Anda di halaman 1dari 9

TINGKAT MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI KLINIK GRIYA BROMO MALANG


Motivation Degree with Drinking Drug Compliance in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus
in Griya Bromo Malangs Clinic
Ester Yunita Puspitasari1, Sih Ageng Lumadi2, Feriana Ira H.2
1
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Stikes Maharani Malang
2
Dosen Ilmu Keperawatan Stikes Maharani, Jl. Simpang Candi Panggung, Malang
ABSTRACT
Successful management of diabetes is influenced by the patient's motivation and self-awareness to
manage blood sugar control, one of which is to comply with medication therapy. This study aims to
determine the relationship between motivation with medication adherence in patients with type 2
diabetes in the clinic Griya Bromo Malang. The method used case control method. A sample of 30
respondents taken with total sampling technique. Analysis of the data used was the test of
Contingency Lamda with the result p = 0,011 < = 0.05, which mean that there was a relationship
between motivation and adherence of type 2 diabetes patients in the clinic Griya Bromo Malang.
To achieve successful management of diabetes, motivation is important thing for patients in
managing blood sugar control, one of which is to comply with medication therapy. Suggestion of
this research is referral or in depth education will be the importance of motivation to comply with
treatment of diabetes therapy which is not just for the patient but for their family too.
Keywords: motivation, adherence, management of DM
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan
gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah
yang melebihi batas normal (hiperglikemi)
akibat dari kelainan sekresi insulin, aktivitas
insulin, maupun keduanya (Pratita, 2012).
Peningkatan kadar gula darah yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan berbagai
komplikasi kerusakan organ seperti ginjal,
mata, saraf, dan peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler (Loghmani, 2005). Berbagai
komplikasi diabetes melitus tersebut menjadi
penyebab kematian terbesar ke empat di
dunia, sedangkan prevalensi dari pasien DM
terus menerus mengalami peningkatan setiap
tahunnya (Pratita, 2012).World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih
dari 346 juta orang di seluruh dunia
mengidap diabetes (WHO, 2014). Laporan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 oleh Departemen Kesehatan,
menunjukkan bahwa prevalensi DM di
Indonesia mengalami peningkatan dari 1,1%
(2007) menjadi 2,1% (2013). Peningkatan
prevalensi pasien DM
diikuti dengan
peningkatan terjadinya komplikasi yang
mengikuti penyakit DM tersebut. Intervensi
farmakologi DM bertujuan untuk menjaga
kestabilan gula darah sehingga dapat
mencegah komplikasi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien (Ambarwati, 2012).

Intervensi farmakologi DM perlu dilakukan


secara rutin seumur hidup karena DM
merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara permanen. Proses
pengobatan (intervensi farmakologi) yang
berlangsung seumur hidup ini seringkali
menyebabkan pasien merasa jenuh dan
mengakibatkan pasien menjadi tidak patuh
dalam pengobatan (Pratita, 2012).
Ketidakpatuhan ini selalu menjadi
hambatan
untuk
tercapainya
usaha
pengendalian glukosa darah, mengakibatkan
ketidakstabilan
gula
darah
serta
meningkatkan resiko komplikasi dan
bertambah parahnya penyakit yang diderita
serta berakibat diabetisi memerlukan
pemeriksaan atau pengobatan tambahan yang
sebetulnya tidak diperlukan (Utomo et al.,
2011; Pratita, 2012). Oleh sebab itu
kepatuhan minum obat menjadi hal yang
penting dalam mendukung keberhasilan
usaha pengendalian kadar gula darah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang
mempunyai
kepatuhan
minum
obat
mempunyai peluang 4 kali lebih besar untuk
berhasil dalam pengelolaan DM tipe 2
dibandingkan dengan yang tidak patuh
(Utomo et al., 2011).
Tingkat kepatuhan minum obat secara
umum dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti; pendidikan, pengetahuan, sikap,
motivasi, dan persepsi pasien tentang
1

keparahan penyakit (Tombokan et al., 2015).


Hasil penelitian menyatakan bahwa motivasi
merupakan salah satu faktor penting yang
mendukung kepatuhan berobat pasien
diabetes melitus (Tombokan et al,. 2015).
Motivasi penderita diabetes melitus dalam
mengontrol kadar gula darah terdiri dari dua
jenis, yaitu motivasi intrinsik yang datangnya
dari dalam diri individu itu sendiri, seperti
kepatuhan dan keteraturan dalam berobat
atau terapi medis, sedangkan motivasi
ekstrinsik
merupakan
motivasi
yang
datangnya dari luar diri sendiri seperti
dukungan keluarga, teman dekat, tokoh
masyarakat,
dukungan
ekonomi
dan
dukungan petugas kesehatan (Sujana, 2012).
Keberhasilan
pengelolaan
DM
tergantung pada motivasi dan kesadaran diri
pasien itu sendiri untuk melakukan
manajemen kontrol gula darah yang
dirancang untuk mengontrol gejala dan
pencegahan komplikasi. Motivasi pasien DM
dapat berfluktuasi disebabkan oleh perawatan
yang lama dan biaya yang besar sehingga
dapat menimbulkan masalah psikologis pada
pasien seperti frustasi, cemas dan depresi
(Schumacher & Jasksonville, 2005). Masalah
psikologis ini dapat mempengaruhi motivasi
pasien untuk melakukan perawatan diri. Jika
motivasi pasien rendah maka kemungkinan
akan mempengaruhi kepatuhan minum obat
pasien (Butler, 2002). Untuk itu perawat
perlu melakukan upaya untuk meningkatkan
motivasi dalam mendukung kepatuhan
minum obat pasien DM.
Dari studi pendahuluan di klinik Griya
Bromo Malang, rata-rata pasien DM datang
ke klinik setelah mengalami berbagai
komplikasi, seperti tekanan darah tinggi,
retinopati, dan luka kaki DM . Prevalensi
pasien yang terdiagnosis DM beserta
komplikasinya di klinik Griya Bromo
Malang pada tahun 2014 sebanyak 295
orang, yang pada tahun 2015 mengalami
peningkatan menjadi 366 orang.
Dari hasil wawancara pada tujuh orang
pasien di klinik Griya Bromo Malang,
didapatkan hasil bahwa tiga pasien
mengatakan masih sering lupa dan tidak
minum obat. Tujuh orang tersebut mengalami
komplikasi luka kaki DM dan dua orang
diantaranya
mengalami
gangguan
penglihatan (retinopati). Semua pasien yang
diwawancarai
mengatakan
motivasinya
menjalani pengobatan atas kesadaran sendiri

dan dukungan dari keluarga. Berdasarkan


latar belakang permasalahan di atas maka
tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis hubungan
motivasi dengan kepatuhan minum obat pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di Klinik Griya
Bromo Malang.
BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian corelational yang
menghubungkan variabel motivasi dengan
variabel kepatuhan minum obat dari pasien
diabetes melitus tipe 2 di Klinik Griya
Bromo Malang. Rancangan penelitian ini
menggunakan Case control. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien DM Tipe
2 yang berobat di Klinik Griya Bromo
Malang dengan jumlah sampel sebanyak 30
responden. Pada penelitian ini menggunakan
non probability dengan jenis Total sampling
yaitu seluruh populasi diambil untuk
dijadikan sebagai sampel, sehingga dalam
penelitian ini jumlah sample yang diambil
sebanyak 30 orang.
Variabel independen pada penelitian
ini adalah motivasi dan Variabel dependen
pada penelitian ini adalah kepatuhan minum
obat. Instrumen yang digunakan adalah
kuesioner, yang digunakan adalah kuesioner
Treatment Self-Regulation Questionnaire
(TSRQ)
dan
Morisky
Medication
Adherence
Scales (MMAS8). Dalam
penelitian ini digunakan uji statistik koefisien
kontingensi Lamda dimana variabel 1
berjenis nominal dan variabel 2 berjenis
Ordinal.
HASIL
Hasil distribusi data demografi responden
pada penelitian ini didapatkan setengah dari
responden
mendapatkan
terapi
obat
hipoglikemik
oral
Metformin
dan
Glibenclamid dengan jumlah 15 orang
(50%).

Tabel 1. Karakteristik Responden


Jenis Kelamin
Total
Usia
Total
Latar Belakang
Pendidikan

Total
Karakteristik
Status Pekerjaan

Total

Laki-laki
Perempuan
<52 tahun
52-64 tahun
65-76 tahun
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Perguruan
Tinggi
Pensiunan
Wiraswasta
Pegawai swasta
Ibu Rumah
Tangga

Tabel 5. Tabulasi Silang Motivasi dengan


Kepatuhan Minum Obat dari Pasien DM Tipe
2
Kepatuhan Minum Obat
Total
Motivas Rendah
Sedang
Tinggi
i
Frek
Frek
Frek
Frek
%
%
%
%
.
.
.
.
Kurang
4
13
0
0
0
0
13
13
Baik
3
3
1
Baik
2
7
10
5
17
87
3
7
5
3
1
10
Total
15
10
5
0
3
7
30
0

n
12
18
30
7
9
14
30
1
3
8
12
6

Sebanyak 40% pasien memiliki


motivasi intrisik lebih besar daripada
motivasi ekstrinsik, sebanyak 33% pasien
memiliki motivasi ekstrinsik lebih besar
daripada motivasi intrinsik dan sebanyak
27% pasien memiliki motivasi intrinsik dan
ekstrinsik yang sama besarnya. Dapat
disimpulkan bahwa motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang mendominasi
pasien DM tipe 2 di klinik Griya Bromo
Malang untuk melakukan kontrol gula darah.
sebagian besar responden memiliki tingkat
kepatuhan minum obat yang rendah yaitu
sebanyak 15 responden (50%).
Dapat diketahui bahwa dari 13
responden yang memiliki motivasi yang
kurang baik, sebagian besar memiliki tingkat
kepatuhan minum obat yang rendah yaitu
sebanyak 13 responden (43%). Dari 17
responden yang memiliki motivasi yang baik,
10 diantaranya memiliki tingkat kepatuhan
minum obat sedang. Berdasarkan uji Lamda
yang dilakukan, maka didapatkan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,533 yang
menunjukkan bahwa korelasinya sedang.
Selain itu didapatkan nilai Sig 2 tailed =
0.011, karena p < (0.011< 0,05) sehingga
Ha diterima yang artinya ada hubungan
antara motivasi dengan kepatuhan minum
obat pasien DM tipe 2 di Klinik Griya Bromo
Malang.

30
8
3
4
15
30

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Motivasi


Motivasi
Frekuensi Presentase
Baik
17
57%
Kurang baik
13
43%
Total
30
100%
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sumber
Motivasi
Motivasi
Frekuensi
Presentase
Intrinsik
12
40%
Ekstrinsik
10
33%
Sama
8
27%
Total
30
100%
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kepatuhan
Minum Obat
Presentas
Kepatuhan
Frekuensi
e
Tinggi
5
17%
Sedang
10
33%
Rendah
15
50%
Total
30
100%

PEMBAHASAN
Motivasi adalah suatu struktur yang
dimulai dari adanya kebutuhan pada diri
individu yang menyebabkan timbulnya
dorongan dengan intensitas tertentu yang
berfungsi mengaktifkan, memberi arah, dan
memperkuat kontinuitas dari suatu perilaku
untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi
3

penyebab timbulnya dorongan itu sendiri


(Winardi, 2007).
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.2
dijelaskan bahwa dari 30 responden
didapatkan bahwa lebih dari setengah
keseluruhan responden (57%) memiliki
motivasi yang baik dan sebanyak 43% dari
keseluruhan responden memiliki motivasi
yang kurang baik.
Kualitas motivasi pada penderita
diabetes melitus dalam mengontrol gula
darah di Klinik Griya Bromo dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (Walgito,
2010). Unsurunsur pada faktor intrinsik
yang dapat mempengaruhi motivasi antara
lain adalah usia dan jenis kelamin pasien.
Hasil tabulasi silang antara usia dan
motivasi pasien menyatakan bahwa sebanyak
64% pasien dengan usia lebih dari 64 tahun
memiliki motivasi yang lebih baik,
sedangkan 57% pasien dengan usia kurang
dari 53 tahun memiliki motivasi yang kurang
baik. Peneliti berasumsi pasien dengan usia
lebih tua memiliki pengalaman lebih banyak
dalam mengontrol kadar gula darah, sehingga
motivasi pasien dengan usia lebih tua lebih
baik daripada yang lebih muda. Hal ini
didukung oleh pernyataan Notoatmodjo
(2010) yang menyatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang
menggambarkan kematangan seseorang,
semakin cukup umur tingkatan kematangan
dan kekuatan seseorang, maka akan lebih
matang seseorang tersebut dalam berfikir dan
berkarya.
Selain itu unsur faktor intrinsik lain
yang mendukung motivasi adalah jenis
kelamin, hasil tabulasi silang antara jenis
kelamin dengan motivasi menyatakan bahwa
72% pasien laki-laki memiliki motivasi yang
baik, sedangkan 67% pasien perempuan
memiliki motivasi yang kurang baik. Hasil
analisis tersebut sesuai dengan pernyataan
Walgito (2010) yang menyatakan bahwa pria
cenderung lebih termotivasi melakukan
sesuatu karena pengaruh struktur fisik yang
lebih kuat serta norma pembagian tugas yang
lebih besar.
Di samping faktor intrinsik, faktor
ekstrinsik merupakan faktor lain yang
mempengaruhi motivasi pasien. Unsurunsur
pada
faktor
ekstrinsik
yang
dapat
mempengaruhi motivasi antara lain adalah
pendidikan dan jenis pekerjaan. Hasil

tabulasi silang antara pendidikan dan


motivasi pasien menyatakan dari 12 pasien
dengan latar belakang pendidikan SMA, 75%
diantaranya memiliki motivasi yang baik,
sedangkan 3 pasien dengan latar belakang
pendidikan SD, seluruhnya (100%) memiliki
motivasi yang kurang baik, selain itu terdapat
satu pasien dengan latar belakang tidak
bersekolah yang memiliki motivasi yang
baik. Hasil uji statistik tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Ariani (2011) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
tingkat pendidikan dengan motivasi diri (p
value 1.000, :0.05). Namun berdasarkan
nilai OR (Odd Ratio) pada penelitian Ariani
(2011), disimpulkan bahwa responden
dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki
peluang 1.079 kali menunjukkan motivasi
dan efikasi diri yang baik dibandingkan
dengan
responden
yang
tingkat
pendidikannya rendah.
Hasil tabulasi silang antara pekerjaan
dan motivasi pasien menyatakan dari 15
pasien dengan status pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga 11 diantaranya memiliki
motivasi yang baik, sedangkan 4 pasien
dengan status pekerjaan pegawai swasta 3
diantaranya memiliki motivasi yang kurang
baik. Hasil uji statistik tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Ariani (2011) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
pekerjaan dengan motivasi. Menurut hasil
analisis, ibu rumah tangga memiliki motivasi
yang baik dikarenakan pasien DM tipe 2 di
klinik Griya Bromo yang berstatus sebagai
ibu rumah tangga lebih rutin mengikuti
program edukasi dan senam DM di klinik
Griya Bromo daripada pasien yang bekerja.
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.3,
hasil dari perbandingan antara motivasi
intrinsik dan ekstrinsik dapat disimpulkan
bahwa
motivasi
intrinsik merupakan
motivasi yang mendominasi pasien DM tipe
2 di klinik Griya Bromo Malang untuk
melakukan kontrol gula darah.
Pada motivasi intrinsik, individu
melakukan aktivitas didasarkan pada pilihan
dan minat yang disenanginya daripada
pengaruh atau tekanan dari luar. Pilihan
individu ini menjadi dasar suatu kesadaran
akan kebutuhan mereka dan interpretasi dari
lingkungan (Ariani, 2011). Menurut SDT
(Self-Determination Theory), individu yang
mendasarkan tindakannya dari motivasi
eksternal
memiliki
kecenderungan
4

mengalami
tekanan
(Ryan,
2009).
Sebaliknya, pasien yang memiliki motivasi
intrinsik lebih besar, cenderung terbebas dari
tekanan dan imbalan dari luar yang didesain
untuk mengontrol perilaku (Ryan, 2009).
Pasien DM tipe 2 di klinik Griya
Bromo yang secara intrinsik termotivasi
cenderung secara mandiri melakukan
perawatan
dirinya
dan
memelihara
kesehatannya (seperti kontrol gula darah dan
pencegahan komplikasi). Dapat disimpulkan
bahwa motivasi intrinsik cukup berpengaruh
dalam mendukung kemampuan kontrol gula
darah pasien DM tipe 2 di klinik Griya
Bromo Malang. Adanya motivasi intrinsik
dapat meningkatkan kesadaran dalam
individu untuk rutin mengontrol gula darah
tanpa adanya tekanan.
Adanya motivasi intrinsik pada
akhirnya akan menimbulkan dorongan dari
dalam diri penderita DM tipe 2 untuk
mengontrol penyakit yang dideritanya. Oleh
karenanya akan timbul pola pikir yang positif
yang akhirnya menggerakkan dirinya untuk
selalu minum obat sesuai dengan anjuran
petugas kesehatan. Di sisi lain penderita
sendiri juga memerlukan sumber motivasi
lain untuk menguatkan motivasi intrinsiknya,
yaitu dukungan keluarga (Tilis et al., 2012).
Menurut
Nugroho
(2011)
keluarga
mempunyai peran yang penting dalam
penentuan keputusan untuk mencari dan
mematuhi ajuran pengobatan. Keluarga dapat
menjadi sebuah faktor penting dan sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan
dan kesehatan suatu individu.

Setelah dianalisis lebih lanjut sebagian


besar responden yang ada di klinik Griya
Bromo Malang, yaitu sebanyak 15 responden
(50%) memiliki kepatuhan yang rendah
dalam pengobatan DM. Dari 15 responden
tersebut 60% di antaranya merupakan pasien
DM tipe 2 yang mendapatkan terapi
kombinasi (Metformin dan Glibenclamid).
Setelah dianalisis, penyebab pasien
yang mendapatkan terapi kombinasi memiliki
kepatuhan yang rendah adalah banyaknya
jenis obat yang harus diminum, karena pada
beberapa pasien selain mendapat terapi OHO
pasien tersebut juga masih mendapatkan
terapi obat lain. Di samping itu pengobatan
yang berlangsung seumur hidup juga dapat
menyebabkan kejenuhan pada pasien. Halhal tersebutlah yang menjadi faktor
rendahnya kepatuhan minum obat.
Menurut Ambarwati (2012) intervensi
farmakologi DM bertujuan untuk menjaga
kestabilan gula darah sehingga dapat
mencegah komplikasi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Intervensi farmakologi
DM perlu dilakukan secara rutin seumur
hidup karena DM merupakan penyakit yang
tidak bisa disembuhkan secara permanen.
Proses pengobatan yang berlangsung seumur
hidup ini seringkali menyebabkan pasien
merasa jenuh dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak patuh dalam pengobatan
(Pratita, 2012).
Menurut Tombokan et al ( 2015)
menyatakan bahwa kepatuhan sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi
agar menjadi biasa dengan perubahan dengan
mengatur,
meluangkan
waktu
dan
kesempatan yang
dibutuhkan untuk
menyesuaikan diri serta memperahankan
kedisiplinan. Kepatuhan terjadi bila aturan
pakai
obat
yang
diresepkan
serta
pemberiannya sudah diikuti dengan benar.

Kepatuhan Minum Obat (OHO) Pada


Pasien DM Tipe 2
Berdasarkan Tabel 5.4, dari 30
responden didapatkan bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat kepatuhan
minum obat yang rendah yaitu sebanyak 15
responden
(50%).
Kepatuhan
dalam
pengobatan dapat sebagai perilaku pasien
yang dapat mentaati semua nasihat dan
petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan
tenaga medis, seperti dokter dan apoteker
mengenai segala sesuatu yang harus
dilakukan
untuk
mencapai
tujuan
pengobatan, salah satu diantaranya adalah
kepatuhan minum obat. Hal ini merupakan
syarat utama tercapainya utama tercapainya
keberhasilan pengobatan yang dilakukan
(Saragi, 2011).

Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan


Minum Obat Pada Pasien DM Tipe 2
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui
bahwa dari 13 responden yang memiliki
motivasi yang kurang baik, sebagian besar
memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang
rendah yaitu sebanyak 13 responden (43%).
Dari 17 responden yang memiliki motivasi
yang baik, 10 diantaranya memiliki tingkat
kepatuhan minum obat sedang.
Berdasarkan
uji
Lamda
yang
dilakukan, maka didapatkan nilai koefisien
5

korelasi sebesar 0,533 yang menunjukkan


bahwa korelasinya sedang. Selain itu
didapatkan nilai Sig 2 tailed = 0.011, karena
p < (0.011< 0,05) sehingga Ha diterima
yang artinya ada hubungan antara motivasi
dengan kepatuhan minum obat pasien DM
tipe 2 di Klinik Griya Bromo Malang.
Hasil uji SPSS di atas, didukung oleh
hasil penelitian Tombokan et al (2015) yang
menyatakan bahwa motivasi merupakan
salah satu faktor penting yang mendukung
kepatuhan berobat pasien diabetes melitus.
Motivasi merupakan suatu tenaga yang
terdapat
dalam diri
manusia
yang
menimbulkan,
mengarahkan
dan
mengorganisasi tingkah laku (perilaku)
(Woodworth & Marquis, 2000). Adanya
motivasi dapat menimbulkan reaksi atau
respon berupa perilaku yang mengarahkan
individu untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai.
Tanpa adanya motivasi tidak akan ada suatu
kekuatan yang mengarahkan individu pada
suatu mekanisme timbulnya perilaku.
Motivasi diaktifkan oleh adanya kebutuhan
(need), dalam arti kebutuhan membangkitkan
motivasi, dan motivasi ini pada akhirnya
mengaktifkan atau memunculkan mekanisme
perilaku (Woodworth & Marquis, 2000).
Bedasarkan tabel 5.4 terdapat 2
responden yang memiliki hasil yang
berlawanan dengan hasil uji SPSS. Dua
orang responden tersebut memiliki nilai
motivasi yang baik namun nilai kepatuhan
minum obatnya rendah. Saat dianalisis
ditemukan bahwa salah satu dari kedua
responden
tersebut
tidak
mematuhi
pengobatannya karena responden tersebut
telah mengganti pengobatan yang telah
diberikan oleh dokter dengan pengobatan
alternatif yang telah disarankan oleh keluarga
responden. Sedangkan responden yang lain
tidak
mematuhi
pengobatan
karena
responden dapat mengontrol gula darahnya
dengan diet dan olahraga saja, sehingga obat
yang telah diresepkan oleh dokter hanya
diminum saat kadar gula darahnya tinggi
saja.
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.3
terdapat 8 responden yang memiliki sumber
motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang sama
besarnya, setelah diteliti lebih lanjut,
sebanyak 4 orang (50%) dari 8 responden
tersebut memiliki kepatuhan minum obat
yang rendah. Hasil analisis tersebut

membuktikan bahwa sekalipun pasien


memiliki motivasi intrinsik dan ekstrinsik
yang baik, hal tersebut tidak selalu menjamin
pasien akan memiliki kepatuhan minum obat
yang tinggi. Menurut Pratita (2012) proses
pengobatan yang berlangsung seumur hidup
merupakan
faktor
yang
seringkali
menyebabkan pasien merasa jenuh dan
mengakibatkan pasien menjadi tidak patuh
dalam pengobatan sekalipun motivasi pasien
sudah baik.
Mematuhi pengobatan merupakan
salah satu perilaku yang diperlukan dalam
proses pengobatan pada pasien DM tipe 2.
Kebutuhan menjalani pengobatan pada
penderita diabetes melitus merupakan
kebutuhan fisik yang harus terpenuhi,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan
penderita diabetes melitus ini, penderita
diabetes
melitus
perlu
menjalankan
pengobatan dengan baik. Adanya motivasi
pada akhirnya akan menimbulkan dorongan
dari dalam diri penderita DM tipe 2 untuk
mengontrol penyakit yang dideritanya. Oleh
karenanya akan timbul pola pikir yang positif
yang akhirnya menggerakkan dirinya untuk
selalu minum obat sesuai dengan anjuran
petugas kesehatan (Tilis et al., 2012).
Selain itu pasien sendiri juga memiliki
sumber
motivasi
lain
yang
cukup
berpengaruh, yaitu dukungan keluarga dan
tenaga kesehatan yang berupa informasi yang
didapat berkaitan dengan prinsip pengobatan
DM tipe 2. Menurut Nugroho (2011)
keluarga mempunyai peran yang penting
dalam penentuan keputusan untuk mencari
dan mematuhi ajuran pengobatan. Keluarga
dapat menjadi sebuah faktor penting dan
sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan kesehatan suatu individu.
Selain itu adanya rasa takut jika penyakitnya
berlanjut sehingga menimbulkan cacat fisik
dan sebagainya juga akan meningkatkan
kepatuhannya dalam minum obat (Tilis et al.,
2012).
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini adalah lebih dari
setengah pasien DM tipe 2 (57%) memiliki
motivasi yang baik dalam mengontrol gula
darah. Sebagian besar responden yang ada di
klinik Griya Bromo Malang, sebanyak 15
responden (50%) memiliki kepatuhan yang
rendah dalam pengobatan DM. Ada
6

hubungan antara motivasi dengan kepatuhan


minum obat pasien DM tipe 2 di Klinik
Griya Bromo Malang.

Schumacher, E.P. & Jasksonville, S., 2005.


Diabetes Self-Management Education:
The key to living well diabetes.
Available
at:
http://www.dcmsonline.org/jaxmedicine/2005journals/Diabetes/diab05
j-pt-education.pdf.

DAFTAR RUJUKAN
Ambarwati,
W..,
2012.
Konseling
Pencegahan
dan
Penatalaksanaan
Penderita Diabetes Mellitus. Publikasi
ilmiah Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Sujana, 2012. Hubungan Motivasi Penderita


Diabetes dengan Perilaku (Mengontrol)
Kadar Gula Darah di PUSKESMAS
Panongan Kabupaten Majalengka.

Ariani, Y., 2011. Hubungan antara Motivasi


dengan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2
dalam Konteks Asuhan Keperawatan di
RSUP. H. Adam Malik Medan. Tesis
FIKUI.

Tilis, M.W.I., Suprapto, E.M. & Imam, S.,


2012. Hubungan Motivasi Keluarga
dengan Tingkat Kepatuhan Minum
Obat pada Penderita Kusta di Rumah
Sakit Khusus Kusta Kota Kediri.

Butler, H.A., 2002. Motivation: The role in


diabetes self-management in older
adults.
Available
at:
http://proquest.umi.com/pqdweb.

Tombokan, V., Rattu, A.J.M. & Tilaar, C..,


2015. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kepatuhan Berobat Pasien
Diabetes Melitus pada Praktek Dokter
Keluarga di Kota Tomohon. JIKMU,
5(2), pp.260 269.

Loghmani, E., 2005. Diabetes Mellitus: Type


1 and Type 2. In Guidelines for
Adolescent Nutrition Services. School
of Public Healty.

Utomo, A.Y.S. et al., 2011. Hubungan Antara


4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus
Dengan Keberhasilan Pengelolaan
Diabetes
Melitus
Tipe
2.
Undergraduate Thesis, Faculty of
Medicine.
Available
at:
http://eprints.undip.ac.id/32797/.

Notoatmodjo, S., 2010. Ilmu Perilaku


Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, R.A., 2011. Studi Kualitatif Faktor
yang Melatarbelakangi Drop Out
Pengobatan Tuberkulosis Paru. Jurnal
iImu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Ilmu Keolahragaan, Universitas Negri
Semarang.

Walgito, B., 2010. Pengantar Psikologi


Umum, Yogyakarta: Andi.
WHO, 2014. World Health Organization.
Global Health Estimates: Deaths by
Cause, Age, Sex and Country, 20002012, Geneva.

Pratita, N.., 2012. Hubungan Dukungan


Pasangan dan Health Locus of Control
dengan Kepatuhan dalam Menjalani
Proses Pengobatan Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya.

Winardi,
J.,
2007.
Motivasi
dan
Pemotivasian, Jakarta: Penerbit Raja
Grafindo Persada.

Ryan, R., 2009. Self-detemination Theory


and Wellbeing. WeD Research Review.
Available
at:
http://www.welldev.org.uk/.
7

Woodworth & Marquis, 2000. Psikological


Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai