Anda di halaman 1dari 3

Ocky Karna Radjasa

Terumbu karang merupakan ekosistem produktif di pesisir, selain bakau dan lamun.
Indonesia memiliki 85.000 kilometer persegi ekosistem terumbu karang dan
representasi dari 14 persen terumbu karang dunia. Namun, di Indonesia hanya kurang
dari 7 persen yang kondisinya sangat bagus.
Berbagai faktor ditengarai sebagai penyebab turunnya kualitas terumbu karang, seperti
pencemaran, pengeboman, pemakaian sianida, dan perubahan iklim, termasuk
pemanasan global.
Pemanasan global yang ditandai dengan peningkatan suhu permukaan air laut
memberikan dampak pada ekosistem terumbu karang, seperti terjadinya pemutihan
karang. Hal itu merupakan proses di mana karang kehilangan simbionnya yang berupa
zooxanthela (alga endosimbion), terutama dari genus Symbiodinium yang memberikan
warna pada permukaan karang. Alga simbion ini berperan penting dalam ekosistem
terumbu karang. Simbion menyediakan hampir semua kebutuhan energi karang yang
berasal dari proses fotosintesis berupa karbon. Pemutihan karang diyakini sebagai
mekanisme normal karang sebagai respons terhadap perubahan lingkungan dan
mempertahankan eksistensinya. Alga simbion lepas dari inang karang secara temporer
dan terjadi perubahan komposisi alga simbion. Dalam konsep coral holobionts, yakni
inang karang dan mikroorganisme yang berasosiasi dengannya, dikenal istilah adaptive
bleaching hypothesis. Dalam hipotesis ini, ada hubungan dinamika antara karang dan
Symbiodinium pada kondisi lingkungan berbeda untuk memilih alga simbion
menguntungkan.
Isu pemanasan global, di mana rata-rata suhu global meningkat 0,6 0,2 derajat
celsius dan diprediksi akan meningkat 1,5-4,5 derajat celsius pada abad ini, merupakan
ancaman bagi ekosistem terumbu karang. Menurut Rosenberg dan Ben Haim (2002),
beberapa penyakit karang merupakan hasil ekspresi gen-gen penyebab penyakit karang
yang dipicu kenaikan suhu air laut.
Beberapa jenis penyakit karang yang menyerang karang, antara lain, pemutihan karang
Oculina patagonica, aspergilosis yang menyerang Gorgonia ventalina, white band yang
menyerang karang Acropora cervicornis, pelak putih yang menyerang Diploria strigosa
dan Favia favius, cacar putih pada Acropora palmata, yellow blotch disease pada
Monastraea faveolata, serta black band pada Diploria strigosa.
Suhu air laut
Peningkatan suhu air laut merupakan faktor utama dalam peningkatan ancaman
penyakit karang. Pada pemutihan karang yang menyerang Pocillopora damicornis yang

terinfeksi bakteri Vibrio coralliilytycus, karang akan mengalami pemutihan ketika suhu
air laut 24-26 derajat celsius, dan Symbiodinium akan mengalami lisis ketika suhu air
laut 27-29 derajat celsius yang mengakibatkan kematian karang. Pada suhu di bawah
22 derajat celsius infeksi tidak terjadi.
Beberapa tahap dalam proses infeksi karang, seperti adhesi patogen pada permukaan
karang, ketahanan hidup patogen dalam jaringan karang dan produksi toksin
merupakan proses yang bergantung pada kenaikan suhu.
Pada kasus infeksi yang menyebabkan pemutihan pada karang Oculina patagonica
yang disebabkan oleh bakteri Vibrio shiloi, kenaikan suhu yang mendekati 30 derajat
celsius menyebabkan patogen ini memasuki status viable but nonculturable. Hal ini
merupakan keadaan di mana patogen kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
koloni pada media agar yang biasa digunakan untuk menumbuhkan.
Implikasinya, kita tidak akan mampu mengisolasi patogen yang diperlukan untuk
mengidentifikasi dan menguji dalam menentukan agen penyebab penyakit. Karena itu,
pemanasan global merupakan ancaman nyata yang menyebabkan penyakit karang.
Mikroorganisme
Ancaman lain berkaitan dengan penyakit karang adalah fakta di mana penyakit karang
tidak lagi didominasi bakteri/jamur tunggal, seperti aspergilosis oleh jamur Aspergillus
sydowii atau pelak putih oleh Aurantimonas coralicida, tetapi disebabkan oleh
konsorsium mikroorganisme, seperti pada kasus black band.
Dalam penelitian terkini tentang agen penyebab penyakit pada white band di Perairan
Tanjung Gelam, Kepulauan Karimunjawa, Hakim dan kawan-kawan (2012)
membuktikan, penyakit white band yang menyerang karang Acropora humilis dan
Acropora tortousa disebabkan oleh konsorsium bakteri yang terdiri dari genus Vibrio,
Pseudoalteromonas, dan Bacillus.
Konsorsium patogen ini menyebabkan tipe penyakit white band yang berbeda pada A
humilis dan A tortousa. Tipe I ditandai dengan infeksi yang dimulai dari bagian bawah
karang yang diuji pada A humilis dan tipe II yang ditandai dengan infeksi yang dimulai
dari bagian tengah percabangan ke arah ujung koloni pada A tortousa.
Fakta lain berkaitan dengan penyakit karang adalah perbedaan pemutihan karang.
Pemutihan yang hanya dipicu oleh kenaikan suhu ditandai dengan pemutihan massal.
Adapun pada penyakit karang, pemutihan bersifat lokal.
Sangat mungkin pada karang yang sama dan hidup berdampingan, yang satu terkena
infeksi, tetapi karang di sebelahnya bebas dari serangan patogen penyebab penyakit.

Coral probiotic hypothesis dipercaya sebagai jawaban atas fenomena ini. Hampir mirip
dengan adaptive bleaching hypothesis, hipotesis coral probiotic memungkinkan inang
koral mengubah komposisi mikroorganisme yang berasosiasi dengannya. Dengan
demikian dapat beradaptasi dengan ancaman penyakit karang dan kenaikan suhu air
laut.
Pengetahuan berkaitan dengan penyakit karang yang dikaitkan dengan pemanasan
global dan agen-agen penyebabnya sangat diperlukan dalam manajemen penyakit
karang. Hal itu terutama berkaitan dengan penyebaran penyakit karang.
Ocky Karna RadjasaJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai