Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal
sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang
sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,
hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas
Texas pada
tahun
2008, yang
menyebabkan endemik sejenis
kusta
di Meksiko danKaribia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse
lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium lepraeditemukan oleh
seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun
1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal
sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen,
bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga
karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga
penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak
seharusnya diderita oleh pasien kusta.
Penyakit
ini
adalah
tipe
penyakit granulomatosa pada saraf
tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda
yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif,
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak
seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan
anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath.

BAB II
LAPORAN KASUS

JUDUL

: Punggung dan lengan kiriku ada bercak putih.

Seorang laki-laki, nama Herman usia 21tahun , seorang mahasiswa datang


ke poliklinik Rumah Sakit, dengan keluhan lengan kiri atas dan punggung sebelah
kanan, terdapat bercak putih selebar telapak tangan, tidak terasa gatal, tidak sakit
walaupun dicubit, bahkan tetap kering walaupun berkeringat. Bercak putih ini
mulai timbul sejak 6 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Makula hipopigmentasi , ukuran
plakat, batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, kering, atropi dan ada skuama halus.

BAB III
PEMBAHASAN

I Terminologi
Sikatriks: Terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan
kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Jaringan ini dapat lebih cekung
(sikatriks atropik), dan dapat lebih menonjol (sikatriks hipertrofik).1
Edema non pitting: Penumpukan cairan abnormal di dalam ruang intersel
yang apabila di tekan akan dapat kembali ke bentuk semula.
Limfadenitis: Peradangan pada salah satu atau lebih pada kelenjar getah
bening (kelenjar limfe). Limfadenitis dapat mengenai sebuah kelenjar getah
bening atau sekelompok kelenjar getah bening (regional adenopaty) dan dapat
terjadi unilateral atau bilateral.

II Masalah
1
2
3

Kaki bengkak di tungkai kiri bawah lutut


Tinggal di daerah yang banyak semak
Sebelumnya pasien demam dan diikuti pembengkakan di daerah inguinal,

dalam 1 tahun dapat terjadi 3-4 kali serangan


Pemeriksaan fisik : - Edema non pittingpada tungkai kiri
Limfadenitis dan pada pangkal paha kiri pasien di
dapatkan sikatriks

III

Hipotesis
Filariasis et causa
Filariasis et causa Brugria Malayi dan Timori

IV

Pemeriksaan Penunjang pada Filariasis


a

Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria didalam darah, cairan
hidrokel ataucairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, tehnik
konsentrasi Knott,membrane filtrasi dan tes profokatif dan DEC 100.
Pengambilan darah dilakukan malam hari mengingat periodisitas
mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi
kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai disaluran dan
kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.Diferensiasi
spesies dan stadium filaria yaitu dengan menggunakan pelacak DNAdan
spesies spesifik dan antibodi monoclonal untuk mengidentifikasi larva
filarialdalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat
membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang
menginfeksi hewan penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan
survey).

Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan USG pada skrotum dan kelenjar getah bening
inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak.
Ini berguna untuk evaluasi hasil pengobatan . Pemeriksaan limfosintigrafi
dengan menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat
radioaktif menunjukkan abnormalitas pada sistem limfatik sekalipun pada
penderita yang asimtomatik mikrofilaremia

Diagnosis immunologi
Dengan teknik ELISA dan ICT kedua teknik ini pada dasarnya
menggunakan antibodi monoclonal yang spesifik untuk mendeteksi
antigen W.brankrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan
adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah.
Pada stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi dalam

darah, tapi ada di cairan hidrokel atau cairan kiloria. Deteksiantigen


merupakan deteksi.2

V Penatalaksanaan
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai
dimasing-masing negara pun berbeda-beda. Diindonesia sendiri dosis yang
digunakan yaitu 5-6 mg/kg berat badan perhari, selama 10 hari. DEC bersifat
membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
Pengobatan ditujukan untuk membunuh parasit mencegah transmisi. Hingga
saat ini DEC adalah obat yang aman dikonsumsi, murah dan efektif.
Obat yang dipakai juga adalah ivermektin, ialah antibiotika golongan
makrolid yang mempunyai sktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit.
Obat ini hanya membunyh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih
ringan dari DEC. Diberikan dengan dosis 400 ug/kg berat badan.
Untuk program pemberantasan filariasis, pengobatan yang dianjurkan
adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dengan albendazol 400mg yang
diberikan sekali setahun secara masal pada penduduk didaerah endemis
selama minimal 5 tahun.2

VI

Pencegahan
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan
filariasis yang dapat dilakukan adalah :
1

Melaporkan ke puskesmas bila menemukan warga desa dengan

pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar,atau payudara.


Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari

3
4

oleh petugas kesehatan.


Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk

penular.
Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu
pada saat tidur.

VII

Komplikasi
Pada stadium menahun, dapat dijumpai hidrokel, limfedema, dan
elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai dan lengan, testis, payudara, dan
vulva, pada akhirnya akan menderita cacat menetap.

VIII Prognosis

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam


Apabila pada pasien ini dilakukan terapi dan pencegahan yang baik
maka fungsi-fungsi pada pasien ini masih baik.

Ad Sanationam : Dubia ad Malam


Dikarenakan pasien ini tinggal di daerah yang merupakan endemis
penyakit filariasis

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN
Penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropikal di
seluruh dunia. Penyebabnya adalah infeksi oleh sekelompok cacing nematoda
parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Gejala umum yang terlihat
adalah terjadinya elephantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah dan kantung
zakar, sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah.

Filariasis adalah masalah global, masalah kesehatan masyarakat yang


terjadi di India, China, dan Indonesia. Ketiga negara selama kurang lebih duapertiga dari total jumlah penduduk dunia diperkirakan terinfeksi. Di daerah
endemik, 10% mungkin menderita filariasis.
KLASIFIKASI
Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi 3 macam, berdasarkan bagian
tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik,
filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous
cavity). Filariasis limfatik disebabkan wucheria bancrofti, brugia malai, dan
brugia timori. Gelaja elephantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan
dibawahnya) sebenernya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B.timori
diketahui jarang menyerang kelamin, tetapi W. Bancrofti dapat menyerang
tungkai, dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh loa loa
(cacing mata afrika), mansonella perstans dan mansonella ozzardi, yang
menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat
penghisap darah.

Mekanisme Cacing Filaria Menginfeksi Manusia

Keterangan :
1

Nyamuk vektor menggigit manusia (contohnya Anopheles, Aedes, Culex,


Mansoni), larva stadium 3 yang ada di probosis nyamuk masuk ke
sirkulasi darah, lalu berkembang menjadi mikrofilaria, terjadilah
mikrofilaremia.

Mikrofilaria akan berkembang menjadi cacing dewasa, yang berdiam di

sistem limfatik.
Cacing cacing dewasa akan berkembang biak, dimana cacing betina akan

menghasilkan mikrofilaria lagi, yang berada di sirkulasi darah.


Nyamuk vektor menggigit manusia, mikrofilaria akan masuk ke probosis

nyamuk seiring dengan penghisapan darah.


Di perut nyamuk, mikrofilaria akan membuka sheath-nya dan menjadi
larva stadium 1. Larva stadium 1 akan menembus dinding perut nyamuk,
lalu bermigrasi ke otot thorax nyamuk, disini ia akan berkembang menjadi

larva stadium 3.
Larva stadium 3 (larva matur) bermigrasi ke probosis nyamuk. Lalu
nyamuk mencari makan, saat ia menggigit manusia, larva stadium 3 ini
akan masuk, ikut sirkulasi darah, dan berkembang menjadi mikrofilaria.3

ETIOLOGI
Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori sebagai
penyebab filariasis limfatik hidup eksklusif dalam tubuh manusia. Cacing berada
pada sistem limfatik pada network antara pembuluh limfe dan pembuluh darah
yang memelihara keseimbangan cairan tubuh dan merupakan komponen yang
esensial untuk sistem pertahanan imun tubuh. Cacing hidup selama 4-6 tahun
menghasilkan larva (microfilaria) yang akan ikut dalam sirkulasi darah.
MORFOLOGI
Wuchereria bancrofti
Bentuk cacing dewasa halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing
betina berukuran 65-100mm x 0,25mm dan yang jantan 40mm x 0,1mm. Cacing
betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dengan ukuran 250-300mikron. Pada
larva stadium I parasit memendek menyerupai sosis. Stadium II akan bertukar
kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang. Stadium III larva tumbuh makin
panjang dan lebih kurus.

Brugia malayi
Cacing dewasa bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih. Cacing betina
berukuran 55mm x 0,16 mm, cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung.
Ukuran mikrofilaria 200-260 mikron x 9 mikron. Cacing jantan 21-23mm x
0,09mm. Sama halnya dengan Wuchereria bancrofti, parasit akan berkembang
menjadi larva stadium I,II,III.

Brugia timori
Cacing dewasa bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih. Cacing betina
berukuran 21-39mm x 0,1mm, cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
bersarung. Ukuran mikrofilaria 280-310 mikron x 0,7 mikron. Cacing jantan
berukuran 13-23mm x 0,08mm. Sama halnya dengan Wuchereria bancrofti,
parasit akan berkembang menjadi larva stadium I,II,III.4

PEMBAGIAN FILARIASIS DAN GEJALANYA


1. Gejala Klinis Brugia
Stadium akut:
- Serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, hilang
timbul berulang kali.
- Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan sering
timbul setelah bekerja berat di lading atau sawah
- Kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai
saluran limfe lalu timbulah limfangitis retrograde.
- Peradangan pada saluran limfe dapat menjalar ke daerah sekitarnya sehingga
timbul infiltrasi pada seluruh paha atas
- Limfadenitis dapat berkembang menjadi bisul yang kemudian akan pecah, lalu
menjadi ulkus, dan setelah sembuh akan meninggalkan bekas sebagai jaringan
parut
- Pembesaran kelenjar limfe ini dapat juga dilihat sebagai tali yang memanjang
- Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena
- Elephantiasis hanya mengenai tungkai bawah, dibawah lutut, kadang lengan
dibawah siku
- Penyakit urogenital dan chyluria tidak pernah terjadi
- Secara klinis perbedaan gejala B. Malayi dan timori yaitu pada penderita B.
Timori adanya kantung air (water-bag) pada lesi dan fisura di pergelangan kaki.5

2. Gejala Klinis Bancrofti

- Gejala klinis disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup
maupun yang mati
- Stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis
- Pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening terutama
inguinal
- Pada pemeriksaan darah ditemukan microfilaria dalam jumlah besar dan
eosinofilia
- Saat cacing dewasa mati, microfilaria dapat menghilang tanpa pasien menyadari
adanya infeksi.5

Manifestasi akut dengan peradangan:


- Demam tinggi, menggigil, lesu, sakit kepala, muntah.
- Limfangitis dan limfadenitis, lebih sering di ekstremitas bawah, bisa mengenai
alat kelamin dan payudara.
- Berlangsung 3-15 hari dan bisa terjadi beberapa kali dalam setahun.
- Limfangitis akan meluas ke daerah distal dari kelenjar yang terkena tempat
cacing ini tinggal.
- Pada laki-laki, umumnya terdapat funikulitis disertai penebalan dan nyeri,
epididimitis, orkitis, dan pembengkakan skrotum.

Manifestasi kronik/menahun/dengan penyumbatan:


- Manifestasi utamanya adalah hidrokel, limfadema, elephantiasis yang mengenai
seluruh tungkai, lengan, testis, payudara, dan vulva.

- Kadang terjadi chyluria, yaitu urin menjadi berwarna putih susu yang terjadi
karena dilatasi pembuluh limfe pada sekretori dan urinary.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a

Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria didalam darah, cairan
hidrokel ataucairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, tehnik
konsentrasi Knott,membrane filtrasi dan tes profokatif dan DEC 100.
Pengambilan

darah

dilakukan

malam

hari

mengingat

periodisitas

mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi


kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai disaluran dan
kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.Diferensiasi
spesies dan stadium filaria yaitu dengan menggunakan pelacak DNAdan
spesies spesifik dan antibodi monoclonal untuk mengidentifikasi larva
filarialdalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat
membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang
menginfeksi hewan penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan
survey).
b

Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan USG pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal
pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna
untuk evaluasi hasil pengobatan . Pemeriksaan limfosintigrafi dengan
menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif
menunjukkan abnormalitas pada sistem limfatik sekalipun pada penderita
yang asimtomatik mikrofilaremia

Diagnosis immunologi
Dengan teknik ELISA dan ICT kedua teknik ini pada dasarnya
menggunakan antibodi monoclonal yang spesifik untuk mendeteksi antigen

W.brankrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan adanya


infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Pada
stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi dalam darah,
tapi ada di cairan hidrokel atau cairan kiloria. Deteksiantigen merupakan
deteksi
PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai
dimasing-masing negara pun berbeda-beda. Diindonesia sendiri dosis yang
digunakan yaitu 5-6 mg/kg berat badan perhari, selama 10 hari. DEC bersifat
membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
Pengobatan ditujukan untuk membunuh parasit mencegah transmisi. Hingga saat
ini DEC adalah obat yang aman dikonsumsi, murah dan efektif.
Obat yang dipakai juga adalah ivermektin, ialah antibiotika golongan
makrolid yang mempunyai sktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat
ini hanya membunyh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan
dari DEC. Diberikan dengan dosis 400 ug/kg berat badan.
Untuk program pemberantasan filariasis, pengobatan yang dianjurkan
adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dengan albendazol 400mg yang
diberikan sekali setahun secara masal pada penduduk didaerah endemis selama
minimal 5 tahun.

PENCEGAHAN
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan
filariasis yang dapat dilakukan adalah :
1

Melaporkan ke puskesmas bila menemukan warga desa dengan


pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar,atau payudara.

2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari
oleh petugas kesehatan.
3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk
penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu
pada saat tidur.

LIMFADENITIS
PATOFISIOLOGI LIMFADENITIS
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh.
Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya
di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah
bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk
mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel


pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar

getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya
infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan, bisa berupa
tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening.
Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di ujudaerah leher, ketiak,
dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai
mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi
lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng
pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan
mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak
sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar
tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau
keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda
dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah
di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.
Peningkatan ukuran kelenjar getah bening disebabkan
1.

Multiplikasi sel-sel di dalam node, termasuk limfosit, sel plasma, monosit,


histiosit

2. Infiltrasi sel dari luar nodus seperti sel ganas atau neutrofil
3. Pengeringan infeksi (misalnya abses) ke kelenjar getah bening lokal.

DEMAM
Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau
peradangan. Sebagai respons terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik
tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen yang, selain efek-efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada
pusat termoregulasi hipotalamus untuk menigkatkan Patokan thermostat.
Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak
mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika sebagai contoh, pirogen endogen

menaikkan titik patokan menjadi 102F (38,9C), maka hipotalamus mendeteksi


bahwa suhu normal prademam terlalu dingin sehingga bagian otak ini memicu
mekanisme-mekanisme respons dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102F.
Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera
meningkat, dan mendorong vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangi panas
yang keluar. Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan menyebabkan
menggigil yang sering terjadi pada permulaan demam. Karena merasa dingin
maka yang bersangkutan memakai selimut sebagai mekanisme volunteer untuk
membantu meningkatkan suhu tubuh dengan menahan panas tubuh. Setelah suhu
baru tercapai maka suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap
panas dan dingin tetapi dengan patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya
demam sebagai respons terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan
disebabkan oleh kerusakan mekanisme regulasi. Meskipun makna fisiologis
demam belum jelas namun banyak pakar kedokteran percaya bahwa peningkatan
suhu tubuh bermanfaat dalam mengatasi infeksi. Demam memperkuat respons
peradangan dan mungkin menghambat perkembangbiakan bakteri.6
Selama demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus
dengan memicu pelepasan local prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang
langsung mempengaruhi hipotalamus.6
Jenis-jenis demam:
1

Demam kontinu, yaitu demam terus menerus tanpa


pernah mencapai suhu normal dengan fluktuasi

kurang dari 1C.


Demam remiten, yaitu demam terus menerus tanpa
pernah mencapai suhu normal dengan fluktuasi

lebih dari 1C.


Demam intermiten, yaitu demam dengan fluktuasi
suhu yang besar sehingga kadang kadang mencapai
suhu normal.

EDEMA
Edema adalah penimbunan cairan yang berlebihan dalam jaringan.
Klasifikasi edema :
A Pitting edema
Pitting edema dapat ditunjukkan dengan menekan ke daerah yang bengkak
dengan menekan kulit dengan jari, jika ditekan menyebabkan lekukan
yang bertahan untuk beberapa waktu. Pitting edema dapat terjadi local
yaitu biasanya terbatas untuk ekstremitas bawah dan mungkin unilateral
Contohnya Deep Vein Thrombus, Stenosis Vena Central, Sindroma
Nefrotik, Efusi Pericardium, Pericarditis, Kerusakan Ginjal.7
Pitting edema juga bisa terjadi secara general
B Nonpitting edema
Jika ditekan tidak menghasilkan lekukan persisten. Nonpitting edema
dapat terjadi pada gangguan tertentu dari system limfatik seperti
lymphedema dan myxedema

Edema disebabkan oleh :


-

Permeabilitas kapiler yang meningkat


Protein plasma yang menurun
Tekanan hidrostatik vena yang meninggi
Obstruksi saluran limfe

Selain itu edema juga dapat disebabkan oleh :


-

Duduk atau berdiri di satu posisi yang terlalu lama


Kehamilan

Edema dapat merupakan efek samping dari beberapa obat :


-

Calcium chanel blocker


Obat anti inflamasi nonsteroid
Estrogen

penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan edema meliputi :

Gagal jantung kongestif


bila salah satu atau kedua bilik jantung lebih rendah dan kehilangan
kemampuan untuk memompa darah secara efektif.
Sirosis hati
Cairan bisa menumpuk di rongga perut dan kaki
Kerusakan ginjal
Kerusakan kecil, penyaringan pembuluh darah

diginjal

dapat

menyebabkan sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik terjadi penurunan


-

albumin dalam darah dan dapat menyebabkan akumulasi cairan dan edema
Kerusakan system limfatik
System limfatik tubuh membantu apabila terjadi kelebihan cairan di
jaringan, jika system ini rusak maka system limfatik tidak bekerja dengan
baik dan dapat menyebabkan edema.8

BAB V
KESIMPULAN

Penyakit filariasis pada kasus ini disebabkan oleh Brugria malayi atau timori
sesuai dengan gejala klinis yang tampak pada pasien tersebut. Pada stadium dini,
apabila penyakit ini segera diobati maka prognosis yang diperoleh akan baik.
Namun, pada stadium lanjut, penyakit ini akan memberikan prognosis yang jauh
lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA
1

Juanda A. Hamzah M. Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Ed 6.

Jakarta: FKUI, 2013. p. 36


Susanto I, Ismid IS, Pudji K, Sungkar S. BUKU AJAR PARASITOLOGI

KEDOKTERAN.Ed 4. Jakarta: Badan penerbit FK UI; 2008.p.32-42.


Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC;

2012.p.716-8.
Farrar J, Hotez PJ, Junghanss T, Kang G, Lalloo D, White N. Mansons

Tropical Diseases. China: Elsevier; 2014.p.737-898.


Pohan HT. Filariasis. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta:

FKUI;2006:1767-70.
Soedarmo S, Garna H, Rezeki S, Irawan H. Demam: pathogenesis dan
pengobatan. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI, 2012. p.21-

7
8

7.
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Edema (sembab). In:
Sudiono J, Juono L, Editors. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003. p.42-7
Williams L, Wilkins. Sign and Symptoms. America: Wolters Kluwer Health ,
2008. p. 236

Anda mungkin juga menyukai