Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Identitas adalah satu diantara sekian banyak fundamen kemanusiaan yang
acapkali menimbulkan konflik. Identitas menjadi isu sentral tiap kali muncul
konflik atas dasar ras dan etnis. Para pakar mengatakan bahwa konflik secara
mendasar berbeda dengan konflik kepentingan, karena suatu kepentingan
sekalipun dapat didiskusikan, sementara kebutuhan identitas tidak demikian.
Konflik berdasarkan identitas makin mengemuka sejak abad ke-19. Lahirnya
kesadaran hak asasi dan glibalisasi memperluas perhatian terhadap konflik.
Akan tetapi sisi yang paling penting adalah konflik yang muncul dalam
situasi pasca kolonial ketika tiada suatu kekuasaan berwibawa yang mampu
menciptakan keamanan dan ketertiban. Ketika suatu masyarakat menggapai
kemerdekaan, munculnya keterbelahan mengenai apa yang mesti dirumuskan
sebagai aturan dasar suatu negara. Kebanyakan konflik yang lahir di negara
semacam ini berdasarkan etnisitas dan agama dibandingkan karena pertentangan
kelas. Konflik-konflik seperti ini muncul dalam masyarakat yang terbelah
sebagaimana terjadi di Sri Lanka, Pakistan, Bosnia, dan Rwanda.
Akan tetapi tidak ada satu negarapun yang menghadapi konflik identitas
menyangkut agama dan etnisitas berdarah-berdarah dan dalam waktu lama seperti
yang terjadi di Sri Lanka dan Pakistan. Negara ini dulu merupakan bekas koloni
Inggris. Sejak kemerdekaan, negara ini menghadapi konflik etnis internal yang
terjadi antara kaum mayoritas dan minoritas.
Berbagai faktor menjadi pemicu terjadinya konflik di antara negara Sri
Lanka dan Pakistan, baik itu dari faktor internal maupun eksternal. seperti yang
terjadi di negara Sri Lanka yaitu konflik antara suku Tamil dan Sinhala.
Sedangkan di Pakistan terjadi konflik dimana kaum Jammu-Kashmir yang ingin
memerdekakan diri dan tidak ingin memilih diantara Pakistan dan India. Latar
belakang tersebut menjadi pembahasan yang menarik untuk dikaji. Oleh karena

itu penulisan makalah ini akan merujuk pada dinamika terjadinya konflik etnis
yang terjadi di negara Asia Selatan khususnya Sri Lanka dan Pakistan.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk
mengkajidan membahas mengenai dinamika konflik yang terjadi di negara Sri Lanka
dan Pakistan. Selain itu penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban

tugas kelompok dalam mata kuliah Politik Dan Pemerintahan Negara


Asia Selatanserta memberi pengetahuan bagi penulis dan juga pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
SRI LANKA
Adalah sebuah negara pulau di sebelah utara Samudera Hindia di pesisir
tenggara India. Sri Lanka berbatasan laut dengan India di sebelah barat laut dan
dengan Maladewa di barat daya. Hingga tahun 1972, dunia internasional
menyebut negara ini Ceylon.Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa Sri Lanka
memiliki sejarah lebih dari 3000 tahun. Karena lokasi geografis yang sangat
strategis, memungkinkan Sri Lanka sebagai salah satu tempat perhentian dari
masa Jalur Sutra hingga Perang Dunia II. Sri Lanka merupakan negera yang
beragam, dihuni oleh masyarakat yang berbeda akan agama, suku, dan bahasa. Sri
Lanka memiliki warisan Buddha yang sangat kaya, yang di mana tulisan Buddha
pertama ditulis di negara ini. Sri Lanka telah dilanda konflik etnis selama dua
dekade terakhir antara pemerintah dan kelompok minoritas Tamil yang dilakukan
oleh Macan Tamil. Pada tahun 2009, konflik antara keduanya berakhir dengan
kemenangan pihak pemerintah.
Sri Lanka adalah sebuah republik. Ibu kotanya, Sri Jayawardenapura Kotte,
adalah kota pinggiran dari kota terbesar di Sri Lanka, Kolombo. Negara ini
terkenal akan produksi tehnya. Produk lain yang juga sangat penting adalah kopi,
batu permata, kelapa, karet, dan kayu manis. Sri Lanka sering disebut "Permata
Samudra Hindia" karena bentuknya dan juga keindahan alamnya.
a. Sejarah Konflik Sri Lanka
Akar konflik yang mengatasnamakan Tamil sebagai etnis minoritas dan
Sinhala sebagai etnis mayoritas pada dasarnya telah dimulai sejak kemerdekaan
Sri Lanka pada 1947. Penyerahan kekuasaan yang semula dikelola oleh Inggris
kepada Sinhala sebagai etnis dominan, baik dari segi populasi maupun kekuasaan
politik, tidak diikuti dengan sistem yang dapat menjamin hak-hak minoritas di
luar Sinhala. Dominasi tersebut semakin terlihat jelas sejak 1956, kuasa atas
pemerintahan secara mutlak dipegang oleh Sinhala. Kekhawatiran tersebut

