Konflik antara Iraq-Kuwait merupakan konflik yang terjadi semenjak perang dunia II,
yang kemudian menempatkan wilayah Babilonia klasik menjadi
sebuah entitas negara yang kemudian dikenal dengan Iraq.
Konflik dua negara ini sedikit banyak diwarnai oleh persoalan
politik yang kemudian bergerak menjadi persoalan ekonomi.
Konflik
menjadi
kolonialisasi
mengemuka
terhadap
berbagai
pasca
Inggris
wilayah
melakukan
Timur
Tengah
Lihat lebih jauh dalam uraian Iraq-Kuwait Conflict dalam Microsoft Encarta Encyclopedia 2004.
Konflik ini juga tidak bisa dilepaskan dari aroma propaganda dan adu domba oleh regim
adikuasa. Iraq dalam batas tertentu mendapatkan dukungan yang masif dari Amerika Serikat
untuk mengeliminasi pengaruh Iran di Timur Tengah yang banyak menganggu kepentingan
Amerika Serikat. Nasionalisasi perusahaan Amerika Serikat di Iran pasca revolusi menjadikan
titik strategis Amerika Serikat di Timur Tengah dan Asia Tengah telah hilang, maka Amerika
Serikat harus mendapatkan sekutu baru dengan melakukan taktik adu domba.2
Konflik yang paling luas dan mengalami perubahan setting konflik3 adalah yang banyak
dikenal dengan konflik Arab-Israel. Konflik ini dalam batas tertentu lebih mewakili konflik etnis
yang kemudian terkemas dalam bentuk konflik antar negara. Konflik ini berawal dari gejala
imigrasi besar-besaran etnik Yahudi ke Timur Tengah yang kemudian pada tahun 1948
melahirkan sebuah negara baru yang bernama Israel.
Lahirnya negara Israel yang diiringi dengan pembakaran sebagaian masjid Al-Aqsha
menyulut konflik menjadi lebih meluas yang melibatkan berbagai negara Arab di Timur Tengah
seperti Arab Saudi, Iraq, Iran, Mesir, Suriah, Yordania yang juga saling berkompetisi sebagai
pemimpin negara-negara Arab dalam Liga Arab. Konflik ini kemudian termanifestasi dalam
konflik Arab-Israel I yang terjadi 1956, yang dalam batas tertentu sebagai titik awal perlawanan
masif. Israel hampi mengalami kekalahan serius jika tidak Amerika Serikat melakukan campur
tangan untuk menyelamatkan Israel. Bahkan dalam batas tertentu beberapa negara seperti Suriah,
Yordania kehilangan beberapa bagian wilayahnya, seperti Gaza dan Tepi Barat.
Mesir yang mengklaim diri sebagai pemimpin negara Arab kemudian melakukan uji coba
perang Arab Israel kedua yang dilakukan 10 tahun kemudian di 1967. Namun konflik ini dalam
batas tertentu menyebabkan salah satu bagian wilayah Mesir justru malah dikuasai oleh Israel,
yakni dataran tinggi Sinai yang memang posisinya berada di wilayah Asia.
Iraq yang mengalami ekskalasi perkakas militer pasca perang 8 tahun dengan Iran
mencoba mendesain diri sebagai pemimpin negara Arab dalam dekade 1990-an setelah beberapa
negara Arab lainnya mulai menarik diri dari emphati kepada Palestina. Mesir semenjak Camp
David, kemudian diikuti oleh beberapa negara seperti Yordania, Suriah, Arab Saudi yang sudah
tidak intensif lagi dalam pemberian dukungan fisik. Iraq kemudian melakukan tindakan yang
sangat antagonis pasca melakukan perang 8 tahun dengan Iran yakni dengan melakukan serangan
2
Lihat dalam Alan R. Taylor, Pergeseran-Pergeseran Aliansi Dalam Sistem Perimbangan Kekuatan Arab, Jakarta,
AmarPress, 1990, hal. 149
3
ibid.,
sporadis ke Israel. Akibat serangan maka PLO sebagai representasi perjuangan masyarakat
Palestina memberikan dukungan kepada Iraq tatkala Iraq melakukan invasi ke Kuwait.
Akibatnya dukungan PLO ini maka Arab Saudi yang sebelumnya memberikan bantuan finasial
terhadap proses perjuangan Palestina banyak menarik diri, karena Arab Saudi adalah salah satu
negara yang bertentangan dengan haluan politik luar negeri Saddam Hussein.
Sampai saat ini konflik Arab-Israel tetap berlangsung dengan semakin intensif Israel di
bawah kepemimpinan Ariel Sharon melakukan penetrasi ke Palestina dengan tindakan
pengisiolasian terhadap Arafat, pembunuhan kepada tokoh Hamas
Syeikh Ahmad Yasin, Abdullah Aziz Rantisi dan kelompok militan
lainnya. Terakhir Israel melakukan pembangunan tembok terhadap
Yerusalem sebagai langkah kontroversial. Bahkan dalam dua tahun
berturut-turut Israel menyerang langsung ke Gaza di 2006, dan 2009,
yang mengakibatkan kerusakan sangat serius di Gaza. Israel juga
menyerang ke Lebanon, setelah 2 orang serdadunya ditangkap oleh
gerilyawan Hizbullah.
Sedangkan konflik di
tingkat negara-negara
berbasis kerajaan relatif
bersifat latent, di mana
regim selama ini masih
mampu mencegah
konflik secara manifest
melalui intrumen
pembangunan
kesejahteraan
masyarakat dari hasilhasil insutri minyak.
Lihat index demokrasi negara di Timur Tengah dalam Dhurorudin Masad dkk, Prospek Kerjasama EkonomiPolitik Indonesia Timur Tengah, Jakarta, LIPI, 1997
kecenderungan angka indeks demokratisasi di negara berbasis minyak akan naik seiring dengan
berkurangnya deposit minyak yang dimiliki.5
Akibat dari konflik yang dilatentkan dan akumulatif tersebut maka begitu terjadi konflik
maka berkecenderungan melahirkan konflik yang uniq dan khas berupa tindakan kekerasan yang
masif. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai peristiwa yang terjadi di Israel, Palestina, Iraq, Suriah,
Yordania, Arab Saudi sering terdapat ekspresi ketidaksukaan masyarakat kepada pemerintah
yang berkuasa dalam bentuk aksi kekerasan. Israel yang diyakini sebagai negara yang
demokratis terhadap warganya ternyata juga tetap melahirkan reaksi kekerasan yang berakibat
pembunuhan terhadap PM Yitzak Rabin. Konflik yang juga sangat marak sekarang ini adalah
konflik di Iraq, di mana pemerintah yang berkuasa dianggap tidak memiliki legitimasi yang kuat
bahkan dituding sebagai boneka Amerika Serikat, sehingga konflik antara masyarakat dengan
pemerintah sangat besar.
Kasus di Arab Saudi sekarang ini juga menunjukkan pola-pola peningkatan konflik
antara masyarakat dengan negara. Kelompok al-Qaeda yang merupakan kelompok yang berbasis
di Arab Saudi merupakan kelompok yang sangat kritis kepada regim Saud, sehingga pada tahun
1993 kelompok ini dibubarkan dan dilarang aktivitasnya di Saudi. Pemimpinnya Usamah bin
Laden dideportasi dari Arab Saudi. Namun juga tak bisa dipungkiri meskipun mendapatkan
tindakan represif dari pemerintah Arab Saudi kelompok ini masih sering melakukan aksi
perlawanan kepada kebijakan pemerintah Arab Saudi.6
Salah satu contoh negara yang menarik adalah Qatar, Qatar diyakini deposit minyaknya akan mengalami
pengurangan yang sangat serius dalam 2 dekade ke depan, sehingga mulai sekarang Qatar mulai memberikan iklim
keterbukaan politik bagi masyarakatnya, lihat dalam ibid.,
6
Lihat dalam Osama bin Laden: Teroris atau Mujahid, Jakarta, Gramedia, 2001, hal. 33
Palestina terhadap Israel. Dalam kasus perjanjian rahasia Oslo antara Arafat dengan Rabin
akhirnya menimbulkan konflik antar masyarakat Palestina sendiri. Demikian pula kasus Gaza
Jerico first yang akan memberikan kompensasi bagi keterlibatan warga
Palestina untuk bisa bekerja di Israel dengan kompensasi Arafat harus
memerangi sayap perlawanan Palestina yang lain. Kasus semacam ini juga
muncul lagi ketika Israel membidani lahirnya struktur Perdana Menteri dalam
Struktur Pemerintah Otoritas Palestina yang menempatkan Mahmud Abbas
yang harus bersitegang dengan kubu Arafat.
Dalam kasus di Israel konflik antar masyarakat juga tidak bisa
dipisahkan dari haluan kebijakan pemerintah yang cenderung menempatkan
faksi politik di Israel dalam kubu bersitegang bahkan konfrontatif. Kebijakan
Peristiwa yang sangat menyakitkan adalah pembunuhan terhadap ulama kharismatis Syiah, Muqtada Sadr yang
kemudian berakibat masyarakat Syiah Iraq melakukan opisisi dan perlawanan masif terhadap regim transisional.
mewakili aspirasi rakyat. Ketegangan antara masyarakat ini kemudian mengilhami kekerasan
antar pendukung kelompok satu dengan kelompok yang lain.