Anda di halaman 1dari 44

Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

Makassar, 18 November 2016


LAPORAN PBL
MODUL SESAK
SKENARIO 1

KELOMPOK 13
11020140010 NURUL AINUN B.
11020150025 KAUZAR HIDAYAT SALAM
11020150041 ANDI SUHRIYANA
11020150055 ZIYAN NAFISAH
11020150067 REZKY DARMAWAN ARIFIN
11020150092 MAULUDDIN RAHMAT SARITA
11020150118 MUH. PASCA RIVALDI ALI. S
11020150135 FIFI NURFIAH SRIYANTI
11020150141 BASO SURIADI
11020150149 SYIFA SALSABILA
TUTOR : dr. DWI ANGGITA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehinngga LAPORAN PBL dari kelompok 13 ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat
kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada dr. Dwi Anggita yang telah banyak
membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat
salah baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga laporan hasil LAPORAN PBL ini dapat bermanfaat bagi
setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi
timpenyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat
memperluas pengetahuan mengenai scenario ini.

Makassar, 18 November 2016


Penyusun

SKENARIO 1
Seorang laki-laki 60 tahun datang ke rumah sakit karena sesak
napas. Keluhan ini sering disertai batuk. Ia memiliki riwayat sesak
berulang sejak 3 bulan lalu dan semakin memburuk terutama selama 1
minggu terakhir. Hasil pemeriksaan tanda vital: suhu 38.5 oC, denyut
nadi adalah 110x/menit, dan pernapasan 40x/menit yang tampak
terengah-engah pada pemeriksaan dada. Dokter melakukan tes
spirometri dan hasilnya menunjukkan PEF 60% dari nilai prediksi. Tes
oksimetri 80%. Dia adalah seorang perokok berat yang mulai merokok
sejak ia berusia 18 tahun. Dia biasanya merokok15 batang perhari,
tapi sejak gejala penyakitnya makin berat ia hanya merokok 5 batang
per hari.

1. KLARIFIKASI KATA SULIT


a. Spirometri
khususnya

: Prosedur evaluasi fungsi pulmonal yang paling umum


untuk

mengukur

volume

dan

kecepatan

udara

inspirasi/ekspirasi.2
b. PEF
: Kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa dicapai oleh
seseorang, dinyatakan dalam liter per menit (L/menit) atau liter per detik
(L/detik).2
c. Oksimetri

: Suatu metode noninvasive untuk mengukur saturasi

oksigen dan persentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen di


dalam darah.1

2. TENTUKAN KATA KUNCI


Seorang anak laki-laki 60 tahun
Sesak napas disertai batuk 3 bulan yang lalu dan memburuk 1 minggu
terakhir
Suhu 38.5oC, denyut nadi 110x/menit, pernapasan 40x/menit dan terengahengah pada pemeriksaan dada.
Tes spirometry PEF 60%
Tes oksimetri 80%
Penderita merupakan seorang perokok berat.

3. TENTUKAN

PROBLEM

KUNCI

DENGAN

MEMBUAT

PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Jelaskan mekanisme dari sesak!
2) Kandungan apa sajakah yang terkandung dalam rokok dan penyakit apa
sajakah yang dapat disebabkan oleh merokok?
3) Bagaimana hubungan antara riwayat merokok dengan keluhan yang
diderita oleh pasien pada skenario?
4) Jelaskan interpretasi dari tes spirometry dan tes oksimetry serta
hubungannya dengan keluhan penderita!
5) Jelaskan langkah-langkah diagnosis pada skenario beserta pemeriksaan
penunjangnya!
6) Apa DD dan diagnosis dari skenario? Bagaimanakah etiologi, manifestasi
klinis, patomekanisme dan komplikasi yang dapat ditimbulkan?
7) Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari diagnosis skenario?

8) Jelaskan bagaimana pandangan Islam terhadap skenario!

4. JAWABAN PERTANYAAN
1. Mekanisme sesak:
Dispnea sering disebut sebagai sesak napas, napas pendek,
breathlessness, atau shortness of breath. Dispnea adalah gejala subjektif
berupa keinginan penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara
pernapasan. Karena sifatnya subjetik, dispnea tidak dapat diukur (namun
terdapat gradasi sesak napas).3
Dispnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas dapat
ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah
meningkatnya tahanan jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas
atas,asma,

dan

pada

penyakit

obstruksi

kronik.