terbukti dengan diberlakukannya hukum Sinhala Only pada 1956 yang


mengganti bahasa resmi Sri Lanka dari bahasa Inggris menjadi bahasa Sinhala.
Kebijakan tersebut diikuti dengan dikeluarkannya konstitusi yang mengakui
agama Budha sebagai satu-satunya agama resmi Sri Lanka pada 1972.
Diskriminasi tersebut juga diikuti dengan berbagai pembatasan bagi etnis di luar
Sinhala untuk aktif dalam pendidikan dan perpolitikan yang seharusnya menjadi
hak setiap warga negara.
Pada Juli 1983, konflik persinggungan antara Tamil dan Sinhala semakin
tereskalasi ketika militan Tamil membunuh 13 tentara Sinhala dalam sebuah
operasi penyergapan di wilayah utara. Kematian tentara tersebut membangkitkan
kemarahan Sinhala dan memicu balas dendam terhadap Tamil. Berdasarkan
laporan pemerintah, terdapat 300 korban meninggal di pihak Tamil, namun
sumber Tamil menyebutkan angka 3000 korban jiwa. Pemerintah bagaimana pun
gagal dalam menyelesaikan kerusuhan yang berbuntut menjadi konflik dalam
skala lebih besar dan memulai periode Perang Sipil Sri Lanka.
Di tengah diskriminasi yang semakin gencar serta merebaknya kekerasan
anti-Tamil, banyak bermunculan organisasi-organisasi politik dan militer yang
memperjuangkan hak-hak etnis Tamil. Organisasi tersebut berupaya mendapatkan
kedaulatan bagi etnis Tamil Sri Lanka yang mencita-citakan keberadaan negara
Tamil Eelam. Organisasi-organisasi seperti Tamil Eelam Liberation Organization
(TELO), People's Liberation Organization for Tamil Eelam (PLOTE), Eelam
People's Revolutionary Liberation Front (EPRLF), dan Liberation Tiger of Tamil
Eelam (LTTE) merupakan beberapa kelompok yang cukup berpengaruh dalam
perang sipil. Kelompok militan ini beroperasi dalam berbagai aksi penyergapan
polisi, pembunuhan massal, bom bunuh diri, hingga penggunaan wanita dan anakanak sebagai tentara. Beberapa aksi LTTE bahkan menyerang kalangan elit
pemerintah seperti mantan Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi pada 1991 dan
Presiden Sri Lanka, Ranasinghe Premadasa pada 1993. Pada 1999 pun pernah
terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sri Lanka, Chandrika
Kumaratunga, meski akhirnya gagal. Di bawah bayang-bayang perang sipil dan

LTTE, diperkirakan terdapat 60.000 korban jiwa dan 600.000800.000 pencari


suaka asing.
b. Faktor Penyebab Konflik Etnis
1. Faktor Agama dan Etnis
Faktor ini yang menjadi pendorong utama munculnya konflik di Sri Lanka.
Etnis mayoritas Sinhala berbeda bukan saja asal muasal etnis, akan tetapi juga
menyangkut Bahasa dan agama jika dibandingkan dengen minoritas Tamil.
Sinhala mayoritas Budha, sekalipun sedikit diantaranya adalah Katolik. Bahasa
asli adalah Sinhala. Mereka diperkirakan berasal dari sebelah utara India pada
sekitar 2.500 tahun lalu. Mereka menganggap Sri Lanka sebagai wilayah khusus
umat Budha, dan percaya bahwa Sidharta Gautama datang ke wilayah ini sekitar
abad ke-15 sebelum Masehi. Sinhala memandang Sri Lanka cocok bagi
pengembangan agama dan menekan pemerintah bahwa Budha harus dilindungi
dan dimajukan.
Pada sisi lain, etnis Tamil bertutur dalam Bahasa Tamil dan mayoritas
mereka beragama Hindu. Mereka dibawa oleh kolonial Inggris untuk menjadi
pekerja di perkebunan pada era tahun1830-an. Baik Hindu maupun Budha
sesungguhnya berasal dari India dan keduanya eksis di Sri Lanka dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Namun, pasca kemerdekaan ketika perebutan
kekuasaan dimulai dan agama serta etnis menjadi faktor pendorong maka lahirlah
konflik etnis berdarah Dengan demikian, agama, etnis, dan perbedaan Bahasa
memainkan peran signifikan atas munculnya konflik.
2. Akibat penjajahan Inggris dan Dendam Masa Lalu
Sri Lanka mengalami penjajahan Portugal, Belanda, dan Inggris. Tetapi
Inggris yang meninggalkan warisan paling mendalam dibandingkan Belanda.
Inggris mengembangkan kebijakan yang menyokong pembedaan etnis dalam
masyarakat. Inggris lebih memberikan perhatian kepada etnis Tamil.Ketika
dikuasai Portugal dan Belanda, bahasa penjajah hanyalah untuk urusan formal
pemerintahan, sementara dalam pergaulan sehari-hari digunakan bahasa setempat.
Akan tetapi Inggris memaksakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Pada 1833,
5

