Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

IV. Analisa Ada Tidaknya Faktor Resiko Tinggi


Pasien dengan identitas nama Ny, usia 35 tahun, beralamat di Dusun Kalicilik
II RT 3 No:6 Sumber, pekerjaan ibu rumah tangga,ber agama islam, pendidikan
terakhir SMP, dengan social ekonomi menengah kebawah (penulis menilai dari
pekerjaan suami pasien yang hanya sebagai buruh bangunan). Identitas pasein sangan
penting untuk menegakan suatu diagnose terkait dengan factor resiko yang terkait
dengan usia, pekerjaan (lingkungan pekerjaan), tingkat pendidikan serta tinggkat
social ekonomi. Dalam kehamilan ada yang dikenal dengan istilah kehamilan resiko
tinggi dengan kretiria menurut Puji Rochayai :
1. Primipara muda berusia < 16 tahun, primipara tua berusia 35 tahun>,
primipara skunder dengan usia anak terkecil diatas 10 tahun,tinggi badan
<145 cm, riwayat kehamilan yang buruk ( pernah keguguran, pernah
persalina premature, lahir mati), riwayat persalinan dengan tindakan
( ekstraksi vakum, ekstrasi forsep, oprasi sesar), pre eklamsia, gravida
serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum, kehamilan dengan
kelainan letak, keamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi
kehamilan.

50

2. Riwayat oprasi (oprasi plastic pada vagina-fistel atau tumor vagina, oprasi
persalinan atau oprasi pada Rahim).
3. Riwayat kehamilan (keguguran berulang, kematian intrauterine, sering
mengalami persarahan saat hamil terjadi infeksi saat hamil, anak terkecil
berusia lebih dari 10 tahun tanpa KB, riwayat molahidatidosa atau korio
karinoma)
4. Riwyat persalinan (persalinan premature, persalianan dengan berat badan
bayi rendah ,persalian lahir mati, persalinan dengan induksi, persalinan
dengan plasenta manual, persalinan dengan perdarah post partum
pesalinan dengan tindakan
Sehingga dapat dikatakan bahwa kehamialn pada pasien ini termasuk kedalam
kehamilan dengan resiko tinggi. Namun yang menjadi perhatian adalah tinggkat
pendidikan dan tingkat social ekonomi yang rendah. Oleh karana pendidikan ibu yang
terlalu rendah (SMP) membut ibu tidak mengerti tentang bahayanya kehamilan
dengan resiko tinggi
Tingkat sosial ekonomi keluarga yang rendah juga menjadinya factor
terjadinya kehamilan dengan jarak yang jauh ini atau kehamilan dengan resiko tinggi.
Dimana seharusnya jika terjadi kehamilan resiko tinggi maka yang dilakukan ibu ini
adalah kontrol ke bidan atau puskesmas (Ante Natal Care) untuk menghindari resiko
yang akan terjadi selama kehamilan atau resiko yang terjadi selama proes persalianan.
Dimana penanganan yang diberikan juga berbeda antara kehamilan resiko tinggi dan
kehamilan resiko sangat tinggi, dimna jika pasien dengan kehamilan resiko sangat

51

tinggi maka pasien harus dirawat dirumah sakit dengan dokter spesialis dan dengan
alat yang lengkap.
IV.1 Kehamilan Resiko Tinggi Pada Kasus ini
Dari proses anamnesa diketahui bahwa sekarang pasien berumur 35 tahun
dan pasien sedang hamil Sembilan bulan. Pasien hamil anak kedua dan tidak pernah
keguguran sebelumnya. Riwaya persalinan yang sebelumnya, anak pertama lahir
dengan umur kehamilan 9 bulan, spontan brach yang di tolong oleh dukun, yang
ditulong oleh dukun, berjenis kelamin laki-laki dn sekarang berusia 12 tahun ibu lupa
dengan berat badan anak pertamanya sewaktu baru lahir.
Selain dari anamnesa pada pemeriksaan fisik juga didapatkan persentasi
bokong, yang didapatkan dengan palpasi leopard 1,2,3 dan 4 selain pemeriksaan fisik
hasilnya juga ditunjung dengan pemeriksan usg dimna dikatakan bagian terendah jani
adalah bokong
Berdasarkan teori yang ada meurut Puji Rochayai salah factor - factor resiko
tinggi pada kehamilan antara lain adalah Jarak kehamilan terlalu jauh ( 10 tahun),
anak terkecil berumur 10 tahun, usia ibu saat mengandung terlalu tua yaitu berumur
35. Mengacu pada teori tersebut mangaka dapat disimpulkan bawah pasien ini
mengalami resiko tinggi pada kehamilan.

