Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Metode magnetic merupakan salah satu metode geofisika konvensional dan sering
digunakan dalam eksplorasi untuk menemukan jenis-jenis mineral tertentu yang
tersembunyi di bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan
batuan. Menurut Telford (1990), bumi dipandang sebagai dipole (kutub utara dan
kutub selatan magnetic) yang mempunyai medan magnet tidak konstan, artinya
besar medan magnet tersebut berubah terhadap waktu.
Pada metode magnetic hasil yang didapatkan adalah anomali medan magnet
berupa variasi besaran medan magnet local yang mengandung fraksi mineral
magnetic pada batuan dekat permukaan. Metode magnetic seringkali digunakan
untuk kegiatan eksplorasi mineral bijih besi, karena dipandang lebih efektif dan
efisien untuk pemetaan pola penyebaran anomaly magnet pada batuan secara
regional.
2.1 Ironstone
Menurut Mahmoud Sroor (2010), ironstone adalah batuan sedimen berserat
halus, berat, dan kompak. Komponen utamanya adalah karbonat atau oksida besi,
tanah liat atau pasir. Ironstone juga terkadang mengandung kalsit dan kuarsa.
Apabila dibelah ironstone biasanya berwarna abu-abu dan penampilan coklat
karena oksidasi permukaannya. Bijij besi yang ekonomis umumnya berupa
magnetite (FE3O4), Hematite (Fe203), Limonite (Fe2O3H2O) dan Siderite (FeCO3).
Endapan bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder. ( Gambar
ilustrasi : lampiran 2.1)
Pembentukan endapan mineral bijih besi dapat terjadi akibat pengaruh factor
endogen dan eksogen. Endogen atau akibat aktivitas magma disebut sebagai
endapan primer dan akibat factor eksogen sepert proses pelapukan, sedimentasi
anorganik, dan sedimentasi organic, disebut endapan sekunder ( Menurut Wahyu
(dalam Verstappen. H. Th. 1983)). Pembentukan bijih besi primer dapat terjadi oleh
proses magmatic, metasomatik kontak dan hidrotermal. Sedangkan endapan bijih
besi sekunder terbentuk oleh proses sedimenter, residual dan oksidasi ( Menurut
Yanto(dalam Jensen and Batemen,1981)).
2.2 Medan Magnet Bumi
Medan magnet bumi dapat jga didefinisikan sebagai harga kemagnetan
dalam bumi. Medan magnet dihasilkan dari arus listrik yang mengalir pada inti bumi
( Menurut Barita (dalam Joshep Larmor,19191)). Pada tahun 1893, Gauss pertama
kali melakukan analisa harmonic dari medan magnetic bumi untuk mengamati sifatsifatnya. Analisa selanjutnya yang dilakukan oleh para ahli mengacu pada
kesimpulan umum yang dibuat oleh Gauss, yaitu intensitas medan magnetic bumi
hampir seluruhnya berasal dari dalam bumi dan medan yang teramati di
permukaan bumi dapat didekati dengan persamaan harmonic yang pertama yang

berhubungan dengan potensial dwikutub di pusat bumi. Medan magnet bumi


terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga komponen medan magnet
bumi yang dapat diukur, yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya.
Komponen medan magnet bumi tersebut meliputi :
1. Deklinasi ( D), yaitu sudut antara utara magnetic dengan komponen
horizontal yang dihitung dari utara menuju timur (sudut antara utara
geomagnet dan utara geografis).
2. Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnetic total dengan bidan
horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertical ke
bawah (sudut antara bidang horizontal dan vector medan total).
3. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetic total pada bidan
horizontal
4. Medan magnetic total (F), yaitu besar dari vector medan magnetic total
Komponen medan magnet bumi dapat digambarkan pada gambar 2.3. Medan
magnet bumi terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Medan magnet utama ( Main field )
Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan
nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut
International Geomagnetics Referene Field (IGRF) yang diperbarui setiap 5
tahun sekali. Nilai nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran ratarata pada daerah luasan sekitar 1 juta kam2 yang dilakukan dalam waktu
satu tahun.
b. Medan magnet luar ( Eksternal Field)
Menurut Telford (1990), pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh
luar bumi ( aktifitas matahari, badai magnetic,dll), factor penyebabnya
diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodenya acak, tetap kejadian ini
sering muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang
berhubungan dengan aktivitas sunspot.
c. Medan magnet anomaly
Medan magnet anomaly sering juga disebut medan magne local ( Crustal
Field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral
bermagnet, seperti : Magnetite ( Fe7S8), Titanomagnetite (Fe2T1O4) dan lainlain yang berada di kerak bumi.

2.3

Metode magnetic

Orang yang pertama kali melakukan penelititan magnetisasi bumi secara


ilmiah adalah Sir William Gilbert (1540-1603). Gilbert adalah orang yang pertama
kali melihat bahwa medan magnet bumi ekivalen dengan arah utara-selatan sumbu
rotasi bumi. Penemuan Gilbert kemudian diperdalam oleh Van Wrede (1843) untuk
melokalisir endapan bijij besi dengan mengukur variasi magnet di permukaan bumi.

Hasil penelitiannya kemudian dibukukan oleh Thalen (1879) dengan judul : The
Examinatiion of Iron Ore Deposite By Magnetic Measurement yang kemudian
menjadi pionir bagi pengukuran magnetisasi bumi.
Menurut Imam (2013), metode magnetic adalah salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan bumi dengan
memanfaatkan sifat kemagnetan batuan yang diidentifikasikan oleh kerentanan
magnet batuan. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnetic
di permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi ( anomaly) benda
termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi intensitas medan magnetic yang
terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetic dibawah
permukaan, kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang
mungkin teramati. Pengukuran intensitas medan magnetic dapat dilakukan di darat,
laut maupun udara.
Suseptibilitas magnet batuan adalah harga magnet suatu bahan terhadap
pengaruh magnet, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral
dan oksidasi besi. Semakin besar kandungan mineral magnetite di dalam batuan,
akan semakin besar harga suseptibilitasnya. Metode in sangat coock untuk
pendugaan struktur geologi di bawah permukaan dengan tidak mengabaikan factor
control adanya kenampakan geologi di permukaan dan kegiatan gunung api.
Menurut Telford ( 1990), secara garis besar anomaly medan magnetic disebabkan
oleh medan magnetic remanen dan medan magnetic induksi. Medan magnetic
remanen mempunya peranan besar terhadap magnetisasi batuan sera berkaitan
dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya, sehingga sangat rumit untuk diamati.
Anomali yang diperoleh dari survey merupakan hasil gabungan medan magnetic
remanen dan induksi, bila arah medan magnetic remanen searah dengan medan
magnetic induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian pula sebaliknya.
Menurut Telford (1990), di dalam survey magnetic efek medan remanen akan
diabaikan apabila anomaly medan magnetic kurang dari 25 % medan magnetic
utama bumi, sehingga dalam pengukuran medan magnet berlaku :
HT = HM + HL +HA
Dengan HT : medan magnet total bumi ( tesla)
HM : Medan magnet utama bumi ( tesla)
Hl : Medan magnet luar ( tesla)
HA; medan magnetic anomaly ( tesla )
Metode magnetic juga sering digunakan untuk pencarian benda-benda kuno
kepentingan arkeologi, tetapi pengambilan data magnet tanpe memperhatikan
medan magnet utama dan sumber-sumber gangguan geomagnetic bisa

menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran. Untuk menghindari gangguan tersebut


maka dibutuhkan suatu alat control ( ground magnetometer) yang ditempatkan di
darat untuk mengamati medan magnet secara statis, terutama untuk menghindari
deviasi intensitas magnet akibat pengaruh matahari, arus listrik pada lapisan
ionosfir serta adanya badai magnet ( Telford, 1990).
2.4 Konsep Dasar Metode Magnetik
Dalam kemagnetan dikenal dua jenis muatan, yaitu muatan positif dan muatan
negative. Charles Augustin Coulomb (1736-1806) menemukan gaya interaksi antara
satu muatan dengan muatan lain, muatan atau kutub yang berlawanan jenis akan
Tarik menarik sedangkan muatan yang sejenis akan tolak menolak dengan gaya F.
1. Gaya magnetic (F)
dasar dari metode magnetic adalah gaya coulomb antara dua kutub
magnetic m1 dan m2 yang terpisah sejauh r dalam bentuk:
2. Kuat medan magnet (H)
Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam
ruang yang timbul sebagai akibat pengaruh kutub m yang berada sejauh r
dari titik tersebut. Kuat medan H didefinisikan sebagai gaya persatuan kutub
magnet, dapat ditulis sebagai:
3. Momen magnetic (M)
Bila dua kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet +p
dan p, keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetitik M dapat
dirumuskan sebagai :
4. Intensitas kemagnetan
Suatu benda magnet yang terletak di dalam medan magnet luar menjadi
termagnetisasi karena induksi. Intensitas magnetisasi itu berbanding lurus
dengan kuat medan dan arahnya searah dengan medan tersebut. Intensitas
magnetisasi didefinisikan sebagai magnet per satuan volume yaitu :
5. Induksi magnetic (B)
Bila benda magnetic diletakkan dalam medan magnet luar H, kutub-kutub
internalnya akan menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan
magnet baru yang besarnya adalah :
6. Suseptibilitas batuan (k)
Nilai benda magnetic untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh
suseptibilitas kemagnetan atau k dituliskan sebagai :
Menurut Telford (1990), besaran ini merupakan parameter dasar yang
dipergunakan dalam metode magnetic. Harga k pada batuan semakin besar
apabila dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai banyak mineralmineral yang bersifat magnetic. Factor yang mempengaruhi harga
suseptibilitas batuan adalah litologi batua dan kandungan mineral batuan.
7. Magnetisasi batuan
Apabila suatu batuan di dalamnya mengandung mineral magnet berada
dalam medan magnet bumi, maka akan timbul medan magnet baru dalam
benda ( induksi) yang menghasilkan anomaly magnet. Oleh sebab itu, medan

magnet normal bumi akan mengalami gangguan yang disebabkan oleh


anomaly magnet sebagai hasil magnetisasi batuan.
2.5

sifat-sifat magnet pada batuan

Sifat magnet batuan atau suseptibilitas pada bautan beranekaragaman


tergantung pada pembentukan batuan itu sendiri. William Lowrie dalam bukunya
yang berjudul Fundamental of Geophysics (2007) membagi 3 golongan magnet
berdasasrkan nilai suseptibilitas, diantaranya:
1. Diamagnetic
Diamagnetic merupakan jenis magnet dimana jumlah electron dalam
atomnya berjumlah genap dan semuanya sudah saling berpasangan. Pada
diamagnetic ini nilai dari k akan negative, hal ini menunjukkan bahwa
intensitas induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnetinya atau
medan polarisasi. Contah : batuan kwarsa, kalsit, Grafit, Halit dan Sfalerit.
2. Paramagnetik
Material yang bersifat paramagneti memiliki nilai suseptibilitas yang positif
dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya
memiliki momen magnetic yang permanen dan berinteraksi satu sama lain
dengan sangat lemah. Apabila tidak tedapat medan magnet luar momen
magnetic ini akan berorientasi. Secara acak, jika diberikan medan magnet
luar maka momen magnetic ini akan cenderung menyearahkan arah moen
magnetiknya dengan medan magnet luar tetapi dilawan oleh kecenderungan
momen untuk berorientasi oleh akibat gerak termalnya. Perbandingan
momen yang menyearahkannya dengan medan ini bergantung pada
kekuatan medan magnet luar dan temperaturnya. Nilai suseptibilitasnya
positif dan berbanding terbalik dengan temperatur absolut. Jumlah electron
ganjil, momen magnet atomnya searah dengan medan polarisasi. Contahnya
Olivine , Montmorillonite, Siderite, Serpentinit, dan Kromit.
3. Ferromagnetik
Material yang bersifat ferromagnetic memiliki banyak electron bebas pada
tiap kulit elektronnya, hal ini menyebabkan batuan ini sangat mudah
berinduksi oleh medan luar. Bahan ini memiliki nilai suseptibilitas positif dan
besar. Pada bahan ini sejumlah kecil medan magnetic luar dapat
menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipole magnetic
atomnya. Penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan magnet luar
yang diberikan telah hilang. Hal ini dapat terjadi karena momen dipole
magnetic atom dari bahan-bahan menyearahkan gaya-gaya yang kuat pada
atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini
disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah
ruang tempat momen dipole magnetic disearahkan ini disebut daerah
magnetic. Pada temperature diatas suhu kritis yang disebut titik curie, gerak
termal acak sudah cukup besar untuk merusak keteraturan penyearahan ini

dan bahan ferromagnetic berubah menjadi paramagnetic. Contoh: Besi, nikel,


kobalt dan gadolinium.

2.6

proses pembentukan sifat magnet batuan

Menurut Telford (1990), residual magnetic Natural Remanent Magnetization


(NRM) berperan besar pada nilai magnetisasi total, NRM tergantung pada sejarah
pembentukan sifat magnet dari batuan. Pembentukan sifat magnet atau
magnetisasi batuan disebabkan oleh induksi medan magnet bumi, namun selain
factor tersebut masih terdapat beberapa factor lain yang juga dapat menyebabkan
terbentuknya sifat magnetisasi suatu batuan, diantaranya;
a. TRM ( Thermo Remanent Magnetic)
Proses ini terjadi akibat pendinginan dari suhu tinggi. Umumnya terbentuk
pada magma yang keluar dari perut bumi dan kemudian membeku, cepat
lambatnya magma tersebut membeku mempengaruhi sifat kemagnetan
batuan tersebut. Sifat kemagnetan ini akan hilang jika dipanaskan melebihi
suhu currie (>600 derajat celcius )
b. IRM ( Ishothermal Remanent Magneti)
proses ini terjadi tanpa adanya perubahan temperature yang signifikan. Gaya
magnetisasi ini bekerja dalam waktu yang singkat, misalnya batuan tersebut
terkena sambaran petir, sehingga menyebabkan adanya sifat magnet pada
batuan itu ( Menurut Imam(dalam Syamsu Rosid,2008)
c. VRM (Viscous Remanent Magnetic)
Proses ini terjadi akibat adanya pengaruh medan magnet yang lemah, namun
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Sehingga membuat arah
spin magnet dan spin electron menjadi searah perlahan-lahan dan
menimbulkan sifat magnet pada batuan secara perlahan.
d. DRM ( Detrial/Depositional Remanent Magnetic )
Proses ini umumnya terjadi pada batuan sedimen. Batuan sedimen terbentuk
dari serpihan batuan-batuan yang berukuran kecil, sehingga pada daerah
tertentu butiran batuan kecil tersebut terakumulasi dan mengalami kompaksi
akibat gaya eksogen. Gaya eksogen ini juga berpengaruh terhadapa kenaikan
suhu( dibawah suhu currie). Kenaikan suhu ini dapat membantu
pembentukan sifat kemagnetan suatu batuan.
e. CRM ( Chemical Remanent Magnetic)
Proses ini terbentuk akibat reaksi kimia yang terjadi dibawah suhu currie.
Reaksi kimia tersebut dapat mengubah arah spin magnet dan spin electron.
Dari reaksi tersebut dapat menyebabkan timbulnya dan bahkan hilangnya
sifat magnetisasi suatu batuan.
2.7

Koreksi Medan Magnetik

Untuk mendapatkan nilai anomaly medan magnetic yang menjadi target


survey, maka data magnetic yang telah diperoleh harus dibersihkan atau dikoreksi
dari pengaruh beberapa medan magnet yang lain. Secar umum Telford (1990)
membagi beberapa koreksi yang dilakukan, yaitu :
1. Koreksi harian
Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan
magnetic bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari
dalam satu hari. Waktu yang dimasukkan harus mengacu atau sesuai dengan
waktu pengukuran data medan magnetic di setiap titik lokasi ( stasiun
pengukuran) yang akan dikoreksi. Menurut William Lowrie ( 2007), besarnya
variasi harian bergantung pada posisi garis lintang daerah observasi. Apabila
nilai variasi harian negative, maka koreksi harian dilakukan dengan cara
menambahkan nilai variasi harian yang terekam pada waktu tertentu
terhadap data medan magnetic yang akan dikoreksi. Apabila variasi harian
bernilai positif, maka koreksinya dilakukan dengan cara mengurangkan nilai
variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data medan
magnetic yang akan dikoreksi, dapat dituliskan dalam persamaan :
2. Koreksi IGRF ( International Geomagnetics Reference Field )
Data hasil pengukuran medan magnetic pada dasarnya adalah kontribusi dari
tiga komponen dasar, yaitu medan magnetic utama bumi, medan magnetic
luar dan medan anomaly. Nilai medan magnetic utama tidak lain adalah nilai
IGRF. Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF
terhadap nilai medan magnetic total yang telah terkoreksi harian pada setiap
titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya
( setelah dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :

2.8

Filter Pengolahan Data Magnetik


Ada dua filter yang digunakan dalam proses pengolahan data dalam
penelitian ini . masing-masing filter memiliki kegunaannya yaitu :
1. Reduce to Magnetic Pole (RTP)
Menurut Imam (dalam Arkani Hamed, 1988), pada dasarnya filter RTP
mencoba mentransformasikan medan magnet di suatu tempat menjadi
medan magnet di kutub utara magnetic. RTP mengasumsikan bahwa
pada seluruh lokasi pengambilan data nilai medan magnet bumi
( terutama I dan D) memiliki nilai dan arah yang konstan. Asumsi ini
dapat diterima apabila lokasi tersebut memiliki luas area yang relative
sempit. Namun hal ini tidak dapat diterima apabila luas daerah
pengambilan data sangat luas karena melibatkan nilai lintang dan
bujur yang bervariasi, dimana harga medan magnet bumi berubah

secara bertahap. Data anomali medan magnet total kemudian


direduksi ke kutub agar anomaly medan magnet maksimum terletak
tepat di atas tubuh benda penyebab anomalo ( anomaly bersifat
monopol). Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membuat sudut
inklinasi menjadi 90 derjat dan deklinasi 0 derajat.
2. Analytic Signal ( Sinyal Analitik )
Menurut Imam (dalam Bilim dan Ates, 2003), data sintetik medan
magnet total mengalami perubahan yang disebabkan oleh magnetisasi
dari tubuh anomaly tetap pada sinyal analitik, data sinyal analitik
dilakukan pada data anomaly medan magnet yang terinduksi ke kutub
dan memberikan hasil lebih baik. Sinyal analitik terbentuk dari gradient
horizontal dan vertical dari anomaly, dalam kasus 3D analytic signal
dapat dituliskan :
Hubungan antara ketebalan dan kedalaman adalah ketebalan sama
atau lebih besar dari kedalaman. Untuk mempermudah interpretasi,
peta anomaly magnet total difilter dengan menggunakan sinyal
analitik. Transformasi sinyal analitik dibuat sebagai panduan dalam
membaut model, proses ini akan merubah sifat dipolar anomaly
magnetic menjadi monopolar.

2.9

Anomali Magnetik pada struktur patahan dan intrusi


Menurut penelitian yang dilakukan Imam (2013), peristiwa patahan
pada lapisan litosfer digambarkan seperti magnet yang terbelah
menjadi dua bagian. Apabila pada peristiwa patahan terjadi
perubahan sifat fisis batuan seperti terjadinya peristiwa
metomorfosa batuan atau terjadi kenaikan lapisan akibat tekanan
pada lapisan tersebut, maka akan terjadi perubahan nilai anomaly
magnetic. Tetapi, jika tidak terdapat perubahan fisis batuan
maupun perubahan posisi, maka hal ini tidak akan menimbulkan
perubahan anomaly.
Perubahan anomaly magnetic juga dapat diakibatkan oleh hadirnya
batuan pengisi rekahan patahan, dimana batuan tersebut adalah
batuan mineral ataupun intrusi lava. Jika rekahan patahan terisi
oleh batuan intrusi maka hal ini akan menimbulkan lonjakan
anomaly.
Perubahan nilai anomaly juga dapat disebabkna adanya perbedaan
lapisan dimana terdapat perbedaan kontras nilai suseptibilitas
antara lapisan. Adanya perbedaan lapisan ini bisa disebabkan oleh
adanya kenaikan lapisan akibat terjadinya patahan ataupun karena
adanya lapisan baru hasil dari proses pengendapan.

Anda mungkin juga menyukai