Berkurangnya

keteregangan paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti, edema,


dan pada penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dispnea. Kongesti
dan edema biasanya disebabkan oleh abnormalitas kerja jantung.
Penyebab lainnya adalah pengurangan ekspansi paru seperti pada efusi
pleura, pneumothoraks, kelemahan otot, dan deformitas rongga dada.3
Dalam mengevaluasi dispnea, perlu diperhatikan keadaan ketika
dispnea terjadi. Dispnea dapat terjadi pada perubahan posisi tubuh.
Dispnea yang terjadi pada posisi berbaring disebut ortopnea, biasanya
disebabkan karena gagal jantung. Jika seseorang mengeluh edak napas
tetapi dalam exercise tidak timbul sesak napas maka dapat dipastikan
keluhan sesak napasnya disebabkan oleh keadaan psikologis.3
Penyebab dispnea pada saluran pernapasan :
1. PPOK
2. Penyakit parenkim paru
3. Hipertensi pulmonal
Faktor mekanik di luar paru ( asites, obesitas, dan efusi pleura).3

2. Kandungan dalam rokok


Setiap rokok atau cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan
kimia dan 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni tubuh sedangkan
40 dari bahan tersebut bias menyebabkan
a. Nikotin
Menyebabkan ketergantungan. Nikotin menstimulasi otak untuk
terus bertambah jumlah nikotin yang dibutuhkan. Semakin lama,
nikotin dapat melumpuhkan rasa dan
b. Karbon monoksida
Gas
c. Timbal (Pb)
Timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5
ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari
akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah
hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa
dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2
bungkus
d. Tar
Tar
e. Arsenic
Unsur kimia yang digunakan untuk membunuh serangga terdiri
dari unsur-unsur:
1) Nitrogen Oksida
Unsur
2) Amonium karbonat
Zat
f. Amonia
Amonia
g. Formic acid
Zat
h. Acrolein
Zat
i. Hidrogen Cyanide
Sedikit
j. Nitrous oksida
Gas ini tidak berwarna. Jika zat ini terisap maka dapat
menimbulkan rasa sakit.4
k. Formaldehyde

Zat ini digunakan sebagai pengawet dalam laboratorium.4


l. Phenol
Campuran yang terdiri dari destilasi beberapa zat orgaanik.
Phenol terikat pada protein dan menghalangi aktivitas enzim.4
m. Acetol
Hasil pemanasan aldehyde (sejenis zat tidak berwarna yang bebas
bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.4
n. Hydrogen sulfide
Sejenis
o. Pyridine
Cairan tidak berwarna dengan bau yang tajam. Digunakan untuk
mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.4
p. Methyl chloride
Campuran
q. Methanol
Sejenis cairan ringan yang gampang menguap dan terbakar dapat
mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.4
Penyakit yang disebabkan oleh merokok:
a. Penyakit paru: kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik,
tuberkulosis paru, pneumonia, dan lain-lain oleh gas-gas oksidan yang
ada pada asap rokok.4
b. Penyakit jantung: hipertensi dan penyakit jantung koroner oleh karena
nikotin yang mempersempit pembuluh darah dan karbon monoksida
yang mengambil tempat oksigen berikatan dengan Hb dalam darah.4
c. Gastrointestinal:
d. Reproduksi: disfungsi ereksi atau biasa disebut impoten biasa terjadi
pada pria perokok akibat rokok yang bisa menyebabkan berkurangnya
jumlah sperma dan mempengaruhi mobilitas sperma.4
e. Kulit:

3. Hubungan antara riwayat merokok dengan keluhan pasien:


a. Batuk
Batuk adalah salah satu cara tubuh membersihkan saluran napas.
Serat afferent dari refleks batuk terletak di saraf trigeminus, saraf
glossofaring dan vagus. Ujung saraf ini terdapat pada mukosa saluran
pernapasan bagian atas sensitif terhadap bahan atau benda asing
b. Sesak

Asap

rokok

bersifat

siliotoksik

sehingga

mengakibatkan

hilangnya fungsi silia di saluran napas sehingga mekanisme


pengeluaran dahak terganggu. Sehingga terjadi penumpukan mucus
yang mengakibatkan terjadinya obstruksi atau penyumbatan saluran
napas.4
4. Interpretasi
a. Tes spirometri
Sebelum melakukan interprestasi hasil pemeriksaan terdapat
beberapa standar yang harus dipenuhi. American Thoracic Society
(ATS) mendefinisikan bahwa hasil spirometri yang baik adalah suatu
usaha ekspirasi yang menunjukkan (1) gangguan minimal pada saat
awal ekspirasi paksa, (2) tidak ada batuk pada detik pertama ekshalasi
paksa, dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a)
peningkatan kurva linier yang halus dari volumetime ke fase plateau
dengan durasi sedikitnya 1 detik; (b) jika pemeriksaan gagal untuk
memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/
forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau (c) ketika pasien tidak
mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan
alasan medis.2
Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV 1
dan FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan
(beberapa tipe spirometri dapat menghitung nilai normal dengan
memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC
yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya
dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya
untuk mendapatkan persentase nilai prediksi.2
a. Fungsi Paru Normal
Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80 % dan FVC
>80%.

Gambar 2. Normal Spirometri.


PEF: peak expiratory flow; RV: residual volume; TLC: total lung capacity.
(sumber : Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R)
Pulmonary Subspeciality Consult, The, 1st Edition. 2006)

b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD)


Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan
saluran napas dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan
mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi
nonelastik dan akan bermanifestasi pada penurunan volume
dinamik. Kelainan ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%.
FEV1 akan selalu berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah
yang besar, sedangkan FVC dapat tidak berkurang. Pada orang
sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV1:FVC, namun nilai
FEV1 dan FVC tetap normal. Ketika sudah ditetapkan diagnosis
OVD,

maka

selanjutnya

menilai:

beratnya

obstruksi,

kemungkinan reversibelitas dari obstruksi, menentukan adanya


hiperinflasi, dan air trapping.2

Gambar 3. Spirometri Obstruktif.


PEF: peak expiratory flow; RV:residual volume; TLC:total lung capacity.
(sumber : Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R) Pulmonary
Subspeciality Consult, The, 1st Edition. 2006)

Derajat
Obstruksi
Ringan
Sedang
Sedang
-berat
Berat
Sangat
berat

% pred FEV 1

Tabel 2. Derajat Obstruksi

70 79% pred
60 69% pred
50 59% pred
35 49% pred
< 35% pred

c. Restrictive Ventilatory Defects (RVD)


Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan
dalam pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan
dalam mengatasi resistensi elastik. Manifestasi spirometrik yang
biasanya timbul akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume
statik. RVD menunjukkan reduksi patologik pada TLC (<80%).2

Gambar 4. Spirometri Restriktif.


PEF: peak expiratory flow; RV: residual volume; TLC: total lung capacity.
(sumber : Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R) Pulmonary
Subspeciality Consult, The, 1st Edition. 2006)

Derajat
Restriksi
Ringan
Sedang
Sedang
-berat
Berat
Sangat
berat

% pred FVC
70 79% pred
60 69% pred
50 59% pred
35 49% pred
< 35% pred

Dari hasil penilaian pemeriksaan spirometri, penilaian fungsi faal paru


dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4. Tabel
V
N
a
o
l
r
u
m
e
a
l

Penilaian Pemeriksaan Spirometri


O
R
K
b
e
o
s
s
m
t
t
b
r
r
i
u
i
n
k
k
a
s
s
s
i
i
i

O
b
s
t
r
u
k
s
i
&

F
V
C

F
E
V
1

>
8
0
%
p
r
e
d
(
N
)
A
t
a
u
>
8
0
%
p
r
e

R
e
s
t
r
i
k
s
i
<
N

<
N

8
0
%
P
r
e
d

<
<
N

N
/
<
N

8
0
%
P
r

F
E
V
1
/
F
V
C
(
F
E
V
1
%
)
F
V
C
/
F
V
C

d
(
N
)
N

e
d

<
<

(
>
7
0
%
)

7
0
%

>
7
0
%

>
<
8
0
%

p
r
e
d
(
F
V
C
%
)
T
L
C

8
0

<

7
0
%

2
0
%

N
o
t
e
s

8
0
%

S
e
v
e
r
i
t
y

p
r
e
d
S
e
v
e
r
i
t
y

%
p
r
e
d

F
E
V
1
(
=
F
E
V
1
/
F
E
V
1
P
r
e

p
r
e
d
F
V
C
(
=
F
V
C
/
F
V
C
p
r
e
d

d
)

b. Tes Oksimetri
Tes Oksimetri adalah suatu metode noninvasif 1 untuk mengukur
saturasi oksigen dan persentase hemoglobin yang berikatan dengan
oksigen di dalam darah. Dalam beberapa tahun terakhir oksimetri
telah mengalami kemajuan teknologi yang pesat. Karena ukurannya
kecil dan harga yang terjangkau, oksimetri telah banyak digunakan di
tempat pelayanan kesehatan yang mencakup perawatan intensif, ruang
rehabilitasi, dan monitoring pasien anestesia. Data yang ada telah
melaporkan bahwa oksimetri dapat digunakan pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan akut2 (termasuk serangan asma akut) dan
follow up gangguan pernapasan kronik. Prinsip penggunaannya
sebagai alat untuk mengukur kejenuhan HbO2 pada pembuluh darah
tepi yang diletakkan pada ujung ibu jari atau daun telinga. Saturasi
oksigen normal dalam tubuh adalah antara 95 100 %.1

5.

