Anda di halaman 1dari 4

Sempat Dimarahi Ibu, Nola Putri Malah

Juara LPIR 2015 Tingkat Nasional


Sabtu, 31 Oktober 2015 10:37
Kadek Nola Arista Putri (tengah) menunjuk medali emas yang diraihnya bersama Ni Putu Diah
Pradnyanita Setiadi ketika menjuarai LPIR 2015 tingkat nasional di Grand Ina Bali Beach Hotel
Sanur, Kamis (29/10/2015).
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wajah Kadek Nola Arista Putri tidak lagi tegang menanti
keputusan siapa pemenang Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2015 tingkat nasional.
Kini wajah manisnya dihiasi senyuman. Sumringah.
Hebat! Karya ilmiah siswi kelas IX SMP Saraswati ini, bersama rekannya, Ni Putu Diah
Pradnyanita Setiadi, berjudul, Tradisi Luluh Ampad, Kearifan Lokal Pencegah Jual Tanah
Warisan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian (Studi Desa Buahan, Kintamani, Bangli-Bali)
meraih juara satu (emas), mengalahkan 112 karya peserta lain dari seluruh Indonesia.
Torehan prestasi Nola Putri dan Diah Setiadi menjadikan sekolah ini empat kali berturut-turut
meraih emas dalam ajang yang sama.
Kemenangan kali ini justru tidak disangka-sangka oleh pihak sekolah.
Kepala Sekolah, IGAA Adnyani bahkan pesimistis anak buahnya itu bisa menggenggam emas.
Entah mengapa, kepala sekolah berfirasat, kali ini anak buahnya sulit meraih juara karena
persaingan sangat ketat.
Saya justru cemas kali ini tidak bisa menang. Saya sampai tidak bisa tidur. Tapi ternyata pas
dengar pengumuman, ya bersyukur, ternyata menang lagi, ujar Adnyani kepada Tribun Bali,
Jumat (30/10/2015).
Ya, nyatanya firasat itu terpatahkan oleh hasil yang diumumkan, Kamis (29/10/2015) di tempat
pelaksanaan LPIR 2015, yakni di Inna Grand Bali Beach Hotel Sanur.
Nola, begitu siswi ini akrab disapa, berhasil meraih juara (emas) atas karya ilmiah yang ia
lakukan di desa asalnya.
Awalnya, Nola, yang juga salah satu anggota klub Karya Ilmiah Remaja (KIR) di SMP Saraswati
Denpasar, dianggap paling minus, baik dalam kemampuan menulis hingga mengelola data.

Bukan lagi From 0 (Zero) to Hero layaknya kutipan yang banyak disebutkan untuk mereka
yang berkembang dari bukan apa-apa hingga menghasilkan sesuatu, namun para guru SMP
Saraswati menyebut Nola, From Minus to Hero.
Kalau dia dari yang memang bisa dikatakan kurang kemampuannya, tapi berkembang dan terus
berkembang, terlihat progresnya sampai bisa meraih emas tingkat nasional, ujar Adnyani.
Hal senada disampaikan Pande Putu Sekar Ariwidiantari, guru pendamping karya ilmiah Nola.
Bahkan di berbagai perlombaan, Nola acap kali menelan kekalahan.
Dari 13 lomba yang Nola ikuti sejak bergabung dengan klub KIR SMP Saraswati, ia kalah tujuh
kali.
Dia dulu lebih sering kalahnya daripada menang. Tapi saya akui dia berkembang dari waktu ke
waktu. Walaupun awalnya minus, namun kini ia menunjukkan bahwa ia mampu bahkan sampai
meraih emas, ujar Sekar, begitu guru muda ini akrab disapa.
Melewati proses yang tidak instan, Nola pun belajar banyak dari apa yang ia alami.
Tak jarang Nola juga mendapat tindakan tegas dari para guru pendamping jika apa yang ia
kerjakan tidak sesuai atau justru mengalami kemunduran.
Namun, hal tersebut dianggap Nola sebagai proses menuju puncak seperti hasil yang dicapai saat
ini.
Sering dimarahin, tulisannya dicoret-coret, bahkan sempat dibilang tidak bisa ikut lomba lagi
kalau begitu terus. Sempat down dan curhat galau ke teman-teman waktu itu. Tapi akhirnya
setelah dicoba lagi, bisa, ujar Nola polos bercerita di depan para gurunya.
Ibu Sering Marah
Tak hanya disiplin yang harus dijalani Nola di sekolah dalam menekuni dunia penelitian dan
karya ilmiah.
Namun, tekanan di rumah juga Nola dapatkan, bahkan sempat menjadi hambatan bagi Nola.
Hal ini dikarenakan sang ibu sering tidak mengizinkan Nola mengikuti kegiatan tersebut.
Awalnya dilarang ibu. Berapa kali kena marah, karena mengerjakan karya ilmiah, jarang bantu
di rumah, ujar Nola.

Nola menambahkan, sebelum LPIR ini, ia telah mengatakan pada sang ibu akan berhenti
mengerjakan karya ilmiah, namun akhirnya ia bandel dan kembali mengikuti LPIR 2015 ini.
Bahkan saat itu sang ibu mengancam akan berbicara pada sang guru agar ia berhenti dari klub
KIR SMP Saraswati.
Meskipun begitu, anggota keluarga yang lain tetap mendukung Nola.
Kakaknya, yang juga alumni SMP Saraswati dan sebagai pemenang LPIR beberapa tahun yang
lalu justru membantu Nola dalam menyiapkan LPIR 2015.
Kakak bantuin latihan presentasi, dia kasih pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ditanyakan
nanti saat lomba, tutur Nola.
Namun, menurut Adnyani, begitu tahu sang puteri juara, sang ibu justru berbalik bangga atas
pencapaiannya.
Bahkan sampai memasang foto sang puteri dalam perangkat Black Berry Messenger (BBM)-nya.
(*)

MTs Yanbu'ul Qur'an Kudus Raih Medali Emas di LPIR Nasional

PRESTASI - Setelah berbagai prestasi diraih siswa madrasah pada ajang Lomba Karya Ilmiah
Remaja (LKIR) LIPI 2015 lalu, kini giliran siswa - siswa MTs Yanbuul Quran Kudus yang
kembali mengharumkan nama madrasah raihan medali emasnya yang di dapat pada Lomba
Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) tingkat SMP yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan di Bali pada 25-29 Oktober 2015.
Siswa MTs Yanbu tersebut adalah Alin Adzkanuha, Abdullah Faqih, dan Muhammad Nasim
Mubarok. Uniknya, selain unggul di bidang akademik, mereka adalah hafidz (penghafal) alQuran. Abdullah Faqih dan Muhammad Nasim Mubarok hafal 30 juz, sedangkan Alin
Adkanuha masih 18 juz.
Minat penelitian mereka tumbuh, sejak berdirinya divisi KIR (Karya Ilmiah Remaja) delapan
bulan yang lalu. Divisi ini berada di bawah Pondok Pesantren Yanbuul Quran yang menaungi
MTs dan MAS. Kegiatan KIR untuk siswa-siswi MTs dilaksanakan setiap hari Jumat. Tahap

awal pesantren untuk mengembangkan riset adalah mempersiapkan pembangunan gedung dan
laboratorium serta menyemangati siswa-siswinya untuk mengikuti lomba, ungkap Kepala MTs
Yanbuul Quran, Sulis Fanani, Kudus, Selasa (03/11).
Siswa-siswi MTs Yanbuul Quran sebelumnya juga pernah meraih Juara I Lomba Karya iLmiah
di MAN 1 Surakarta, juara I Lomba Karya Ilmiah di SMA Darul Ulum, dan Juara I Lomba
Karya Ilmiah di Universitas Negeri Yogyakarta. Terakhir, ketiga siswa MTs Yanbuul Ulum
meraih medali emas pada LPIR Nasional kategori Lomba Ilmu Pengetahuan Teknik dan
Rekayasa. Judul karya ilmiah mereka adalah T-Fanter 25: Teknologi Lingkungan Penyaring
Udara Termodifikasi Sebagai Upaya Degradasi Polutan Asap Rokok di Smoking Area.
Menurut Fanani, pada ajang LPIR ini, ketiga siswa binaannya menciptakan alat T-Fanter 25. Alat
ini bisa mendegradasi kadar CO2 dalam asap rokok, dari 60 persen menjadi 14 persen. Abdullah
Faqi, selaku ketua Tim menceritakan bahwa gagasan menciptakan alat ini berawal dari tugas
guru pembimbing, Muhammad Saman, untuk meneliti apa yang terjadi di sekitar kita. Mereka
melihat banyak asap rokok dan berpikir bagaimana mengurangi asap tersebut untuk diproses
menjadi udara yang segar kembali.
Hampir empat bulan mereka membuat formula-formula alat tersebut dan mengalami kegagalan
berulang kali. Biaya yang dihabiskan dalam pembuatan alat ini sekitar tujuh juta. Bahan-bahan
alat tersebut terdiri dari alumunium, lampu UV, Nanopartikel TiO2, Karbon Aktif, Auabidest dan
Larutan TEOS.
Yang membuat kami tampil beda adalah bukan hanya karena alat yang kami ciptakan, tetapi
ketika kami presentasi kami mengenakan peci dan juga berargumentasi dengan dalil-dalil alQuran, yakni QS. Al-Araf ayat 46, kata Abdullah Faqih.
Kami akan mengembangkan alat ini biar bisa bekerja secara efisien dan efektif, serta
menyempurnakan design-nya, ungkap Abdullah Faqih dengan wajah berseri-seri.
Selain mendapatkan medali, atas prestasi ini, mereka juga mendapatkan uang pembinaan,
masing-masing lima juta rupiah. Mereka juga berharap agar alat ini bisa dikembangkan dan bisa
digunakan untuk mengatasi bencana asap yang terjadi akhir-akhir ini.

Anda mungkin juga menyukai