PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Identitas adalah satu diantara sekian banyak fundamen kemanusiaan yang
acapkali menimbulkan konflik. Identitas menjadi isu sentral tiap kali muncul
konflik atas dasar ras dan etnis. Para pakar mengatakan bahwa konflik secara
mendasar berbeda dengan konflik kepentingan, karena suatu kepentingan
sekalipun dapat didiskusikan, sementara kebutuhan identitas tidak demikian.
Konflik berdasarkan identitas makin mengemuka sejak abad ke-19. Lahirnya
kesadaran hak asasi dan glibalisasi memperluas perhatian terhadap konflik.
Akan tetapi sisi yang paling penting adalah konflik yang muncul dalam
situasi pasca kolonial ketika tiada suatu kekuasaan berwibawa yang mampu
menciptakan keamanan dan ketertiban. Ketika suatu masyarakat menggapai
kemerdekaan, munculnya keterbelahan mengenai apa yang mesti dirumuskan
sebagai aturan dasar suatu negara. Kebanyakan konflik yang lahir di negara
semacam ini berdasarkan etnisitas dan agama dibandingkan karena pertentangan
kelas. Konflik-konflik seperti ini muncul dalam masyarakat yang terbelah
sebagaimana terjadi di Sri Lanka, Pakistan, Bosnia, dan Rwanda.
Akan tetapi tidak ada satu negarapun yang menghadapi konflik identitas
menyangkut agama dan etnisitas berdarah-berdarah dan dalam waktu lama seperti
yang terjadi di Sri Lanka dan Pakistan. Negara ini dulu merupakan bekas koloni
Inggris. Sejak kemerdekaan, negara ini menghadapi konflik etnis internal yang
terjadi antara kaum mayoritas dan minoritas.
Berbagai faktor menjadi pemicu terjadinya konflik di antara negara Sri
Lanka dan Pakistan, baik itu dari faktor internal maupun eksternal. seperti yang
terjadi di negara Sri Lanka yaitu konflik antara suku Tamil dan Sinhala.
Sedangkan di Pakistan terjadi konflik dimana kaum Jammu-Kashmir yang ingin
memerdekakan diri dan tidak ingin memilih diantara Pakistan dan India. Latar
belakang tersebut menjadi pembahasan yang menarik untuk dikaji. Oleh karena
itu penulisan makalah ini akan merujuk pada dinamika terjadinya konflik etnis
yang terjadi di negara Asia Selatan khususnya Sri Lanka dan Pakistan.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk
mengkajidan membahas mengenai dinamika konflik yang terjadi di negara Sri Lanka
dan Pakistan. Selain itu penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban
BAB II
PEMBAHASAN
SRI LANKA
Adalah sebuah negara pulau di sebelah utara Samudera Hindia di pesisir
tenggara India. Sri Lanka berbatasan laut dengan India di sebelah barat laut dan
dengan Maladewa di barat daya. Hingga tahun 1972, dunia internasional
menyebut negara ini Ceylon.Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa Sri Lanka
memiliki sejarah lebih dari 3000 tahun. Karena lokasi geografis yang sangat
strategis, memungkinkan Sri Lanka sebagai salah satu tempat perhentian dari
masa Jalur Sutra hingga Perang Dunia II. Sri Lanka merupakan negera yang
beragam, dihuni oleh masyarakat yang berbeda akan agama, suku, dan bahasa. Sri
Lanka memiliki warisan Buddha yang sangat kaya, yang di mana tulisan Buddha
pertama ditulis di negara ini. Sri Lanka telah dilanda konflik etnis selama dua
dekade terakhir antara pemerintah dan kelompok minoritas Tamil yang dilakukan
oleh Macan Tamil. Pada tahun 2009, konflik antara keduanya berakhir dengan
kemenangan pihak pemerintah.
Sri Lanka adalah sebuah republik. Ibu kotanya, Sri Jayawardenapura Kotte,
adalah kota pinggiran dari kota terbesar di Sri Lanka, Kolombo. Negara ini
terkenal akan produksi tehnya. Produk lain yang juga sangat penting adalah kopi,
batu permata, kelapa, karet, dan kayu manis. Sri Lanka sering disebut "Permata
Samudra Hindia" karena bentuknya dan juga keindahan alamnya.
a. Sejarah Konflik Sri Lanka
Akar konflik yang mengatasnamakan Tamil sebagai etnis minoritas dan
Sinhala sebagai etnis mayoritas pada dasarnya telah dimulai sejak kemerdekaan
Sri Lanka pada 1947. Penyerahan kekuasaan yang semula dikelola oleh Inggris
kepada Sinhala sebagai etnis dominan, baik dari segi populasi maupun kekuasaan
politik, tidak diikuti dengan sistem yang dapat menjamin hak-hak minoritas di
luar Sinhala. Dominasi tersebut semakin terlihat jelas sejak 1956, kuasa atas
pemerintahan secara mutlak dipegang oleh Sinhala. Kekhawatiran tersebut
saat Inggris membentuk pemerintahan yang sentralistis, rakyat Sri Lanka terpaksa
harus menguasai bahasa itu, karena hanya dengan penguasaan tersebut mereka
akan memperoleh lapangan pekerjaan.
Pendidikan yang baik dapat ditempuh oleh kalangan etnis Tamil, sementara
etnis Sinhala dicuragai oleh misionaris Katolik dan sekolah-sekolah Inggris. Hal
ini kemudian menimbulkan hierarki kelas. Penduduk yang menguasai bahasa
Inggris memperoleh pekerjaan dan gaji yang layak dari pemerintah colonial.
Sementara kalangan etnis Sinhala hanya menjadi budak, buruh, dan pedagang di
pedesaan.Ketengan segera muncul begitu etnis Sinhala sadar bahwa etnis Tamil
memperoleh keuntungan begitu banyak sejak masa colonial. Dendam masa lalu
inilah yang kemudian setelah kemerdekaan memincu prasangka negatif. Penyebab
lain adalah bahwa kalangan Tamil dibawa oleh pemerintah colonial Inggris dari
kawasan India Selatan . Sinhala mengecap mereka sebagai orang asing. Sinhala
cemas jika Tamil bersama-sama kalangan Islam akan mengendalikan negara itu.
Oleh karena itu, di bawah penjajahan Inggris, muncul benih-benih dendam antara
Sinhala dan Tamil, dan melahirkan tekanana mayoritas Sinhala terhadap minoritas
Tamil.
c. Formasi Awal Diaspora Tamil
Diaspora Tamil merupakan formasi diaspora yang tergolong masih berumur
muda. Formasi Tamil memang baru mulai terbentuk pada paruh kedua abad ke-20.
Terbentuk sebagai korban Perang Sipil Sri Lanka tentunya bukan merupakan hasil
yang diinginkan oleh diaspora Tamil. Mereka secara terpaksa harus keluar dari
tanah air mereka dan mencari suaka ke negara-negara asing. Dengan statusnya
sebagai diaspora generasi pertama yang artinya lemah secara politik di dunia yang
sama sekali asing, diaspora Tamil secara bertahap mendapat perhatian
internasional. Sayangnya, perhatian tersebut mengarah ke diaspora Tamil bukan
untuk mengelu-elukan pencapaian positif mereka. Sebaliknya, afiliasi diaspora
Tamil dengan organisasi Liberation Tiger of Tamil Eelam mengantarkan diaspora
Tamil sebagai salah satu komunitas diaspora dengan predikat negatif, peacewrecker (perusak perdamaian).
6
Atas nama solidaritas pula tidak jarang dalam aktivitasnya, diaspora terlibat
dalam jaringan transnasional yang melibatkan hubungan kompleks dengan sesama
komunitas diaspora, dengan host-countries, dengan tanah air, serta aktor-aktor
internasional lain. Dibentuk dari beberapa gelombang migrasi sejak kemerdekaan
Sri Lanka pada 1948, Diaspora Tamil diperkirakan berjumlah satu juta jiwa pada
2010. Jumlah tersebut kira-kira satu perempat dari seluruh populasi Tamil di Sri
Lanka.
Meski Diaspora Tamil telah menetap di negara-negara yang mampu
memberikan kehidupan yang lebih layak dan bebas dari ancaman perang, ikatan
yang kuat dengan tanah air dan keluarga di Sri Lanka bukanlah sesuatu yang
mudah diabaikan. Ikatan etnis ini juga semakin mengakar kuat dengan tidak
sedikitnya pihak diaspora yang termarjinalkan di masing-masing host-countries.
Keingingan Diaspora Tamil untuk membantu perjuangan sesamanya di Sri Lanka
sendiri merupakan pintu masuk LTTE untuk menyebarkan ide Tamil Eelam. LTTE
dan Diaspora Tamil merupakan dua aktor yang memiliki latar belakang dan tujuan
yang relatif sama. Keduanya berasal dari etnis Tamil yang merasa mendapat
perlakuan tidak adil dari pemerintah Sri Lanka. Kesenjangan sosial yang tinggi
dan ketidaktanggapan pemerintah lantas menyulut pertikaian vertikal antara
pemberontak dengan pemerintah. Dan untuk tetap melanjutkan perjuangan
melawan pihak Sri Lanka, LTTE tentunya perlu mendapat dukungan yang besar
untuk menutupi kebutuhan operasional dan persenjataan. Dalam kondisi inilah
LTTE bergantung pada kontribusi serta diaspora Tamil.
d. Aktivitas Diaspora Tamil & Dinamika Konflik Sri Lanka
Sejak tahun 2002, partisipasi politik di kalangan diaspora Tamil mulai
berubah. Para pendukung LTTE di komunitas diaspora mulai lebih fokus pada
upaya memasukkan para perwakilan Tamil ke dalam sistem pemerintahan hostcountry melalui pemilihan umum. Cara-cara seperti penggunaan uang dan
pengaruh elektoral merupakan hal yang lumrah dalam mempengaruhi para
pengambil kebijakan. Perubahan ini tentu tidak dapat dikatakan sepenuhnya
positif dengan adanya keterlibatan politik kotor, namun juga tidak terlalu buruk
gencatan
senjata
tersebut
tidak
benar-benar
dapat
memadamkan ego dan abuse dari dua pihak yang berseteru, setidaknya telah ada
inisiatif damai.
Diaspora Tamil merupakan aktor rasional yang beroperasi berdasarkan
prinsip cost and benefit. Konsep aktor rasional memerlukan pemahaman yang
dinamis atas aktor yang motivasinya dapat berubah sesuai dengan konteks dan
opsi yang tersedia bagi mereka untuk memaksimalkan daya saing. Diaspora Tamil
sebagai aktor politik rasional harus dipahami sebagai kelompok yang berperilaku
sesuai kebutuhan mereka, bukan sebagai aktor yang berperilaku benar atau salah.
Jika dilihat dari lensa 'orang luar', Diaspora Tamil dapat menjadi bagian dari
masalah serta bagian dari solusi. Agar tidak terjadi perbedaan pandangan ke
depan, maka diaspora perlu dipahami tidak dari apa yang ia lakukan, tetapi lebih
pada mengapa ia melakukan apa yang ia lakukan. Dengan demikian, semua upaya
yang dilakukan oleh diaspora, baik itu dukungan finansial terhadap LTTE atau
dengan membangun dan merehabilitasi wilayah di Sri Lanka Utara dan Timur,
merupakan langkah yang ditujukan untuk mendukung ekonomi, finansial, dan
struktur politik yang independen.
Dengan demikian, jika dilihat dari alasan atas sikap pasif diaspora Tamil,
maka dapat dirumuskan dua alasan utama. Pertama, kuatnya dominasi LTTE
terhadap diaspora. Hal ini diperparah dengan agresifitas LTTE dalam mengontrol
pengaruhnya. LTTE tidak segan-segan bersikap koersif terhadap pihak yang
mengkritiknya, termasuk sesama Tamil. Kedua, sebagai diaspora yang masih
berumur muda, komunitas Tamil belum cukup pengalaman dan modal untuk
mampu menghadirkan kebijakan yang merefleksikan identitas politiknya.
Diaspora Tamil yang sadar akan hal tersebut bereaksi dengan bersikap pasif dan
lebih banyak belajar dari pencapaian dan kesalahan LTTE. Diaspora Tamil pada
dasarnya sedang melalui proses manajemen adaptif dan berusaha menyerap
pengetahuan dari pihak ketiga dan lingkungan sekitarnya.
Transformasi diaspora Tamil menjadi aktor aktif yang beroperasi secara
mandiri tidak dapat dilepaskan dari keabsenan LTTE sejak. Meski komunitas
Tamil sulit menerima kekalahan LTTE, mereka cepat beradaptasi dengan
tantangan baru dan segera mengorganisir diri dalam model organisasi yang
mewakili keprihatinan diaspora melalui TGTE dan GTF. Dalam hitungan bulan
sejak kekalahan LTTE, diaspora Tamil telah menunjukkan pencapaian besar.
Kapasitas ini tentunya tidak dapat diwujudkan Tamil tanpa warisan dari LTTE.
Diaspora Tamil dengan dipimpin oleh generasi muda Tamil banyak mengolah
pengalaman-pengalaman LTTE dalam agenda politik mereka di TGTE dan GTF.
Tentunya belajar dari pengalaman yang lalu, diaspora sekarang lebih banyak
mengedepankan nilai-nilai demokratis dan non-koersif.
PAKISTAN
Pakistan merupakan negara yang memiliki sejarah ribuan tahun hingga
peradaban Lembah Indus, yang sisa-sisanya masih bisa dilihat. Tapi negara
Pakistan modern pertama kali didirikan pada tahun 1947. Negara ini diciptakan
dari daerah kerajaan Inggris di India yang memiliki mayoritas penduduk Islam.
ketika Pakistan mendapat kemerdekaannya, negara ini terdiri atas dua bagian,
yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur. keduanya dipisahkan oleh sekitar 1.000
mil (1.600 kilometer) dari wilayah milik India. Pada tahun 1971, setelah
terjadinya Perang sipil dan perang antara Pakistan dan India, Pakistan Timur
memisahkan diri dari Pakistan. Daerah ini mendeklarasikankemerdekaannya
sebagai negara Bangladesh.
Penduduk asli Pakistan adalah keturunan orang-orang yang tiba di wilayah
ini, baik sebagai penakluk atau pemukim, dalam sejarah panjang. Ada empat
kelompok etnis utama di Pakistan, yang secara tradisional telah menghuni daerah
yang sekarang membentuk empat provinsi. Kelompok terbesar adalah Punjabi,
mereka membentuk hampir 45% dari populasi Pakistan dan hidup terutama di
daerah Punjabi. Kelompok terbesar kedua, Pashtun yang memiliki keterkaitan
dengan orang dari tetangga Pakistan, Afghanistan. Mereka tinggal terutama di
pegunungan di provinsi perbatasan Barat Laut. Kelompok Sindhi menempati
provinsi Selatan Sind. Kelompok Baluchi terdiri atas banyak suku nomaden.
mereka mendiami Baluchistan, provinsi terbesar tapi paling sepi dari empat
provinsi Pakistan yang terletak di Barat Daya.
Struktur etnik di Pakistan cenderung memiliki sifat otonom yang luas. Jadi
dasar pembentukan propinsi atau wilayah selama ini berbasiskan etnik, dan dalam
sejarah di India dan Pakistan regim kolonial Inggris memang telah menanamkan
ide otonomi ini sebagai salah satu plat form kebijakan untuk mengelola
masyarakat. Hal ini bisa ditemui di Malaysia, di mana negara-negara bagian di
Malaysia memiliki watak otonomi yang khas, sehingga begitu Malaysia
mencanangkan kemerdekaan sistem yang dipakai adalah federasi. Sebagaimana
pula Amerika Serikat yang juga pernah menjadi koloni Inggris juga memiliki
10
watak otonomi wilayah yang kuat, dan pasca kemerdekaan Amerika Serikat juga
membangun Federasi. Dalam batas tertentu kebijakan tersebut membuat sistem
pemerintahan di Pakistan tidak sentralistik, beda dengan bekas koloni Belanda
pasca kemerdekaan cenderung masik mempergunakan sistem sentralistik seperti
kasus Indonesia.
Warna yang khas dalam sistem otonomi di Pakistan ini juga
mencerminkan artikulasi orientasi politik masyarakat terhadap partai politik.
Masyarakat Punjabi cenderung akan berafiliasi kepada kelompok Islam puritan,
petani, yang cenderung akan memilih partai PML (Pakistan Moslem League). Dan
masyarakat Sindhi yang bercorak aristocrat, tempat di mana Ali Bhutto berasal
cenderung berwatak urban dan Islam modernis cenderung berafiliasi ke Pakistan
People Party (PPP). Demikian pula kelompok Muhajir yang cenderung pragmatis
di antara keduanya, karena praktis mereka adalah orang baru di Pakistan.
Antar etnik di Pakistan seringkali rentan dengan konflik sipil, sehingga
hampir semua regim sipil mengalami konflik etnik. Regim dari Ali Bhutto akhir
dijatuhkan melalui kudeta oleh Zia juga disebabkan perkara konflik etnik,
jatuhnya regim Benazir Bhutto pada pemerintahan pertama juga karena problem
kekerasan etnik, demikian pula regim Nawaz Sharif yang akhirnya dijatuhkan
oleh Pervez Musharaff juga karena problem kekerasan etnik. Dalam pandangan
Erick Nodlinger, pola seperti inilah pretorian militer akan berkembang, dan
cenderung regim militer bisa diterima karena mampu memberikan keamanan. Hal
ini bisa dibuktikan bahwa hampir selama 55 tahun semenjak kemerdekaan sudah
terdapat 4 regim militer, dari Ayub Khan, Yahya Khan, Zia ul Haq dan Pervez
Musharaff akhir-akhir ini.
a. Sejarah Konflik Etnis Di Pakistan
Sejarah Pakistan yang cukup kelam terjadi ketika perpindahan penduduk
disertai kekerasan antarkelompok etnik berskala besar yang menguatkan rasa
permusuhan di antara kedua negara. Permusuhan tersebut makin bertambah
dengan adanya perselisihan mengenai masuknya negara-negara bagian pribumi ke
dalam salah satu di antara kedua negara tersebut.Penguasa Hindu Jammu dan
11
12
mayoritas
muslim.
Seperti
di
Hyderabad
dan
Junagadh
13
lain oleh India, Kashmir diharapkan bergabung dengan India untuk membuktikan
bahwa mayoritas Muslim di sebuah negara bagian bukanlah sebuah ancaman
dalam konteks sebuah India yang sekular. Sementara di sisi lain, Maharaja Hari
Singh berusaha agar kerajaannya dapat merdeka, dengan memperlambat
keputusannya untuk memilih India atau Pakistan sampai terjadinya partisi.
Maharaja akhirnya memilih bergabung dengan India dengan penyerahan
kekuasaan, khususnya bidang pertahanan, luar negeri, dan komunikasi kepada
pemerintah India. Penyerahan kekuasaan inilah yang menjadi dasar klaim India
atas Kashmir.
Faktor-faktor pemicunya adalah, antara lain, kegagalan diplomasi,
pembangunan militer India yang demikian besar, dan usaha India untuk
mengintegrasikan wilayah Kashmir Pakistan ke India.Atas sikap dan provokasi
India tersebut Pakistan merasa khawatir jika India akan mengambil wilayah
Kashmir yang sudah mereka kuasai. Pemimpin Pakistan menyusun gerakan anti
India untuk mendukung gerakan agar Kashmir sepenuhnya bergabung dengan
Pakistan. Pada bulan Agustus tahun 1965 tentara Pakistan masuk ke lembah
Kashmir yang masuk ke wilayah India untuk menggerakkan pemberontakan
Muslim Kashmir. Tapi oleh muslim Kashmir, penyusup ini diserahkan kepada
tentara India. Setelah itu tentara India dan Pakistan berkumpul di sepanjang
perbatasan kedua negara. Pertempuran terjadi di sepanjang perbatasan sekitar
Punjab dekat Lahore, berlanjut sampai bulan September ketika PBB
mengeluarkan resolusi 211 tanggal 20 September 1965 untuk gencatan senjata.
India menerima resolusi tersebut tanggal 21 September sedangkan Pakistan
menerima tanggal 22 September. Kedua negara kemudian mengadakan
pembicaraan damai di Tashkentwilayah Uni Soviet, ibukota Uzbekistan
sekarang. Pada tanggal 10 Januari 1966 kedua belah pihak menandatangani
perjanjian Tashkent yang isinya
Beberapa langkah India menunjukkan itikad kurang baik untuk penyelesaian
masalah Kashmir. Majelis konsituante Jammu-Kashmir (boneka India) pada 6
Februari 1954 meratifikasi bergabungnya wilayah Kashmir ke India. Pada 19
14
15
16
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi di
negara Sri Lanka dan Pakistan merupakan konflik etnis antara mayoritas dan
minoritas. Dimana terjadi pergolakan antar etnis yang mengakibatkan banyak
perpecahan di kedua negara tersebut. Seperti yang kita ketahui perpecahan yang
terjadi di negara Sri Lanka dan Pakistan tidak lepas dari campur tangan negaranegara besar seperti AS, Uni Soviet dan lain sebagainya. Negara besar tersebut
mempunyai kepentingan masing-masing terhadap negara Sri Lanka dan Pakistan.
18