Langkah-langkah diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan awal: disebabkan adanya gangguan fisiologis akut, seperti
serangan asma bronkhial, emboli pari, pneumotoraks, atau infark
miokard. Serangan berkepanjangan selama berhari-berhari lebih
sering akibay eksaserbasi penyakit paru kronik atau perkembangan
proses sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura atau gagal

jantung kongestif.5
Gejala yang menyertai:
a) Nyeri dada disertai sesak kemungkinan akibat emboli paru,
infarka miokard, atau penyakir pleura.

b) Batuk disertai dispnea , khususnya sputum purulen biasanya


akibat infeksi saluran nafas, atau proses radang kronik. Contoh
pada bronkhitis atau radang mukosa saluran nafas lainnya.
c) Demam dan menggigil, mendukung adanya infeksi.
d) Hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskular. Contoh

pada emboli paru, tumor, atau radang saluran nafas.5


Terpajan keadaan lingkungan atau obat tertentu:
a) Alergen seperti serbuk, jamur, atau zat kimia mengakibatkan
terjadi

bronkospasme

dengan

bentuk

keluhan

sesak.

Anamnesis mesti mencakup riwayat terpapar penyebab alergi.


b) Debu, asap, & bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan
nafas berakibat terjadinya bronkospasme pada pasien yang
sensitif. Menghindari merupakan pencegahannya.
c) Obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan
reaksi hipersensitivitas.5
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital: Menentukan keparahan penyakit.
a) Temperatur: <35'c atau >45'c = gawat darurat
b) Pulsus Paradoksus : >10mmHg, tanda ini bermanfaat
dalam

menentukan

adanya

kemungkinan

udara

terperangkap (air trapping). Contoh pada asma dan PPOK


ekstraserbasi akut. Peningkatan obstruksi saluran nafas
meningkatkan pulsus paradoksus, begitu sebaliknya.
c) Frekuensi Nafas: <5x/menit mengisyaratkan hipoventilasi
& kemungkinan besar respiratory arrest. >35x/menit

mengisyaratkan gangguan parah.5


Inspeksi
a) Pasien mengantuk dengan nafas lambat & pendek, bisa
disebabkan obay tertentu, retensi CO2, atau gangguan
sistem

saraf

pusat,

misal:

strok,

edema

serebral,

pendarahan subaraknoid.
b) Gelisah nafas cepat, bisa disebabkan hipoksemia berat
karna primer penyakit paru/saluran nafas, jantung, atau
bisa juga serangan cemas ( anxiety attack ), histerical
attack.

c) Kontraksi otot bantu nafas, dapat mengungkapkan adanya


tanda obstruksi saluran nafas.
d) Asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal dapat
pula dideteksi selama pemeriksaan otot-otot nafas pada
tension pneumotorak, suatu keadaan gawat darurat, paru
yang terkena akan membesar pada setiap inspirasi &
trakhea akan terdorong ke sisi sebelahnya.
e) Peninggian vena jugularis menandakan

adanya

peninhkatab tekanan atrium kanan.5


Palpasi
a) Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang
dirasakan drngan palpasi bagian lateral bahwa rib cage
paru

bersangkutan

menunjukkan

adanya

gangguan

pengembangan pada hemitoraks tersebut.


b) Fremitus Taktil, menyuruh pasien menyebut angka 77
berulang ulang, palpasi pada area yang mengalami
atelektasis seperti yang terjadi pada bronkus yang
tersumbat atau area yang ada efusi pleura. Peningkatan
fremitus disebabkan oleh konsolidasi parenkim pada suatu

area yang mengalami inflamasi.5


Perkusi
a) Hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru, seperti
terjadi selama serangan asma akut, emfisema, juga pda
pneumotorak.
b) Redup (dullness) pada perkisi menunjukkan konsolidasi

paru atau eduai pleura.5


Auskultasi
a) Penurunam intensitas suara nafas pada kedua bidang paru,
mengisyaratkan obstruksi saluran nafas.
b) Ronki kasar&nyaring mengisyaratkan

penyempitan

saluran afas, obstruksi parsial.


c) Roki basah halus, mengisyaratkan parenkim paru berisi
cairan.
d) Ronki bilateral dengan irama gallop, mengisyaratkan
gagal gagal jantung kongestif.

e) Ronki setempat sesuai konsolidasi paru di tempat tersebut.


f) Egofoni, dengan menyuruh menyebut huruf i/e,
mengisyaratkan konsolidasi.
g) Pekak dan sakit dada, kemungkinan friction rub.5
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Dahak
Tes Cairan Pleura
Analisis Gas Darah

6.

Diagnosis Banding
a. Asma
Definisi
Gejala

Nama
penyakit

Sesak

Batuk

Suhu
Tubuh

Nadi

Pernafasan

Usia

Riwayat
Merokok

PPOK

>55
tahun

TB Paru

Anak
dan
dewasa

Asma

>5
tahun

Bronkiektasis

>50
tahun

Asma adalah gangguan radang kronik saluran napas.


Saluran

napas

yang

mengalami

radang

kronik

bersifat

hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko


tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan

meningkatnya proses radang.5


Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum
diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma
adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma

sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non


imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan
oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbukserbuk, bulu- bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.5
Asma gabungan: bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.5
a. Faktor predisposisi
Genetik: Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya
yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.5
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan.

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora


jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut.
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan
kulit.
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan.5
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadang- kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.5
3. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma
yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang
mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum
bisa diobati.5
4. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab


terjadinya serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.5
5. Olahraga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.5


Patomekanisme
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan
napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga
reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas,
pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki
dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan
kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus yang
sangat banyak. Selain itu, reseptor - dan - adrenergik dari

sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi
terjadi

ketika

reseptor

adrenergik

yang

dirangsang.

Keseimbangan antara reseptor - dan - adrenergik dikendalikan


terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor - mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah
pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel
mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor - mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan - adrenergik terjadi pada individu
dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan

pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.5


Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial
adalah batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi
pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak
dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan
napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma
dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang
fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup.5

Karakteristik

Terkontrol
(semua di bawah ini)

Terkontrol
(muncul

sebagian
salah

satu Tidak terkontrol

pada minggu tertentu)

Gejala siang hari


Keterbatasan

Tidak ada ( 2 kali /


minggu)
Tidak ada

aktivitas
Gejala

> 2 kali / minggu

asma
Ada

terbangun

Tidak ada

Ada

Malam hari

pelega

( 2 kali / minggu)
paru

(APE or VEP1)

sebagian

muncul

pada

minggu

tertentu
(kejadian eksaserbasi

Normal

> 2 kali / minggu

akan dinilai sebagai


minggu

terbaik pasien tersebut

Komplikasi

mungkin timbul adalah :


1. Pneumothoraks
2. Pneumomediastinum
3. Atelektasis
4. Aspergilosis
5. Gagal napas
6. Bronkhitis
7. Fraktur iga.5
b. TB Paru
Definisi

asma

< 80% prediksi atau nilai terkontrol)

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang

terkontrol

pada minggu manapun

Kebutuhan obat Tidak ada

Fungsi

3 atau lebih fitur

tidak

Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang


menyerang hampir semua organ tubuh manusia dan yang
terbanyak adalah paru-paru. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis.5

Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri
ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal
juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).5
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA
positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah
kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.5

Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor


lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
-

Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki


risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB.

Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang


memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB.
Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi
makrofag dan membatasi pertumbuhan Mycobacterium.
Penurunan

kadar

vitamin

dalam

serum

akan

meningkatkan risiko terinfeksi TB.


-

Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit


seperti keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum
memiliki risiko untuk terkena TB.

Immunocompromised,

seseorang

yang

terkena

HIV

memiliki risiko untuk terkena TB primer ataupun


reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti
kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko
untuk terkena TB.
-

Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus


TB lebih banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa
muda dan anak- anak.5

2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB
akan berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal

di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki


risiko lebih tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosioekonomi
juga berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana
sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena TB.5
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain
adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB
aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan,
lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik),
dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau
panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa
aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama
dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Berarti bayi dari
seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya,
semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik
renik (droplet nuclei) yang infeksius.5

Patomekanisme
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga
basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian
bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil
tuberkel

membangkitkan

reaksi

peradangan.

Leukosit

polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit


bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut.

Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag.


Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus
difagositatau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10 sampai 20 hari.5
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer
atau fokus Ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garisgaris fibrotik, kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar.5
Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa.
TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
region atas paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
tuberkel yakni suatu granuloma yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringa n ikat
sekitar dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi

lembek

membentuk

perkejuan.

Bila

jaringan

perkejuan

dibatukkan, akan menimbulkan kavitas.5

Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak
selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
(Depkes, 2007).5
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah
paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.5
1. Gejala respiratori
Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak
bergejala sampai gejala yang cukup berat bergantung dari
luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :

a. Batuk produktif 2 minggu.


b. Batuk darah.

c. Sesak nafas.
d. Nyeri dada.5
2. Gejala sistemik
Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :
a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Anoreksia.
d. Berat badan menurun.5

Komplikasi
1) Batuk darah
2) Pneumotoraks
3) Gagal napas
4) Gagal jantung
5) Efusi pleura.5

c. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit
paru kronik yang bisa dicegah dan diobati. PPOK ditandai dengan
adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya

respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya


(GOLD, 2015). Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK
disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang
bervariasi pada setiap individu. PPOK sering mengenai individu
pada usia pertengahan yang memiliki riwayat merokok jangka
panjang. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan
definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis
klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (PDPI,
2011).6

Etiologi
Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan
obstruksi saluran napas yang bersifar irreversible. Gejala yang
ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan
gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang
utama adalah emfisema, bronchitis kronik, dan perokok berat.
Yang karakteristik dari bronchitis kronik adalah adanya
penyempitan dinding bronkus, sedangkan dari emfisema adalah
diagnosis histopatologinya, sementara itu pada perokok berat
adalah diagnosis kebiasaan merokok.6

Patomekanisme
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi
yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan
pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam
paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang

sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan


restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.
Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi
adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(FEV1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (FEV1/FVC) (Sherwood, 2011).6
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan
fisiologi utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang
khas pada saluran napas bagian proksimal, perifer, parenkim dan
vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya penebalan
pada saluran napas kecil dengan peningkatan formasi folikel
limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen saluran
napas

kecil

berkurang

akibat

penebalan

mukosa

yang

mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat


sakit.6
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan
berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal
bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas
polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi.
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar,
aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor
kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4,

tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide


(MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS).6
Faktor-faktor

tersebut

akan

merangsang

neutrofil

melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim


paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi
mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses
inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan
makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul
oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim
superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang
toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari
ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah
menjadi anion hipohalida (HOCl).6
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada
sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus

mengalami

kelumpuhan

atau

disfungsional

serta

metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus


dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.6

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang


terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator
peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang
di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Parenkim paru kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps , sehingga
dapat terjadi sesak nafas (GOLD, 2015).6

Manifestasi Klinis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien
berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB
paru, bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru kronik lainnya
dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan
diagnosis ( Jindal dan Gupta, 2004).6
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK
adalah sebagai berikut (COPD Health Center, 2010) :
a. Batuk

kronik

Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan


dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan
yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau
intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak

kronik

Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum.


Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus

menerus tanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk dan dahak


kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak

napas

Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien


sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat
progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran
sesak napas sesuai skala sesak
d. Mengi
Mengi atau wheezing adalah suara memanjang yang
disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan dengan
aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut dihasilkan
oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dengan jaringan
sekitarnya. Karena secara umum saluran pernapasan lebih
sempit pada saat ekspirasi, maka mengi dapat terdengar lebih
jelas pada saat fase ekspirasi. Pada pasien PPOK juga
terdapat mengi pada fase ekspirasi. Mengi polifonik
merupakan jenis mengi yang paling banyak terdapat pada
pasien PPOK. Terdapat suara jamak simultan dengan
berbagai nada yang terjadi pada fase ekspirasi dan
menunjukan penyakit saluran pernafasan yang difus (Sylvia
dan Lorraine, 2006)
e. Ronkhi
Ronkhi merupakan bunyi diskontinu singkat yang meletupletup yang terdengar pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
Ronkhi mencerminkan adanya letupan mendadak jalan nafas
kecil yang sebelumnya tertutup. Ronkhi juga dapat
disebabkan oleh penutupan jalan nafas regional dikarenakan
penimbunan mucus pada saluran nafas. Pada pasien PPOK

dapat pula terjadi ronhki meskipun bukan gejala khas dari


PPOK (Sylvia dan Lorraine, 2006)
f. Penurunan

Aktivitas

Penderita PPOK akan mengalami penurunan kapasitas


fungsional dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemampuan
fisik yang terbatas pada penderita PPOK lebih dipengaruhi
oleh fungsi otot skeletal atau perifer. Pada penderita PPOK
ditemukan kelemahan otot perifer disebabkan oleh hipoksia,
hiperkapnia, inflamasi dan malnutrisi kronis (Sylvia dan
Lorraine, 2006).6
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurangkurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan
faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak
nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang
yang berusia pertengahan atau yang lebih tua (Sciurba, 2004).6

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal
napas kronik,gagal napas akut, infeksi berulang, dank or
pulmonale.6

d. Bronkiektasis

Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri
dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan
kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris,
fusiform, dan kistik atau sakular.5