saat Inggris membentuk pemerintahan yang sentralistis, rakyat Sri Lanka terpaksa
harus menguasai bahasa itu, karena hanya dengan penguasaan tersebut mereka
akan memperoleh lapangan pekerjaan.
Pendidikan yang baik dapat ditempuh oleh kalangan etnis Tamil, sementara
etnis Sinhala dicuragai oleh misionaris Katolik dan sekolah-sekolah Inggris. Hal
ini kemudian menimbulkan hierarki kelas. Penduduk yang menguasai bahasa
Inggris memperoleh pekerjaan dan gaji yang layak dari pemerintah colonial.
Sementara kalangan etnis Sinhala hanya menjadi budak, buruh, dan pedagang di
pedesaan.Ketengan segera muncul begitu etnis Sinhala sadar bahwa etnis Tamil
memperoleh keuntungan begitu banyak sejak masa colonial. Dendam masa lalu
inilah yang kemudian setelah kemerdekaan memincu prasangka negatif. Penyebab
lain adalah bahwa kalangan Tamil dibawa oleh pemerintah colonial Inggris dari
kawasan India Selatan . Sinhala mengecap mereka sebagai orang asing. Sinhala
cemas jika Tamil bersama-sama kalangan Islam akan mengendalikan negara itu.
Oleh karena itu, di bawah penjajahan Inggris, muncul benih-benih dendam antara
Sinhala dan Tamil, dan melahirkan tekanana mayoritas Sinhala terhadap minoritas
Tamil.
c. Formasi Awal Diaspora Tamil
Diaspora Tamil merupakan formasi diaspora yang tergolong masih berumur
muda. Formasi Tamil memang baru mulai terbentuk pada paruh kedua abad ke-20.
Terbentuk sebagai korban Perang Sipil Sri Lanka tentunya bukan merupakan hasil
yang diinginkan oleh diaspora Tamil. Mereka secara terpaksa harus keluar dari
tanah air mereka dan mencari suaka ke negara-negara asing. Dengan statusnya
sebagai diaspora generasi pertama yang artinya lemah secara politik di dunia yang
sama sekali asing, diaspora Tamil secara bertahap mendapat perhatian
internasional. Sayangnya, perhatian tersebut mengarah ke diaspora Tamil bukan
untuk mengelu-elukan pencapaian positif mereka. Sebaliknya, afiliasi diaspora
Tamil dengan organisasi Liberation Tiger of Tamil Eelam mengantarkan diaspora
Tamil sebagai salah satu komunitas diaspora dengan predikat negatif, peacewrecker (perusak perdamaian).
6

Atas nama solidaritas pula tidak jarang dalam aktivitasnya, diaspora terlibat
dalam jaringan transnasional yang melibatkan hubungan kompleks dengan sesama
komunitas diaspora, dengan host-countries, dengan tanah air, serta aktor-aktor
internasional lain. Dibentuk dari beberapa gelombang migrasi sejak kemerdekaan
Sri Lanka pada 1948, Diaspora Tamil diperkirakan berjumlah satu juta jiwa pada
2010. Jumlah tersebut kira-kira satu perempat dari seluruh populasi Tamil di Sri
Lanka.
Meski Diaspora Tamil telah menetap di negara-negara yang mampu
memberikan kehidupan yang lebih layak dan bebas dari ancaman perang, ikatan
yang kuat dengan tanah air dan keluarga di Sri Lanka bukanlah sesuatu yang
mudah diabaikan. Ikatan etnis ini juga semakin mengakar kuat dengan tidak
sedikitnya pihak diaspora yang termarjinalkan di masing-masing host-countries.
Keingingan Diaspora Tamil untuk membantu perjuangan sesamanya di Sri Lanka
sendiri merupakan pintu masuk LTTE untuk menyebarkan ide Tamil Eelam. LTTE
dan Diaspora Tamil merupakan dua aktor yang memiliki latar belakang dan tujuan
yang relatif sama. Keduanya berasal dari etnis Tamil yang merasa mendapat
perlakuan tidak adil dari pemerintah Sri Lanka. Kesenjangan sosial yang tinggi
dan ketidaktanggapan pemerintah lantas menyulut pertikaian vertikal antara
pemberontak dengan pemerintah. Dan untuk tetap melanjutkan perjuangan
melawan pihak Sri Lanka, LTTE tentunya perlu mendapat dukungan yang besar
untuk menutupi kebutuhan operasional dan persenjataan. Dalam kondisi inilah
LTTE bergantung pada kontribusi serta diaspora Tamil.
d. Aktivitas Diaspora Tamil & Dinamika Konflik Sri Lanka
Sejak tahun 2002, partisipasi politik di kalangan diaspora Tamil mulai
berubah. Para pendukung LTTE di komunitas diaspora mulai lebih fokus pada
upaya memasukkan para perwakilan Tamil ke dalam sistem pemerintahan hostcountry melalui pemilihan umum. Cara-cara seperti penggunaan uang dan
pengaruh elektoral merupakan hal yang lumrah dalam mempengaruhi para
pengambil kebijakan. Perubahan ini tentu tidak dapat dikatakan sepenuhnya
positif dengan adanya keterlibatan politik kotor, namun juga tidak terlalu buruk

dibanding penggunaan cara-cara koersif. Satu hal yang pasti, perubahan


partisipasi diaspora Tamil tidak bisa dilepaskan dari insiden 9/11 dan kebijakankebijakan internasional yang mengikutinya.
Diaspora Tamil lantas mulai menunjukkan peran aktifnya sejak periode
2000-an. Pelabelan LTTE sebagai organisasi teroris merupakan awal mula
diaspora Tamil mampu sedikit terlepas dari pengaruh LTTE. Pelabelan yang
berlaku di negara-negara Barat tentunya telah membatasi ruang gerak LTTE.
Organisasi-organisasi bernafaskan Tamil satu demi satu dibubarkan, aktivitas dan
afiliasi terhadap pergerakan Tamil pun terhalang oleh penegakan hukum setempat.
Penguatan kebijakan anti-terorisme oleh pemerintah setempat berpengaruh
signifikan terhadap pandangan diaspora Tamil. Kondisi yang demikian banyak
menyita perhatian Tamil di seluruh dunia. Mereka mulai mempertanyakan caracara LTTE dalam menjalankan operasi. Faksi-faksi diaspora Tamil moderat yang
kontra (meski tidak semuanya berani terang-terangan) terhadap garis keras Macan
Tamil pun mulai menjadi pemain baru dalam kerangka dinamika politik Tamil.
Kondisi yang serupa kembali terjadi pada 2002 dengan dimulainya perjanjian
gencatan senjata antara LTTE dengan Sri Lanka. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa diaspora memiliki peran yang cukup vital dalam mempengaruhi kebijakan
LTTE pasca 9/11. Kesediaan Macan Tamil untuk menghentikan operasi militernya
dan mencoba menggunakan cara diplomatik dikatakan merupakan hasil kerja
keras diaspora dalam melobi petinggi Macan Tamil. Meskipun dalam
perkembangannya

gencatan

senjata

tersebut

tidak

benar-benar

dapat

memadamkan ego dan abuse dari dua pihak yang berseteru, setidaknya telah ada
inisiatif damai.
Diaspora Tamil merupakan aktor rasional yang beroperasi berdasarkan
prinsip cost and benefit. Konsep aktor rasional memerlukan pemahaman yang
dinamis atas aktor yang motivasinya dapat berubah sesuai dengan konteks dan
opsi yang tersedia bagi mereka untuk memaksimalkan daya saing. Diaspora Tamil
sebagai aktor politik rasional harus dipahami sebagai kelompok yang berperilaku
sesuai kebutuhan mereka, bukan sebagai aktor yang berperilaku benar atau salah.
Jika dilihat dari lensa 'orang luar', Diaspora Tamil dapat menjadi bagian dari

masalah serta bagian dari solusi. Agar tidak terjadi perbedaan pandangan ke
depan, maka diaspora perlu dipahami tidak dari apa yang ia lakukan, tetapi lebih
pada mengapa ia melakukan apa yang ia lakukan. Dengan demikian, semua upaya
yang dilakukan oleh diaspora, baik itu dukungan finansial terhadap LTTE atau
dengan membangun dan merehabilitasi wilayah di Sri Lanka Utara dan Timur,
merupakan langkah yang ditujukan untuk mendukung ekonomi, finansial, dan
struktur politik yang independen.
Dengan demikian, jika dilihat dari alasan atas sikap pasif diaspora Tamil,
maka dapat dirumuskan dua alasan utama. Pertama, kuatnya dominasi LTTE
terhadap diaspora. Hal ini diperparah dengan agresifitas LTTE dalam mengontrol
pengaruhnya. LTTE tidak segan-segan bersikap koersif terhadap pihak yang
mengkritiknya, termasuk sesama Tamil. Kedua, sebagai diaspora yang masih
berumur muda, komunitas Tamil belum cukup pengalaman dan modal untuk
mampu menghadirkan kebijakan yang merefleksikan identitas politiknya.
Diaspora Tamil yang sadar akan hal tersebut bereaksi dengan bersikap pasif dan
lebih banyak belajar dari pencapaian dan kesalahan LTTE. Diaspora Tamil pada
dasarnya sedang melalui proses manajemen adaptif dan berusaha menyerap
pengetahuan dari pihak ketiga dan lingkungan sekitarnya.
Transformasi diaspora Tamil menjadi aktor aktif yang beroperasi secara
mandiri tidak dapat dilepaskan dari keabsenan LTTE sejak. Meski komunitas
Tamil sulit menerima kekalahan LTTE, mereka cepat beradaptasi dengan
tantangan baru dan segera mengorganisir diri dalam model organisasi yang
mewakili keprihatinan diaspora melalui TGTE dan GTF. Dalam hitungan bulan
sejak kekalahan LTTE, diaspora Tamil telah menunjukkan pencapaian besar.
Kapasitas ini tentunya tidak dapat diwujudkan Tamil tanpa warisan dari LTTE.
Diaspora Tamil dengan dipimpin oleh generasi muda Tamil banyak mengolah
pengalaman-pengalaman LTTE dalam agenda politik mereka di TGTE dan GTF.
Tentunya belajar dari pengalaman yang lalu, diaspora sekarang lebih banyak
mengedepankan nilai-nilai demokratis dan non-koersif.

PAKISTAN
Pakistan merupakan negara yang memiliki sejarah ribuan tahun hingga
peradaban Lembah Indus, yang sisa-sisanya masih bisa dilihat. Tapi negara
Pakistan modern pertama kali didirikan pada tahun 1947. Negara ini diciptakan
dari daerah kerajaan Inggris di India yang memiliki mayoritas penduduk Islam.
ketika Pakistan mendapat kemerdekaannya, negara ini terdiri atas dua bagian,
yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur. keduanya dipisahkan oleh sekitar 1.000
mil (1.600 kilometer) dari wilayah milik India. Pada tahun 1971, setelah
terjadinya Perang sipil dan perang antara Pakistan dan India, Pakistan Timur
memisahkan diri dari Pakistan. Daerah ini mendeklarasikankemerdekaannya
sebagai negara Bangladesh.
Penduduk asli Pakistan adalah keturunan orang-orang yang tiba di wilayah
ini, baik sebagai penakluk atau pemukim, dalam sejarah panjang. Ada empat
kelompok etnis utama di Pakistan, yang secara tradisional telah menghuni daerah
yang sekarang membentuk empat provinsi. Kelompok terbesar adalah Punjabi,
mereka membentuk hampir 45% dari populasi Pakistan dan hidup terutama di
daerah Punjabi. Kelompok terbesar kedua, Pashtun yang memiliki keterkaitan
dengan orang dari tetangga Pakistan, Afghanistan. Mereka tinggal terutama di
pegunungan di provinsi perbatasan Barat Laut. Kelompok Sindhi menempati
provinsi Selatan Sind. Kelompok Baluchi terdiri atas banyak suku nomaden.
mereka mendiami Baluchistan, provinsi terbesar tapi paling sepi dari empat
provinsi Pakistan yang terletak di Barat Daya.
Struktur etnik di Pakistan cenderung memiliki sifat otonom yang luas. Jadi
dasar pembentukan propinsi atau wilayah selama ini berbasiskan etnik, dan dalam
sejarah di India dan Pakistan regim kolonial Inggris memang telah menanamkan
ide otonomi ini sebagai salah satu plat form kebijakan untuk mengelola
masyarakat. Hal ini bisa ditemui di Malaysia, di mana negara-negara bagian di
Malaysia memiliki watak otonomi yang khas, sehingga begitu Malaysia
mencanangkan kemerdekaan sistem yang dipakai adalah federasi. Sebagaimana
pula Amerika Serikat yang juga pernah menjadi koloni Inggris juga memiliki

10

watak otonomi wilayah yang kuat, dan pasca kemerdekaan Amerika Serikat juga
membangun Federasi. Dalam batas tertentu kebijakan tersebut membuat sistem
pemerintahan di Pakistan tidak sentralistik, beda dengan bekas koloni Belanda
pasca kemerdekaan cenderung masik mempergunakan sistem sentralistik seperti
kasus Indonesia.
Warna yang khas dalam sistem otonomi di Pakistan ini juga
mencerminkan artikulasi orientasi politik masyarakat terhadap partai politik.
Masyarakat Punjabi cenderung akan berafiliasi kepada kelompok Islam puritan,
petani, yang cenderung akan memilih partai PML (Pakistan Moslem League). Dan
masyarakat Sindhi yang bercorak aristocrat, tempat di mana Ali Bhutto berasal
cenderung berwatak urban dan Islam modernis cenderung berafiliasi ke Pakistan
People Party (PPP). Demikian pula kelompok Muhajir yang cenderung pragmatis
di antara keduanya, karena praktis mereka adalah orang baru di Pakistan.
Antar etnik di Pakistan seringkali rentan dengan konflik sipil, sehingga
hampir semua regim sipil mengalami konflik etnik. Regim dari Ali Bhutto akhir
dijatuhkan melalui kudeta oleh Zia juga disebabkan perkara konflik etnik,
jatuhnya regim Benazir Bhutto pada pemerintahan pertama juga karena problem
kekerasan etnik, demikian pula regim Nawaz Sharif yang akhirnya dijatuhkan
oleh Pervez Musharaff juga karena problem kekerasan etnik. Dalam pandangan
Erick Nodlinger, pola seperti inilah pretorian militer akan berkembang, dan
cenderung regim militer bisa diterima karena mampu memberikan keamanan. Hal
ini bisa dibuktikan bahwa hampir selama 55 tahun semenjak kemerdekaan sudah
terdapat 4 regim militer, dari Ayub Khan, Yahya Khan, Zia ul Haq dan Pervez
Musharaff akhir-akhir ini.
a. Sejarah Konflik Etnis Di Pakistan
Sejarah Pakistan yang cukup kelam terjadi ketika perpindahan penduduk
disertai kekerasan antarkelompok etnik berskala besar yang menguatkan rasa
permusuhan di antara kedua negara. Permusuhan tersebut makin bertambah
dengan adanya perselisihan mengenai masuknya negara-negara bagian pribumi ke
dalam salah satu di antara kedua negara tersebut.Penguasa Hindu Jammu dan

11

Kashmir, yang 85 persen penduduknya Muslim, memutuskan bergabung dengan


India. Pakistan kemudian menuntut hak atas Jammu dan Kashmir, sehingga terjadi
perang antara Pakistan dan India.Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa
kemudian mengeluarkan resolusi agar diadakan plebisit di bawah pengawasan
PBB untuk menentukan masa depan Kashmir, India tetap menduduki sekitar dua
pertiga wilayah tersebut dan menolak diadakannya plebisit.
Kedatangan Inggris di Kashmir memperparah kondisi umat Islam yang
mulai dibatasi aktifitasnya. Secara jumlah umat Islam di Kashmir tetap menjadi
mayoritas tapi tidak dengan perlakuan yang diterima umat Islam. Karena Kashmir
dibawah kekuasaan raja Hindu-Budha. Perlakuan yang bersifat menindas tidak
hanya dilakukan oleh umat Hindu-Budha saja tapi melainkan juga dilakukan oleh
bangsa kulit putih.Dengan kokohnya kekuasaan bangsa eropa membuat umat
Islam semakin tertekan. Puncaknya semakin parah ketika bangsa Eropa menjual
tanah Kashmir pada umat Hindu Dogra. Di bawah kekuasaan Hindu umat Islam
semakin tak memiki ruang dan ini diperparah saat umat Islam menelurkan
gagasan ingin merdeka dari India. Dengan gagasan ini umat Hindu tambah
menekan umat Islam. Kata pemberontak, teroris dan semacamnya
disandingkan ke umat Islam di Kashmir oleh pemerintah yang tidak ingin niat suci
umat Islam tercapai.
Wilayah Kashmir memang diperebutkan oleh dua negara, Pakistan dan
India. Masyarakat Kashmir sendiri yang memilih bergabung degan India saat
terpecahnya India, tak berapa lama mereka ingin gabung dengan Pakistan yang
merupakan negara muslim. Tapi saat ini mereka tidak mau bergabung dengan
Pakistan atau India, mereka ingin menjadikan negara sendiri. Pihak pemerintah
terus mencegahnya, tidak hanya India. Bahkan Pakistan pun ikut-ikutan untuk
menghambat Kashmir merdeka karena mereka tidak mau kehilangan wilayah
yang sangat menggiurkan.Keadaan seperti ini tidak mampu memadamkan
semangat umat Islam dalam memperjuangkan hak-haknya. Perlawanan tak pernah
surut yang dilakukan oleh umat Islam baik perlawanan yang bersifat demonstrasi
atau perlawanan angkat senjata.

12

Perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam memunculkan organisasi


militan Front Pembebasan Jammu-Kashmir (JKLF). Forum bagi mereka yang
berjuang demi kemerdekaan Kashmir akibat dari penindasan dan penganiayaan
yang dilakukan oleh pemrintah. Mungkin salah satu mereka sulit untuk
mendapatkan kemerdekaan disebabkan umat Islam di sana sendiri tidak satu
suara. Sehingga memunculkan konflik internal dikalangan umat Islam sendiri.
Setelah ada kesepakatan akan dibaginya bekas jajahan Inggris itu menjadi
dua negara, persaingan semakin tajam mengenai status Jammu-Kashmir, Junagadh
dan Hyderabad, yakni apakah akan bergabung dengan India atau Pakistan. Ini
karena agama penguasa dan agama mayoritas penduduk tidak sama. Untuk
Junagadh dan Hyderabad, penguasanya Muslim tetapi mayoritas penduduknya
beragama Hindu. Dalam partisi India-Pakistan, Junagadh dan Hyderabad masuk
menjadi negara bagian di India. Junagadh masuk ke India setelah diadakannya
plebisit (penentuan pendapat). Sedangkan Hyderabad masuk ke India karena
adanya paksaan setelah terjadi pendudukan militer oleh tentara India. Sementara
di wilayah Kashmir penguasanya beragama Hindu, sedang rakyatnya mayoritas
Muslim.
Doktrin Kerajaan Inggris terhadap raja-raja dikoloninya adalah kerajaan itu
cukup independen sejauh mengakui kekuasaan (paramountcy) tahta Inggris
terhadap mereka. Maharaja bisa melaksanakan semua kekuasaanya kecuali untuk
pertahanan, komunikasi dan urusan luar negeri. Pada waktu akhir kekuasaan
Inggris, penguasa atau raja muda (viceroy) Inggris di India, Lord Louis
Mountbatten, menyampaikan kepada Maharaja Kashmir untuk memilih ikut India
atau Pakistan. Kashmir tidak diberi celah untuk menjadi negara merdeka. Ia juga
menyatakan bahwa untuk wilayah perbatasan yang penduduknya Muslim terbesar
harus bergabung dengan Pakistan.
Pakistan mengganggap wilayah Kashmir harus menjadi bagiannya karena
penduduknya

mayoritas

muslim.

Seperti

di

Hyderabad

dan

Junagadh

pertimbangan mayoritas penduduknya yang beragama Hindu mengakibatkan


Pakistan tidak terlalu mempermasalahkan ketika bergabung dengan India. Disisi

13

lain oleh India, Kashmir diharapkan bergabung dengan India untuk membuktikan
bahwa mayoritas Muslim di sebuah negara bagian bukanlah sebuah ancaman
dalam konteks sebuah India yang sekular. Sementara di sisi lain, Maharaja Hari
Singh berusaha agar kerajaannya dapat merdeka, dengan memperlambat
keputusannya untuk memilih India atau Pakistan sampai terjadinya partisi.
Maharaja akhirnya memilih bergabung dengan India dengan penyerahan
kekuasaan, khususnya bidang pertahanan, luar negeri, dan komunikasi kepada
pemerintah India. Penyerahan kekuasaan inilah yang menjadi dasar klaim India
atas Kashmir.
Faktor-faktor pemicunya adalah, antara lain, kegagalan diplomasi,
pembangunan militer India yang demikian besar, dan usaha India untuk
mengintegrasikan wilayah Kashmir Pakistan ke India.Atas sikap dan provokasi
India tersebut Pakistan merasa khawatir jika India akan mengambil wilayah
Kashmir yang sudah mereka kuasai. Pemimpin Pakistan menyusun gerakan anti
India untuk mendukung gerakan agar Kashmir sepenuhnya bergabung dengan
Pakistan. Pada bulan Agustus tahun 1965 tentara Pakistan masuk ke lembah
Kashmir yang masuk ke wilayah India untuk menggerakkan pemberontakan
Muslim Kashmir. Tapi oleh muslim Kashmir, penyusup ini diserahkan kepada
tentara India. Setelah itu tentara India dan Pakistan berkumpul di sepanjang
perbatasan kedua negara. Pertempuran terjadi di sepanjang perbatasan sekitar
Punjab dekat Lahore, berlanjut sampai bulan September ketika PBB
mengeluarkan resolusi 211 tanggal 20 September 1965 untuk gencatan senjata.
India menerima resolusi tersebut tanggal 21 September sedangkan Pakistan
menerima tanggal 22 September. Kedua negara kemudian mengadakan
pembicaraan damai di Tashkentwilayah Uni Soviet, ibukota Uzbekistan
sekarang. Pada tanggal 10 Januari 1966 kedua belah pihak menandatangani
perjanjian Tashkent yang isinya
Beberapa langkah India menunjukkan itikad kurang baik untuk penyelesaian
masalah Kashmir. Majelis konsituante Jammu-Kashmir (boneka India) pada 6
Februari 1954 meratifikasi bergabungnya wilayah Kashmir ke India. Pada 19

14

November 1956 Majelis Konstituante juga menyetujui konstitusi konstitusi yang


menyatakan wilayah Jammu-Kashmir bagian integral India.
b. Pentingnya Kashmir
Baik Pakistan dan India mengklaim Kashmir sebagai wilayahnya dengan
alasan-alasan masing-masing. Bagi Pakistan ada beberapa alasan untuk
menunjukkan pentingnya Kashmir, yaitu:
1. Sewaktu berdirinya negara Pakistan, alasannya adalah untuk membentuk negara
Muslim di Asia selatan. Sebab itu argumentasi bahwa Kashmir yang mayoritas
Muslim seharusnya bergabung dengan Pakistan. Perlu dicatat bahwa pada
tahun 1950, dari 4.370.000 penduduk Jammu-Kasmir, 3.101.247 jiwa atau 77,1
persen adalah Muslim, sedangkan Hindu hanya sekitar 20,1 persen, dan yang
beragama Sikh 1,64 persen. Fakta ini menjadi alasan kuat bagi Pakistan untuk
mengklaim wilayah ini sesuai dengan logika alasan berdirinya negara Pakistan.
2. Secara geografis Kashmir lebih terkait kepada Pakistan sebab untuk mencapai
Kashmir lebih terbuka dari Pakistan. Sampai sekarang cara termudah untuk
mencapai Kashmir adalah dengan melalui bagian barat Punjab lewat Sialkot
dan Rawalpindi (Pakistan). Paska Perang tahun 1947 India memang
membangun jalan melalui Pathanakot tetapi sangat jelek karena kondisinya
yang sangat terjal. Oleh karena itu secara ekonomi wilayah Kashmir lebih
terikat kepada Pakistan sebagai jalan masuknya.
3. Air sungai Indus, Chenab dan Jhelum semuanya mengalir melalui Kashmir
yang sangat penting artinya bagi pertanian di Pakistan. Oleh sebab itu kalau
tidak menguasai Kashmir maka sangat berbahaya bagi pertaniannya yang
tergantung kepada ketiga sungai tersebut.
4. Keindahan dan kemakmuran yang dimiliki Kashmir terkenal di seluruh dunia
yang akan berarti untuk perekonomian Pakistan.
5. Wilayah Kashmir memiliki posisi strategis yang penting. Wilayah ini terletak di
dataran tinggi yang bergunung, dari sana posisi kedua negara mudah untuk
dipantau.

15

Bagi Pakistan, ancaman terror India terhadap penduduk Kashmir India


mengakibatkan beban ekonomi meningkatkarena banyak pengungsi yang masuk
ke wilayah Pakistan baik secara resmi maupun tidak resmi. Jika dijumlahkan,
maka sejak tahun 1990 sampai Januari 2001 ada 16.982 pengungsi resmi yang
meninggalkan India dan menetap di kamp-kamp pengungsi di wilayah Pakistan.
Jumlah ini akan membengkak jika ditambahkan dengan pengungsi yang tidak
resmi, apalagi kalau dihitung mundur sejak awal konflik ini. Maka, dana yang
dikeluarkan pemerintah Pakistan sangat besar di luar biaya yang dibutuhkan
militer untuk mengimbangi militer India.
Olah karena itu dapat dipahami jika Pakistan berusaha keras untuk
memunculkan masalah Kashmir ke dunia Internasioal terutama dalam kerangka
pelaksanaan plebisit sesuai dengan Resolusi PBB no 47 tahun 1948. Sementara
India beranggapan campur tangan PBB tidak diperlukan, sesuai dengan Perjanjian
Simla tahun 1972. Dalam interpretasi India, penyelesaian masalah Kashmir hanya
melalui kerangka bilateral dan diplomasi kedua negara tanpa melibatkan PBB.
Sementara bagi Pakistan, Perjanjian Shimla dinterpretasikan sebagai penerimaan
peran PBB atau pihak ketiga lainnya yang lebih besar.
c. Upaya Penyelesaian
Konflik yang disebabkan oleh faktor yang kompleks ini memiliki dampak
disintegratif terhadap India, Pakistan dan Khasmir, dengan menempatkan Khasmir
sebagai pihak yang paling merasakan dampak terpedih. Untuk meminimalisir
dampak yang terjadi, India dan Pakistan melakukan upaya-upaya, melalui mediasi
pihak ketiga dan konsolidasi langsung antar kedua negara. Namun meski upayaupaya telah dilakukan seolah tidak berarti karena adanya tekanan keentingan dari
kedua negara majupun pihak ketiga yang berada dibalik kedua negara.
Dari upaya-upaya yang pernah dilakukan terdapat sebuah resolusi yang
paling ideal dan relevan dengan masalah Khasmir, yaitu resolusi melalui plebisit
yang sesuai dengan resolusi PBB pada perang India-Pakistan yang pertama.
Namun resolusi bentuk ini tidak dapata di realisasikan karena adanya rekayasa

16

politik India dalam bentuk penundaan serta perumitan penyelenggaraan, sehingga


resolusi bentuk ini tidsk pernah direalisasikan.
Tindakan rekayasa politik India tersebut didukung oleh kpentingan India
sendiri maupun Pakistan yang sama-sama menjadikan kasus Khasmir sebagai
agenda politik utama mereka, baik di dunia Internasional maupun di kancah
nasional (lokal). Hali itu didukung oleh pihak-pihak seperti AS, Uni Soviet, Israel,
Cina, Inggris, French, yang sama-sama punya kepentingan terhadap kedua negara.
Negara-negara yang berprngaruh di PBB tersebut sengaja tidak memaksa India
untuk menyelesaikan konflik bahkan memperkeruh konflik dengan dukungandukungan mereka terhadap India-Pakistan, karena ada kepentingan-kepentingan
berlatar belakang ekonomis-politis dari mereka. Oleh karena itu konflik IndiaPakistan ini memang sengaja tidak diselesaikan oleh India dan Pakistan yang
didukung oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan.

17

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi di
negara Sri Lanka dan Pakistan merupakan konflik etnis antara mayoritas dan
minoritas. Dimana terjadi pergolakan antar etnis yang mengakibatkan banyak
perpecahan di kedua negara tersebut. Seperti yang kita ketahui perpecahan yang
terjadi di negara Sri Lanka dan Pakistan tidak lepas dari campur tangan negaranegara besar seperti AS, Uni Soviet dan lain sebagainya. Negara besar tersebut
mempunyai kepentingan masing-masing terhadap negara Sri Lanka dan Pakistan.

18

Anda mungkin juga menyukai