Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
Karena hanya dengan rahmatnya dan bimbingannya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Akhir geologi minyak bumi ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai bentuk
menuangkan pemahaman mengenai geokimia hidrokarbon, wireline log,
elektrofacies yang di pelajari dari data yang di ambil pada cekungan sumatra
tengah.
Penyusun menyadari bahwa laporan hasil praktikum ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran agar dalam
penyusunan selanjutnya lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Yogyakarta, 14/12/2016
Penyusun
BAB 1
DASAR TEORI
S3
S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan.
Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen
karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.
d. Tmax
Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel 3.4). Harga
Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik. Kerogen Tipe
I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi
temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki
beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki
TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat
kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan
induk yang mengandung resinit yang umum terdapat dalam batuan induk dengan
kerogen tipe II (Peters, 1986).
selama
proses
pematangan
batuan
induk
dan
jumlah
ini
organik
yang
bersifat oil
prone,
sedangkan
nilai
OI
tinggi
HI
Produk utama
Kuantitas relatif
<150
Gas
Kecil
150 300
Kecil
300 450
Minyak
Sedang
450 600
Minyak
Banyak
> 600
Minyak
Sangat banyak
tingkat
oksigenasi
dan
aktifitas
bentonik
menyebabkan
Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan
oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe
II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian
dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing
tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen
Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)
Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi( l,5), dan O/C rendah (<
0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid (misal
akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen
yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau
struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena terbentuk dari material
lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk
menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.
Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun tidak berstruktur.
Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya material organik, lumpur
anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk
pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoondan danau.
Kerogen Tipe II (oil and gas prone)
Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 1,5),
sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 0,2). kerogen tipe ini dapat
menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe
II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda beda yaitu alga laut, polen dan spora,
lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari lemak tanaman. Hal ini
terjadi
akibat
adanya
percampuran
antara
material
organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga zooplankton dan bakteri)
bersama-sama dengan material allochton yang didominasi oleh material dari tumbuhtumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan
karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.
Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan kandungan
oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari material lemak yang
miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C 25)
dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe
ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan
kemungkinan juga dalam ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang
secara lebih lanjut dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe IIS dengan persen berat
belerang (S) organik 8 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops,
2005).
Kerogen Tipe III (gas prone)
Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0) dan
perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif rendah,
karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi
karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama
berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe
ini menunjukkan kecenderungan besar untuk membentuk gas (gas prone).
Kerogen Tipe IV (inert)
Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam dan opak.
Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit dengan sedikit
vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga
terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini
kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi seluruhnya di
permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya
tersusun oleh senyawa aromatik.
Proses evolusi dimulai dengan diagenesis, proses ini diakhiri dengan ekstrak asam
humic dengan segera. Pada proses katagenesis, kerogen dikonversikan menjadi
hidrokarbon. Proses ini merupakan zona oil dan wet gas generation (oil kitchen).
Proses evolusi batubara (coal) hingga bituminous coal akan melepaskan gas dan
oil. Pada proses selanjutnya yaitu metagenesis, source rock dan hard coal sebagian
besar melepaskan gas. Pada source rock yang mengandung oil, residu yang kaya akan C
disebarluaskan pada shale, sedangkan deposit karbon akan membentuk Antracit dan
kemudian akibat proses metamorfisme menbentuk grafit.
1. Pada shallow depth, material organik yang tidak matang melepaskan hanya
biogenic gas (gas methane) yang dihasilkan dari fermentasi bakteri serta sebagian
kecil hidrokarbon berat.
2. Kemudian pada tahap mid-mature (setengah matang-matang), sejumlah besar
oil dihasilkan dalam temperatur antara 60 degC to 80 degC dan 120 degC to 150 degC.
Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari garis lempung. Pada zona
permeabel yang tebal , kurva SP mencapai suatu garis konstan.
Dalam evaluasi formasi log SP digunakan untuk :
Menentukan jenis litologi
Menentukan kandungan lempung
Menentukan harga tahanan jenis air formasi.
B.
Identifikasi litologi
C.
Log Resistivitas
Log Densitas
Log Densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron
suatu formasi. Dalam evaluasi sumur log densitas berguna untuk :
Menentukan porositas
Identifikasi litologi
Identifikasi adanya kandungan gas
Mederteminasi densitas hidrokarbon
E.
Log Netron
Merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hydrogen dalam
suatu formasi.
Dalam penentuan pekerjaan evaluasi formasi log netron berguna untuk :
Menentukan porositas
Identifikasi litologi
Indentifikasi adanya gas
F.
Log Sonik
Merupakan suatu log porositas yang mengukur interval waktu lewat dari suatu
gelombang suatu suara kompresional untuk melalui satu feet formasi.
Dalam evaluasi formasi log sonic berguna untuk :
Menentukan porositas
Identifikasi litologi
1.3 ELEKTROFASIES
Funnel
Menunjukan dominasi yang berubah misalnya dari shale ke arah sand (mengkasar
keatas). Fase air laut yang terjadi berupa regresi dan parasikuen set yang dibentuk
adalah progradasi. Lingkungan pengendapannya meliputi estuarine shelf, delta
front.
Bell
Menunjukkan perubahan dominasi besar butiran misalnya dari batupasir ke shale
atau merupakan aspek penghalusan keatas. Fase air laut yang terjadi berupa
transgresi dan parasikuen set yang dibentuk adalah retrogradasi Daerah dengan
dominasi meandering, tidal channel, fluvial point bar.
Symmetrical
Bentuk karakteristik dari kurva GR ini menunjukkan adanya penurunan kadar
shale dilanjutkan kenaikan kembali. Karakter ini juga mengindikasikan adanya
perubahan yang cepat dalam lapisan itu. Perubahan yang terjadi yang terekam
dalam karakter ini adalah adanya progradasi serta retrogradasi yang sinergis dan
cepat.
Serrated
Bentuk kurva pada jenis ini memperlihatkan adanya agradasi dari shale dan lanau.
Fase air laut yang terjadi berupa konstan dan parasikuen set yang dibentuk adalah
aggradasi. Bentuk kurva ini merepresentasikan area pengendapan yang beragam
seperti fluvial floodplain, alluvial plain, shelf .
Sedangkan untuk sejumlah gas mula-mula (initial gas in place) dapat ditentukan
dengan persamaan:
Pada persamaan diatas, besaran yang perlu ditentukan terlebih dahulu adalah
volume bulk batuan (Vb). Penentuan volume bulk batuan (Vb) ini dapat dilakukan
secara analitis dan grafis.
Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Analitis
Peta Isopach
(a). Total Net Sand, (b). Net Oil Sand,
(c). Completed Isopach Map of Oil Reservoir
(Amyx, J. W., D. M. Bass, Jr. and R. L. Whiting, 1960,Petroleum Reservoir Engineering-Physical Properties)
Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis isopach dapat
dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot pada kertas, yaitu luas
lapisan produktif versus kedalaman.
Jika peta isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode:
Metode Pyramidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan 0,5 yang secara matematis dituliskan:
Metode Trapezoidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan > 0,5 yang secara matematis dituliskan:
Metode Simpson
Metode ini digunakan jika interval kontur dan isopach tidak sama (tidak teratur)
dan hasilnya akan lebih teliti jika dibandingkan dengan metode trapezoidal yang
secara matematis dituliskan:
= N x RF....(4-7)
Keterangan :
N
RF
Unit recovery pada reservoir gas dengan mekanisme pendorong water drive yaitu:
Untuk jumlah cadangan yang dapat diperoleh dipermukaan, maka terlebih dahulu
perlu diketahui harga recovery factor (RF) yaitu perbandingan antara recoverable
reserve dengan initial oil in place (fraksi), atau dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut: