Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien

Nama Pasien : Eni Mahmudah

Usia

: 18 thn

Alamat

: Dusun Sukomangu RT 01 RW 03

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

No RM

: W 16-08-097785

Masuk RS

: 11 -8 - 2016

Keluar RS

: 14 -8 - 2016

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11-8 2016.

C. Keluhan Utama

Hamil dan kenceng-kenceng mulai jam 5 sore, tidak keluar apa-apa dari jalan lahir.

D. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS diantar oleh suami dengan keluhan kenceng-kenceng sejak


tanggal 11-08-2016 sejak jam 17.00 dan tidak keluar apa-apa dari jalan lahir.

Nyeri kepala (-), nyeri epigastrik (-), pandangan kabur (-)

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-)

Diabetes Melitus (-)

Alergi (-)

Asma (-)

F. Riwayat Penyakit Keluarga

Presentasi Kasus PPI

Hipertensi(-)

Diabetes Melitus (-)

G. Riwayat Sosial

Riwayat Sosial

Riwayat Menstruasi : Menarche usia 12 tahun

: Pasien seorang ibu rumah tangga

Menstruasi teratur setiap bulan, 30 hari


Lama menstruasi 7 hari
Tidak nyeri menstruasi

Riwayat Pernikahan : Pasien menikah 1 kali

Riwayat Kehamilan

: Anak 1 : hamil ini

Riwayat KB

: Tidak ada

H. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan tanggal 11-8-2016 jam 21.00

Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan gizi

: Cukup

Status gizi

: BB sekarang 53 kg
TB 159 cm

HPHT

: 4 Desember 2015

TP

: 11 September 2016

TBJ

: 2000 g

Status Generalis
I. Vital Sign:

Tensi :110/80mmHg

Nadi

Suhu :37,0derajat.celcius

Respiratory rate:20x/menit

:82x/menit

J. Kepala/Leher :

a/i/c/d

: -/-/-/-

Presentasi Kasus PPI

Paru

: Vesikuler +/+, Rhonki (-), Wheezing (-)

Jantung

: SI-II tunggal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

: bunyi usus (+) normal,

Ektremitas

: akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2

K. Status Obstetric:

Leopold 1

: TFU 25 cm

Leopold 2

: Punggung kanan

Leopold 3

: Presentasi kepala

Leopold 4

: Kepala belum masuk PAP

Tinggi fundus uteri

: 25cm

Detak Jantung Janin : 166x/menit

Letak janin

: letak kepala

His

: 3x dalam 10 menit, lama 25 detik

L. Pemeriksaan Dalam

Pembukaan

: 0 cm

Effacement

: 0%

Presentasi

: Letak kepala

Denominator

: Ubun-ubun kecil anterior

Hodge

:I

Panggul

: Normal

Ketuban

: Utuh (+)

Blood slym (+)

M. Diagnosa Kehamilan

G1P00000 umur kehamilan 35-36mg Tunggal Hidup+ PPI.

N. Planning Terapi
22.15 Pasang Infus RL drip, Duvadilan 2 amp, 20 tpm
22.30 Kaltrofen Supp II
Injeksi Dexamethason 16 mg IV
Presentasi Kasus PPI

23.00 Injeksi Ceftriaxon 1 g IV


Pasien pindah ruang Gayatri

O. Hasil Pengkajian Pasien dari MRS Hingga KRS

Presentasi Kasus PPI

Tanggal

Subjektif

Objektif

Assesment

Planning

12-8-2016

Masih terasa

A/I/C/D -/-/-/-

G1P00000 umur

Memantau keluh

Jam 05.00

keluar darah

kehamilan 35-

pasien.

36mg Tunggal

Lanjutan terapi s

Hidup+ PPI.

advis dokter Yus

sedikit dari jalan


lahir

T:100/70
N:96x
S:36,4

Nawir, SP.OG:

RR: x/m

1. Pasang In

Abd:bu +,met -

RL drip,

v/v perdarahan +

Duvadila

TFU: 25 cm

amp, 20 t

DJJ: 148x/menit

2. Kaltrofen
Supp II
3. Injeksi

Dexamet

on 16 mg
4. Injeksi

Ceftriaxo
g IV
KIE, bedrest

Mengobservasi D
dan keluaran
pervaginam.

Presentasi Kasus PPI

Tanggal

Subjektif

Objektif

Assesment

Planning

12-8-2016
Jam 15.00

Kenceng-kenceng (-)

A/I/C/D -/-/-/-

G1P00000 umur

Memantau keluhan

kehamilan 35-36mg

pasien.

Tunggal Hidup+ PPI.

Lanjutan terapi sesuai

Keluaran darah
pervaginam (+)

KU: Cukup

Makan +

T:120/80

advis dokter Yusuf

Minum +

N:82x

Nawir, SP.OG:

BAK +

S:36,7

BAB +

RR:18x/m

Mual Muntah Flatus +

His: Abd: BU +,met v/v flex. darah segar


DJJ: 152x/menit

1. Pasang Infus
RL drip,
Duvadilan 2
amp, 20 tpm.
2. Kaltrofen
Supp II
3. Injeksi
Dexamethaso
n 16 mg IV
4. Injeksi
Ceftriaxon 1 g
IV
KIE, bedrest
Mengobservasi DJJ
dan keluaran
pervaginam.

Presentasi Kasus PPI

Tanggal

Subjektif

13-8-2016

Kenceng-kenceng (-)

Jam 8.00

Keluaran darah
pervaginam gelas

Objektif

Assesment

A/I/C/D -/-/-/KU: Cukup


T:120/80

Makan +

N:82x

Minum +

S:36,7

BAK +

RR:18x/m

Mual Muntah Flatus +

G1P00000 umur
kehamilan 35-36mg
Tunggal Hidup+ PPI.

Memantau ke
pasien.

Lanjutan tera

aqua.

BAB +

Planning

advis dokter

Nawir, SP.OG

1. Pasan

RL dr
Abd: BU +,met

Duva

His (-)

amp,

v/v flex. darah segar


DJJ: 152x/menit

2. Kaltro
Supp

3. Injeks

Dexa

n 16 m

4. Injeks

Ceftri
g IV
KIE, bedrest

Mengobserva

dan keluaran
pervaginam.

Presentasi Kasus PPI

Tanggal

Subjektif

Objektif

Assesment

13-8-2016
Jam 15.00

Sudah tidak terasa

A/I/C/D -/-/-/-

G1P00000 umur

keluar darah lagi dari


jalan lahir.

KU: Cukup

Makan +

T:100/70

Minum +

N:92x

BAK +

S:36,0

BAB +

RR:18x/m

Mual Muntah Flatus +

kehamilan 35-36mg
Tunggal Hidup+ PPI.

Planning

Memantau keluhan
pasien.
Lanjutan terapi sesuai
advis dokter Yusuf
Nawir, SP.OG:
1. Pasang Infus
RL drip,

Abd: BU +,met

Duvadilan 2

His (-)

amp, 20 tpm.

v/v sudah tidak ada


pengeluaran
DJJ: 142x/menit

2. Kaltrofen
Supp II
3. Injeksi
Dexamethas
on 16 mg IV
4. Injeksi
Ceftriaxon 1
g IV
KIE, bedrest
Mengobservasi DJJ
dan keluaran
pervaginam.

Presentasi Kasus PPI

Tanggal

subjektif

Obyektif

Assessment

14-8-2016
Jam 05.00

Kenceng-kenceng -

A/I/C/D -/-/-/-

G1P00000 umur

Sudah tidak terasa


keluar darah lagi dari

KU: Cukup

jalan lahir.

T:100/60

Makan +

N:80x

Minum +

S:36,4

BAK +

RR:18x/m

BAB +
Mual Muntah Flatus +

kehamilan 35-36mg
Tunggal Hidup+
PPI.

Planning

Memantau keluhan
pasien.
Lanjutan terapi sesuai
advis dokter Yusuf
Nawir, SP.OG:
5. Pasang Infus
RL drip,

Abd: BU +,met

Duvadilan 2

His (-)

amp, 20 tpm.

v/v sudah tidak ada


pengeluaran
DJJ: 142x/menit

6. Kaltrofen
Supp II
7. Injeksi
Dexamethas
on 16 mg IV
8. Injeksi
Ceftriaxon 1
g IV
KIE, bedrest
Mengobservasi DJJ
dan keluaran
pervaginam.

Presentasi Kasus PPI

10

Tanggal

Subjektif

Objektif

Assesment

Planning

14-8-2016
Jam 08.00

Kenceng-kenceng

A/I/C/D -/-/-/-

G1P00000 umur

Konsul dr. Yusuf

kehamilan 35-36mg

Nawir, Sp.OG

jarang
Sudah tidak terasa

KU: Cukup

Tunggal Hidup+

1. Acc KRS

PPI.

2. Tx: Oral

keluar darah lagi

T:100/60

dari jalan lahir.

N:82x

Duvadilan 2x

Makan +

S:36,0

tablet

Minum +

RR:20x/m

BAK +
BAB +
Mual Muntah Flatus +

Abd: BU +,met
His jarang

3. Kontrol Poli
Kandungan
(15/8/2016)

v/v sudah tidak ada


pengeluaran
DJJ: 136x/menit

Presentasi Kasus PPI

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Partus Prematurus Imminens (PPI)


Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT)
(ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang.
Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang
teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval
kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda
berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau
lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Mochtar (1998) partus
prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir
1000 sampai 2500 gram.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu.
B. Epidemiologi Partus Prematurus Imminens (PPI)
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2)
PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar
30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk,
2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh,

Presentasi Kasus PPI

12

sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini
sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada
usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan
32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36
minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI,
yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas
indikasi (Harry dkk, 2010).
C. Etiologi Dan Faktor Resiko Partus Prematurus Imminens (PPI)
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
a) Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b) Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
a) Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.

Presentasi Kasus PPI

13

b) Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam


setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.
D. Patofisiologi Partus Prematurus Imminens (PPI)
Persalinan prematur mennjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau
adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinan normal sehingga memicu dimulainya prsoes persalinan secara dini. Empat
jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjadilah imaturutas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjadilah imaturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang
menyebabkan anxietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.
E. Diagnosis Partus Prematurus Imminens (PPI)
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010),
yaitu:
1) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2) Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,

Presentasi Kasus PPI

14

3) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6) Selaput amnion seringkali telah pecah,
7) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:
a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45
detik dalam waktu minimal 2 jam .
b. Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37
minggu.
f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm
F. Pemeriksaan Penunjang Partus Prematurus Imminens (PPI)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin

Presentasi Kasus PPI

15

Pemeriksaan darah tepi ibu


Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
G. Penatalaksanaan Partus Prematurus Imminens (PPI)
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 g/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan
dosis per infus: 10-15 g/menit, subkutan: 250 g setiap 6 jam
sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia,
hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.

Presentasi Kasus PPI

16

c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,


secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases

(COXs)

yang

dibutuhkan

untuk

produksi

prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup


kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi
relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak
baik, seperti:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Oligohidramnion
Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
Preeklamsia berat
Hasil nonstrees test tidak reaktif
Hasil contraction stress test positif
Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan

pasien stabil dan kesejahteraan janin baik


g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2) Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

Presentasi Kasus PPI

17

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan


surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin


releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar triiodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen
membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

3) Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.


Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral,
yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan
lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian koamoksiklaf karena
risiko necrotising enterocolitis.

Presentasi Kasus PPI

18

H. KomplikasiPartus Prematurus Imminens (PPI)


1) Padaibu,setelahpersalinanpreterm,infeksiendometriumlebihseringterjadi
mengakibatkansepsisdanlambatnyapenyembuhanlukaepisiotomi.Bayibayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis
memiliki risikomortalitas 4kalilebihbesar,danrisikodistres pernafasan,
sepsisneonatal,necrotizingenterocolitisdanperdarahanintraventrikuler3kalilebihbesar
2) Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi
oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu
bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi
menurunkan

tegangan

permukaan.

Bayi

prematur

seringkali

tidak

menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya


tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis,
akibatnya

terjadi

Sindroma Distres

Pernafasan. Sindroma

ini

bisa

menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal.
Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa
diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan
trakea bayi).

Presentasi Kasus PPI

19

3) Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks


menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4) Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6) Displasia bronkopulmoner.
7) Penyakit jantung.
8) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara),
yang dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi

Presentasi Kasus PPI

20

karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan
kemampuan mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi
pencernaan bayi.
9) Infeksi atau septikemia.
10) Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
11) Anemia .
12) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14) Keterbelakangan mental dan motorik.

I. Pencegahan Partus Prematurus Imminens (PPI)


a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan
dan persalinan preterm.
c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian
KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera
melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga
secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.

Presentasi Kasus PPI

21

d. Meningkatakan keadaan sosial ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan


(Manuaba, 1998).
Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil
langkah-langkah berikut ini :
a. Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30
tahun).
b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c. Cegah infeksi saluran kencing
d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e. Cuti hamil
f. Prenatal care yang baik dan teratur
g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak

Presentasi Kasus PPI

22

Daftar Pustaka

Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th ed.Saunders.
Jafferson Rompas. 2004.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14511Persalinanpreterm.pdf/145.30
Wiknjosastro, H. ;2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Presentasi Kasus PPI

Anda mungkin juga menyukai