Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID


DI RUANG MAWAR RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID

DI RUANG MAWAR RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK


I.

Definisi
Tifus

Abdominalis

(demam

tifoid

enteric

fever)

adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada


saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus
halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan
dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam
wabah. (Markum, 1991).

II.

Etiologi
Tyfus

abdominalis

disebabkan

oleh

salmonella

typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar,


tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam
antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut.

III.

Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran

cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar

akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada


yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus
(plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga
menyebabkan

bakterimia

primer

dan

mengakibatkan

perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh


darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada
organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan
sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan
akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke
organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan
peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan
hiperperistaltik
hipotalamus

usus
akan

mengakibatkan

sehingga
menekan

demam

terjadi

diare.

termoregulasi

remiten

dan

Pada
yang
terjadi

hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah


lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah
kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi.
Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan

usus,

intestinal

(pnemonia,

neuropsikratrik).

perfarasi,

peritonitis)

meningitis,

dan

ekstra

kolesistitis,

IV.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih

ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa


tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama
30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi

mungkin

ditemukan

gejala

prodomal

yaitu

perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan


tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris


remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu
pertama

duhu

berangsur-angsur

meningkat,

biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi


pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2
penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita
demamnya berangsur-angsur normal.
Gangguan

pada

saluran

pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung
dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa
membesar. disertai nyeri pada perabaan

Gangguan kesadaran

Kesadaran menurun walaupun tidak berapa


dalam yaitu apatis sampai samnolen.
Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada
penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit.

Pathways
Makanan terkontaminasi salmonella
Mulut
HCL (lambung)

Hidup

Tidak hidup

usus terutama plag peyer


kuman mengeluarkan endotoksin
Bakteiema primer

Difogosit

Tak difogosit

mati

bakteriema sekunder

Pembuluh darah kapiler


Procesia
pada kulit

Tidak
hiperemi

Usus halus

Hipotalamus

Hepar

peradangan

menekan
termoreguler

hipotasplenom

Malababsorbsi nutrien

Hipertermi

Endotoksin
merusak hepar

Hiperperistaltik usus
cepat lelah
SGOT/SGPT
diare
bedrest
konstipasi

intoleransi aktifitas
reinterkasi usus
Komplikasi

Intestinal
perdara
han usus
Revolu
si
Periton
itis

V.
1.

Ekstraintestinal
Pneumonia
Meningitis
kolesistitis
Neuropsikia
trik

Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d arbsorpsi nutrisi

2.

Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi


endotoksin pada hipotalamus

3.

Resiko

tinggi

kurang

volume

cairan

b/d

kehilangan cairan sekunder terhadap diare


4.

Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan


metabolisme sekunder terhadap infeksi akut

5.

Kurang

pengetahuan

mengenai

kondisi

b/d

kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat

VI.
1.

Focus Intervensi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:

a. Dorong tirah baring


Rasional:
Menurunkan
meningkatkan

kebutuhan
penurunan

metabolic
kalori

dan

untuk
simpanan

energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi
makan

c. Berikan kebersihan oral


Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik,
lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan
konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi
indikasi
Rasional:

pemberian

nutrisi,

terapi

IV

sesuai

Program

ini

gastrointestinal,

mengistirahatkan
sementara

memberikan

saluran
nutrisi

penting.
2.

Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi


endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses
peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan
linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah,
mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
hipotalamus

3.

Resiko

tinggi

kurang

volume

cairan

b/d

kehilangan cairan sekunder terhadap diare


Tujuan:
Mempertahankan

volume

cairan

adekuat

dengan

membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik,


tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin
normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan
cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan

informasi

tentang

keseimbangan

cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan


pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran
mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan

kehilangan

cairan

berlebih

atau

terhadap

efek

dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan

menunjukkan

respon

kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:

Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk


penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan
cairan untuk mempertahankan kehilangan
4.

Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan


metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan

kemampuan

melakukan

peningkatan

toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan

energi

yang

digunakan

untuk

penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit
yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu untuk menurunkan
resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :

Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan


karena keterbatasan aktifitas yang menganggu
periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV,
radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5.

Kurang

pengetahuan

mengenai

kondisi

b/d

kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat


Tujuan:
Da

pat menyatakan pemahaman proses penyakit


Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan
pemasukan

makanan

yang

memuaskan

dilingkungan yang jauh dari rumah


Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan
kesadaran kebutuhan belajar individu

c. Kaji

ulang

proses

penyakit,

penyebab/efek

hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan


mengidentifikasi

cara

menurunkan

faktor

pendukung
Rasional :
Faktor

pencetus/pemberat

kebutuhan

pasien

untuk

individu,

sehingga

waspada

terhadap

makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat


mencetuskan gejala

VII.

Komplikasi

Dapat terjadi pada:


1.

Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal
yaitu:
a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila
perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat
dapat disertai perasaan nyari perut dengan tandatanda rejatan
b. Perforasi usus
c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu:
nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri
pada tekanan

2.

Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
(bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati.
Terjadi

karena

infeksi

sekunder

yaitu

bronkopneumonia

VIII.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan


laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.

Pemeriksaan darah tepi

b.

Pemeriksaan sumsum tulang

c.

Biakan

empedu

untuk

menemukan

salmonella thyposa
d.

Pemeriksaan

widal

digunakan

untuk

membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti


IX.

Penatalaksanaan

Pengobatan/penatalaksaan

pada

penderita

typus

abdominalis adalah sebagai berikut:


1.

Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan


ekskreta

2.

Perawatan

yang

baik

untuk

menghindari

komplikasi
3.

Istirahat selama demam sampai dengan 2


minggu

4.

Diet makanan harus mengandung cukup cairan


dan tinggi protein

5.

Obat Kloramfeniko

KEBUTUHAN MOBILISASI

A. Pengertian
Mobilisasi

adalah

kemampuan

seseorang

untuk

bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang


bertujuan untuk memenuhi kebutuha hidup sehat.
Mobilisasi

diperlukan

kemandirian

diri,

untuk

meningkatkan

meningkatkan
kesehatan,

memperlambat proses penyakit.


B. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Gaya hidup
Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh latar belakang
budaya, nilai-nilai yang dianut,serta lingkungan tempat ia
tinggal (masyarakat)
Ketidakampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Secara umum,
ketidakmampuan ada dua macam, yakni ketidakmampuan
primer dan sekunder.

- Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit


atau trauma
- Ketidakmampuan

sekunder

terjadi

akibat

dari

dampak ketidakmampuan primer. (misal: kelemahan


otot, tirah baring)
a. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya
mobilisasi. Dalam hal ini, cadangan energi yang dimiliki
masing-masing individu bervariasi. Disamping itu, ada
kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor
guna memmpertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
- Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan
dengan penuaan.
Konsep imobilitas
1. Pengertian
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang
relatif,misalnya,individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total,tetapi juga
mengalami penuaan aktivitas dari kebiasaan
normalnya,ada beberapa alasan dilakukan
imobilisasi.

Pembatasan gerak yang ditujukan untuk


pengobatan/terapi
Keharusan (tidak terelakkan)
Pembatasan secara otomatis sampai dengan
daya hidup

JENIS IMOBILISASI
1. Imobilitas fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun
kondisis orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebgai mana
mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.
3. Imobolitas emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan sesorang yang dicintai.
4. Imobilisasi sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
Dampak fisik imobilitas
Sistem muskuloskeletal:
- osteoporosis

- Atrofi otot
- Kontraktur
- Kekakuan otot dan nyeri sendi
Eliminasi urin :
- Stasis urin
- Batu ginja
- Retensi urine
- Infeksi perkemihan
Gastrointestinal : kondisi imobilitas mempengaruhi
tiga fungsi sistem pencernaan, yaitu fungsi ingesti,
dingesti, dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang
umum ditemui salah satunya adalah konstipasi,
konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltik dan
mobilitas usus, jika konstipasi terus berlanjut, terus
akan menjadi sangat keras dan diperlukan upaya
yang kuat untuk mengeluarkananya.
Respirasi : - Penurunan gerak pernafasan
-Penumpukan sekret
- Atelektasis

Sistem kardiovaskuler :

- Hipotensi ortostatik
- Pembentukan trombus
- Edema dependen
Metabolisme dan nutrisi :

- Penurunan laju metabolisme


-

balance nitrogen negatif

- Anoreksia
Sistem integumen : - Turgor kulit menurun
-Kerusakan kulit

Sistem neurosensorik : - Ketidak mampuan


mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input
sensorik, menimbulkan perasaan lebih, Iritabel,
persepsi tidak realistis, dan mudah bingung.

Tingkatan imobilitas
Tingkat imobilitas bervariasi, diantaranya adalah :
Imobilitas komplet
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang
mengalami gangguan tingkat kesadaran.
Imobilitas parsial
Imobilitas inin dilakukan pada klien yang mengalami
fraktur, misalnya fraktur ekstremitas bawah (kaki)

imobilisasi

Mengakibatkan penekanan pada daerah


yang menonjol

Tanda yang terlihat: kemerahan, luka


pada kulit di atas tulang yang menonjol

Penekanan mengakibatkan terhambatnya sirkulasi


darah ke jaringan sehingga menyebabkan iskemia
lokal

Jaringan akan mengalami anoksia dan kematian


jaringan selanjutnya menimbulkan perlukaan

Imobilitas karena alasan pengobatan


Imobilisasi ini dilakukan pada individu yang
menderita gangguan pernafasan (misal sesak nafas)
atau pada penderita penyakit jantung,pada kondisi
tirah baring total, klien tidak boleh bergerak dari
tempat tidur dan tidak boleh berjalan kekamar mandi
atau duduk dikursi,akan tetapi tirah baring bukan
total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari
tempat tidur dan berjalan kekamar mandi atau
duduk dikursi. Keuntungan dari tirah baring antara
lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel
tubuh,menyalurkan sumber energi untuk proses
penyembuhan dan dapat mengurangi respons nyeri.

ASUHAN

KEPERAWATAN

KLIEN

DENGAN

GANGGUAN

MOBILISASI
Pengkajian
Saat

mengkaji

imobilitas,perawat

data

menggunakan

tentang

masalah

metode

pengkajian

inspeksi, palpasi, dan auskultasi, selain itu,perawat juga


memeriksa hasil tes laboratorium serta mengukur berat
badan, asupan cairan dan haluaran cairan klien, karena
tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah
komplikasi

imobilisasi,

mengidentifikasi

klien

maka
yang

perawat

beresiko

mengalami

komplikasiini termasuk klien yang mengalami


buruk,

(b)

penurunan

sensitivitas

perlu

(a) gizi

terhadap

nyeri,

temperatur atau tekanan, (c) maasalah kardiovaskuler ,


paru, dan neuromuskular, serta (d) perubahan tingkat
kesadaran.
Penetapan diagnosis,contoh label diagnosis dengan
imobilitas sebagai etiologi
-konstipasi b/d imobilitas
- Resiko ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b/d
imobilitas
- ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d imobilitas
- kelebihan volume cauran b/d bendungan vena dependen
sekunder akibat imobilitas.
Perencanaan dan implementasi
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien
yang mengalami gangguan mobilisasi bervariasi,
bergantung pada diagnisis dan batasan karakteristik
masing-masing individu.menurut Kozier (2004), beberapa
tujuan umum untuk klien yang mengalami, atau

berpotensi mengalami, masalah mobilisasi adalah sebagai


berikut:
Meningkatkan toleransi klien untuk melakukan
aktifitas fisik
Mengembalikan atau memulihkan kemampuan untuk
bergerak / berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari
Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh atau akibat
pengguna mekanika tubuh yang salah
Menigkatkan kebugaran fisik
Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilisasi

Meningkatkan kesejahteraan sosial, Emosional, dan


intelektual

Dua bentuk diagnosis dengan imobilisasi sebagai label


diagnosis sebagai etologi.
1. Hambatan mobilitas fisik b/d kelemahan otot
Kriterial hasil : individu akan mengungkapkan
bertambahnya kekuatan dan daya tahan
ekstremitas.
Indikator

- melakukan langkah-langkah pengamanan untuk


meminimalkan kemungkinan cidera.
-mendemostrasikan secara penggunaan alat-alat
adaptif untuk meningkatkan mobilitas.
- menjelaskan rasional intervensi

- mendemostrasikan langkah-langkah untuk


meningkatkan mobilitas.

Intervensi
- Kaji faktor penyebab :

Trauma

prosedur pembedahan
penyakit yang melemahkan
- Tingkat mobilitas dan pergerakan yang optimal
- Posisikan tibuh yang sejajar untuk mencegah
komplikasi
- Lakukan mobilitas yang progresif
-

Berikan penyuluhan kesehatan


Rasional

- Program latihan teratur yang meliputi ROM, dan


aktivitas aerobik pilihan dapat membantu
mempertahankan integritas fungsi sendi
(addams+clough,1998)
- Latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan
sirkulasi dan kekuatan otot
- Latihan fisik meningkatkan kemandirian seseorang
- ROM dapat meningkatkan massa otot, tonus otot,
dan kekuatan otot
- Imobilitas yang lama dan gangguan fungsu
neurosensorik dapat menyebabkan kontraktur primer

2. Ketidak efektifan bersih jalan nafas b/d imobilitas


sekunder akibat trauma
Kriteria hasil : Individu tidak akan mengalami aspirasi

Indikator
Memperlihatkan upaya batuk efektif dan peningktan
pertukaran gas Menjelaskan rasinal intervensi untuk
menigkatkan batuk
Intervensi
- Kaji faktor penyebab
- Ajarkan klien batuk efektif yang benar
- Lakukan fisioterapi dada dan drainase postural
sesuai kebutuhan
- Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai
kebutuhan
- Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction
guna mempertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional
- Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kelebihan dan tidak efektif
- Pernafasan diafragma mengurangi frekuensi
pernafasan dan meninkatkan ventilasi alveolar
- Sekret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan
- Nyeri atau rasa takut akan nyeri dapat melelahkan
dan menyakitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi


VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak.

EGC :

Jakarta
mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV.
EGC: Jakarta
Sarwana (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
FKUI: Jakarta.

FORMAT DOKUMEMTASI ASKEP DEWASA (KD II)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDY S1
ILMU KEPERAWATAN
IDENTITAS KLIEN
Nama
: sdr.L
Umur
: 25th
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : jawa/ indonesia
Agama
: islam
Pekerjaan
: swasta
Alamat
: SLTA
Alamat
: cabean demak
No. REG
: 106148
Tgl.masuk RS : 12 Oktober 2010
Diagnosa
: typoid
I.RIWAYAT KEPERAWATAN
Riwayatpenyakit sekarang
- Keluhan utama : klien mengatakan badannya
panas
- Alasan masuk RS
: Klien mengatakan panas
tinggi, mual, lemes, kemudian dibawa ke RSUD
demak
- Terapi/operasi : klien mengatakan belum
pernah menjalani operasi
Riwayat sebelum sakit
- Penyakit yang pernah diderita : Klien
mengatakan tidak menderita penyakit
menukar
- Alergi
: klien
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
- Kebiasaan merokok/alkohol
: klien
mengatakan merokok, tidak minum alkohol

- Riwayat kesehatan keluarga : klien


mengatakan dalam keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit typoid
II. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DAN PEMERIKSAAN
FISIK
Keadaan umum: lemes, CM, Terpasang infus RL
30 tpm ditangan kiri
TTV

TD :110/70 mmhg
N : 80 X/mnt
S : 38oC
RR: 24x/mnt
Body sistem
B1. Pernafasan
Hidung
: bersih,tidak ada polip, tidak
menggunakan alat bantu pernafasan
Thorak
: simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Focal fremitus : paru-paru kanan : getaran
lebih besar
Paru-paru kiri
: getaran lebih
kecil
Suara pernafasan : normal, tidak ada ronchi,
tidak ada wheezing
B2. Kardiovaskuler
Suara jantung :S1 : lub(normal)
- S2 : dub(normal)
- Tidak ada suara tambahan
, CRF: <3detik
Tidak ada peningkatan vena jugularis
Tidak ada edema pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
B3.PERSYARATAN
Kesadaran
: CM
GCS
: E : 4, V: 5 , M: 6 nilai total : 15
Kepala dan wajah
Mata kanan
: normal
Mata kiri
: normal
Sklera
: tidak ikterik
Konjung tiva
: tidak anemis, pupil isochor
Telinga kanan : normal
Telinga kiri
: normal
Perabaan
: normal
Pemenuhan istirahat tidur : baik, 8jam/hari
Pemenuhan termoregulasi : panas
Suhu
: 38oC

Komunikasi
: baik, tidak ada
gangguan komunikasi
B4. PERKEMIHAN-ELIMNINASI URI (BAK)
BAK_produksi urin : 1200ml/24jam,
frekuensi:4x/hari
Warna
: kuning pekat
Tidak terapasang DC kateter
Intake (minum): 2000ml/24jam, Jenis :air
putih, air teh
B5. PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI
Mulut
: bersih, lidah kotor, tidak
ada karies gigi, mual
Tenggorokan : tidak ada nyeri telan
Abdomen
: inspeksi
: simetris
Auskultasi : peristaltik usus
meningkat
Palpasi
: tidak ada
nyeri tekan, tidak ada
massa
Perkusi
: timpani
Tidak ada pembesaran hepar
Rectum
: tidak ada hemoroid
Eliminasi (BAB)
: 2x/hari, konsistensi: cair
B6. TULANG-OTOT-INTEGUMEN
Simetris, tidak ada peradangan tulang
ROM : aktifitas terbatas
Ekstremitas atas
: dapat menggerakan
kedua tangan
Ekstremitas bawah : dapat menggerakan kedua
kaki
Kulit,warna.turgor : normal, tidak ada sianosis,
turgor sedang
Personal hygiene
: terjaga bersih
Kemampuan dalam aktivitas terbatas ADL
dibantu keluarga
Sistem endokrin
Tidak pernah menjalani therapi hormon
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik:
normal
Perubahan ukuran kepala, Tangan atau kaki
pada waktu dewasa:
normal
Sistem reproduksi
Laki-laki kebersihan terjaga
Tidak terpasang kateter
Psikososisal
Mendapat dukungan dari teman, keluarga
,masyarakat
Reaksi saat interaksi kooperatif, komunikasi
baik

Spiritual
Ibadah klien hanya berdoa untuk kesembuhan
Klien yakin penyakitnya dapat sembuh

ANALISA DATA
Nama :sdr.L
alamat:cabean demak
Umur : 25th
Dx.medis: thypoid
no
Data fokus
1
DS: klien mengatakan
badannya panas
DO: S: 38oC

Problem
Hipertermi

Ds: klien mengatakan Ketidakseimbang


mual
an nutrisi kurang
Do: - nafsu makan klien dari kebutuhan
menurun
tubuh
-klien tampak lemas

Etiologi
Proses
berjalannya
penyakit

Anoreksia

Ds: klien mengatakan


lemes
tidak dapat
beraktivitas
Do: klien hanya
berbaring ditempat
tidur

Gangguan
mobilisasi

Kelemahan otot

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Hipertermi b/d proses berjalannya penyakit
2. Ketidak seimbangan nutrisikurang dari kebutuhan
tubuh b/d anorexia
3. Gangguan mobilisasi b/d kelemahan otot

INTERVENSI
N
o
1

Dx.Keperawatan

Tujuan

Hipertermi b/d Seteleh


proses
dilakukan
berjalannya
tindakan
penyakit
keperawata
n 3x24 jam
masalah
dapat
teratasi
dengan
KH:panas
turun,suhu
normal 3637

Intervensi
Kaji TTV
R:mengetahui
kondisi klien
Beri
kompres
air biasa
pada
kedua
aksila
R:membantu
menurunkan
panas
Anjurkan
banyak
minum air
putih

para
f

R:menyeimbang
kan suhu tubuh
Kolaborasi
medis
dalam
pemberian
obat
antipiuretik
R:mempercepat
penyembuhan

Ketidakseimban
gan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
b/d
anoreksia

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n 3x4 jam
diharapkan
masalah
dapat
teratasi
dengan
KH:klien
tidak
lemes,klien
tidak mual

Kaji
adanya
alergi
makanan
R:mengetahui
apa saja yang
dapat dimakan
klien
Anjurkan
klien untuk
meningkat
kan intake
makanan
R:mempertahan
kan
keseimbangan
nutrisi
Kolaborasi
medis
dalam
pemberian
obat
anti
emetik
R:Membantu
penyembuhan
Gangguan
Setelah
Ajarkan
mobilisasi
b/d dilakukan
latihan
kelemahan otot tindakan
fisik pasif
keperawata
dan aktif
n
selama R:melatih
3x24
jam pergerakan
masalah
pasien
dapat
Observasi
teratasi
mobilitas

dengan KH:
klien
klien dapat R:mengetahui
beraktivitas sejauh
mana
sendiri
mobilitas klien
Libatkan
keluarga
dalam
pemenuha
n aktifitas
klien
R:membantu
sebagian
aktfitas klien

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/ja Dx Implementasi
m
rabu/13dx.
mengaji TTV
10-2010
1
14.30

Respon hasil
S:Klien kooperatif
O:s=36c
;TD=110/70mmHg;RR=24x/m;
N=86x/m
S:klien kooperatif

memberi
kompres air
biasa pada
kedua aksila
menganjurkan
S:klien kooperatif
banyak
minum air
S:klien kooperatif
putih
berkolaborasi
medis dalam

Rabu/1310-2010
18.30

dx.
2

Rabu/1310-2010
20.00

dx.
3

pemberian
obat
antipiuretik
mengkaji
adanya alergi
makanan
menganjurkan
klien
untuk
meningkatkan
intake
makanan
berkolaborasi
medis dalam
pemberian
obat
anti
emetik
mengajarkan
latihan
fisik
pasif dan aktif
mengobservas
i
mobilitas
klien
melibatkan
keluarga
dalam
pemenuhan
aktifitas klien

S:klien kooperatif
O:tidak ada alergi
S:klien kooperatif

S:klien kooperatif

S:klien kooperatif

S:klien kooperatif
S:klien kooperatif

EVALUASI
N
O
1.

2.

Hr/tgl/ja Dx keperawatan
m
Kamis
Hepertermi
b/d
14/10/10 proses penyakit
09.00

Evaluasi

S:
klien
mengatakan
masih panas
O: S:37,8oC
A:
masalah
teratasi sebagian
P:
lanjutkan
intervensi
Kamis
Ketidakseimbang S:
klien
14/10/10 an nutrisi kurang mengatakan
12.10
dari
kebutuhan masih
lemes,
tubuh
b/d sedikit mual

para
f

anoreksia

3.

O: klien hanya
menghabiskan
porsi
makanan
yang diberikan
A:
masalah
teratasi sebagian
P:
lanjutkan
intervensi
Kamis
Gangguan
S:
klien
14/10/10 mobilisasi
b/d mengatakan
16.00
kelemahan otot
lemes,
belum
bisa beraktivitas
seperti biasa
O: klien hanya
berbaring
di
tempat
tidur,
aktivitas dibantu
keluarga
A:
masalah
teratasi sebagian
P:
lanjutkan
intervensi

Anda mungkin juga menyukai