DASAR TEORI
2.1
bagian tubuh lainnya. ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasi oleh mahasiswa bidang
kedokteran khususnya, keperatan serta kebidanan. (Bruce M. Rothschild, 2009).
2.2.1 Anatomi
1.Vertebra
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur
yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara
tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian
tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas
tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung
membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher,
12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang,
5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang
tungging (Evelyn, 1999)
a. Lumbal
(gambar 1.3 vertebara Lumbal )
Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar
dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya
lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusunya panjang dan
langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini
dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari
sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus,
sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina,
prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra
dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain
oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik
vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari medulla
spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya
berisi kauda equina dan selaput selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat
dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah
dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau
palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap
posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke
anterolateralis(Ballinger, 1995).
b.Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk
bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi
dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi
anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang
lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral.
Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum.
Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang,
yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis
lumbal banyak pada usia 30 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini
lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :
a.
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan
mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c.
Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal
yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a.
Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses
penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya
pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis
deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 70
tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar
Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan
mengangkat,
tubuh (seperti
kemungkinan
variabilitas
Kedua penelitian
yang menunjukkan
resistance training.
Patofisiologi
Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat
hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari
periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi
factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal
cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi
karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan
penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen
pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
2.5
Gambaran klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi
Penanganan
Tujuan diberikan penanganan secara fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk meredakan nyeri,
mengembalikan gerakan, penguatan otot, dan edukasi postur. Ada beberapa hal yang harus
diidentifikasi dalam proses assessment spondylosis yaitu :
1. Mengetahui gambaran nyeri
2. Faktor pemicu pada saat bekerja dan saat luang
3. Ketidaknormalan postur
4. Keterbatasan gerak dan faktor pembatasannya.
5. Hilangnya gerakan accessories dan mobilitas jaringan lunak dengan palpasi.
Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan assessment
tersebut. Adapun treatment yang biasa digunakan dalam kondisi ini, adalah sebagai berikut:
1. Heat
Heat pad dapat menolong untuk meredakan nyeri yang terjadi pada saat penguluran otot yang
spasme.
1. Ultrasound
Sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi pada otot erector spinae dan
quadratus lumborum dan pada ligamen (sacrotuberus dan saroiliac)
1. Corsets
Bisa digunakan pada nyeri akut
1. Relaxation
Dalam bermacam-macam posisi dan juga pada saat istirahat, maupun bekerja. Dengan
memperhatikan posisi yang nyaman dan support.
1. Posture education
Deformitas pada postur membutuhkan latihan pada keseluruhan alignment tubuh.
1. Mobilizations
Digunakan untuk stiffness pada segment lumbar spine, sacroiliac joint dan hip joint.
1. Soft tissue technique
Pasif stretching pada struktur yang ketat sangat diperlukan, friction dan kneading penting
untuk mengembalikan mobilitas supraspinous ligament, quadratus lumborum, erector spinae
dan glutei.
1. Traction
Traksi osilasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf tetapi harus dipastikan bahwa otot
paravertebral telah rileks dan telah terulur.
1. Hydrotherapy
Untuk relaksasi total dan mengurangi spasme otot. Biasanya berguna bagi pasien yang takut
untuk menggerakkan spine setelah nyeri yang hebat.
1. Movement
Hold relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan fleksi. Bersamaan dengan mobilitas,
pasien melakukan latihan penguatan untuk otot lumbar dan otot hip.
1.
Advice
Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang memiliki masalah sakit punggung
dan saat bangun, kecuali pada pasien yang nyeri nya bertambah parah pada gerakan ekstensi.
Jika pasien biasanya tidur dalam keadaan miring, sebaiknya menggunakan kasur yang
lembut.
Pencegahan
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat proses
degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan dari
sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis. Antara lain :
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih jenis
olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot,
kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama.
Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan
komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu kaki
bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat lebih baik
tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu mencegah
terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.
2.6
Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri
punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan
tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini
didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.
3.1 Solusi Penanganan Terbaru Menangani Spondylosis Lumbalis
Penanganan bervariasi tergantung penilaian tenaga medis akan kondisi dan gejala pasiennya.
Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah. Penanganan bedah baru disarankan
apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis yang mengganggu kualitas hidup
penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan riwayat kesehatan umum pasien dalam
menyarankan tindakan bedah. Apabila tidak perlu, maka dokter akan menyarankan
penanganan non bedah yang meliputi pemberian obat antiradang (NSAID), analgesik, dan
obat pelemas otot. Selain itu apabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan alat bantu
seperti cervical collar yang tujuannya untuk meregangkan dan menstabilkan posisi.
Fisioterapi berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan
otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-otot yang
lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak.