Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRAVENTRIKULER HEMORRHAGE
DI RUANG MELATI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
MUKHAMMAD SYAFIUDIN, S. Kep
NIM 142311101162

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
Intraventrikular Hemoragik (IVH)
oleh Mukhammad Syafiudin

A.
Konsep Teori Penyakit
1. Anatomi Otak
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula
spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf
somatis (SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin,
2008:4-24).
Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan
saraf tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi
sekitar 1200 cc. Secara ringkas fisiologis organ otak dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gamb
ar 1. Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam
Muttaqin, 2008:5)

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.


a) Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar.
Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang
tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga lapisan jaringan
penyambung yaitu piameter, araknoid, dan durameter (Gambar 2).

Gambar 2. Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen dilihat dari sisi
lateral (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi
ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:6)

1) Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan


spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan
spinal. Piameter merupakan lapisan vaskular yang memiliki
pembuluh darah yang berjalan menuju struktur interna SSP
untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2) Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus,
dan tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi otak
dan medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti
piameter. Daerah antara araknoid dan piameter disebut ruang
subaraknoid, tempat arteri, vena serebral, trabekula araknoid,
dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP.
3) Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan
mirip kulit sapi yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar
yang disebut duraendosteal dan bagian dalam yang disebut
durameningeal.

b) Cairan serebrospinal

Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang


disebut pleksus koroideus, menyekresi cairan serebrospinal
(cerebrospinal fluidCSF) yang jernih dan tidak berwarna, yang
merupakan bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSF terdiri atas
air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang terlarut,
glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein.
Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya karena cairan
ini mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi,
sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih rendah.

Gambar 3. Sirkulasi CSF (a) Arah panah menunjukkan rute sirkulasi CSF; (b) Orientasi dari
vili araknoid. CSF direabsorpsi oleh vili araknoidalis ke dalam sinus-sinus dura (Sumber:
Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:7)

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi di


sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem
vaskular (SSP tidak mengandung sistem limfe). Sebagian besar
CSF direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
disebut vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang
menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus sagitalis superior otak
(Gambar 3). Volume total CSF di seluruh rongga serebrospinal
sekitar 125 ml, sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus
sekitar 500 sampai 750 ml.

c) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang
saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel
yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta
mengandung CSF). Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu
ventrikel lateral. Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon.
Ventrikel keempat dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel
lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui
sepasang foramen-interventrikularis (foramen monro). Ventrikel
ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di
dalam otak tengah yang disebut akueduktus sylvius. Pada ventrikel
keempat terdapat tiga lubang sepasang foramen luschka di lateral
dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut hingga ke
ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.
d) Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling
menonjol. Di sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua
kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran,
memori, dan intelegensi. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian
tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian tubuh
kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral.
e) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum
mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus).
Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas
(diperkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga
tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah bagian otak yang
paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan.
Korteks serebri menentukan perilaku yang bertujuan dan beralasan.

Gambar 4. Anatomi otak

1) Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian


depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di
dasar sulkus lateralis. Bagian ini memiliki area motorik dan
paramotorik. Area broca terletak di lobus ini dan mengontrol
ekspresi bicara. Area asosiasi menerima informasi dari seluruh
otak dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi
pikiran, rencana, dan perilaku. Lobus ini bertanggung jawab
untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan
pemikiran yang kompleks. Lobus ini memodifikasi dorongandorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan
refleks vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke
belakang ke fisura prieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area
sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.
Lobus ini menyampaikan infromasi sensorik ke banyak daerah
lain di otak, termasuk area sosiasi motorik dan visual di
sebelahnya.
3) Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di
sebelah posterior dari lobus parietal dan di atas fisura parietooksipitalis, yang memisahkan serebelum. Lobus ini adalah
pusat asosiasi visual utama. Lobus ini berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.
4) Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian
korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis
dan ke sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus
ini adalah area asosisasi primer untuk informasi auditorik dan
mencakup area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini
juga terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan memori.
f) Serebelum
Serebelum atau otak kecil (Gambar 5) terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas, di dalam fosa kranii
posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap tenda,
yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Serebelum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga
berkas serabut yang disebut pedunkulus. Ada dua fungsi utama
serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-otot postural tubuh dan (2)
melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar
maupun bawah sadar. Serebelum mengoordinasi penyesuaian

secara cepat dan otomatis dengan memelihara keseimbangan tubuh.


Serebelum merupakan pusat refleks yang mengoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh
(Price, 1995 dalam Muttaqin, 2008:11)

Gambar 5. (a) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior (Sumber: Simon
dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 2003 dalam Muttaqin, 2008:11)

g) Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan
serabut yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak.
Bagian ini dihubungkan ke bawah dengan sel-sel intermunsial
medula spinalis serta meluas ke atas dan ke dalam diensefalon serta
telensefalon. Fungsi utama sistem retikularis antara lain: (1)
integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu penentuan
status kesasaran dan keadaan bangun; (2) modulasi transmisi
informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi
aktivitas motorik; (4) pengaturan respons otonom dan siklus tidurbangun; (5) tempat asal sebagian besar monoamin yang disebarkan
ke seluruh SSP.
Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan
medula oblongata.
a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer
serebelum serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas
dengan medula oblongata di bawah (Gambar 6). Pons merupakan
mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris
yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Bagian bawah

pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial


V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.

Gambar 6. Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan formasi retikularis.


(a) Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei yang berada dalam medula
oblongata. (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan
Physiology, edisi ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin,
2008:12)

b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jaras asendens dan
desendens medula spinalis dapat terlihat di sini. Jaras-jaras ini
menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensasi
getar, dan diskriminasi taktil dua titik.
Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak
yang letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior,
yaitu tektum yang terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior
serta bagian anterior, yaitu pedunkulus serebri. Kolikuli superior
berperan dalam refleks penglihatan dan koordinasi gerakan
penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks pendengaran,
misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara. Pedunkuli
serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turun
dari serebrum.
Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan
merupakan bagian dari jaras ekstrapiramidal atau jaras impuls motorik
involunter. Lesi pada substansia nigra dapat mengakibatkan kekakuan
otot, tremor halus pada waktu istirahat, langkah yang lamban serta

diseret, dan wajah seperti topeng. Nukleus ruber berperan dalam


refleks postural serta refleks untuk menegakkan badan pada orientasi
kepala seseorang terhadap ruang.
Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan strukturstruktur di sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam
serebrum. Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu
talamus, subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon
memproses rangsang sensorik dan membantu mencetuskan atau
memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
a) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7),
masing-masing mempunyai kompleks nukleus yang saling
berhubungan dengan korteks serebri ipsilateral, serebelum, dan
dengan berbagai kompleks nuklear subkortikal seperti yang ada
dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis, dan mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras sensorik
utama (kecuali sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan
nukleus talamus dalam perjalanannya menuju korteks serebri.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus bertindak sebagai pusat
sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu individu dapat samar-samar
merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrem.

Gambar 7. Hubungan anatomis diensefalon dengan batang otak. (a) Dari sisi lateral; (b) Dari sisi
posterior. (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New
Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:14)

b) Subtalamus

Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang


penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber,
subtansia nigra, dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya
belum diketahui sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat
menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang membentuk
atap diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular
dan komisura, komisura psoterior, striae medularis, dan epifisis.
Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada
beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Epifisis mensekresi melatonin dan membantu mengatur irama
sirkadian tubuh serta menghambat hormon gonadotropin.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

Gambar 8. Kiris hipotalamus dilihat ssecara melintang. Kanan: tabel komponen dan fungsi
hipotalamus. (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New
Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:15)

Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan
batas traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus
kalosum. Sistem ini merupakan suatu pengelompokan fungsional
bukan anatomis serta mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan
mesensefalon. Struktur kortikal utama adalah girus singuili (kingulata),
girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup
amigdala, traktus olfaktorius, dan septum (Gambar 9).

Gambar 9. (a) Diagram sistem limbik dengan gambaran melintang; (b) Rekonstruksi dari
gambaran tiga dimensi sistem limbik. Fungsi utamanya berhubungan dengan bangkitan
emosi. (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4,
New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:16)

Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.


a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak
sadar dan mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk
merespons keadaan.
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual.
2. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis
vertebralis melalui foramina intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf

servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5


pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf
koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament,
meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan
substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu
dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian
kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang
disebut dengan posterior median septum.Keluar dari medula spinalis
merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi abu-abu
mengandung badan sel, dendrit, neuron efferen, akson tak bermyelin,
saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal dari neuron. Substansi
abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu:
anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai
input/afferent, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu
untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat
saraf bermyelin.

Gambar 10. Struktur medula spinalis

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
(tunggal, foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan
dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah
olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus
(V), abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII),
glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).

Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial


SARAF KRANIAL
I Olfaktorius
II Optikus
III Okulomotorius

KOMPONEN
Sensorik
Sensorik
Motorik

IV Troklearis
V Trigeminus

Motorik
Motorik
Sensorik

VI Abdusens
VII Fasialis

Motorik
Motorik
Sensorik

VIIICabang
Vestibularis

Sensorik

Cabang koklearis
IX Glossofaringeus

Sensorik
Motorik
Sensorik

X Vagus

Motorik
Sensorik

XI Asesorius

Motorik

XII Hipoglosus

Motorik

Sumber: Muttaqin, 2008:17

FUNGSI
Penciuman
Penglihatan
Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan
rahang ke lateral
- Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
Deviasi mata ke lateral
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi
Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
Keseimbangan
Pendengaran
Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Faring, laring: refleks muntah, visera
leher, thoraks dan abdomen
Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
Pergerakan lidah

1.

Pemeriksaan Fisik Neurologis


Mirawati (2012) mengatakan bahwa, pemeriksaan fisik neurologis
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Saraf Cranial
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien
atau pemeriksa menutup salah satu lubang hidung pasien
kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan
apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium.
Untuk hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan
yang berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja.
Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik
disebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang
disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali
disebut anosmi.
2. Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan
apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan
okuler lokal atau kelaianan syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optic
Cara Pemeriksaan: Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang
berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak
mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan
Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih
teliti. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :
1. Dilakukan dengan cara memandingkan

ketajaman

penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal.


2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh,
misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.

3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau


di buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa,
maka dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan
pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.
Pemeriksaan Lapangan Pandangan :
1. Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan
penglihatan pemeriksa yang dianggap normal., dengan
menggunakan metode konfrontasi dari donder.1. Pasien
disuruh

duduk

atau

berdiri

berhadapan

dengan

pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 m.


2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata
kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau
kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata
kanan pasien.
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di
bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia
harus

memberi

tahu

dan

dibandingkan

dengan

pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya


7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan,
maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan
tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata
pasien.
6. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang

sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak


mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
2) Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada
tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata
(pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling)
dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3) Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
a. Bentuk dan ukuran pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
c. Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
d. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
e. Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat
hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan
berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut
maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi)
(Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan
disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan
pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan
normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut
reflek akomodasi.
4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2

mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran
pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk
pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama,
aanisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila
tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil.
Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan
funduskopi).
5. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensory.
a. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu
menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping
b.

dan membuka mulut.


Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi,
mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan

c.

sebagian mukosa hidung.


Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas
rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus

d.

maksilaris dan mukosa hidung.


Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan

lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.


Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita
raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya,
tonus serta bentuknya.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah
yang lumpuh
Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu
daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
6.

Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik

Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini


menyebabkan lirik mata ke arah temporal. Untuk N. III, IV dan VI
fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot
mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom
N III, mengatur otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya,
apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan
apakah ia cendrung memejamka matanya karena diplopia.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai
ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi,
kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh
memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan
jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan
kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau
tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil
membesar

8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau


tidak langsung., caranya :
a) Pasien disuruh melihat jauh.
b) Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya
dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan
mengecil
c) Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut
mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan
reaksi cahaya tak langsung

d) Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat


jauh.7. Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik,
viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara Pemeriksaan fungsi motorik :
b. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan
kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
c. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
d. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien
disuruh melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu
e.
f.
g.
h.

istirahat, muka simetris.


Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
Suruh pasien memejamkan mata
Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)
Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan
telinga. (+) bila ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang

di persyarafi.
Fungsi pengecapan :
a. Pasien disuruh menjulurkan lidah
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
c. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.
d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan
isyarat.
7. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas
perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
a. Asimetri wajah
b. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
c. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
d. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)

4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)


5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi
masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
a. Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius
maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi
lebih keras intensitasnya.
8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
e. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
a. Tes romberg yang dipertajam :
- Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
b.

tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang

dipertajam selama 30 detik atau lebih


Tes melangkah di tempat
- Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup,
-

sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa


Suruh pasien untuk tetap di tempat
Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m

dari tempat semula atau badan berputar lebih 30 o


c. Tes salah tunjuk
- Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya
-

menyentuh telunjuk pemeriksa


Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat
lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi

semula
Gangguan (+) bila didapatkan salah tunjuk

9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus

Fungsi:

Somatomotorik,

viseromotorik,

viserosensorik,

pengecapan, somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior
faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif),
negative bila tidak ada reflek muntah.
10. Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi:
Somatomotorik,
viseromotorik,

viserosensorik,

somatosensorik
N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi
motorik :
- Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal,
-

berkurang, serak atau tidak sama sekali.


Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan

air
Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan /

disfagia
Pasien disuruh membuka mulut
Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum
mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan
bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau
bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang

sehat.
11. Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik (reaksi menerima rangsang).
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
- pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan
-

oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.


Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia

menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
b. Lihat otot trapezius
- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien
- Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.

Dapat dinilai kekuatan ototnya.

12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
c. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan
12. Nervus Hipglosus (motorik)
Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik
lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah
terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada
hipoglosus. selain pemeriksaan nervus cranialis diatas pemeriksaan
fisik lainya seperti dibawah ini :
a. Refleks Tendon / Periosteum
- Refleks Biceps (BPR)
ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi
siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Biceps


Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps,
posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Triceps


Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan
hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.quadrises femoris.

Gambar 11. Pemeriksaan Reflek Patela


-

Refleks Achilles (APR): ketukan pada tendon achilles.


Respon:

plantar

m.gastroenemius.

fleksi

longlegs

karena

kontraksi

Gambar 12. Pemeriksaan Reflek Achiles


b.
-

Refleks Patologis
Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari
posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan
pengembangan jari longlegs lainnya.

Gambar 13. Pemeriksaan Reflek Babinski


Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral
sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon :
seperti babinsky.

Gambar 14. Pemeriksaan Reflek Chaddok


Rossolimo-Mendel : pengetukan ada telapak kaki dan
pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum.

Gambar 15. Pemeriksaan Reflek Rosolimo-Mendel


Hoffman : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respon : ibu
jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi.

Gambar 16. Pemeriksaan Reflek HoffmanSistem Ventrikular


Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis
(I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon

dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing
sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu
lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan
perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan
taji yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius pada
lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah
dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas
thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus
occipitalis (Satyanegara et al, 2010).

Gambar 11. Ventrikel Otak


Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran
vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri
choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh
lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap strukturstruktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini
membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan
pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu
inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus).
Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int.
yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang
merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum post (Satyanegara et al, 2010).

Gambar 12. Sistem Ventrikel


LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan
mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang mengelilingi
otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur kadar ion, membawa
keluar metabolit-metabolit otak, memberikan perlindungan terhadap perubahanperubahan tekanan. Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau
(Satyanegara et al, 2010). Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS:
Tabel 1 nilai normal LCS
Daerah

Penampilan

Tekanan

Sel (per l)

Protein

Lain-lain

Lumbalis

Jernih dan

dalam air
70-180

0-5

15-45

Glukosa

50-

Ventrikel

tanpa warna
Jernih dan
tanpa warna

70-190

0-5

mg/dl
5-15

75 mg/dl
Nitrogen non

(limfosit)

mg/dl

protein 10-35
mg/dl

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari (Satyanegara et al, 2010).
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.
Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan (Satyanegara et al, 2010).
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah
dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot
arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum
harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi

cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorbsi dalam keadaan seimbang (Werner, 2000).

Gambar 13. Sirkulasi cairan serebrospinal

2. Definisi
Pengertian IVH (Intraventricular hemorrhage) secara singkat dapat diartikan
sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel
atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Oktaviani et al 2011).
IVH Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum dapat
digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan
intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya
darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral
nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel.

Sedangkan perdarahan

sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral

dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel
(Brust, 2012)..
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari
middle communicating artery atau dari posterior communicating artery (Brust,
2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I: Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular pada
pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau bilik
jantung bengkak) (OUSF, 2004)
3. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:
a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi

primer

dari

struktur

periventrikel.

Adanya

perdarahan

intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding


lurus dengan banyaknya volume IVH.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:


1.
2.
3.
4.
5.

Usia tua
Volume darah intracerebral hemoragik
Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (3550%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan
serebelum (5%) (Brust,2012).

4. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan
lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat
yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada
batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang
sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak
tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti
yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam
menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik,
parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan
mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena
(Annibal et al, 2014).
5. Tanda dan Gejala
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang

berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada

pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung


lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi batang otak dapat
terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran
dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus
frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan
kontralateral (Ropper, dalam khoirul 2009).
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti
pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama
seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
2. Kehilangan atau Defisit Sensori.
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh).
b. Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan
auditorius.
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria

adalah

kesulitan

berbicara

atau

kesulitan

dalam

membentuk kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti


yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara,
yang terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak
masuk akal).

c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang


dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan

Persepsi

adalah

ketidakmampuan

untuk

menginterprestasikan sensasi. Dapat mengakibatkan


a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi.
6. Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan

disebabkan

karena

obstruksi

cairan

sirkulasi

serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus

dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan


keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan
hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam
perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau
jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.
7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan
kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed

Tomography-Scanning

(CT- scan).