Etiologi
Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak.
Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan
oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan
P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan
Staphylococus Aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya
pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis
ditemukan pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus
lainnya, seperti adenovirus atau virus influenza.5
Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan
penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirup
gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung dan lainlain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum
diketahui dengan pasti karena bronkektasis dapat ditemukan pula
pada pasien kolitis ulseratif, reumathoid artritis, dan sindrom
Sjorgen.5
Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau
kongenital, biasanya kelainan imunologi berupa kekurangan
globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau
kekurangan alfa-1antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom
Kartagener, kekurangan kartilago bronkus, dan kifoskoliosis
kongenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau
tuberkulosis paru.5

Manifestasi Klinis
Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala
timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul
tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya
komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum
yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling
sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi
yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan
bronkektasis.5
Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu
lobus saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya
batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu.
Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.5
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terusmenerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang
bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya
dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan
turun, anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis
timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan
satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila
terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.5
Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat
rongki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan
menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang dapat
ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi
yang redup dan suara napas yang melemah bila terdapat
komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50%
kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda
kor pulmonal.5

Komplikasi

1) Bronkhitis kronik
2) Pneumonia dengan atau tanpa atelectasis
3) Pleuritic
4) Efusi pleura
5) Empyema
6) Hemoptysis
7) Kor Pulmonal Kronik (KPK).5
7. Pencegahan dan Penatalaksanaan.
a. Penatalaksanaan
Berdasarakan dari keluhan yang dialami si pasien dan dari tanda
pemeriksaan penunjang. Diagnosa utama yaitu PPOK. Adapun
penatapelaksanaan dari penyakit PPOK di kelompokkan menjadi 2
kondisi.7
Tata Laksana PPOK Stabil
Penata laksanaan non farmakologi dan farmakologi. Penata
pelaksanan non-farmakologi pada pasien PPOK berdasarkan
penilian resiko eksaserbasi dan gejala, yaitu:
1. Pasien kelompok A: smoking cessation ( konseling terapi
pengganti nikotin), aktivitas fisik.
2. Pasien kelompok B,C,D : smoking cessastion

rehabilitasi

pulmonal, aktivitas fisik.7


Penata pelaksanaan farmakologi
Group

Rekomendasi

pasien
A

pertama
Antikolinergik kerja

pilihan Pilihan alternatif

cepat
Atau B2 agonis kerja
cepat

kerja lama
Atau
B2
Agonis kerja
lama

Terapi

lain

memungkinkan
Teofilin

yang

Atau

B2

Agoni kerja
cepat+
Antikolinerg
ik
B

Antikolinergik kerja

lama
Atau

cepat
Antikolinerg

B2 agonis kerja cepat

ik lama + B2 dan/
B2

Agonis

agonis kerja antikolinergik

kerja lama

kerja

Kortikosteroid

atau
kerja

lama

cepat

Anti

Teofilin
B2 agonis kerja

Inhalasi + B2 agonis

kolinergik

cepat dan / atau

kerja lama
Atau Antikolinergik

kerja lama
Atau

antikolinergik

kerja lama

kerja cepat

anatikolinerg
ik kerja lama Teofilin
+ inhibitor
fosfodiestera

se-4 (PDE-4)
Atau
B2
Agonis kerja
lama

inhibitor
D

Kortikosteroid

PDE-4
Kortikosteroi Karbosistein

inhalasi + B2 Agonis

d inhalasi +

kerja lama
Dan / atau

B2
anti

Agonis B2 agonis kerja cepat

kerja lama+ dan/

kolinergik kerja lama

antikolinergi

antikolinergik

k kerja lama cepat


Atau steroid

tau
kerja

inhalasi + B2
Agonis kerja Teofilin
lama+
inhibitor

PED-4
Atau
antikolinergi
k

kerja

lama+

B2

Agonis kerja

lama
Atau
antikolinergi
k

kerja

lama+
inhibitor
PED-4
Sumber : GOLD 2014

Tata Laksana PPOK Eksaserbasi


Kriteria PPOK eksaserbasi antara lain sputum berubah warna
atau semakin banyak dan sesak napas memberat. Penatalaksana
yang dilakukan, yaitu:
1. Penilaian awal ( derajat kesadaran)
2. Pemeriksaan penunjang
3. Bronkidilator : B2 agonis kerja dengan kerja cepat dengan/
tanpa anti kolinergik [ kerja cepat cepat.
a) Nebulizer; agonis B2 kerja cepat ( salbutamol)+ anti
kolinergik [2,5+0,5mg]. Lama kerja: 4-8 jam
b) Xantin IV bolus dan drip.
Contoh: amino filin ( sedian oral: 200 mg.IV:
240mg,lama kerja bervariasi hingga 24 jam).7

4. Kortiko steroid sistemik


Mempercepat waktu pemulihan, meningkatkan fungsi
paru dan hipoksemia arteri: menurunkan resiko relaps,
kegagalan trpai dab durasi rawat inap.
Dianjurkan pembberian prednison 30-40 mg selama 10-14
hari. Diberikan PO untuk eksaserbasi ringan sedang ataunIV
eksaserbasi sebaiknya < 2 minggu untuk mencegah efek
samping.7
5. Antibiotik
Indikasi pemberian jika salah satu gejala kardinal atau
pasien yang mebutuhkan ventalasi mekanik. Pemilihan
regimen antibiotik bergantubg dari data prevalensi bakteri
setempat.

Dianjurkan

untuk

menggunakan

antibiotik

spektrum sempit jika memiliki riwayat penggunaan antibiotik


sebelumnya ( amoksisilin 500 mg 3x/ hari PO 3-14 hari atau
deoksisiklin 100mg 2x/hari PO 5 hari atau levofloksasin 100
mg2x/ hari PO 3-14 hari) atau spektrum luas jika diketahui
terdapat resistensi antibiotik ( amoksisilin / klavulanat 875
mg 2x/ hari ataua 500 mg 1x/hari PO 5 hari). Dapat diberika
lewat intravena dirumah sakit.7
6. Terapi suporatif. Tergantung dari keadaan pasien.
Contoh: pemberian obat diuretik, bila ada retensi cairan.7
b. Pencegahan
Menghentikan kebiasaan merokok pada pasien PPOK dalam
rangka mengurangi progresivitas penyakit. Bila pasien dapat berhenti
merokok maka progresivitas penurunan FEV 1- nya dapat diperkecil.
Pasien PPOK mengalami penurunan FEV 1 > 50 ml pertahun ( pada
orang normal penurunan FEV 1 hanya 18 ml pertahun). Strategi yang
dianjurkan oleh Public Health Service report USA adalah:

Ask: lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan


Advice: terangkan tentang keburukan/ dampak meroko sehingga

pasien didesak atau berhenti merokok


Assess: yakinkan pasien untuk berhenti merokok

Assist : bantu pasien dalam program berhenti merokok


Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intensif,
bila usaha pertama masih belum maksimal.8
Beberapa usaha untuk berhenti merokok seperti: pemakaian

nikotin gum, pacth, spray/inhaler, obat-obat klonidin, bupropion tidak


ada salahnya untuk dicoba.8

8. Pandangan Islam
Rokok mengandung ribuan racun yang secara kedokteran telah
terbukti membahayakan kesehatan. Bahkan membunuh penggunanya
secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:






Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisaa: 29).9
Jika berbicara mengenai hukum merokok maka akan banyak pendapat
yang bermunculan. Bahkan diantara para ulama sendiripun mengalami
perbedaan pendapat.9
Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi
patokan hukum merokok, yakni larangan melakukan segala
sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau
kemafsadatan.9

Para ulama menegaskan haramnya merokok berdasarkan kesepakatan


para dokter di masa itu, yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya
terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk
kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya
darah dan berakhir dengan kematian mendadak.9
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:




Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi
orang lain baik permulaan ataupun balasan. (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di
shahihkan oleh Albani).9
Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan
dunia kedoktera di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai
jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit
pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi,
pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh.9

7. HASIL ANALISA & SINTESIS SEMUA INFORMASI


Dari skenario dan berbagai informasi yang telah didapatkan dapat
disimpulkan bahwa si pasien menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Hal itu
terlihat dari pasien yang merupakan perokok berat sejak usia 18 tahun dan
mengkonsumsi rokok setidaknya 15 batang per hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arvien, Kliegman, Behrman, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol.1 Edisi 15.
Hal: 321.
2. Anna Uyainah, Zulkifli Amin, Feisal Thufeilsyah. Spirometri. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Vol.1. May 2014.
3. Djojodibroto, R.Darmanto. 2014. Respirologi ( Respiratory Medicine ). Ed. 2.
EGC: Jakarta.
4. Repository.usu.ac.id
5. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2015.
6. Digilib.unimus.ac.id
7. Pradipta, Eka Adip & dkk. Kapita Selekta Kedokteran essentials of medicine
. 2014. Jakarta : Media Aesculapius. Edisi IV. jilid II halaman 825-826.
8. Alwi, Idrus & dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2014. Jakarta: Interna
Publishing. Edisi VI. Jilid II halaman 1606-1607.

9. Yunus, Muhammad. 2009. Kitab Rokok: Nikmat dan Mudhorot yang


Menghalalkan atau yang Mengharakam.Yogyakarta:Kutub.

Anda mungkin juga menyukai