IV.3 Kurangnya Kesadaran ANC (Antenatal Care)


Dari proses anamnesa pasien menyatakan hanya melakukan kontrol jika
merasa ada keluhan. Dimana ini disebabkan karana pendidikan dari pasien hanya

52

sampai smp dan pasien berasal dari keluarga yang berpendapatan ekonomi menengah
kebawah. Menurut penulis itulah penyebab dari kurangnya kesadaran pasien untuk
melakukan anc ( Ante natal care ) dan pada pasien ini dengan diagnose GII PI-I
Ab0X UK 38 minggu inpartu fase laten perentasi bokong dengan primitua skunder
seharusnya melakukan antenatal care dilakukan di rumah sakit umum dengan dokter
spesialis dan alat yang memadai agar ibu mendapatkan perawatan yang intensif dan
terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.
Dimana menurut teori antenatal care seharusnya dilakukan satu kali
kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu), satu kali kunjungan selama trimester
kedua (antara minggu 14 28), dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara
minggu 28 36 dan sesudah minggu ke 36. Tujuan dari antenatal care adalah
menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental ari ibu, serta menyelamatkan ibu dan
anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan pada saat
postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Dengan
dilakukannya antenatal care secara rutin dan terjadwal maka komplikasi komplikasi
yang tida diinginkan akan terhindar

IV.3 Kurangnya sosialisasi primitua


Pada kasus ini dimana jarak anak terkecil ibu dengan kehamilan sekarang
lebih dari 10 tahun, hal ini meyebabkan ibu terdiagnosa dengan kehamilan resiko

53

tingii, dimana itu sangat berbahaya untuk keselamatan ibu dan kesalamatan janin itu
tersendiri. Hal ini seharusnya dapat dicegah jika program dari pemerintah dijalankan.
Program keluarga berencana adalah program nasional yang bertujuan untuk
mengurungi

tingkat

pertumbuhan

penduduk

sehingga

dapat

meningkatkan

kesejahtraan penduduk.Program keluarga berencana ini banyak memiliki manfaat


terutama bagi ibu hamil.Dengan program ini kita dapat mengatur jumlah dan jarak
terjadinya kehamilan yang akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu, sehingga ibu
hamil pada tingkat kesejahteraan optimal. Keluarga berencana adalah program
nasional yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, kesejahtraan ibu,
anak dan keluarga khususnya serta bangsa pada umumnya.
Dengan adanya kasus sperti ini di koto probolinggo maka, menurut penulis
salah satu kesalahannya terdapat pda dinas kesehatan koto probolinggo. Kurangnya
sosialisa tentang program kb, keuntungan dan kerugian tentang kb dari dinas
kesehatan kota probolinggo membuat kasus ini masih ada di kota probolinngo, jika
kasus ini masih banyak terjadi dikota probolinggo maka kesejahtraan ibu hamil akan
dipertanyakan.
IV.4 Tindakan Obsetri Yang Dilakukan
Pada pasien ini diharapkan dapa melahirkan normal secara pervaginam.
Karana pada kasus pasien tiak ada kontra indikasi untuk melahirkan pervaginam.
Panggul pasien luas hal ini dapat disimpulkan dari pemeriksaan dalam dimana
didapatkan hasil pemeriksan panggul dalam didapatkan hasil promotorium tidak
teraba, linea terminalis teraba <1/3 bagian. Tidak ada macrosomia dan tafsiran berat

54

janin 2468 gram disimpulkan bahwa tidak ada cephalopelvic disproportion pada
pasien ini sehingga janin dapat dlahirkan secara pervaginam.
Yang menjadi masalah pada persalinan pervaginam pada pasien ini adalah
factor resiko tinggi pada persalinan yaitu primi skunder dimana pernyataan tersebut
didapatkan pada saat anamnesa dimana ibu menyatakan bahwa usia dari anak
terkecilnya adalah 12 tahun. Pada usia ini (35 tahun) organ kandungan menua, jalan
lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi
persalinan macet dan perdarahan. Oleh karana hal ini akirnya pasien di rencanakan
untukdilakukan oprasi section caesarea.
Pukul 12.15 oprasi dimulai. Bayi lahir pukul 12.35, dengan jenis kelamin
perempuan AS: 7-8, berat badan 2900 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala
36cm, lingkar dada 35cm, lingkar abdomen 31 cm, suhu 36,2C, ketuban keruh, cacat
negative, caput negative, anus (+), advice post setion caesarea. Advice post SC infus
RL dan D5 1000/24 jam, oxitosin 2 ampul sampai dengan 12 jam post sc, kaltrofen
sup 3x1, cek darah lengkap post sc, observasi.

55

Anda mungkin juga menyukai