CT

Scan

merupakan

pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam


beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24
jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa
darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan. Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem
ventrikel (Oktaviani et al, 2011).

b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan


intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan
gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobindeoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin (Brust, 2012).
c. USG

Doppler

(Ultrasonografi

dopple).

Mengindentifikasi

penyakit

arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak)
dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan
profil penyempitan vaskuler akibat thrombus (Annibal et al, 2014).
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).
Perbedaan Stroke hemorargik dengan iskemik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan diagnostik stroke iskemik menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:

8.

Terapi yang Dilakukan


Terapi yang dapat dilakukan meliputi
A. Penanganan emergency
a. Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart
Organization/ American Strouke Association

guideline 2009

merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan


yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan
otak. Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali
perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan
untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
b. Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan
dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah
fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu

pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan


untuk menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
B. Penanganan peningkatan TIK:
a. Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al,
2012).
b. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting
yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga
menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai
obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA
(recombinant tissue plasminogen activator). Obat golongan ini
bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin
akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase
yang diberikan bolus bersama infus.
c. Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang
digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan
penilaian graeb score (Dey Mahua et al, 2012).

d. Pemberian obat anti kejang. Pasien yang mempunyai perdarahan


pada kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai

risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi


American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti
kejang seperti Obat Anti Epilepsi

pada pasien-pasien dengan

perdarahan di otak, dapat mencegah terjadinya kejang awal


(Hinson et al, 2011).

B. CLINICAL PATHWAY
Hipertensi, aneurisma, Kebiasaan merokok
Alkoholisme

Tekanan vaskuler melebihi tekanan maksimal


vaskuler otak

Abnormalitas formasi vaskuler


otak anomali pembuluh darah
serebral, malformasi pembuluh
darah termasuk angioma

Menyebabkan vaskuler mudah ruptur


karena formasi vaskuler sendiri

Perdarahan pada ventrikrel otak

Perdarahan yang terjadi menyebabkan


penekanan pada area otak (desak
ruang)

Penekanan
pada area
sensitif nyeri

Peningkatan TIK
Nyeri akut
Jika dibiarkan
akan terjadi
edema otak
konfusi

Berkurangnya perfusi pada


bagian temporalis
Berkurangnya perfusi
pada area brocca

Gangguan
komunikasi verbal

Gangguan
perfusi jaringan
cerebral

Penekanan berat
perfusi pada
area tertentu
pada otak
menyebabkan
gangguan
fisiologis otak

Gangguan
penurunan
kesadaran
Berkurangnya perfusi pada
bagian frontalis
Kerusakan
neuromotorik
Kelemahan otot
progresif
Gangguan mobilitas
fisik

Berkurangnya perfusi pada


bagian oksipitalis
Ketajaman Penglihatan
menurun
Gangguan sensori
persepsi
penglihatan

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: bisa terjadi pada semua pekerjaan, resiko meningkat pada
pekerjaan yang meimbulkan stress dan memicu meningkatnya tik
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: IVH (Intraventrikular Hemorarghe)
b. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya
keluhan seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga
untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS. Informasi yang dapat
diperoleh meliputi informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan
otak, trauma pada kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan seharihari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes melitus
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga

ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti stroke, Diabetes


Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,
status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
h. Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien,
misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan pasien.
2. Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
3. Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi
karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada
pasien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi,

ketidakmampuan

ketidakmampuan

untuk

mengomunikasikan

mengendalikan

kandung

kebutuhan,
kemih

dan
karena

kerusakan kontrol motorik dan postural.


B.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit), RR
(biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
d. Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut meliputi inspeksi
warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan
berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut
rontok.

e. Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus


optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI)
f. Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
g. Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
h. Dada:

Inspeksi: Bentuk simetris


Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suaram jantung

I dan II murmur atau gallop.


i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
Palpas: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
j. Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh
C. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan


IVH adalah
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan Tahanan pembuluh darah; perdarahan pada bagian ventrikrel
otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
(TIK)
c. Konfusi berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan serebral
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya
perfusi pada area brocca
e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan
penurunan perfusi pada bagian oksipitalis otak
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
neutronsmiter/kelemahan fisik

Kelemahan

3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)


No. Diagnosa Keperawatan

Tujuan

1.

Setelah
dilakukan NOC:
NIC
asuhan
selama 1. Status sirkulasi
Monitor Status Neurologi
3x24ketidakefektifan 2. Kemampuan
1. Monitor ukuran pupil,
perfusi
jaringan
kognitif
bentuk, kesimetrisan,
cerebral teratasi
3. Status neurologis
dan reaktifitasnya
4. Perfusi jaringan 2. Monitor level
perifer
kesadaran
3. Monitor level orientasi
a.
T 4. Monitor Glasgow
ekanan systole
Coma Scale
dan diastole
5. Monitor tanda vital:
dalam rentang
suhu, tekanan darah,
yang diharapkan
nadi, dan respirasi
(sistol: <140
6. Monitor status
mmHg; diastole:
respirasi: level AGD,
<90 mmHg)
oksimetri nadi,
b.
T
kedalaman, pola, laju,
idak ada
dan usaha napas
ortostatikhiperten 7. Monitor Intra Cranial
si
Pressure (ICP) dan
c.
K
Cerebral Perfusion
omunikasi jelas
Pressure (CPP)
Menunjukkan
8. Monitor refleks
konsentrasi dan
kornea

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral
berhubungan
dengan
Tahanan
pembuluh
darah; perdarahan pada
bagian ventrikrel otak

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1. mengetahui tingkat
kesadaran
2. mengontrol keadaan
serebral
3. mengetahui tingkat
kesadaran
4. mengetahui tingkat
kesadaran
5. mengetahui kondisi tubuh
pasien
6. mengetahui keadekuatan
pernafasan pasien

7. mengetahui keadaan
serebral pasien

orientasi (GCS :
E4V5M6)

9. Monitor tonus otot


pergerakan
d.
P 10. Catat perubahan
upil seimbang
pasien dalam
dan reaktif
merespon stimulus
e.
B 11. Monitor status cairan
ebas dari
12. Pertahankan
aktivitas kejang
parameter
Tidak
mengalami
hemodinamik
nyeri kepala
13. Tinggikan kepala 045o tergantung pada
konsisi pasien dan
order medis
Monitor Tekanan Intra
Kranial
1. Monitor intake dan
output
2. Cek kaku kuduk
pasien
3. Posisikan pasien
dengan kepala dan
leher pada posisi
normal, menghindari
hip fleksi yang
ekstrim

8. mengetahui tingat
kesadaran
9. mengetahui tingkat
kekuatan otot
10. mengetahui perkembangan
pengobatan pasien
11. mengontrol keseimbangan
ditubuh
12. hemodinamik menentukan
keadekuatan sirkulasi
13. menurunkan TIK

1. mengatur keseimbangan
cairan
2. kaku kuduk
mengindikasikan
peningkatan TIK
3. mencegah peningkatan
TIK

4. melancarkan sirkulasi
darah

2.

Nyeri akut berhubungan Setelah


dilakukan NOC:
dengan
peningkatan asuhan selama 3x24 1. Tingkat
tekanan
intracranial nyeri akut teratasi
kenyamanan:
(TIK)
pasien merasa
senang secara
fisisk dan
psikologis
2. Tingkat nyeri
3. Manajemen nyeri
Menunjukkan tingkat
nyeri,
dibuktikan
dengan
indikator
berikut ini (sebutkan
nilainya 1-5: ekstrem,
berat, sedang, ringan,
atau tidak ada)
a. Ekspresi nyeri lisan
atau pada wajah
b. Posisi
tubuh
melindungi
c. Kegelisahan
atau

4. Sesuaikan kepala di
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
pefusi serebral
5. Batasi perawatan
untuk meminimalkan
peningkatan ICP
NIC: Manjemen nyeri

5. terlalu banyak tindakan


mendorong peningkatan
TIK

1. Menentukan perkiraan 1. Mengetahui keadaan nyeri


nyeri seperti lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau skala
nyeri, dan faktor
pemicu terjadinya
nyeri
2. Ekspresi non verbal
2. Observasi ekspresi
menunjukkan ekspresi
non verbal yang
keadaan pasien yang
menunjukkan
sebenarnya
ketidaknyamanan
3. Mengetahui lebih dalam
terhadap neyri yang
3. Gunakan stategi
dirasakan pasien
komunikasi terapeutik
untuk menggali
pengalaman pasien
terhadap nyeri dan
4. Mengetahui pengetahuan
cara penanganannya
pasien tentang nyeri
4. Identifikasi

ketegangan otot
d. Perubahan dalam
kecepatan
pernapasan, denyut
jantung,
atau
tekanan darah

pengetahuan pasien
5. Untuk menghindari
dan keyakinan tentang
peningkatan TIO
nyeri.
Distraksi
5. Hindari mual dan
1. Memberikan kesempatan
muntah
pada pasien untuk memilih
terapinya sendiri
Distraksi
1. Tawarkan kepada
pasien teknik distraksi
seperti terapi musik,
mengalihkan dengan
cara bercakap-cakap
atau dengan bercerita
pengalaman,
mengingat massa
yang indah/positif,
tekhnik
membayangkan
sesuatu, humor, atau
teknik napas dalam
2. Jelaskan kegunaan
stimulasi yang
digunakan terhadap
perasaan misalnya
mendengarkan musik
dan membaca.
3. Identifikasi dengan
pasien jadwal

2. Agar pasien memahami


manfaat terapi

3. Membuat jadwal untuk


mengurangi nyeri

4. Untuk mengurangi rasa


nyeri datang
5. Mengetahui kefektifan

3.

kegiatan yang
menyenangkan seperti
berjalan-jalan,
berbicara dengan
keluarga atau teman
4. Anjurkan pasien
untuk mempraktekkan
teknik distraksi
sebelum waktu nyeri,
jika pasien mampu
5. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon dari distraksi
Konfusi
akut Setelah
dilakukan NOC:
NOC:
berhubungan
dengan asuhan selama 3x24 1. Kemampuan
1. Identifikasi
perubahan
perfusi konfusi akut teratasi
kognitif:
kemungkinan
jaringan serebral
kemampuan untuk
penyebab konfusi
menampikan
2. Kaji
kemampuan
proses
mental
sensori dan persepsi
yang kompleks
pasien
2. Memori:
kemampuan untuk
mendapatkan
kembali
secara
kognitif
dan 3. Pantau
status
melaporkan
neurologis (GCS)
informasi
yang
diterima
4. Pantau
status

teknik distraksi

1. Memudahkan intervensi
sesuai dengan kondisi
klien
2. Respon
kognitif
maladaptive
biasanya
mencakup
gangguan
sensori dan persepsi yang
dapat
membahayakan
keamanan pasien.
3. Mengetahui
tingkat
kesadaran pasien
4. Mengetahui
kondisi
emosional pasien

4.

Gangguan komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
berkurangnya
perfusi pada area brocca

setelah
dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam
gangguan
komunikasi verbal
teratasi

sebelumnya
emosional
3. Status neurologis:
kesadaran:
5. Monitor tanda vital:
orientasi sadar
suhu, tekanan darah,
a. Pasien
akan
nadi, dan respirasi
menunjukkan
6. Monitor ukuran pupil,
penurunan
bentuk, kesimetrisan,
agitasi/kegelisaha
dan reaktifitasnya
n
7. Monitor
level
b. Membuka mata
kesadaran
terhadap stimulus 8. Monitor
level
eksternal
orientasi
c. Memahami
instruksi verbal
NOC:
NIC:
a. Kemampuan
9. Kaji
tingkat
komunikasi
kemampuan pasien
b. Kemampuan
dalam berkomunikasi
komunikasi
10. Minta
pasien
ekspresif:
mengikuti
perintah
kemampuan untuk
sederhana
mengungkapkan
11. Tunjukkan objek dan
dan mengartikan
minta
pasien
pesan verbal dan
menyebutkan nama
non verbal
benda tersebut
c. Kemampuan
12. Ajarkan
pasien
komunikasi
berkomunikasi non
reseptif:
verbal
(bahasa

5. mengetahui kondisi tubuh


pasien
6. mengetahui tingkat
kesadaran
7. mengontrol keadaan
serebral
8. mengetahui tingkat
kesadaran

1. Perubahan dalam isis


kognitif
dan
bicara
merupakan indikator dari
gangguan serebral
2. Melakukan
penilaian
terhadap adanya keruskan
sensorik
3. Melakukan
penilaian
terhadap
adanya
kerusakan motorik
4. Bahasa isyarat dapat
membantu
untuk
menyampaikan isi pesan

5.

Gangguan
sensori
persepsi
penglihatan
berhubungan
dengan
penurunan perfusi pada
bagian oksipitalis otak

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam gangguan
sensori
persepsi
penglihatann teratasi

kemampuan untuk
menerima
dan
mengartikan
pesan verbal dan
non verbal
1. Pasien
akan
mengkomunikasik
an kebutuhan
NOC:
a. Pasien
akan
berpartisipasi
dalam
program
pengobatan
b. Pasien
akan
mempertahankan
lapang ketajaman
penglihatan tanpa
kehilangan lebih
lanjut.

isyarat)
13. Kolaborasi
dengan
ahli terapi wicara

NIC:
1. Pastikan derajat/tipe
kehilangan penglihatan

yang dimaksud
5. Untuk mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan
terapi

1. Mengetahui seberapa berat


kehilangan penglihatan
2. Menggali kemampuan
klien mengenali penyakit
serta mengetahui derajat
sakit

2. Dorong
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan /
kemungkinan
3. Menghindari kesalahan
kehilangan penglihatan
memberikan obat
3. Tunjukkan pemberian
tetes mata, contoh
4. Menghindari cedera pada
menghitung tetesan,
klien
menikuti jadwal, tidak
salah dosis
4. Lakukan tindakan
untuk membantu pasien
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh,
kurangi kekacauan,atur

6.

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan
dengan
Kelemahan
neutronsmiter/kelemahan
fisisk

Setelah
dilakukan NOC:
tindakan
1. Ambulasi
keperawatan selama
berjalan:
3x24 jam gangguan
kemampuan
mobilitas
fisik
berjalan dari satu
teratasi dengan
tempat ke tempat
lain
2. Ambulasi
kursi
roda: kemampuan
untuk berpindah
dari satu tempat
ke tempat lain
menggunakan
kursi roda
3. Pergerakan sendi
aktif:
rentang
gerak
sendi
dengan gerakan
atas
inisiatif
sendiri

perabot, ingatkan
memutar kepala ke
subjek yang terlihat;
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam.
5. Kolaborasi obat sesuai
dengan indikasi
NIC: terapi latihan
1. Monitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana
ambulasi
sesuai
dengan
kebutuhan
3. Bantu pasien untuk
menggunakan tongkat,
kruk, walker, kursi roda
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik ambulasi
5. Kaji
kemampuan
pasien
dalam

5. Manajemen regimen
pengobatan

1. Mengontrol kemampuan
yang dimiliki pasien
2. Melakukan terapi sesuai
dengan kemampuan pasien
3. Untuk mencegah cidera

4. Melatih pasien untuk


melakukan rentang gerak
minimal
5. Menentukan terapi
mobilisasi selanjutnya
6. Memandirikan pasien

4. Tingkat
mobilisasi:
kemampuan untuk
melakukan
pergerakan yang
bermanfaat
5. Perawatan
diri:
kemampuan untuk
melakukan
perawatan
diri
paling dasar dan
aktivitas
perawatan diri
6. Pelaksanaan
berpindah:
kemampuan untuk
mengubah letak
tubuh

mobilisasi
untuk melakukan activity
6. Latih pasien dalam
daily living (ADL)
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri 7. Memberikan dukungan
sesuai kemampuan
bagi kemajuan pasien
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi 8. Membantu pasien terbiasa
dan
bantu
penuhi
secara pelahan dengan
kebutuhan ADLs ps.
kondisi tubuhnya
8. Berikan alat bantu jika 9. Membantu pasien terbiasa
pasien memerlukan.
secara pelahan dengan
9. Ajarkan
pasien
kondisi tubuhnya
bagaimana
merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik
setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian,

diagnosa

keperawatan,

intervensi

keperawatan,

dan

implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format


SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah,
atau dimodifikasi
5. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan Ivh adalah:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
10. Diet sehat meliputi konsumsi: buah dan sayuran yang mengandung
kalium, folat dan antioksidan, Serat, Calsium, Produk kacangkacangan (kedelai), Makanan yang mengandung omega 3
11. Latihan ROM pasif/aktifK
12. Mekanisme Koping

DAFTAR PUSTAKA
Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler
hemorrage. [serial online] http://emedicine.medscape.com/article/976654overview [diakses 30 Oktober 2016].
Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition.
United States: Mc Graw-Hill companies Bulecheck, Gloria M et al. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Amsterdam: Elsevier Mosby
Bulechek, dkk. 2013. NIC dan NOC. United Kingdom: Elsevier
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial
online] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 30
oktober 2016]
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of
Intraventricular
Hemorrage.
[Serial
online]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/
[diakses
30
oktober 2016].
Moorhead, Sue et al. 2015. Nursing Outcome Classification (NOC).Amsterdam:
Elsevier Mosby
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf
dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates.

Anda mungkin juga menyukai