisa air meliputi analisa bakteri, analisa kimia air (pH, salinitas, bahan organik, nitrat, amoniak,
alkalinitas, pospat, dan logam berat) dan juga analisa PCR untuk deteksi penyakit viral.
Hasil monitoring penyakit dan lingkungan yang dilaksanakan sejak tahun 2000 hingga pertengahan tahun
2010 menunjukkan bahwa secara umum perairan budidaya di daerah Jawa Timur, Bali dan Sumbawa pada
daerah tertentu kualitas air bakunya semakin menurun ditandai oleh semakin meningkatnya total organic
matter (TOM) antara 80-100 ppm, ketidak stabilan lingkungan (plankton, DO, suhu, pH), meningkatnya
bakteri vibrio Harvey104-106 cfu/ml, dan variasi penyakit khususnya udang semakin banyak. Namun pada
daerah-daerah tertentu lainnya masih menunjukkan layak untuk kegiatan budidaya ikan atau udang.
Sedangkan berdasarkan analisa PCR dari sampel yang diambil, beberapa menunjukkan hasil positif
terserang penyakit viral, namun demikian tidak sampai terjadi outbreak. Dari hasil monitoring penyajkit dan
lingkungan BBAP Situbondo, dapat disarankan agar dalam berbudiaya udang intensif kepadatan tebarnya
harus dikurangi yaitu antara 60-80 ekor/m2 yang semula di atas 100-250 ekor/m2, harus menggunakan benih
unggul yang SPR atau SPT, menggunakan imunostimulan dan probiotik, dan perlu adanya petakan tandon
dan pembuangan limbah sebelum limbah dibuang ke laut.

Anda mungkin juga menyukai